BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
PT. Apindowaja Ampuh Persada merupakan salah satu industri manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan dan perbaikan mesin-mesin untuk
proses produksi kelapa sawit. Industri ini memiliki stasiun kerja yang tidak memiliki dinding pemisah terpisah antar-stasiun sehingga stasiun pembubutan,
pengeboran, pemotongan, pengelasan, pengerolan, perakitan, penyetelan, dan perawatan mesin berada dalam satu ruang yang sama. Kondisi riil yang terjadi di
lantai produksi saat ini adalah lantai produksi sangat bising dimana tingkat kebisingannya melebihi 100 dB, sementara hampir semua pekerja dalam
melaksanakan pekerjaan tidak memakai alat pelindung telinga earmuff selama lebih dari 5 jam kerja.
Tingkat kebisingan melebihi 100 dB tersebut berasal dari pergesekan maupun tekanan mesin-mesin terhadap part-part kerja dan hal tersebut terjadi
setiap hari selama 5 jam. Bagian dari mesin yang menyebabkan kebisingan tersebut adalah bagian bearing yang rusakcacat maupun karena kelonggarannya,
sehingga menimbulkan getaran pada mesin. Getaran terjadi akibat kelonggaran antara outer race dan bola pada bantalan telah melebihi standar yang telah
ditetapkan. Maka, sebaiknya gaya yang diberikan dan tebal material yang dikerjakan perlu diperhatikan agar tidak terjadi getaran yang berlebihan dan
Universitas Sumatera Utara
mempercepat keausan pada komponen bantalan yang pada akhirnya memperpendek umur pakai bantalan tersebut.
Mesin yang ideal akan menimbulkan getaran dengan amplitudo yang kecil, karena energi yang dihasilkan seluruhnya dirubah menjadi kerja. Akibat hal
tersebut diatas, sehingga sebagian energi mesin tersebut terserap menjadi getaran. Getaran terjadi akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen motor, di mana
elemen-elemen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan energi didisipasikan melalui struktur, dalam bentuk getaran. Kerusakan dan deformasi
pada elemen-elemen mesin akan mengubah karakteristik dinamis sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran. Hal itu memicu terjadinya kebisingan,
apalagi saat mesin bergesekan dengan part-part kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51MEN1999
dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 98 Tahun 1996, tentang batas maksimum rata-rata kebisingan dalam area kerja, batas rata-rata pendengaran
normal dalam kondisi bekerja selama 5 jam maksimal 87 dB. Kondisi kebisingan tersebut mengakibatkan pekerja mengalami masalah secara fisiologis, psikologis
maupun sosiologis pada pekerja. Dampak fisiologis yang dialami pekerja adalah ketulian parsial yang cukup parah. Berdasarkan pengukuran pada para pekerja,
peneliti menemukan pekerja yang tidak bisa lagi mendengar intensitas suara sebesar 80 dB pada telinga kiri dan 75 dB pada telinga kanan. Dampak fisiologis
berupa tekanan darah meningkat hipertensi, jantung berdebar-debar juga dialami oleh para pekerja. Dampak psikologis maupun sosiologis yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
pekerja adalah stress dan perilaku agresif, gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan serta meningkatnya emosional.
Kondisi tersebut menjadi latar belakang peneliti untuk menawarkan solusi berupa perancangan pelindung telinga yang ergonomis helmet earmuff. Namun
dalam tugas sarjana ini penelitian dibatasi hanya sampai pada pembuatan rancanganprototipe dari earmuff tersebut. Penanggulangan kebisingan di area
kerja pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan sebelum sampai kepada penyediaan pelindung telinga. Pertama, pengendalian kebisingan terhadap sumbernya
misalnya dengan substitusi alat, mengubah proses kerja dan dengan desain akustik melalui pengurangan vibrasi dari sumber kebisingan. Kedua, pengendalian
kebisingan terhadap media rambatannya yaitu udara misalnya dengan memperjauh jarak, membuat batas pagarandinding maupun pembuatan akustik
ruangan. Ketiga dengan menggunakan alat pelindung telinga. Latar belakang peneliti mengangkat judul rancangan pelindung telinga ini
adalah karena pihak pabrik berharap judul yang diangkat oleh peneliti bersifat aplikatif bagi pabrik, karena pada kenyataannya kondisi kebisingan sudah sangat
lama tidak dilakukan penanganan secara bekelanjutan. Dua tahapan sebelumnya yaitu pengendalian kebisingan terhadap sumber dan media rambatan tidak dapat
diangkat oleh peneliti karena “alasan internal” dari pihak pabrik.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah