Kasus I : Bagaimana dokter melakukan persetujuan tindakan medik, apakah

te rha d a p d o kte r a p a b ila te rja d i a kib a t b uruk p a d a p a sie n ya ng m e no la k d ila kuka n tind a ka n m e d ik p a d a d irinya . Pa sie n b e rha k untuk m e no la k p e m e riksa a n, m e nund a p e rse tujua n b a hka n m e m b a ta lka n p e rse tujua n. Da ri ha sil p e ne litia n te rha d a p 15 p e la ksa na a n info rme d c o nse nt ya ng d ia m a ti o le h p e nulis, d id a p a tka n 2 ka sus p e no la ka n te rha d a p tind a ka n m e d ik ya ng te la h d ire nc a na ka n o le h d o kte r. Ke d ua ka sus te rse b ut a d a la h ka sus a ka n d ila kuka n Pe rito nia l Dya lisis c uc i d a ra h m e le w a ti p e rut p a d a ka sus g a g a l g inja l kro nik sta d ium 5 sta d ium a khir d a n p e m a sa ng a n Do we r C a te te r p a d a p a sie n Le uke m ia a kut ya ng m e ng a la m i p e nuruna n ke sa d a ra n.

a. Kasus I :

Nyonya S, 47 tahun, dengan diagnosis gagal ginjal kronik stadium 5 stadium akhir. Pada keadaan tersebut, pasien mengalami kondisi gawat yang mengancam nyawa pasien sehingga dokter merencanakan tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa pasien dengan cara melakukan peritonial dyalisis. Sebelum dilakukan tindakan, dokter telah memanggil pihak pasien untuk diberikan penjelasan tentang diagnosis pasien, rencana tindakan medik yang akan dilakukan, manfaat tindakan medik yang akan dilakukan, prognosis yang dicapai setelah dilakukan tindakan medik, resiko yang mungkin terjadi setelah dilakukan, dan prosedur tindakan medik secara mendetail. Setelah semuanya dijelaskan secara baik dan gamblang oleh dokter, pihak pasien anak kandung melakukan penolakan terhadap rencana cuci darah melewati perut tersebut. Yang menjadi alasan penolakan adalah pihak pasien tidak tega apabila pasien dilakukan cuci darah melalui perut. Akhirnya dokter menyodorkan formulir penolakan tindakan medis setelah dokter memberi penjelasan. Pihak pasien menyetujui untuk menandatangani formulir penolakan tersebut dan bersedia menanggung segala risiko yang mungkin terjadi apabila tindakan medik yang disarankan tersebut tidak dilakukan. Pihak pasien dengan sukarela dan tidak akan menuntut kepada dokter dan Rumah Sakit akibat tidak dilakukannya tindakan medik tersebut. Sikap dokter dan Rumah Sakit patut dipuji karena walaupun pihak pasien menolak tindakan medis yang disarankanya, tetapi dokter Rumah Sakit tetap memberikan pelayanan yang terbaik, tidak menyuruh pulang paksa dan memberikan tindakan alternatif lain walaupun tidak seoptimal tindakan medik yang disarankan. Tindakan tersebut telah sesuai dengan Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 huruf d bahwa pasien memiliki hak untuk menolak tindakan medis yang disarankan oleh dokter yang menanganinya. Dalam hal ini pihak dokter maupun Rumah Sakit harus tetap berusaha memberikan pelayanan terbaiknya kepada pasien serta selalu mengindahkan hak-hak asasi pasien.

b. Kasus II :