Karakteristik Masyarakat Miskin menurut Asal Daerah

3.2.3 Karakteristik Masyarakat Miskin menurut Asal Daerah

Keberagaman budaya biasanya dapat kita jumpai di daerah-daerah tertentunya saja. Tetapi sekarang, keragaman budaya pun dapat kita temukan pada daerah padat penduduk di kota besar. Seperti pada penelitian ini, peneliti menemukan banyak sekali warga masyarakat yang bukan asli dari daerah itu sendiri. Dari data wawancara yang telah dilakukan, hampir dari 60% responden yang dihadirkan adalah bukan warga asli Jakarta.

Tabel 3.4 Asal Daerah Responden

Sumber : Data hasil Wawancara dan Observasi paneliti Maret 2011

Berdasarkan data diatas, masyarakat miskin yang tinggal dipinggir rel kereta api dan yang tinggal disekitar TPS jika digabungkan, bisa dilihat bahwa masyarakat dari luar jakarta sangat mendominasi jumlahnya.

Hal ini menjadi menarik karena para pendatangpun tak kalah banyak jumlahnya dengan warga asli. Para pendatang sebagian besar berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tetapi ada pula perantau jauh dari pulau sebarang. Keaneka ragaman masyarakat menjadi satu dalam suatu kerukunan antar tetangga dan kerukunan antar warga.

Salah satu responden yang berasal dari luar Jakarta (pendatang) adalah Ibu Suminen. Ibu Suminem berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah.Ia disana hidup menjanda dengan kedua anaknya. Untuk mempertahankan hidup, ia bekerja dengan membuka warung (warteg) dan menjual

No. Nama Responden

Asal Daerah

Tempat tinggal

1. Pak Tugiono

Pemalang

Dipinggir Rel kereta

2. Mas Selamet

Pemalang

Dipinggir Rel kereta

3. Ibu Romdayanih

Pandeglang – Banten

Dipinggir Rel kereta

4. Siti

Jakarta

Dipinggir Rel kereta

5. Ibu Ruminingsih

Jakarta

Dipinggir Rel kereta

6. Ibu Eci

Rangkas – Banten

Dipinggir Rel kereta

7. Ibu Suminem

Wonogiri

Dipinggir Rel kereta

8. Ibu Saoni

Garut

Dipinggir Rel kereta

9. Pak Udin

Banten

Disekitar TPS

10. Pak Otang

Tasikmalaya

Disekitar TPS

11. Pak Asep

Garut

Disekitar TPS

12. Pak Dul Effendi

Jakarta

Disekitar TPS

13. Pak Sutarjo

Tegal

Disekitar TPS

14. Ibu Supriyati

Kebumen

Disekitar TPS

15. Feni Astuti

Jakarta

Disekitar TPS

makanan. Tidaklah mudah bagi para pendatang untuk bisa bertahan di tengan kota Jakarta tanpa menghasilkan sesuatu. Oleh karena itu Ibu Suminen membuka usaha warung makan sederhana. Kebutuhan hidup semakin bertambah dan ia harus menafkahi kedua anaknya. Dengan cara berdagang dan berjualan, ia pun mendapat keuntungan. Begitu pula Ibu Suminem lain lagi dengan mas Slamet. Ia berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Ia bekerja sebagai pedagang nasi goreng keliling. Ia menjajakan dagangannya biasanya malam hari ke sekitar wilayah tempat tinggal. Biasanya perbedaan tradisi dan kebiasaan terkadang menjadi satu halangan, namun dengan berbaur dan mengerti antara satu dengan yang lain, mereka pun dapat hidup berdampingan dengan baik.

Beberapa contoh cerita diatas adalah salah satu penemuan dari penelitian yang telah dilakukan.Bahwa, para pendatang yang tinggal di Jakarta jumlahnya pun tak kalah banyak dengan warga asli. Biasanya alasan utama pendatang untuk melakukan hijrah ke Jakarta adalah untuk mencari kerja, merubah nasib, dan mendapatkan hidup yang layak. Namun tidak disadari bahwa, tidak mudah untuk bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta. Mereka bahkan sebagai pendatang, kerap menimbulkan masalah baru, yaitu pertambahan penduduk.

Dampak negatif dari adanya para pendatang adalah masalah kepadatan penduduk. Gambaran umum, berdasarkan sensus penduduktahun 2010, jumlah penduduk Jakarta mencapai anagka 9.588.198 jiwa. Tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang Dampak negatif dari adanya para pendatang adalah masalah kepadatan penduduk. Gambaran umum, berdasarkan sensus penduduktahun 2010, jumlah penduduk Jakarta mencapai anagka 9.588.198 jiwa. Tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang

tangga. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota 35 . Mereka pada umumnya berprofesi di sektor informal, seperti pengendara ojek, calo tanah, atau pedagang asongan. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur etnis Betawi ke pinggiran kota. Tanah-tanah milik orang Betawi di daerah Kemayoran, Senayan, Kuningan, dan Tanah Abang, kini telah terjual untuk pembangunan sentral-sentral bisnis.

Disamping orang Jawa dan Betawi, orang Tionghoa yang telah hadir sejak abad ke-17, juga menjadi salah satu etnis besar di Jakarta. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman mereka sendiri, yang biasa dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara. Namun kini banyak perumahan-perumahan baru yang mayoritas dihuni oleh orang Tionghoa, seperti perumahan di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa umumnya berprofesi sebagai pengusaha. Banyak di antara mereka yang menjadi pengusaha terkemuka, menjadi pemilik perusahaan manufaktur, perbankan, dan perdagangan ekspor-impor.

35 (http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta)

Dari data yang diperoleh diatas, peneliti juga menjumpai etnsi Thiong Hoa yang berdiam dan bermukim di Kelurahan Kalianyar. Memang sudah tak mengherankan lagi, warga masyarakat disana pun juga banyak yang berasal dari keturunan etnsi cina. Mereka merupakan kelompok minoritas namun tetap berbaur seprti biasa dengan masyarakat sekitar. Daerah Jakarta Barat memang merupakan salah satu tempat bermukimnya warga keturunan Cina.

Diketahui bahwa pendatang di kota Jakarta pada tahun 2009 jumlahnya menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 88.473 orang menjadi 69.000 orang. Data tersebut diperolah dari pencatatan di 29 titik seperti terminal, stasiun, bandara, hal tersebut diungkap oleh Kepala Bidanag Penertiban dan Kerjasama Dinas Dukcapil DKI Jakarta Edison

sianturi (5/10). 36

Dampak dari urbanisasi yang terlihat jelas pada daerah ini adalah kepadatan jumlah penduduk, pemukiman padat, dan pengangguran. Dapat dilihat dari jumlah angka pendatang pada masyarakat Kelurahan Kalianyar, baik yang tinggal di pinggir rel maupun disekitar TPS jumlahnya tidak sedikit, dibandingkan warga keturunan ataupun warga asli Jakarta. Daerah ini menjadi padat penduduk akibat dari banyaknya urban yang datang, begitu juga dengan warga asli. Mereka para urban, memiliki keterampilan seadanya.

36 www.forum.inilah.com/showthread.phandphone?11148-jumlah-Pendatang-di-Jakarta-Turun-21

Meskipun begitu, para urban atau pendatang tetap memanfaatkan tenaga dan keterampilan mereka bersaing untuk betahan hidup di Ibu Kota. Pekerjaan yang mereka lakukan biasanya seputar berdagang, menjadi buruh pabrik ataupun usaha angkutan umum. Meskipun berbeda kebudayaan, asal daerah dan kebiasaan, mereka tetap hidup berdampingan dengan damai sebagai mana mestinya.