KOMPARASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANTARA MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN GROUP INVESTIGATION PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI KERJO

(1)

i

KOMPARASI KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA ANTARA MODEL

CREATIVE PROBLEM SOLVING

DAN

GROUP

INVESTIGATION

PADA PESERTA DIDIK KELAS X

SMA NEGERI KERJO

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Irmawan 4101409147

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO

”Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S Al Insyirah : 6)

“Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia itu berada di jalan Allah hingga ia pulang”

(H.R. Tirmidzi)

“Hal-hal besar tidak dicapai secara tiba-tiba, melainkan perpaduan dari serentetan hal-hal kecil yang dilakukan dengan baik dan sempurna”

(Vincent van Goth)

“Orang yang tidak bisa memotivasi dirinya sendiri akan berada pada level rata-rata, tidak peduli bagaimana mengesankannya bakatnya yang lain.”

(Andrew Carnegie)

PERSEMBAHAN

Ibu, Bapak dan adikku tersayang, terima kasih atas segala hal bermakna yang diberikan kepadaku.

Ditjen Dikti, yang telah memberikan beasiswa IMHERE.

Seluruh temanku seperjuangan di organisasi RIPTEK, KIM, SSC, dan MSF. Kawan-kawan MIC, beserta seluruh teman Matematika angkatan 2009. Keluarga SMK Muhammadiyah Magelang selaku tempat PPL dan teman KKN

Sibule Kelurahan Pakintelan, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Adik-adik angkatan yang senantiasa menunggu bimbingan skripsi.


(5)

v

Segala puji hanya milik Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat-Nya penyusun diberikan izin dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul

Komparasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika antara Model Creative Problem Solving dan Group Investigation pada Peserta Didik Kelas X SMA Negeri Kerjo”. Penulis percaya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Winarni dan Bapak Wagiyo, orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd., Pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Ary Woro Kurniasih, S.Pd., M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.


(6)

vi pelaksanaan penelitian.

8. Peserta didik kelas X SMA Negeri Kerjo yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

9. Prof. Dr. Zaenuri Mastur, SE., Akt., M.Si., dosen wali yang sering memberi solusi masalah akademik dan organisasi.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Hanya ucapan terima kasih dan doa, semoga apa yang telah diberikan tercatat sebagai amal baik dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penyusun menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam kemajuan dunia pendidikan dan secara umum kepada semua pihak yang berkepentingan.

Semarang, Januari 2015


(7)

vii

Model Creative Problem Solving Dan Group Investigation pada Peserta Didik

Kelas X SMA Negeri Kerjo. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd, dan Pembimbing Pendamping Ary Woro Kurniasih S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci: kemampuan pemecahan masalah, model pembelajaran Creative

Problem Solving, model pembelajaran Group Investigation.

Pemilihan model pembelajaran matematika dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Creative Problem Solving

(CPS) dan Group Investigation (GI). Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS mencapai ketuntasan belajar, (2) mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI mencapai ketuntasan belajar, dan (3) mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI.

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri Kerjo tahun ajaran 2012/2013. Sampel dalam penelitian ini diambil secara random

sampling. Kelas X-3 sebagai kelas eksperimen 1 dikenai model pembelajaran

CPS sedangkan kelas X-4 sebagai kelas eksperimen 2 dikenai model pembelajaran GI. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, tes, angket, dan observasi. Data hasil penelitian tersebut selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas eksperimen 1 dengan model CPS dan kelas eksperimen 2 dengan model GI mencapai ketuntasan belajar. Hasil uji kesamaan dua proporsi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika dengan model CPS dan GI mencapai ketuntasan belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan model CPS sama baiknya dengan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik denga model GI.


(8)

viii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Identifikasi Masalah ... 8

1. 3 Pembatasan Masalah... 8

1. 4 Rumusan Masalah ... 8

1. 5 Tujuan Penelitian ... 9

1. 6 Manfaat Penelitian ... 10

1. 7 Penegasan Istilah ... 10


(9)

ix

2. 1. 1 Teori Belajar yang Mendukung Penelitian ... 14

2. 1. 2 Pembelajaran Matematika ... 15

2. 1. 3 Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

2. 1. 4 Model Pembelajaran Group Investigation (GI) ... 18

2. 1. 5 Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 22

2. 1. 6 Kemampuan Pemecahan masalah ... 27

2. 1. 7 Tinjauan Materi Jarak dalam Ruang Dimensi Tiga ... 29

2. 1. 8 ketuntasan Belajar ... 30

2.2 Kerangka Berpikir ... 32

2.3 Hipotesis ... 35

3. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi ... 36

3.2 Sampel ... 36

3.3 Variabel Penelitian ... 37

3.3.1. Variabel Bebas ... 37

3.3.2. Variabel Terikat ... 37

3.4 Desain Penelitian ... 37

3.5 Prosedur Penelitian ... 38

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.6.1 Metode Dokumentasi ... 39


(10)

x

3.7 Instrumen Penelitian ... 41

3.7.1 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 41

3.7.2 Instrumen Lembar Observasi Guru ... 42

3.7.3 Instrumen Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik ... 42

3.7.4 Instrumen Angket Respon Peserta Didik ... 42

3.8 Analisis Data Uji Coba Instrumen Tes ... 43

3.8.1 Analisis Validitas Butir Tes ... 43

3.8.2 Analisis Reliabilitas Butir Tes ... 44

3.8.3 Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 46

3.8.4 Analisis Daya Pembeda ... 47

3.9 Metode Analisis Data ... 49

3.9.1 Analisis Data Tahap Awal ... 49

3.9.2 Analisis Data Akhir ... 55

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 62

4.1.1. Pelaksanaan Penelitian ... 62

4.1.2. Hasil Analisis Data Akhir ... 75

4.2 Pembahasan ... 84

4.2.1. Uji Hipotesis 1 ... 84

4.2.2. Uji Hipotesis 2 ... 88


(11)

xi

5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(12)

xii

Tabel Halaman

2.1 Skala Penilaian Indikator KKM ... 32

2.2 Hasil Penilaian Indikator KKM ... 32

3.1 Desain Penelitian ... 38

3.2 Kriteria Validitas ... ... 44

3.3. Kriteria Reliabilitas ... ... 45

3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 47

3.5 Kriteria Daya Pembeda ... ... 48

3.6 Harga-harga yang Diperlukan dalam Uji Bartlet ... 52

3.7 Rumus Perhitungan Anava ... ... 54

4.1 Analisis Deskriptif Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 76


(13)

xiii

Gambar Halaman

4.1 Grafik Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen 1 dan 2 ... 82 4.2 Grafik Aktivitas Guru Kelas Eksperimen 1 dan 2 ... 83 4.3 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas

Eksperimen 1 ... ... 85 4.4 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas


(14)

xiv

1. Daftar Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 103

2. Daftar Peserta Didik Kelas Eksperimen 1... 104

3. Daftar Peserta Didik Kelas Eksperimen 2... 105

4. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 106

5. Soal Uji Coba ... 111

6. Rubrik Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 113

7. Data Hasil Uji Coba ...134

8. Perhitungan Uji Validitas Soal Uji Coba ...136

9. Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Uji Coba ...139

10. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ...141

11. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uji Coba...143

12. Rekapitulasi Hasil Deskriptif Analisis Soal Uji Coba ...145

13. Kisi-kisi Soal Tes Akhir ...146

14. Soal Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah ...150

15. Rubrik Penskoran Soal Tes ...152

16. Data Nilai Ujian Tengah Semester Genap Kelas X Tahun Ajaran 2012/2013 ...168

17. Uji Normalitas Data Awal...174

18. Uji Homogenitas Data Awal ...176

19. Uji Anava Data Awal ...178

20. Jadwal Penelitian ...181


(15)

xv

24. LKPD Kelas Eksperimen 1 ...231

25. LKPD Kelas Eksperimen 2 ...245

26. Kunci Jawaban LKPD Kelas Eksperimen ...264

27. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...280

28. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen 1 ...283

29. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen 2 ...285

30. Uji Homogenitas Data Akhir ...287

31. Uji Hipotesis 1 ...288

32. Uji Hipotesis 2 ...290

33. Uji Hipotesis 3 ...292

34. Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen 1 ...294

35. Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen 2 ...297

36. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Peserta Didik ...300

37. Lembar Observasi Aktivitas Guru Penerapan Model CPS ...306

38. Lembar Observasi Aktivitas Guru Penerapan Model GI ...309

39. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Guru ...312

40. Kisi-kisi Angket Respon Peserta Didik ...317

41. Angket Respon Peserta Didik Penerapan Model CPS ...318

42. Angket Respon Peserta Didik Penerapan Model GI ...320

43. Rekapitulasi Angket Respon Peserta Didik Kelas Eksperimen 1 ...322

44. Rekapitulasi Angket Respon Peserta Didik Kelas Eksperimen 2 ...306


(16)

xvi

48. Daftar Chi Kuadrat tabel ...327

49. Tabel Distribusi F ...328

50. Tabel Harga Kritik r Product Moment ...329

51. Tabel Distribusi t ...330

52. Tabel Distribusi Z ...331

53. Perbandingan Model Pembelajaran CPS dan GI ...332

54. Dokumentasi ...334


(17)

1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut Lavengeld, sebagaimana dikutib oleh Munib, dkk (2009: 26), pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum mencapai kedewasaan untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.

Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan utama dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah. Melalui proses ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku peserta didik dari keadaan sebelumnya. Di sekolah, kegiatan belajar mengajar disusun sesuai dengan kurikulum yang selanjutnya dijabarkan dalam mata pelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang penting dan menjadi dasar bagi beberapa mata pelajaran yang lain adalah matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari


(18)

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan dan kegiatan dalam kehidupan yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan sebagainya. Menyadari akan pentingnya peran matematika dalam kehidupan, maka matematika selayaknya menjadi kebutuhan dan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan di sekolah. Oleh karena itu, setiap peserta didik perlu menguasai mata pelajaran matematika agar dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Panduan standar kompetensi mata pelajaran matematika menyebutkan bahwa pembelajaran matematika memiliki tujuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu me-miliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006: 146). Begitu pula dalam prinsip dan standar untuk matematika sekolah di Amerika Serikat yang ditetapkan oleh NCTM, sebagaimana dikutip oleh Kamalasari (2012: 3), menyatakan bahwa pemecahan masalah dan


(19)

komunikasi matematika merupakan suatu aktivitas penting dalam kegiatan belajar matematika dan merupakan fokus dari kurikulum matematika.

Pemecahan masalah didefinisikan Polya sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai (Hudojo, 2003: 87). Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang tinggi (Hidayat, 2010: 48). Senada dengan hal tersebut, berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne sebagaimana dikutip oleh Suherman (2003: 89), keterampilan intelektual yang tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah matematika adalah salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting. Pemecahan masalah akan menjadi hal yang akan sangat menentukan juga keberhasilan pendidikan matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan (Shadiq, 2004: 16). Akan tetapi, hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit bagi peserta didik untuk mempelajarinya maupun bagi guru untuk mengajarkannya (Suherman, 2003: 89).

SMA Negeri Kerjo merupakan salah satu SMA yang berada di kabupaten Karanganyar. SMA Negeri Kerjo yang memiliki akreditasi A ini mempunyai banyak prestasi baik di tingkat lokal maupun regional. Namun, berdasarkan wawancara yang pada tanggal 11 Maret 2013 kepada Bapak Siswanto S.Si., M.M., salah satu guru pengampu mata pelajaran Matematika di SMA Negeri Kerjo, ditemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada pembelajaran matematika masih belum berkembang dengan baik. Hal ini dilihat dari masih banyaknya peserta didik yang masih belum mencapai ketuntasan belajar saat guru memberikan soal non rutin yang mengacu pada aspek


(20)

kemampuan pemecahan masalah. Mereka terbiasa menyelesaikan permasalahan matematika dengan cara yang diajarkan guru sehingga peserta didik belum memunculkan dan mengembangkan ide-ide baru untuk menyelesaikan permasalahan matematika.

Kegiatan pembelajaran di SMA Negeri Kerjo sudah dipandu oleh guru secara baik. Guru sering membiasakan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi peserta didik masih mempunyai kelemahan dalam hal kemampuan pemecahan masalah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) peserta didik kurang terorganisir dalam diskusi untuk menemukan konsep sehingga permasalahan yang mengacu pada pemecahan masalah tidak sempat diajarkan oleh guru; dan (2) peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dalam berdiskusi kelompok.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal dalam diri peserta didik maupun faktor eksternal. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah penggunaan model pembelajaran. Ketepatan dalam penggunaan model pembelajaran yang dilakukan guru akan dapat meningkatkan proses pembelajaran dan prestasi belajar peserta didik. Peserta didik akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan guru apabila model pembelajaran yang digunakan tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan ketrampilan (Pepkin, 2004:1). Menurut Treffinger dan Isaksen (2005: 347), ada enam langkah utama dalam


(21)

dalam model CPS yaitu (1) memahami tantangan, (2) mengeksplorasi data, (3) penemuan masalah (4) penemuan ide/gagasan, (5) menemukan solusi, dan (6) penerimaan. Dengan membiasakan peserta didik menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah sesuai dengan langkah-langkah model CPS, diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.

Berdasarkan hasil penelitian Asikin dan Pujiadi (2008: 43) ditemukan fakta bahwa model pembelajaran CPS berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pembelajaran dengan model CPS dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi jarak dalam bangun ruang.

Menurut Sharan dan Sharan, sebagaimana dikutip oleh Hobri dan Susanto (2006: 75), model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan suatu perencanaan pengorganisasian kelas secara umum dimana peserta didik bekerja dalam kelompok kecil menggunakan inkuiri kooperatif, diskusi kelompok, dan perencanaan kooperatif dan proyek. Langkah-langkah model GI menurut Sharan dan Sharan (1989: 17-20) adalah memilih topik dan membagi kelompok, perencanaan investigasi dalam kelompok, penerapan investigasi, penyiapan laporan akhir, presentasi laporan akhir, dan evaluasi. Pada model pembelajaran GI peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran dan secara kreatif berusaha menemukan solusi dari permasalahan yang diajukan, saling berinteraksi dengan teman maupun guru, saling bertukar pikiran, sehingga wawasan dan daya


(22)

pikir mereka berkembang. Hal ini akan banyak membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, sehingga ketika mereka dihadapkan dengan suatu pertanyaan, mereka dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya, tidak hanya dengan cara menghafal tanpa memperdalam dan memperluas pemikirannya. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan Sharan dan Sharan (1989: 18) bahwa pada langkah penerapan investigasi, setiap kelompok melakukan diskusi pemecahan masalah.

Berdasarkan penelitian Oktavia dan Arliani (2012), ditemukan fakta bahwa model pembelajaran GI efektif terhadap kemampuan masalah peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pembelajaran dengan model GI dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi jarak dalam bangun ruang.

Geometri merupakan salah satu standar isi dalam National Council of

Teacher of Mathematics (NCTM). Oleh karena itu, geometri merupakan cabang

matematika yang penting untuk dipelajari. Menurut Travers, sebagaimana dikutip oleh Krismanto (2008: 1), geometri merupakan suatu sistem, yang dapat menemukan sifat-sifat baru yang semakin berkembang dengan penalaran logis dari fakta atau hal-hal yang diterima sebagai kebenaran. Namun, perkembangan matematika khususnya kurikulum geometri yang diterapkan di Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir kurang mengembangkan penalaran logis dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Materi dimensi tiga merupakan salah satu materi geometri yang harus dikuasai baik oleh peserta didik karena marupakan salah satu materi yang


(23)

menentukan kelulusan dalam Ujian Nasional (UN). Analisis keruangan kurang mendapatkan porsi, sehingga kemampuan keruangan pun umumnya menjadi lemah (Krismanto, 2008: 1). Dampaknya ialah kurang dikuasainya geometri dimensi tiga di berbagai jenjang, baik pada peserta didik maupun pada para guru. Materi jarak dalam ruang dimensi tiga merupakan salah satu materi pada mata pelajaran matematika kelas X SMP pada semester genap. Menurut hasil analisis Puspendik (2012), hasil UN SMA/MA tahun 2012 menunjukkan bahwa daya serap UN pada materi pokok dimensi tiga khususnya jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) tingkat nasional sebesar 63,77%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Tengah sebesar 58,09%, dan kabupaten Karanganyar 58,86%. Sedangkan SMA Negeri Kerjo sebesar 38,36%. Rendahnya daya serap peserta didik ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga masih rendah.

Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian yang diuraikan di atas, maka model pembelajaran CPS dan model pembelajaran GI dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi jarak dalam bangun ruang dimensi tiga. Oleh karena itu, untuk membandingkan mana yang lebih baik antara kemampuan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan model CPS dan kemampuan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan model GI maka dilakukan penelitian di SMA Negeri Kerjo dengan judul “Komparasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Antara Model Creative Problem Solving dan Group


(24)

1.2.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat diklarifikasikan permasalahan sebagai berikut.

(1) Kemampuan pemecahan masalah matematika di SMA Negeri Kerjo belum mencapai ketuntasan belajar.

(2) Materi jarak dalam ruang dimensi tiga merupakan salah satu materi geometri yang sulit.

(3) Pembelajaran di SMA Negeri Kerjo belum dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga.

1.3.

Pembatasan Masalah

Masalah pada penelitian ini dibatasi oleh:

(1) Materi dimensi tiga dalam penelitian ini adalah menetukan jarak dalam bangun ruang dimensi tiga.

(2) Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika.

(3) Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri Kerjo tahun ajaran 2012/2013.

1.4.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

(1)Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS mencapai ketuntasan belajar?


(25)

(2)Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI mencapai ketuntasan belajar?

(3)Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI?

1.5.

Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut.

(1) Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS mencapai ketuntasan belajar.

(2) Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI mencapai ketuntasan belajar.

(3) Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI.


(26)

1.6.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Bagi peserta didik

3.9.1.1 Membantu peserta didik yang

mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika khususnya materi jarak dalam ruang dimensi tiga.

3.9.1.2 Mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

3.9.1.3 Menumbuhkan rasa percaya

diri dan motivasi peserta didik dalam belajar matematika.

3.9.1.4 Menumbuhkan semangat

kerjasama dalam kelompok. (2) Bagi guru

Memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga.

(3) Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan model pembelajaran CPS dan GI.

b. Memberikan pengalaman peneliti tentang pembelajaran di sekolah secara nyata.


(27)

Agar tidak terjadi perbedaan pandangan dan penafsiran dari istilah yang ada dalam skripsi ini, untuk itu perlu adanya penegasan istilah sebagai berikut.

1.7.1. Komparasi

Komparasi berarti perbandingan. Komparasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian ilmiah untuk memperoleh informasi tentang perbandingan model pembelajaran manakah yang lebih baik dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah antara model pembelajaran CPS dan model pembelajaran GI pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga. Adapun komparasi pada penelitian ini dilihat dari ketuntasan belajar peserta didik pada hasil tes pemecahan masalah matematika materi jarak dalam ruang dimensi tiga. Selain ketuntasan belajar, dilakukan pula observasi keaktifan guru selama mengajar, observasi keaktifan peserta didik selama pembelajaran, dan pemberian angket respon peserta didik terhadap pembelajaran sebagai data pendukung. 1.7.2. Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar peserta didik ditentukan oleh Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pembelajaran dikatakan tuntas jika peserta didik telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Individu dan klasikal. KKM yang digunakan dalam penelitian ini adalah 71 untuk KKM individu, sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan soal atau mencapai minimal 75% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. Dalam hal ini, peserta didik tuntas dalam menyelesaikan soal tes pemecahan masalah.


(28)

Model pembelajaran CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Model pembelajaran ini memiliki enam tahapan, yaitu (1) memahami tantangan, (2) mengeksplorasi data, (3) penemuan masalah (4) penemuan ide/gagasan, (5) menemukan solusi, dan (6) penerimaan.

1.7.4. Model Pembelajaran GI

Model pembelajaran GI merupakan suatu perencanaan pengorganisasian kelas secara umum dimana peserta didik bekerja dalam kelompok kecil menggunakan inkuiri kooperatif, diskusi kelompok, dan perencanaan kooperatif dan proyek. Pelaksanaan model pembelajaran ini diawali dengan memilih topik dan membagi kelompok. Kemudian setiap kelompok melakukan perencanaan investigasi dalam kelompok. Selanjutnya setiap kelompok melaksanakan investigasi sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Kemudian setiap kelompok meyiapkan laporan akhir dan dipresentasikan di depan kelompok lainnya. Terakhir, guru dan peserta didik mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran.

1.7.5. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah peserta didik dilakukan tes pemecahan masalah pada akhir pembelajaran dan hasilnya dinyatakan dengan nilai.

1.7.6. Materi Jarak dalam Ruang Dimensi Tiga

Berdasarkan KTSP 2006 untuk jenjang pendidikan SMA/MA, dimensi tiga merupakan salah satu materi mata pelajaran matematika kelas X semester 2.


(29)

Materi jarak dalam ruang dimensi tiga dalam penelitian ini tercakup dalam standar kompetensi materi pokok dimensi tiga yaitu menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Materi ini meliputi menentukan jarak dari titik ke titik, titik ke garis, titik ke bidang, jarak dua garis sejajar, jarak dua garis bersilangan, jarak dari garis ke bidang, dan jarak dua bidang yang sejajar.

1.8.

Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yang dirinci sebagai berikut. (1)Bagian pendahuluan skripsi, yang berisi halaman judul, halaman pengesahan,

halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

(2)Bagian isi skripsi, memuat lima bab yaitu sebagai berikut. Bab 1. Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi landasan teori, kerangka berpikir dan hipotesis. Bab 3. Metode Penelitian

Bab ini meliputi populasi, sampel, variabel penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis instrumen penelitian, dan metodologi analisis data.

Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan


(30)

Bab 5. Penutup

Bab ini berisi tentang simpulan dan saran dalam penelitian. (3)Bagian akhir, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(31)

14

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

1.8.1. Teori Belajar yang Mendukung Penelitian

2.1.1.1. Teori Belajar Vygotsky

Menurut Trianto (2007: 27), Teori Vygotsky fokus pada aspek sosial yang terjadi dalam pembelajaran. Pada proses pembelajaran tersebut, tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus disesuaikan dengan kemampuan yang mereka miliki sehingga mereka bisa menyelesaikan tugas tersebut. Apabila dalam proses pembelajaran peserta didik diberikan suatu tugas yang terlalu berat, maka ia memerlukan orang lain untuk membantu menyelesaikan tugas tersebut. Orang lain yang dimaksud bisa guru ataupun peserta didik lain yang lebih mampu. Dengan kerjasama seperti ini diharapkan peserta didik lebih mampu menyerap pembelajaran yang diberikan.

Teori Vygotsky yang menekankan hubungan kerjasama antar peserta didik ini sangat mendukung pelaksanaan model pembelajaran CPS dan GI karena dalam model pembelajaran ini peserta didik belajar dalam kelompok sehingga akan terjadi kerjasama antar peserta didik. Pada model pembelajaran CPS, peserta didik akan saling bekerjasama terutama pada fase penemuan ide/gagasan dan juga fase menemukan solusi. Demikian halnya dengan CPS, pada model pembelajaran GI, peserta didik akan saling bekerjasama terutama pada fase perencanaan investigasi dalam kelompok dan juga fase pelaksanaan investigasi.


(32)

2.1.1.2. Teori Belajar Ausubel

Teori belajar Ausubel terkenal dengan belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang ada pada struktur kognitif seseorang (Dahar dalam Trianto, 2007: 25). Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif peserta didik. Berdasarkan teori tersebut, dalam membantu peserta didik untuk menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berhubungan dengan konsep-konsep yang akan dipelajari.

Kaitan teori belajar Ausubel dengan model pembelajaran GI yaitu pada fase penerapan investigasi, peserta didik diarahkan agar bisa mengaitkan konsep-konsep yang telah mereka miliki sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan melalui berbagai aktivitas baik individu maupun perseorangan. Demikian halnya dengan model pembelajaran CPS, pada fase penemuan ide/gagasan, peserta didik dituntut agar bisa menemukan ide untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara menghubungkan konsep-konsep yang mereka miliki sebelumnya.

1.8.2. Pembelajaran Matematika

Suyitno (2004: 2) menjelaskan pengertian pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

Pembelajaran metematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada siswa yang di dalamnya terkandung upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat


(33)

beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa lain dalam mempelajari matematika.

Sedangkan dalam Depdiknas (2006: 146) untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

(1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

(2)Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

(3)Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(4)Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(5)Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan paparan di atas, disebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah. Kemampuan inilah yang akan diukur di dalam penelitian ini. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting karena nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1.8.3. Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik saling berdiskusi dengan temannya sehingga mempermudah peserta didik menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit (Trianto, 2007: 42). Mandal (2009: 96-97) menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif sebagai berikut.


(34)

Cooperative learning is an instructional strategy based on the human instinct of cooperation. It is the utilization of the psychological aspects of cooperation and competition for curricular transaction and student learning. The concept of cooperative learning refers to instructional methods and techniques in which students work in small groups and are rewarded in some way for performance as a group. The idea behind the cooperative learning method is that when group rather than individuals are rewarded, students will be motivated to help one another to master academic materials. Cooperative learning is a successful teaching strategy in which small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject. Each member of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, thus creating atmosphere of achievement.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran berbasis interaksi sosial antar peserta didik yang mengacu pada metode dan teknik pembelajaran dimana peserta didik bekerja dalam sebuah kelompok kecil, serta memberi penghargaan pada setiap anggota selama penampilannya di kelompok itu. Salah satu keunggulan dari model pembelajaran kooperatif adalah penghargaan terhadap anggota yang lebih menonjol, sehingga maka peserta didik akan termotivasi untuk saling membantu dalam menguasai materi akademis. Dalam pembelajaran ini setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu anggota lain, sehingga dapat menciptakan suasana prestasi belajar.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif memberikan banyak keuntungan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Mandal (2009: 98) yang menjelaskan bahwa keuntungan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

(1) Pembelajaran kooperatif mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi.


(35)

(2) Pembentukan keterampilan dan praktik dapat ditingkatkan dan dibuat tidak membosankan meskipun kegiatan pembelajaran terjadi di dalam dan di luar kelas.

(3) Menciptakan lingkungan untuk pembelajaran aktif, terlibat dan eksplorasi. (4) Meningkatkan kinerja yang lemah peserta didik kemudian dikelompokkan

dengan peserta didik yang lebih.

(5) Memberikan gaya belajar yang berbeda di kalangan peserta didik.

Pada pembelajaran kooperatif, ukuran kelompok akan mempengaruhi kemampuan kinerja kelompok. Interaksi antar anggota kelompok akan efektif apabila kelompok tersebut memiliki jumlah anggota yang ideal. Peserta didik akan saling mengutarakan pendapat-pendapatnya dalam diskusi yang terkait tugas atau permasalahan kelompok. Dengan adanya perbedaan pendapat dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dihadapi. Menurut Suherman (2003: 262), ukuran kelompok yang ideal dalam pembelajaran kooperatif adalah tiga sampai lima orang.

2.1.4 Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Model pembelajaran GI merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Herbert Thelen. Dalam perkembangannya, model ini diperluas dan dipertajam oleh Yael Sharan dan Shlomo Sharan dari Universitas Tel Aviv, Israel. Fase-fase model pembelajaran GI menurut Sharan dan Sharan (1989: 17-20) adalah sebagai berikut.

(1) Memilih topik dan membagi kelompok

Guru menyampaikan topik utama yang akan dipelajari oleh peserta didik. Kemudian dari topik utama itu dibagi menjadi beberapa sub topik. Peserta didik memilih sub topik tertentu dari beberapa sub topik yang disediakan


(36)

oleh guru tersebut, kemudian mengatur diri mereka ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima anggota. Pengelompokan sesuai dengan topik yang peserta didik pilih. Guru mengarahkan peserta didik dalam pengelompokan. Guru kemudian memberikan permasalahan dari tiap subtopik yang telah ditentukan.

(2) Perencanaan investigasi dalam kelompok

Peserta didik di masing-masing kelompok dengan dibantu guru merencanakan prosedur belajar yang akan dilaksanakan, merancang pembagian tugas yang akan dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok, dan merancang organisasi dalam kelompok misalnya ketua kelompok, notulen, dan sebagainya.

(3) Penerapan investigasi

Peserta didik melaksanakan rencana yang telah dibuat pada tahap kedua. Pembelajaran hendaknya melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dan harus mengarahkan peserta didik kepada berbagai jenis informasi yang berbeda-beda. Guru secara ketat mengikuti kemajuan atau perkembangan masing-masing kelompok dan menawarkan bantuan jika diperlukan. Dalam tahap ini, terjadi diskusi pemecahan masalah antar peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.

(4) Penyiapan laporan akhir

Peserta didik menganalisis serta mengevaluasi informasi dan hasil pekerjaan yang telah mereka laksanakan pada tahap ketiga. Keudian mereka menyusunnya sedemikian rupa sehingga dapat dipresentasikan di depan kelas dan menjadi sajian yang menarik bagi teman-temannya.


(37)

(5) Presentasi laporan akhir

Sebagian atau seluruh anggota kelompok di dalam kelas memberikan presentasi dari berbagai sub topik yang telah dipelajari. Kelompok yang tidak presentasi bisa memberikan tanggapan atau pertanyaan terhadap apa yang dipresentasikan oleh temannya. Diharapkan dengan presentasi laporan ini setiap peserta didik memahami topik yang dipelajari secara keseluruhan. (6) Evaluasi

Guru bersama peserta didik mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung. Selain itu guru juga bisa memberikan tes akhir pada tahap ini.

Model pembelajaran GI yang digunakan pada penelitian ini fase-fase model pembelajaran GI menurut Sharan dan Sharan tersebut di atas. Secara umum, langkah pembelajaran dengan model pembelajaran GI yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran serta meotivasi peserta didik.

(2) Guru memberi motivasi kepada peserta didik.

(3) Guru memberikan pengantar pembelajaran berupa apersepsi kepada peserta didik.

Fase 1: Memilih dan membagi kelompok

(4) Guru menentukan topik yang akan dipelajari. Selanjutnnya peserta didik memilih topik yang mereka inginkan kemudian membentuk kelompok yang terdiri dari empat sampai lima orang.

(5) Guru memberikan permasalahan yang harus diselesaikan oleh masing-masing kelompok berupa LKPD.


(38)

Fase 2:Perencanaan investigasi dalam kelompok

(6) Peserta didik bersama guru merencanakan prosedur pembelajaran, pembagian tugas, dan tujuan khusus menginvestigasi topik yang mereka pilih pada fase pertama.

(7) Guru membimbing peserta didik dalam merencanakan langkah-langkah menyelesaikan LKPD bagian Kegiatan Inti.

Fase 3: Penerapan investigasi

(8) Peserta didik belajar dan bekerja secara berkelompok. Peserta didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. (9) Tiap anggota kelompok berkontribusi dalam usaha-usaha yang dilakukan

kelompoknya.

(10)Para peserta didik berdiskusi, mengklarifikasi, mensintesis semua gagasan. (11)Guru membimbing peserta didik yang sedang berdiskusi secara berkelompok

dengan berkeliling ke setiap kelompok dan memberikan arahan apabila peserta didik mengalami kesulitan.

Fase 4:Penyiapan laporan akhir

(12)Guru menganjurkan peserta didik untuk mengerjakan LKPD yang diberikan sesaui dengan strategi dan informasi yang mereka dapatkan dari fase 3.

(13)Peserta didik mengerjakan LKPD dengan teman kelompok.

(14)Guru meminta peserta didik menyelesaikan LKPD sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

(15)Setiap kelompok menyiapkan presentasi mereka dan merencanakan apa yang mereka sampaikan dan siapa yang menyampaikan.


(39)

(16)Masing-masing perwakilan kelompok bersama guru berkumpul untuk mengkoordinasikan susunan presentasi.

Fase 5:Presentasi laporan akhir (25 menit)

(17)Presentasi hasil diskusi dilaksanakan sesuai dengan susunan presentasi yang telah ditentukan pada fase 4.

(18)Guru meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan atau komentar setelah setiap kelompok melakukan presentasi.

(19)Guru mengajak peserta didik memberikan penghargaan kepada kelompok yang melakukan presentasi dengan memberikan tepuk tangan. Guru juga memberikan penghargaan secara verbal kepada kelompok yang presentasi maupun yang memberikan tanggapan atau komentar.

(20)Guru bertindak sebagai narasumber jika ada jawaban peserta didik yang kurang tepat.

Fase 6: Evaluasi

(21)Guru bersama peserta didik mengevaluasi jalannya diskusi dan presentasi yang telah dilakukan.

(22)Peserta didik saling memberikan umpan balik mengenai topik yang telah dipelajari dan keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

2.1.5 Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model pembelajaran CPS pertama kali dikembangkan oleh Alex Osborn, pendiri The Creative Education Foundation (CEF), pada tahun 1950-an. Pada awalnya model ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggung jawab


(40)

pekerjaannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan.

Model pembelajaran CPS telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Salah satu versi dari model pembelajaran CPS adalah CPS versi 5.0. Model pembelajaran CPS versi versi 5.0. Menurut Treffinger dan Isaksen (2005: 347), langkah-langkah model pembelajaran CPS versi 5.0. dijelaskan sebagai berikut.

The Understanding the Challenge component includes a systematic effort to define, construct, or focus one’s problem-solving efforts. It includes the three stages of Constructing Opportunities, Exploring Data, and Framing Problems. Constructing Opportunities involves generating broad, brief, and beneficial statements that help set the principal direction for problem-solving efforts. Exploring Data includes generating and answer-ing questions that bring out key information, feelings, observations, impressions, and questions about the task. These help problem solvers to develop an understanding of the current situation. Framing Problems involves seek-ing a specific or targeted question (problem statement) on which to focus subsequent efforts. The Generating Ideas component and stage includes coming up with many varied or unusual options for responding to a prob-lem. Problem solvers use the Preparing for Action com-ponent to make decisions about, develop, or strengthen promising alternatives, and to plan for their successful implementation. The two stages included in this compo-nent are called Developing Solutions and Building Acceptance. During Developing Solutions, promising options may be analyzed, refined, or developed. The emphasis in this stage is primarily on focusing options and developing promising ideas into plausible solutions. The Building Acceptance stage involves searching for potential sources of assistance and resistance and identify-ing possible factors that may inf luence successful imple-mentation of solutions. The aim is to

help prepare solutions for improved acceptance and greater value.

Berdasarkan paparan di atas, didapatkan bahwa terdapat enam tahapan dalam model pembelajaran CPS versi 5.0, yaitu (1) memahami tantangan, (2) mengeksplorasi data, (3) penemuan masalah (4) penemuan ide/gagasan, (5) menemukan solusi, dan (6) penerimaan. Adapun masing-masing langkah dijelaskan sebagai berikut.


(41)

(1) Memahami tantangan (Constructing Opportunities)

Hal yang dilakukan pada tahap ini menentukan tujuan utama dalam upaya penyelesaian masalah.

(2) Mengeksplorasi data (Exploring Data)

Pada tahap ini dilakukan eksplorasi data yang bisa dilakukan dengan melakukan pengamatan, ataupun menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tugas yang diberikan.

(3) Penemuan masalah (Framing Problems)

Tahap penemuan masalah berisi upaya mencari atau menentukan pertanyaan atau permasalahan yang akan menjadi fokus dari langkah selanjutnya.

(4) Penemuan ide/gagasan (The Generating Ideas)

Tahap penemuan ide/gagasan berisi dengan mengemukakan berbagai macam ide untuk menyelesaikan permasalahan.

(5) Menemukan solusi (Developing Solutions)

Pada tahap ini berbagai ide yang dikemukakan pada tahap sebelumnya akan dianalisa, disaring, dan dipilih ide yang paling menjanjikan. Ide yang telah dipilih tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi jawaban yang masuk akal atas permasalahan yang ada.

(6) Penerimaan (Building Acceptance)

Pada tahap penerimaan, solusi yang telah dikembangkan sebelumnya diteliti kembali dan mengidentifikasi factor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap implementasi solusi.


(42)

Menurut Isaksen dan Treffinger (2005: 349), dalam dunia pendidikan, model pembelajaran CPS dapat diterapkan secara individu maupun kelompok. Sehingga dalam penelitian ini, model pembelajaran CPS akan diterapkan dalam kelompok kecil.

Penelitian ini menggunakan model CPS versi 5.0 sesuai dengan pendapat Treffinger dan Isaksen di atas karena CPS versi ini merupakan penyempurnaan dari CPS versi sebelumnya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model CPS yang digunakan adalah sebagai berikut.

(1) Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran serta memotivasi peserta didik.

(2) Guru memberi motivasi kepada peserta didik dan menyampaikan apersepsi. (3) Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok

terdiri dari 3 atau 5 orang secara heterogen.

(4) Masing-masing kelompok diberi Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) mengenai jarak titik ke titik, jarak titik ke garis, dan jarak titik ke bidang untuk dikerjakan secara bersama dalam satu kelompok.

Fase 1: Memahami tantangan

(5) Peserta didik dibimbing oleh guru memahami permasalahan yang terdapat pada LKPD.

(6) Guru mengecek kembali pemahaman peserta didik terhadap permasalahan yang diberikan dengan metode tanya jawab.

Fase 2: Eksplorasi data

(7) Guru meminta peserta didik menggali semua informasi dari permasalahan yang diberikan.


(43)

Fase 3: Penemuan masalah

(8) Peserta didik dapat menyajikan permasalahan dalam bentuk pertanyaan.

Fase 4: Penemuan ide/gagasan

(9) Peserta didik bersama dengan kelompoknya mendiskusikan permasalahan yang disajikan pada LKPD. Peserta didik didorong agar dapat mengungkapkan berbagai macam strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pemecahan masalah. Pengungkapan pendapat ini berdasarkan pengetahuan dan konsep yang dimiliki dan diketahui oleh peserta didik.

Fase 5: Menemukan solusi

(10)Peserta didik dibimbing untuk dapat melakukan pemilihan dan penerapan strategi yang tepat sebagai cara untuk memecahkan masalah terkait dengan jarak titik ke titik, jarak titik ke garis, dan jarak titik ke bidang dalam bangun ruang.

(11)Peserta didik didorong mengimplementasikan strategi yang mereka tentukan sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Fase 6: Penerimaan

(12)Peserta didik mengecek kembali pekerjaan mereka apakah masih ada kesalahan atau tidak.

(13)Peserta didik dibantu untuk menyajikan hasil pemecahan masalah yang telah dilakukan bersama dengan kelompoknya dengan menjelaskan dan menginterpretasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas.

(14)Peserta didik yang belum jelas diberi kesempatan untuk bertanya.

(15)Peserta didik dibantu guru menganalisis dan mengevaluasi hasil dan proses pemecahan masalah kemudian membuat simpulan.


(44)

Model pembelajaran CPS lebih baik daripada model pembelajaran GI pada pengembangan aspek kemampuan pemecahan masalah matematika. Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan menggunakan model CPS lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan model GI. Penjelasan selengkapnya dapatdilihat pada Lampiran 53.

2.1.6 Kemampuan Pemecahan Masalah

2.1.6.1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah menurut pendapat Polya, sebagaimana dikutip oleh Hudojo (2003: 87), adalah usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Keterampilan untuk memecahkan masalah harus dimiliki oleh setiap individu karena dalam hidup pasti akan dihadapkan oleh suatu masalah. Pendidikan yang dijalani oleh anak merupakan suatu proses dimana anak itu diajarkan untuk mengatasi masalah-masalah dan sebagai bekal untuk kehidupan mereka kelak dengan ilmu yang mereka dapatkan.

Pemecahan masalah merupakan salah satu aspek utama yang menjadi sasaran matematika. Soal pemecahan masalah memiliki kriteria soal yang sudah memuat masalah kompleks, bukan hanya pengaplikasian konsep saja tapi bagaimana memecahkan masalah itu dengan memanfaatkan konsep-konsep yang sudah diajarkan. Soal pemecahan masalah memuat penyelesaian soal secara non-rutin yang memiliki beberapa kemungkinan cara penyelesaian sedangkan soal yang rutin bukan termasuk pemecahan masalah.


(45)

2.1.6.2. Proses Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah matematika merupakan proses penyelesaian masalah dengan memanfaatkan konsep matematika yang dikerjakan melalui prosedur atau langkah-langkah tertentu hingga ditemukan solusi matematiknya. Menurut Polya sebagaimana yang dikutip oleh Carson (2007: 7) terdapat empat langkah utama dalam pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang sudah dikerjakan.

Fase pertama adalah memahami masalah. Peserta didik tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah dengan benar apabila ia tidak paham akan masalah yang diberikan. Setelah peserta didik mampu memahami masalah dengan benar, kemudian mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan strategi menyusun rencana ini sangat tergantung pada pengalaman peserta didik. Jika rencana penyelesaian masalah sudah dibuat, baik secara tertulis maupun tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah yang dianggap paling tepat. Langkah terakhir menurut Polya adalah melakukan pengecekan kembali atas apa yang telah dilakukan dari fase pertama sampai fase ketiga. Dengan ini diperoleh jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan karena berbagai masalah yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali.

2.1.6.3. Indikator Pemecahan Masalah

Ketercapaian kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat melalui indikator-indikatornya. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009: 14) antara lain sebagai berikut.


(46)

a. Menunjukkan pemahaman masalah.

b. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

c. Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk. d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara

tepat.

e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

f. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. g. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Penelitian ini juga membutuhkan indikator untuk mengetahui ketercapaian kemampuan pemecahan masalah. Indikator pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004. Peneliti memilih indikator ini dibanding indikator lainnya karena indikator pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 ini resmi dari pemerintah Indonesia.

2.1.7 Tinjauan Materi Jarak dalam Ruang Dimensi Tiga

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar SMA Kelas X semester genap, dimensi tiga adalah materi pokok yang harus dipelajari dan dikuasi oleh peserta didik. Standar kompetensi materi pokok dimensi tiga yaitu menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Sedangkan kompetensi dasar materi pokok dimensi tiga antara lain menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga, menentukan jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga, dan menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga.

Materi dalam penelitian ini mengenai materi pokok dimensi tiga adalah jarak dalam ruang yang meliputi jarak antara dua buah titik, jarak titik ke garis, jarak titik ke bidang, jarak antara dua garis sejajar, jarak antara dua garis


(47)

bersilangan, jarak antara garis dan bidang yang sejajar, dan jarak antara dua bidang yang sejajar. Prasyarat untuk pokok bahasan ini adalah kesejajaran, ketegaklurusan, dan proyeksi pada bangun ruang.

Indikator pencapaian kompetensi yang digunakan dalam peneitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peserta didik dapat menentukan jarak titik ke titik dalam ruang dimensi tiga. 2. Peserta didik dapat menentukan jarak titik ke garis dalam ruang dimensi tiga. 3. Peserta didik dapat menentukan jarak titik ke bidang dalam ruang dimensi

tiga.

4. Peserta didik dapat menentukan jarak dua garis sejajar dalam ruang dimensi tiga.

5. Peserta didik dapat menentukan jarak garis ke bidang dalam ruang dimensi tiga.

6. Peserta didik dapat menentukan jarak dua garis bersilangan dalam ruang dimensi tiga.

7. Peserta didik dapat menentukan jarak antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga.

2.1.8 Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar adalah kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah. Peserta didik dikatakan tuntas belajar secara individu apabila peserta didik tersebut mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM ditentukan dengan mempertimbangkan kompleksitas kompetensi, sumber daya pendukung dalam menyelenggarakan pembelajaran, dan tingkat kemampuan (intake) rata-rata


(48)

peserta didik (Depdiknas, 2006: 12). Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75% (BSNP, 2006: 12). Rata-rata dari skor ketiga indikator tersebutlah yang nantinya menjadi KKM yang digunakan pada penelitian ini. Berikut ini pembahasan satu per satu mengenai ketiga indikator tersebut.

2.1.8.1. Kompleksitas Kompetensi Dasar (KD)

KD jarak pada bangun ruang merupakan materi yang cukup sulit bagi peserta didik. Peserta didik paling tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena kesulitan dan kerumitannya yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan. Kondisi berikut dapat menjadi acuan bahwa KD jarak pada bangun ruang memiliki kompleksitas yang tinggi. Dalam penelitian ini, tingkat kompleksitas yang ditentukan adalah 64.

2.1.8.2. Daya Dukung

SMA Negeri Kerjo adalah sekolah yang mempunyai fasilitas cukup memadai. Sarana dan prasarana di sekolah tersebut, perpustakaan, maupun laboratorium cukup menunjang proses pembelajaran. Kualitas tenaga pengajar juga terbilang baik. Sehingga, daya dukung dari indikator ini dapat dikatakan sedang. Pada penelitian ini, skor daya dukung yang ditentukan adalah 78.

2.1.8.3. Tingkat Kemampuan (Intake) Peserta Didik

Penetapan intake di kelas X pada penelitian ini didasarkan pada rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester Genap peserta didik. Rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester peserta didik adalah 68 sehingga kemampuan peserta didik pada


(49)

materi jarak pada bangun ruang termasuk sedang.

Skala penelitian yang dibuat untuk memudahkan analisis indikator pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Skala Penilaian Indikator KKM

Aspek yang dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian

Kompleksitas Tinggi < 65 Sedang 65-79 Rendah 80-100 Daya Dukung 80-100 Tinggi Sedang 65-79 Rendah < 65 Intake Peserta Didik 80-100 Tinggi Sedang 65-79 Rendah < 65

Berdasarkan pada pembahasan mengenai KKM dan mengacu pada Tabel 2.1 sebagai skala penilaian, maka diperoleh hasil yang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil Penilaian Indikator KKM

Aspek yang dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian Kompleksitas Tinggi64

Daya Dukung Tinggi80

Intake Peserta Didik Sedang68

Rata-rata dari ketiga skor indikator tersebut adalah 70,67. Jadi, KKM yang ditentukan pada penelitian ini adalah 71.

2.2

Kerangka Berpikir

Perkembangan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh banyak bidang keilmuan, salah satunya adalah matematika dan peserta didik memiliki peranan penting dalam pengembangannya. Berdasarkan KTSP tujuan pendidikan di SMA secara umum menekankan pada pemahaman konsep, penggunaan nalar, pembentukan sikap peserta didik serta pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah memiliki fungsi yang penting dalam pembelajaran matematika.


(50)

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswanto, S.Pd., M.M, salah satu guru matematika kelas X SMA Negeri Kerjo, tingkat kemampuan pemecahan peserta didik belum berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) peserta didik kurang terorganisir dalam diskusi untuk menemukan konsep sehingga permasalahan yang mengacu pada pemecahan masalah tidak sempat diajarkan oleh guru; dan (2) peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dalam berdiskusi kelompok.

Kemampuan pemecahan masalah pada materi jarak dalam dimensi tiga masih tergolong kurang baik. Hal ini berdasarkan hasil analisis Puspendik (2012) yang menyatakan bahwa hasil UN SMA/MA tahun 2012 menunjukkan bahwa daya serap UN pada materi pokok dimensi tiga khususnya jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) tingkat nasional sebesar 63,77%. Sedangkan untuk provinsi Jawa Tengah sebesar 58,09%, dan kabupaten Karanganyar 58,86%. Sedangkan SMA Negeri Kerjo sebesar 38,36%.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah penggunaan model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Di antara model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran GI dan CPS.

Model pembelajaran CPS adalah model pembelajaran yang fokus kepada pemecahan masalah. Langkah-langkah model CPS sangat sistematis dari memahami tantangan, dilanjutkan dengan mengeksplorasi data, penemuan masalah, penemuan ide/gagasan, menemukan solusi, dan penerimaan. Melalui tahapan memahami tantangan, mengeksplorasi data, penemuan masalah, peserta


(51)

didik diharapkan dapat mengetahui maksud dan harapan pada masalah yang diberikan. Kemudian, peserta didik dapat berpikir langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan melalui penyampaian pendapat dan diskusi bersama teman sebaya. Dengan diskusi, mereka dapat bertukar pikiran untuk menemukan solusi dari permasalahan. Sehingga, pemikiran peserta didik akan terbuka dan dapat memilih pendapat-pendapat mana yang memungkinkan untuk menyelesaikan permasalahan.

GI merupakan model yang dikembangkan oleh Sharan dimana terdapat pengorganisasian kelas secara umum dimana peserta didik bekerja dalam kelompok kecil menggunakan inkuiri kooperatif, diskusi kelompok, dan perencanaan kooperatif dan proyek. Pada model GI peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran dan secara kreatif berusaha menemukan solusi dari permasalahan yang diajukan, saling berinteraksi dengan teman maupun guru, saling bertukar pikiran, sehingga wawasan dan daya pikir mereka berkembang. Hal ini akan banyak membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, sehingga ketika mereka dihadapkan dengan suatu pertanyaan, mereka dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya, tidak hanya dengan cara menghafal tanpa memperdalam dan memperluas pemikirannya.

Pada penelitian ini diambil dua kelas. Satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas yang lain sebagai kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 mendapatkan pembelajaran dengan model CPS dan kelas eksperimen 2mendapatkan pembelajaran dengan model GI. Selama proses pembelajaran akan dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung di


(52)

masing-masing kelas, setelah kegiatan pembelajaran dan observasi selesai dilakukan, masing-masing kelas sampel akan diberikan tes.

Berdasarkan tes yang dilakukan akan didapatkan nilai tes masing-masing kelas sampel, kemudian hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tersebut akan dianalisis untuk diketahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik sudah mencapai ketuntasan belajar atau belum dan akan dibandingkan rata-rata nilai tes untuk menentukan manakah yang lebih baik antara kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan model pembelajaran CPS dan kemampuan pemecahan masalah matematika yang menggunakan model pembelajaran GI pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga.

2.3

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori pada bab 2, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran CPS mencapai ketuntasan belajar.

(2) Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan model pembelajaran GI mencapai ketuntasan belajar.

(3) Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi lingkaran dengan model CPS lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan model pembelajaran GI.


(53)

36

METODE PENELITIAN

3.1.

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 61). Berdasarkan permasalahan pada penelitian ini, maka populasi dalam penelitian adalah seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri Kerjo tahun pelajaran 2012/2013. Secara keseluruhan populasi meliputi 7 kelas, yakni X-1, X-2, X-3, X-4, X-5, X-6, dan X-7.

3.2.

Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012: 62). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik

Cluster Random Sampling. Hal ini dilakukan setelah memperhatikan ciri-ciri

antara lain peserta didik mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, peserta didik diampu oleh guru yang sama, waktu yang diberikan juga sama, peserta didik yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama, dan pembagian kelas tidak ada kelas unggulan.

Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen, digunakan nilai Ujian Tengah Semester (UTS) sebagai acuan. Setelah pengujian selanjutnya diambil 2 kelas secara acak sebagai sampel yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, serta satu kelas uji coba instrumen yang diambil di luar


(54)

kelas sampel. Selama penelitian, peserta didik pada kelas sampel diajar oleh guru yang sama.

3.3.

Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik dari suatu objek yang nilainya untuk tiap objek bervariasi dan dapat diamati atau dihitung, atau diukur (Sukestiyarno, 2010: 1). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah sebagai berikut. (4)Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain (Azwar: 2010: 62). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran.

(5)Variabel terikat

Variabel terikat (variabel tergantung) adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar: 2010: 62). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga.

3.4.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan dua kelas eksperimen. Penelitian diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada. Kegiatan penelitian dilakukan dengan memberi perlakuan pada dua kelas eksperimen yang dipilih secara random yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran CPS dan kelas eksperimen 2 dengan penerapan model pembelajaran GI. Pada akhir pembelajaran, kelas eksperimen 1 dan kelas


(55)

eksperimen 2 diberikan tes kemampuan pemecahan masalah sebagai evaluasi pembelajaran. Hasil tes dianalisis untuk menentukan kelompok mana yang mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang paling baik berdasarkan hasil tersebut. Desain penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelas Perlakuan Evaluasi Hasil

Eksperimen 1 X1 Tes O1

Eksperimen 2 X2 Tes O1

3.5.

Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian antara lain sebagai berikut. (1) Menentukan populasi yaitu seluruh peserta didik kelas X SMA Kerjo tahun

pelajaran 2012/2013.

(2) Meminta kepada guru data nilai ujian tengah semester genap mata pelajaran Matematika kelas X SMA Negeri Kerjo tahun pelajaran 2012/2013. Data tersebut selanjutnya diuji normalitas, homogenitas, uji ANAVA dan uji lanjut LSD.

(3) Menentukan sampel penelitian sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Kemudian menentukan kelas uji coba instrumen di luar kelas sampel. Dalam penelitian ini, diperoleh kelas X-3 sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas X-4 sebagai kelas eksperimen 2.

(4) Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditentukan.

(5) Mengujicobakan instrumen tes uji coba pada kelas uji coba yang sebelumnya telah diajar materi jarak dalam ruang dimensi tiga. Instrumen tes ini nantinya


(56)

akan digunakan sebagai tes pemecahan masalah matematika pada kelas eksperimen. Kelas uji coba peda penelitian ini adalah kelas X-7.

(6) Menganalisis data hasil uji coba instrumen tes uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal.

(7) Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan data hasil tes uji coba, kemudian dijadikan soal tes pemecahan masalah kelas eksperimen. (8) Melaksanakan tes pemecahan masalah pada kelas eksperimen.

(9) Menganalisis data hasil tes pemecahan masalah dan hasil pengamatan. (10)Menyusun laporan penelitian.

3.6.

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan empat metode pengumpulan data, yaitu sebagai berikut.

3.6.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang nama-nama dan jumlah peserta didik yang menjadi anggota populasi untuk menentukan sampel. Selain itu digunakan juga untuk mendapatkan data nilai ujian tengah matematika semeseter genap peserta didik yang selanjutnya akan menjadi data awal untuk dianalisis uji homogenitas, homogenitas, dan uji kesamaan rata-rata.

3.6.2 Metode Tes

Arikunto (2006: 150) menyatakan bahwa tes sebagai salah satu metode pengumpulan data, memegang peranan yang cukup penting. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan dan bakat yang


(57)

dimiliki individu atau kelompok. Dalam penelitian ini, pemberian tes dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan pemecahan masalah materi jarak dalam ruang dimensi tiga pada peserta didik yang menjadi sampel penelitian.

Hasil tes tersebut digunakan sebagai data akhir untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah akibat dari perlakuan yang berbeda yang diberikan pada kedua kelas eksperimen. Dengan demikian dapat diketahui kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang dikenai model pembelajaran CPS dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang dikenai model pembelajaran GI.

Materi tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah materi yang diujikan yaitu jarak dalam ruang dimensi tiga. Tes yang digunakan berbentuk soal uraian. Adapun langkah-langkah penyusunan soal tes adalah sebagai berikut. (1) Melakukan pembatasan materi yang diujikan.

(2) Menentukan bentuk atau tipe soal.

(3) Menentukan komposisi soal berdasarkan tingkat kesukaran. (4) Menyusun kisi-kisi soal.

(5) Menentukan jumlah butir soal.

(6) Menentukan waktu mengerjakan soal. (7) Membuat soal tes beserta rubrik penskoran. (8) Mengujicobakan instrumen pada kelas uji coba.

(9) Menganalisis hasil uji coba dalam hal validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran.


(58)

3.6.3 Metode Angket

Menurut Sugiyono (2010: 199), angket (kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Pada penelitian ini angket diberikan kepada sampel dengan tujuan untuk mengumpulkan data tentang respon peserta didik terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan.

3.6.4 Metode Observasi

Dalam penelitian ini digunakan observasi sistematis untuk mengetahui aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung dan kemampuan guru mengelola pembelajaran. Adapun lembar observasi yang digunakan adalah lembar aktivitas peserta didik dan lembar observasi guru. Lembar ini diisi oleh pengamat saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.7.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya baik, dalam arti dengan cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Pada penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

3.7.1 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Instrumen tes pada penelitian ini meliputi tes pemecahan masalah peserta didik kelas X materi jarak dalam ruang dimensi tiga. Instrumen ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika melalui mengerjakan tes.


(59)

Penyusunan kisi-kisi soal tes disesuaikan dengan materi dan tujuan dilaksanakan tes. Setelah instrumen tes tersusun, selanjutnya diujicobakan terlebih dahulu pada kelas uji coba. Setelah dilakukan uji coba, dilakukan analisis terhadap validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal. Soal yang diberikan pada kelas eksperimen adalah soal yang telah diperbaiki dengan melihat hasil uji coba sebelumnya. Adapun kisi-kisi tes, soal tes, dan rubrik penskoran pada saat uji coba dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, dan 6.

3.7.2 Instrumen Lembar Observasi Guru

Lembar observasi guru digunakan untuk menilai aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan pedoman observasi. Instrumen lembar observasi guru dapat dilihat pada Lampiran 37 dan 38.

3.7.3 Instrumen Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik

Lembar observasi aktivitas peserta didik berisi indikator-indikator yang perlu diamati oleh pengamat selama pembelajaran berlangsung. Data hasil pengamatan ini akan digunakan untuk mengetahui persentase aktivitas peserta didik. Adapun instrumen lembar observasi aktivitas peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35.

3.7.4 Instrumen Angket Respon Peserta Didik

Pada penelitian ini angket yang digunakan berupa angket respon peserta didik terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan. Berdasarkan hasil angket ini akan diperoleh data tentang respon positif atau negatif siswa. Adapun kisi-kisi angket respon dan bentuk instrumen angket respon peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 40, 41, dan 42.


(1)

LUAS DI BAWAH LENGKUNGAN NORMAL

z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0,0 0000 0040 0080 0120 0160 0199 0239 0279 0319 0359 0,1 0398 0438 0478 0517 0557 0596 0636 0675 0714 0754 0,2 0793 0832 0871 0910 0948 0987 1026 1064 1103 1141 0,3 1179 1217 1255 1293 1331 1368 1406 1443 1480 1517 0,4 1554 1591 1628 1664 1700 1736 1772 1808 1844 1879 0,5 1915 1950 1985 2019 2054 2088 2123 2157 2190 2224 0,6 2258 2291 2324 23357 2389 2422 2454 2486 2518 2549 0,7 2580 2612 2342 2673 2704 2734 2764 2794 2823 2852 0,8 2881 2910 2939 2967 2996 3023 3051 3078 3106 3133 0,9 3159 3186 3212 3238 3264 3289 3315 3340 3365 3389 1,0 3413 3438 3461 3485 3508 3531 3554 3577 3599 3621 1,1 3643 3665 3686 3708 3729 3749 3770 3790 3810 3830 1,2 3849 3869 3888 3907 3925 3944 3962 3980 3997 4015 1,3 4032 4049 4066 4082 4099 4115 4131 4147 4162 4177 1,4 4192 4207 4222 4236 4251 4265 4279 4292 4306 4319 1,5 4332 4345 457 4370 4382 4394 4406 4418 4429 4441 1,6 4452 4463 4474 4484 4495 4505 4515 4525 4535 4545 1,7 4554 4564 4573 4582 4591 4599 4608 4616 4625 4633 1,8 4641 4649 4656 4664 4671 4678 4686 4693 4699 4706 1,9 4743 4719 4726 4732 4738 4744 4750 4756 4761 4767 2,0 4772 4778 4783 4788 4793 4798 4803 4808 4812 4817 2,1 4821 4826 4830 4834 4838 4842 4846 4850 4854 4857 2,2 4861 4864 4868 4871 4875 4878 4881 4884 4887 4890 2,3 4893 4896 4898 4901 4904 4906 4909 4911 4913 4916 2,4 4918 4920 4922 4925 4927 4929 4931 4932 4934 4936 2,5 4938 4940 4941 4943 4945 4946 4948 4949 4951 4952 2,6 4953 4955 4956 4957 4959 4960 4961 4962 4963 4964 2,7 4965 4966 4967 4968 4969 4970 4971 4972 4973 4974 2,8 4974 4975 4976 4977 4977 4978 4979 4979 4980 4981 2,9 4981 4982 4982 4983 4984 4984 4985 4985 4986 4986 3,0 4987 4987 4987 4988 4988 4989 4989 4989 4990 4990 3,1 4990 4991 4991 4991 4992 4992 4992 4992 4993 4993 3,2 4993 4993 4994 4994 4994 4994 4994 4995 4995 4995 3,3 4995 4995 4995 4996 4996 4996 4996 4996 4996 4997 3,4 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4998 3,5 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 3,6 4998 4998 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,7 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,8 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,9 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 (Sudjana, 2005: 490)


(2)

Lampiran 53

Perbandingan Model Pembelajaran CPS dan GI

Model pembelajaran CPS dan GI telah dijelaskan pada tinjauan pustaka.

Pada pengembangan aspek kemampuan pemecahan masalah, model pembelajaran

CPS lebih baik daripada model pembelajaran GI. Hal ini disebabkan oleh

beberapa hal sebagai berikut.

No Indikator Model Pembelajaran CPS Model

Pembelajaran GI 1 Aktivitas

yang mendukung pemahaman masalah

Terdapat fase memahami tantangan, mengeksplorasi data, dan penemuan masalah. Dengan melakukan aktivitas pada fase ini peserta didik akan benar-benar memahami permasalahan yang diberikan sehingga mereka bisa menemukan ide/gagasan untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Model pembelajaran GI tidak memiliki fase khusus yang menekankan pada pemahaman masalah

2 Kesesuaian dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya

Sintaks model pembelajaran CPS secara umum sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Fase memahami tantangan,

mengeksplorasi data, dan penemuan masalah pada fase CPS sesuai dengan langkah memahami masalah menurut Polya, kemudian fase penemuan ide/gagasan pada model CPS sesuai dengan langkah merencanakan

penyelesaian menurut Polya, kemudian fase menemukan solusi pada model CPS sesuai dengan menyelesaikan

Sintaks model

pembelajaran GI yaitu memilih topik dan membagi kelompok, perencanaan investigasi dalam kelompok, penerapan investigasi, penyiapan laporan akhir, presentasi laporan akhir, dan evaluasi. Sintaks model pembelajaran GI


(3)

dan fase penerimaan pada model CPS sesuai dengan langkah pengecekan kembali menurut Polya.

kurang sesuai dengan dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran CPS lebih baik daripada model pembelajaran GI pada

pengembangan aspek kemampuan pemecahan masalah matematika. Dengan

demikian, kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan menggunakan

model CPS lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan


(4)

Lampiran 54

DOKUMENTASI KELAS EKSPERIMEN 1

Gambar 1. Guru mengawali Gambar 2. Peserta didik membentuk kegiatan pembelajaran kelompok sesuai arahan

guru

Gambar 3. Peserta didik melakukan Gambar 4. Perwakilan kelompok kegiatan eksplorasi data menuliskan hasil diskusi dan penemuan masalah


(5)

DOKUMENTASI KELAS EKSPERIMEN 2

Gambar 1. Kelompok melakukan Gambar 2. Kelompok menyiapkan perencanaan investigasi laporan akhir

Gambar 3. Perwakilan kelompok menyampaikan laporan akhir


(6)

Lampiran 55

WAWANCARA DENGAN GURU MATEMATIKA

Wawancara dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2013. Narasumber adalah guru Maatematika kelas X SMA Negeri Kerjo tahun pelajaran 2012/2013 Bapak Drs. Siswanto, M.M. Berikut bagian percakapan antara peneliti dengan narasumber.

Peneliti : “Kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X bagaimana ya Pak?”

Pak Siswanto : “Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah mas. Hasil pekerjaan siswa terkait soal yang mengacu pada aspek pemecahan masalah masih belum tuntas.”

Peneliti : “Selama pembelajaran, biasanya model pembelajaran apa yang Bapak gunakan?”

Pak Siswanto : “Bermacam-macam mas, kadang saya buat kelompok, kadang saya beri tugas.”

Peneliti : “Terkait keaktifan siswa bagaimana, Pak?”

Pak Siswanto : “Siswa masih malu-malu untuk menyampaikan pendapatnya, baik dalam kelompok maupun secara umum.”

Peneliti : “Baik Pak terimakasih infonya. Mohon bimbingan dan bantuannya Pak selama penelitian ini”


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa

1 43 0

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VII

2 17 226

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) BERBANTUAN CD INTERAKTIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X

4 30 338

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA KEGIATAN LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

1 9 231

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 1 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 2 13

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Kreativitas Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran “Creative Problem Solving” Dengan Media Video Compact Disk (PTK Pa

0 1 16

Pemecahan Masalah Secara Kreatif (Creative Problem Solving)

1 1 2

Peningkatan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan model creative problem solving (CPS)

0 1 6

Perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning (PBL) dengan problem solving

0 0 8