57 dibawakan bekal makanan atau uang
jajannya pun dirampas. b.
Turunnya prestasi belajar dan sulit konsentrasi.
c. Mengurung diri, penakut, gelisah. d. Menangis, marah-marahuring-uringan.
e. Suka membawa barang-barang tertentu sesuai yang diminta “bully”
f. Berbohong. g. Melakukan perilaku bullying pada orang
lain, menjadi kasar dan dendam.
1. Reaksi korban bullying
Rata-rata korban
bullying tidak pernah melaporkan kepada orangtua dan
guru bahwa mereka telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya.
Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka
berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan
menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan
memanggil dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying akan
kembali menghadang sang korban dan memberikan siksaan yang lebih keras
Sejiwa, 2008. Pelaku bullyingpun akan memberi ancaman jika korban berani
melapor, dan dari sisi korban, ancaman pelaku bullying lebih nyata dan dan lebih
menakutkan dibanding konsekuensi jika tidak melapor ke guru. Maka menurut para
korban
bullying, mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik.
Selain itu, anak-anak bisa jadi telah mempunyai suatu sistem nilai, misalnya
bahwa mengadukan orang lain bukanlah sifat yang ksatria. Bagi sang korban lebih
baik menanggung penderitaan ini sendiri daripada melanggar tata nilai di kalangan
anak-anak dan mengadukan anak lain. Apalagi jika korban percaya bahwa hinaan
dan cercaan yang diterimanya memang patut diterima, karena memang merasa
buruk rupa, bodoh atau tidak populer Sejiwa, 2008. Korban bullying tidak sadar
bahwa ia justru merusak dirinya dengan menyimpan kepedihan tanpa berusaha
mengobati atau membaginya dengan orang lain.
Diamnya sang korban bullying juga umumnya dilandasi keyakinan bahwa baik
orang tua maupun guru tidak akan mampu menangani situasi bullying.
Ketidakpercayaan pada guru berakar pada logika yang telah diuraikan di atas: bahwa
jika guru menindak pelaku bullying, hasilnya justru akan memperparah situasi bullying
pada sang korban. Ketidak percayaan pada orangtua disebabkan perspektif bahwa
orangtua tidak pernah berada di sekolah. Hal-hal situasional seperti tidak eratnya
hubungan antara orangtua dan anak juga dapat membuat anak terisolasi dan tidak
akan berpikir meminta bantuan pada orangtuanya untuk mengatasi bullying.
2. Pelaku Bullying
a. Orangtua, sebagai pendidik utama dan pertama anak dalam menegakkan
disiplin kadang terlalu keras. Jika anak diperlakukan dengan keras, akan
tercetak anak-anak berkepribadian keras dan memungkinkan anak akan
mempraktekkannya dalam situasi bullying.
b. Guru, sebagai pendidik kedua di
sekolah dalam menegakkan disiplin kadang terjadi benturan dengan anak
hal ini dikarenakan aturan yang diterapkan di rumah dan di sekolah
berbeda.
c. Teman sekolah atau teman bermain, yang paling sering terjadi adalah
teman, karena berbagai macam alasan
3. Tempat terjadinya bullying a. Di sekolah
b. Di rumah c. Tempat bermain
d. Jalan menuju sekolah
Remaja adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan individu
yang berada di antara masa anak-anak dan masa dewasa dan merupakan masa transisi.
Subjek dalam penelitian ini siswa berusia 16-18 tahun, individu sudah duduk di
kelas dua sekolah menengah atas SMA, berdasarkan pendapat Gessel dalam
Rasmanah, M., 2003 bahwa pada usia 16 tahun emosi remaja telah mulai mereda,
sehingga pada usia tersebut seharusnya seorang remaja tidak lagi mengalami
kelabilan emosi.
58 Remaja dan Kecenderungan
Berperilaku bullying, menurut Dewey dalam Prasetya, 2002 bahwa remaja memiliki
keinginan kuat untuk diterima di lingkungan kelompok bermainnya sebagai bukti bahwa
mereka cukup menarik bagi lingkungannya.
Dalam penelitian Riauskina dkk 2005 disebutkan bahwa korban
mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena:
a. Tradisi. b.
Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama menurut korban laki-
laki. c. Ingin menunjukkan kekuasaan.
d. Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
e. Mendapatkan kepuasan menurut korban perempuan.
f. Iri hati menurut korban perempuan. Ramli 2005 memberikan ciri-ciri
atau elemen-elemen yang berkaitan dengan tingkah laku bullying yaitu:
a. Membullying adalah perlakuan yang berulang-ulang dimana seorang anak
disisihkan lebih dari sekali dan sampai dalam keadaan yang kronik.
b. Tujuan membully adalah
menyengsarakan korban c. Keagresivan secara fisik, penghinaan
berbentuk verbal atau lisan, penyebaran fitnah atau gosip dan menyisihkan dari
perkumpulan termasuk dalam tingkah laku membullying.
D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Penelitian ini akan mengumpulkan data deskriptif yang
diperoleh dari pengumpulan data yang nantinya dituangkan dalam bentuk laporan
dari uraian.
Subjek Penelitian adalah Siswa SMA yang ada di SMA Taman Madya Ibu
Pawiyatan dan SMAN VI Yogyakarta sebanyak 113 siswa. Penelitian ini
menggunakan tehnik Purposiv, yaitu dengan cara melakukan penelitian terhadap subjek
secara individual berdasarkan ciri-ciri yang telah ditentukan dalam karakteristik dari
penelitian Azwar, 2003. Dalam penelitian ini hanya
melibatkan satu variabel terikat yaitu ubahan Perilaku bullying pada remaja.
Teknik Pengumpulan data dengan
menggunakan Skala bullying, 1. Observasi
Obervasi dilakukan pada remaja di Yogyakarta terutama pada remaja yang
masih berstatus sebagai pelajar. Keadaan remaja yang berkaitan dengan
perilaku bullying.
2. Diskusi Kelompok Terarah DKT