Masyarakat Miskin

1.5.5 Masyarakat Miskin

Devinisi umum kemiskinan adalah dimana seseorang atau sekelompok orang, tidak mampu untuk memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Menurut Suparlan (1995: xi) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang rendah. Ini secara langsung pengaruhnya berdampak pada tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong orang miskin. Bank Dunia (world bank) membagi aspek kemiskinan dalam tiga bagian antara lain :

1. Jika 40% jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12% pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang.

2. Apabila 40% lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12–17% pendapatan nasional dianggap sedang.

3. Jika 40% dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional maka dianggap rendah.

yaitu 25 :

a) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat tolak ukur tertentu yang konkrit. Ukuran itu berorientasi kepada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan dan papan). Masing-masing negara mempunyai batasan "kemiskinan" absolut yang berlainan, karena kebutuhan hidup dasar masyarakat yan dipergunakan sebagai acuan memang berbeda. Konsep ini mengenal garis batas "kemiskinan". Ada juga gagasan yang ingin memasukkan tidak hanya kebutuhan fisik (sandang, pangan dan papan), melainkan juga basic cultural needs (seperti pendidikan, keamanan, rekreasi dan sebagainya). Konsep "kemiskinan" yang pertama ini telah banyak memperoleh banyak kritik, antara lain adalah hampir tidak mungkin membuat satu ukuran untuk semua anggota masyarakat. Kebutuhan sandang, pangan dan papan masyarakat pada masing-masing daerah berbeda- beda (pedesaan berbeda dengan perkotaan, desa pertanian berbeda dengan desa nelayan). Namun demikian konsep ini sangat populer terutama dianggap strategis bagi program-program pengentasan "kemiskinan".

25 http://laely-widjajati.blogspot.com/2009/10/k-e-m-i-s-k-i-n-n.html 25 http://laely-widjajati.blogspot.com/2009/10/k-e-m-i-s-k-i-n-n.html

Konsep "kemiskinan" yang kedua adalah "kemiskinan"

relatif

yang dirumuskan dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah "kemiskinan" pada suatu daerah tertentu berbeda dengan daerah lainnya dan "kemiskinan" pada waktu tertentu berbeda pula dengan waktu yang lain. Konsep ini diukur berdasarkan pertimbangan dari anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Konsep ini juga telah banyak memperoleh kritik, terutama karena sangat sulit sekali menentukan bagaimana hidup yang layak itu. Ukuran layak ternyata juga terus berubah-ubah .

c) Kemiskinan Subyektif

Konsep yang ketiga yaitu "kemiskinan" subyektif, dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal ukuran tertentu yang konkrit, juga tidak memperhitungkan dimensi tempat dan waktu. Kelompok yang menurut kita di bawah garis "kemiskinan" berdasarkan ukuran kita, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin (dan demikian pula sebaliknya). Kemudian, kelompok yang menurut kita Konsep yang ketiga yaitu "kemiskinan" subyektif, dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal ukuran tertentu yang konkrit, juga tidak memperhitungkan dimensi tempat dan waktu. Kelompok yang menurut kita di bawah garis "kemiskinan" berdasarkan ukuran kita, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin (dan demikian pula sebaliknya). Kemudian, kelompok yang menurut kita

Kemiskinan juga diartikan sebagai kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan (poverty lin ) merupakan dus masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indanesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN-1993: 3) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.

Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan / BKKBN (1996: 10) adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian Pembangunan Keluarga Sejahtera diidentikkan dengan kondisi keluarga sebagai berikut:

1. Pra Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga 1. Pra Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keluarga

a) Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya

b) Makan minimal 2 kali per hari

c) Pakaian lebih dari satu pasang

d) Sebagian besar lantai rumahnya bukan dari tanah

e) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan

2. Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tidak mampu memenuhi salah satu indikator sebagai berikut :

a) Menjalankan ibadah secara teratur

b) Minimal seminggu sekali makan daging / telur / ikan

c) Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun

d) Luas lantai rumah rata-rata 8 m 2 per-anggota keluarga

e) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang

buta huruf latin

f) Semua anak berusia 7 sampai dengan 15 tahun bersekolah

g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap

melaksanaka fungsinya dengan baik. Diketahui pula bahwa keadaan yang serba kekurangan ini terjadi bukan seluruhnya karena kehendak keluarga yang bersangkutan tetapi karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh keluarga sehingga telah membuat mereka termasuk keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I itu dibagi atas dua kelompok, yaitu :

1. Karena alasan ekonomi/keluarga miskin yaitu keluarga yang menurut kemampuan ekonominya lemah dan miskin. Keluarga- keluarga semacam ini mempunyai sifat seperti yang dalam indikator yang dikembangkan oleh BPS dan Bappenas, yaitu keluarga yang secara ekonomis memang miskin atau sangat miskin dan belum bisa menyediakan keperluan pokoknya

dengan baik.

2. Karena alasan non ekonomi yaitu keluarga yang kemiskinannya bukan karena pada harta/uang atau kemampuan untuk mendukung ekonomi keluarganya tetapi miskin kepeduliannya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih sejahtera misalnya dalam hal partisipasi pembangunan dan kesehatan dengan membiarkan rumahnya masih berlantai tanah padahal sebenarnya ia mampu untuk memplester lantai rumahnya atau kalau anaknya sakit tidak dibawa/diperiksa ke puskesmas.

Menurut Chambers dalam ALI (1996: 18), ada lima keberuntungan yang melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin yaitu :

a) Kemiskinan (poverty)

b) Fisik yang lemah (physical weakness)

c) Kerentanan (vurnerability)

d) Keterisolasian (isolation)

e) Ketidakberdayaan (powerlessness)

Kelima hal tersebut merupakan kondisi nyata yang ada pada masyarakat miskin di negara berkembang. Menurut Andre Bayo Ala, 1981 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam – macam.