Perlawanan rakyat Maluku (1817)

a. Perlawanan rakyat Maluku (1817)

Maluku pernah dikuasai Kompeni Belanda, kemudian mengalami pendudukan Inggris, dan setelah itu diserahkan kembali ke pemerintah Belanda sebagai akibat dari keputusan Konvensi London tahun 1814. Pada tanggal 16 Mei 1817, rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulesia yang disebut juga Kapiten Pattimura menyerbu benteng Belanda yang bernama Duurstede di Saparua. Banyak korban di pihak Belanda, termasuk Residen Van den Berg yang terbunuh. Aksi perlawanan semakin meluas ke Ambon, Seram, dan di tempat lainnya. Belanda yang berusaha memadamkan perlawanan-perlawanan tersebut mendapatkan perlawanan gigih dari rakyat. Perjuangan keras rakyat Maluku mulai melemah setelah pemimpin-pemimpin perlawanan tertangkap, termasuk

Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia

Thomas Matulesia. Pada tanggal 16 Desember 1817, Thomas Jendela Jendela Jendela Jendela Jendela Matulesia di hukum mati di tiang gantungan di depan

Info Info Info Info Info Benteng Victoria Ambon. Selain Thomas Matulesia, pemimpin-

pemimpin yang terkenal dalam sejarah perlawanan

Benteng Victoria adalah

Maluku ialah Christina Martha Tiahahu, Antonie Rebok,

benteng tertua yang merupakan cikal bakal

Latumahina, Said Perintah, dan Thomas Pattiwael.

Kota Ambon. Benteng ini

b. Perlawanan kaum Padri (1821-1837)

dibangun tahun 1775 oleh bangsa Portugis

Kaum Padri adalah golongan masyarakat di Minangkabau

dan kemudian diambil

yang bertujuan memperbaiki masyarakat Minangkabau

alih oleh bangsa

dan mengembalikannya kepada kehidupan yang sesuai

Belanda. Kondisi sebagian tembok di

dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran kaum Padri

benteng ini telah

ini ditentang golongan yang merasa sebagai turunan raja-

mengalami kerusakan.

raja Minangkabau yang masih memegang teguh adat dan menjalankan kebiasaan lama. Golongan ini disebut kaum Adat. Pertentangan tersebut menimbulkan dua kelompok yang saling bermusuhan di Minangkabau. Bahkan tidak jarang pertentangan mereka sampai berlanjut ke pertempuran

Sumber: www.eljohn.net

di berbagai tempat. Kaum Adat yang cenderung berpihak kepada Belanda bahkan meminta bantuan untuk menghadapi kaum Padri. Di lain pihak, kaum Padri menolak kerjasama dengan pemerintahan asing. Mereka juga menolak kehadiran Belanda saat Sumatera Barat diserahkan kembali kepada Belanda oleh Inggris. Belanda yang kekuatannya sangat berkurang dan merasa kewalahan menghadapi serangan-serangan kaum Padri

Gambar 4.9 Gambar 4.9 Gambar 4.9 Gambar 4.9 Gambar 4.9

mengajak perjanjian perdamaian yang menghasilkan Tuanku Imam Bonjol, gencatan senjata. Perdamaian tahun 1825 tidak berjalan pemimpin Perang Padri. lama. Pihak Belanda tetap banyak melakukan tekanan- tekanan kepada rakyat sehingga timbul kembali perlawan- an kaum Padri yang diikuti oleh rakyat. Perlawananpun meluas lagi ke berbagai tempat. Rakyat dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol beserta Tuanku nan Gapuk, Tuanku Hitam , dan Tuanku nan Cerdik. Berkali-kali terjadi pertempuran yang membawa korban kedua belah pihak. Pada tahun 1833, terjadi lagi pertempuran sengit yang

membawa banyak korban di kedua belah pihak. Pertem- Sumber: www.foto-foto.com puran itu melemahkan markas kaum Padri yang ada di

Tanjong Alam dan Tuanku nan Cerdik terpaksa menyerah kepada Belanda. Pasukan Belanda yang makin kuat dapat mendesak pertahanan kaum Padri dan menduduki beberapa pos penting.

83

Mari Belajar IPS 2 untuk SMP/MTs Kelas VIII

Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia

84

Tuanku Imam Bonjol masih gigih mengadakan perlawanan. Dengan menyerahnya beberapa kawan seperjuangan- nya, kekuatan Imam Bonjol jadi jauh berkurang. Sampai dengan tahun 1836, kekuatan militer Belanda belum dapat mengalahkan kaum Padri. Untuk mematahkan pertahanan Benteng Bonjol, Belanda mengerahkan pasukan yang antara lain terdiri atas orang-orang Belanda sendiri, orang Afrika, serta orang pribumi termasuk pasukan dari Bugis yang memang sengaja didatangkan untuk menumpas perlawanan kaum Padri. Pada tahun 1837, diadakan perundingan antara Tuanku Imam Bonjol dengan Belanda lagi. Namun ternyata Belanda mempunyai maksud terselubung. Niat sebenarnya, ternyata perundingan tersebut hanyalah siasat untuk mengetahui kekuatan terakhir yang dipunyai kaum Padri. Selain itu, sebenarnya Belanda juga telah melakukan persiapan untuk mengepung benteng Bonjol. Dan ketika perundingan perdamaian gagal, pertempuran pun berkobar lagi. Walaupun penyerahan Tuanku Imam Bonjol sangat mengurangi kekuatan perjuangan kaum Padri melawan Belanda, namun tidak berarti perlawanan berhenti begitu saja. Masih ada sisa-sisa perlawanan, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Tuanku Tambusi di dekat Angklok, pemberontakan di Batipo, dan sebagainya.