Perancangan Pelindung Telinga Pekerja Yang Ergonomis Untuk Lingkungan Kerja Yang Bising Di PT. Apindowaja Ampuh Persada

(1)

RANCANGAN PELINDUNG TELINGA PEKERJA YANG

ERGONOMIS UNTUK LINGKUNGAN KERJA

YANG BISING DI PT. APINDOWAJA

AMPUHPERSADA

T U G A S S A R J A N A Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

RAGANDA SILALAHI

060403014

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

RANCANGAN PELINDUNG TELINGA PEKERJA YANG

ERGONOMIS UNTUK LINGKUNGAN KERJA

YANG BISING DI PT. APINDOWAJA

AMPUHPERSADA

T U G A S S A R J A N A Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

RAGANDA SILALAHI

060403014

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Poerwanto, M.Sc) (Ir. Anizar, M.Kes)

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas sarjana ini berjudul “Perancangan Pelindung Telinga Pekerja Yang Ergonomis Untuk Lingkungan Kerja Yang Bising di PT. Apindowaja Ampuh Persada”. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri.

Tugas sarjana ini disusun berdasarkan sumber literatur dan penelitian mengenai sumber kebisingan di lantai produksi dan upaya untuk menanggulanginya melalui perancangan alat pelindung telinga. Dari tugas sarjana ini dihasilkan suatu rancangan alat pelindung telinga yang bertujuan untuk mereduksi kebisingan di lantai produksi.

Harapan penulis nantinya tugas sarjana ini akan dapat menyelesaikan masalah kebisingan dan rancangan penelitian ini dapat diaplikasikan di industri ini dan industri lain yang menghadapi persoalan yang sama.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Koordinator Tugas Sarjana, Ir. Rosnani Ginting, MT, Koordinator Pembidangan Ir. A.Jabbar Rambe, M.Eng, Dosen Pembimbing Ir. Poerwanto, M.Sc dan Ir. Anizar, M.Kes yang telah banyak membantu, membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan tugas sarjana ini. Penulis pun tidak lupa


(4)

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua, saudara dan teman-teman atas dukungannya pada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini belum sempurna sebagaimana adanya. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi kita semua.

MEDAN, ...2012

PENULIS.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, Penulis telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Poerwanto, M,Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Anizar, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Listiani Nurul Huda, M.Eng yang berkenan meminjamkan salat satu alat pengukuran yang memperlancar pelaksanaan penelitian penulis.

4. Bapak Darmawan selaku asisten manager PT. Apindowaja Ampuh Persada yang menjadi pembimbing lapangan dalam mengumpulkan data berupa informasi yang dibutuhkan Penulis selama melakukan penelitian di perusahaan.

5. Franky Hutabarat, Rencus Siburian dan Marusaha Pardede selaku mahasiswi Teknik Industri 2006 dan 2007 yang juga melakukan penelitian di PT. Apindowaja Ampuh Persada dan telah membantu Penulis dalam proses pengambilan data primer berupa pengukuran lantai dan mesin produksi perusahaan.

6. Asisten Laboratorium Perancangan Perkakas dan Laboratorium Ergonomi dan Analisa Perancangan Kerja yang memberikan bantuan berupa peminjaman


(6)

buku perpustakaan laboratorium, alat pengukuran dan keperluan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

7. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I . PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Penelitian ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Asumsi dan Batasan Penelitian ... I-3 1.5. Manfaat Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan ... I-5

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Organisasi dan Manajemen ... II-1


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-2 2.2.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-8 2.2.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-9 2.3. Proses Produksi ... II-10

2.3.1. Bahan Baku ... II-10 2.3.2. Bahan Tambahan ... II-10 2.3.3. Bahan Penolong ... II-11 2.3.4. Standar Mutu Bahan Baku ... II-11 2.3.5. Standar Mutu Produk ... II-12 2.3.6. Uraian Proses Produksi ... II-12 2.3.7. Mesin dan Peralatan ... II-12 2.3.8. Utilitas ... II-16 III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Deskripsi Ergonomi ... III-1 3.2. Dampak Stress ... III-2 3.3. Deskripsi Kebisingan ... III-3 3.3.1. Definisi Kebisingan ... III-3 3.3.2. Jenis Kebisingan ... III-5 3.3.3. Dampak Kebisingan ... III-8


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.3.4. Pengendalian Kebisingan ... III-10 3.4. Akustika ... III-14 3.4.1. Istilah-istilah Dalam Akustika ... III-14 3.4.2. Rumus-rumus matematis Dalam Akustika ... III-22 3.5. Mekanisme Terdengarnya Bunyi ... III-28 3.6. Tools yang Digunakan Dalam Penelitian ... III-31 3.6.1. Audiometer Interacoustics AC-30 ... III-31 3.6.2. Multifunction Meter 4 In 1 ... III-33 3.6.3. Alat Pelindung Telinga ... III-35 3.7. Antropometri Kepala dan Telinga ... III-39 3.8. Kecepatan Angin ... III-45

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.3. Kerangka Konseptual ... IV-1 4.4. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-3 4.5. Objek Penelitian ... IV-3 4.6. Metode Pelaksanaan Penelitian ... IV-3


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.7. Instrumen Penelitian ... IV-11 4.8. Metode Analisis Pemecahan Masalah ... IV-13 4.9. Kesimpulan dan Saran ... IV-14

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Peta Titik Pengukuran ... V-1 5.1.2. Data Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan dan Kecepatan Angin ... V-3

5.1.3. Data Personalia Pekerja di Lantai Produksi ... V-40 5.1.4. Data Kuesioner ... V-41 5.1.5. Data Pengukuran Audiometrik untuk Kemampuan

Pendengaran Pekerja ... V-74 5.1.6. Data Antropometri Kepala dan Telinga Pekerja ... V-83 5.2. Pengolahan Data ... V-101 5.2.1. Tingkat Kebisingan dan Kecepatan Angin ... V-101 5.2.2. Kuesioner ... V-107 5.2.3. Audiometrik ... V-110 5.2.4. Antropometri ... V-115


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.4.1. Uji Keseragaman Data Antropometri ... V-116 5.2.4.2. Uji Kecukupan Data Antropometri ... V-121 5.2.5. Perancangan Earmuff ... V-124 5.2.6. Perhitungan Hasil Reduksi Kebisingan dan Perubahan Level

Kehilangan Pendengaran Pekerja Melalui Penggunaan HelmetEarmuff ... V-127

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Data ... VI-1 6.1.1. Analisis Data Kebisingan ... VI-1 6.1.2. Analisis Data Kecepatan Angin ... VI-1 6.1.3. Analisis Data Kuesioner ... VI-2 6.1.4. Analisis Data Audiometrik ... VI-2 6.1.5. Analisis Data Antropometri ... VI-3 6.2. Evaluasi ... VI-3 6.2.1. Evaluasi Data Kebisingan ... VI-3 6.2.2. Evaluasi Data Level Kehilangan Pendengaran ... VI-3


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Nilai faktor Koreksi untuk Konversi dB ke dB-A, dB-B, dB-C dan dB-D ... III-7 3.2. Efek Kekerasan Bunyi ... III-9 3.3. Standar Kehilangan Kemampuan Pendengaran ... III-10 3.4. Kebisingan Menurut Kepmen No. 51/ MEN/1999 ... III-13

3.5. Tingkat Kebisingan yang Diperbolehkan ... III-20 3.6. Sumber Bunyi dan Intensitas Bunyi ... III-21 3.7. Konversi Antara Kekerasan Bunyi Terhadap Tekanan Bunyi dan

Intensitas Bunyi ... III-23 3.8. Angka Penambahan Pada Penjumlahan Bunyi ... III-26 3.9. Antropometri Kepala Manusia ... III-40 3.10. Landmark Telinga Manusia ... III-42 3.11. Tipe Pengukuran pada Daun Telinga ... III-44 3.12. Skala Gaya- Angin Beaufort ... III-46 5.1. Keterangan dari Peta Titik Pengukuran ... V-1 5.2. Data Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di Titik 1 s/d 7 ... V-3 5.3. Data Pekerja di Lantai Produksi ... V-40 5.4. Kuesioner Tertutup Tentang Sensasi Kebisingan ... V-42 5.5. Data Audiometrik Pekerja di Lantai Produksi Sebelum Bekerja ... V-75 5.6. Data Audiometrik Pekerja di Lantai Produksi Sesudah Bekerja ... V-79 5.7. Landmark Telinga Manusia ... V-83


(14)

5.8. Daerah Pengukuran Antropometri Manusia ... V-83 5.9. Data Hasil Pengukuran Antropometri Telinga Pekerja di Lantai Produksi ... V-86 5.10. Antropometri Kepala Manusia ... V-90 5.11. Data Hasil Pengukuran Antropometri Kepala Pekerja di Lantai Produksi... V-93 5.12. Hasil Rekapitulasi Nilai Rata-rata Tingkat Kebisingan ... V-102 5.13. Hasil Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kecepatan Angin ... V-106 5.14. Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Kuesioner ... V-107 5.15. Rekapitulasi Level Kekurangan Pendengaran 15 Pekerja ... V-111 5.16. Rekapitulasi Antropometri Telinga 15 Pekerja di Lantai Produksi ... V-117 5.17. Rekapitulasi Antropometri Kepala 15 Pekerja di Lantai Produksi ... V-118 5.18. Rekapitulasi Uji Keseragaman Antropometri Telinga Pekerja ... V-120 5.19. Rekapitulasi Uji Keseragaman Antropometri Kepala Pekerja ... V-120 5.20. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Antropometri Telinga Pekerja ... V-123 5.21. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Antropometri Kepala Pekerja ... V-123 5.22. Ukuran Rata-rata Antropometri Telinga dan Kepala Pekerja ... V-124 5.23. Rekapitulasi Suarayang Terdengar ke Telinga Pekerja Setelah

Menggunakan Earmuff ... V-128 5.24. Level Kehilangan Pendengaran Pekerja Setelah Menggunakan Earmuff ... V-131


(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Apindowaja Ampuh Persada ... II-3 3.1. Grafik yang Menunjukkan Kombinasi Antara Sumber Bunyi dan Rentang

Frekuensinya ... III-18 3.2. Perbandingan Antara Tingkat Bunyi Beberapa Sumber ... III-19 3.3. Pengurangan Tingkat Bunyi Akibat Jarak ... III-21 3.4. Ukuran Kebisingan Berbagai Mesin dan Percakapan ... III-22 3.5. Telinga dan Elemen-Elemennya ... III-28 3.6. Audiometer Interacoustics AC-30 ... III-31 3.7. Multifunction Meter 4 In 1 Tipe 8820 ... III-33 3.8. Disposable Earplug ... III-36 3.9. Reusable Earplug ... III-37 3.10. Hearing Bands ... III-38 3.11. Elemen-elemen Dari Earmuff ... III-39 3.12. Antropometri Kepala Manusia Tampak Depan dan Samping ... III-41 3.13. Landmark Telinga Manusia ... III-42 3.14. Pengukuran Penonjolan Telinga Setinggi (E) Heliks ke Mastoid pada Level

Superaurale, (F) Heliks ke Mastoid pada Level Tragus ... III-43 3.15. Meteran Pengukur Lingkar Kepala dan Telinga ... III-43 3.16. Anemometer ... III-47 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-2


(16)

4.2. Pengolahan Data Penelitan ... IV-10 4.3. Audiometer Interacoustics AC-30 ... IV-11 4.4. Multifunction Meter 4 In 1 Tipe 8820 ... IV-12 4.5. Earmuff ... IV-13 4.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... IV-15 5.1. Peta Titik Pengukuran ... V-2 5.2. Landmark Telinga Manusia ... V-84 5.3. Pengukuran Penonjolan Telinga Setinggi (E) Heliks ke Mastoid pada Level

Superaurale, (F) Heliks ke Mastoid pada Level Tragus ... V-84 5.4. Antropometri Kepala Manusia Tampak Depan dan Samping ... V-91 5.5. Perbandingan Tingkat Kebisingan Di Lantai Produksi dengan Batas

Kebisingan Yang Diizinkan ... V-105 5.6. Grafik Penilaian 15 Responden Terhadap 8 Pertanyaan Kuesioner ... V-109 5.7. Level Kehilangan Pendengaran untuk Telinga Kiri Pekerja Sebelum dan

Sesudah Bekerja ... V-114 5.8. Level Kehilangan Pendengaran untuk Telinga Kanan Pekerja Sebelum dan

Sesudah Bekerja ... V-114 5.9. Keenam Perspektif dari Earmuff Rancangan Peneliti ... V-126


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Surat Penjajakan ke Perusahaan ... L-1 2. Surat Balasan dari Perusahaan ... L-2 3. Surat Keputusan Tugas Sarjana ... L-3 4. Lembar Asistensi Tugas Sarjana ... L-4 5. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-5


(18)

ABSTRAK

PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah salah satu perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk sparepart yang dibutuhkan oleh mesin-mesin yang ada pada industri kelapa sawit (PKS). Perusahaan ini berlokasi di Jalan KL. Yos Sudarso Km. 10,5 No. 56, Medan, Sumatera Utara.

Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi seperti mesin gerinda, mesin potong, mesin sekrap, mesin milling, mesin bubut, mesin roller, mesin bor, mesin las beberapa diantaranya menghasilkan kebisingan yang sangat mengganggu pendengaran. Melalui tujuh titik pengukuran yang ditetapkan, kebisingan yang paling tinggi mencapai 102,4 dB. Kondisi seperti itu terjadi sedikitnya selama durasi 10 menit selama 5 jam kerja. Hal ini jelas jauh melebihi rata-rata batas ambang pendengaran aman yang ditetapkan pemerintah yaitu 87 dB untuk 5 jam kerja.

Kebisingan yang terjadi menyebabkan 15 pekerja yang dijadikan sebagai responden penelitian hampir seluruhnya mengalami tingkat kehilangan pendengaran ringan, sedang dan berat. Hasil pengisian kuesioner juga menunjukkan hampir semua pekerja merasa tidak nyaman dengan kondisi kebisingan ini.

Penanganan yang dilakukan peneliti terhadap kondisi tersebut adalah melalui perancangan helmet earmuff. Namun dalam tugas sarjana ini, penelitian dibatasi hanya sampai kepada rancangan/prototipe saja tidak sampai kepada produk nyatanya. Dasar pembuatan rancangan eamuff ini disesuaikan dengan antropometri pekerja di lantai produksi. Prototipe ini dapat dijadikan sebagai acuan awal untuk meneruskan penelitian lebih lanjut untuk melakukan reduksi kebisingan di lantai produksi di industri ini.


(19)

ABSTRAK

PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah salah satu perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk sparepart yang dibutuhkan oleh mesin-mesin yang ada pada industri kelapa sawit (PKS). Perusahaan ini berlokasi di Jalan KL. Yos Sudarso Km. 10,5 No. 56, Medan, Sumatera Utara.

Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi seperti mesin gerinda, mesin potong, mesin sekrap, mesin milling, mesin bubut, mesin roller, mesin bor, mesin las beberapa diantaranya menghasilkan kebisingan yang sangat mengganggu pendengaran. Melalui tujuh titik pengukuran yang ditetapkan, kebisingan yang paling tinggi mencapai 102,4 dB. Kondisi seperti itu terjadi sedikitnya selama durasi 10 menit selama 5 jam kerja. Hal ini jelas jauh melebihi rata-rata batas ambang pendengaran aman yang ditetapkan pemerintah yaitu 87 dB untuk 5 jam kerja.

Kebisingan yang terjadi menyebabkan 15 pekerja yang dijadikan sebagai responden penelitian hampir seluruhnya mengalami tingkat kehilangan pendengaran ringan, sedang dan berat. Hasil pengisian kuesioner juga menunjukkan hampir semua pekerja merasa tidak nyaman dengan kondisi kebisingan ini.

Penanganan yang dilakukan peneliti terhadap kondisi tersebut adalah melalui perancangan helmet earmuff. Namun dalam tugas sarjana ini, penelitian dibatasi hanya sampai kepada rancangan/prototipe saja tidak sampai kepada produk nyatanya. Dasar pembuatan rancangan eamuff ini disesuaikan dengan antropometri pekerja di lantai produksi. Prototipe ini dapat dijadikan sebagai acuan awal untuk meneruskan penelitian lebih lanjut untuk melakukan reduksi kebisingan di lantai produksi di industri ini.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

PT. Apindowaja Ampuh Persada merupakan salah satu industri manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan dan perbaikan mesin-mesin untuk proses produksi kelapa sawit. Industri ini memiliki stasiun kerja yang tidak memiliki dinding pemisah terpisah antar-stasiun sehingga stasiun pembubutan, pengeboran, pemotongan, pengelasan, pengerolan, perakitan, penyetelan, dan perawatan mesin berada dalam satu ruang yang sama. Kondisi riil yang terjadi di lantai produksi saat ini adalah lantai produksi sangat bising dimana tingkat kebisingannya melebihi 100 dB, sementara hampir semua pekerja dalam melaksanakan pekerjaan tidak memakai alat pelindung telinga (earmuff) selama lebih dari 5 jam kerja.

Tingkat kebisingan melebihi 100 dB tersebut berasal dari pergesekan maupun tekanan mesin-mesin terhadap part-part kerja dan hal tersebut terjadi setiap hari selama 5 jam. Bagian dari mesin yang menyebabkan kebisingan tersebut adalah bagian bearing yang rusak/cacat maupun karena kelonggarannya, sehingga menimbulkan getaran pada mesin. Getaran terjadi akibat kelonggaran antara outer race dan bola pada bantalan telah melebihi standar yang telah ditetapkan. Maka, sebaiknya gaya yang diberikan dan tebal material yang dikerjakan perlu diperhatikan agar tidak terjadi getaran yang berlebihan dan


(21)

mempercepat keausan pada komponen bantalan yang pada akhirnya memperpendek umur pakai bantalan tersebut.

Mesin yang ideal akan menimbulkan getaran dengan amplitudo yang kecil, karena energi yang dihasilkan seluruhnya dirubah menjadi kerja. Akibat hal tersebut diatas, sehingga sebagian energi mesin tersebut terserap menjadi getaran. Getaran terjadi akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen motor, di mana elemen-elemen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan energi didisipasikan melalui struktur, dalam bentuk getaran. Kerusakan dan deformasi pada elemen-elemen mesin akan mengubah karakteristik dinamis sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran. Hal itu memicu terjadinya kebisingan, apalagi saat mesin bergesekan dengan part-part kerja.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 98 Tahun 1996, tentang batas maksimum rata-rata kebisingan dalam area kerja, batas rata-rata pendengaran normal dalam kondisi bekerja selama 5 jam maksimal 87 dB. Kondisi kebisingan tersebut mengakibatkan pekerja mengalami masalah secara fisiologis, psikologis maupun sosiologis pada pekerja. Dampak fisiologis yang dialami pekerja adalah ketulian parsial yang cukup parah. Berdasarkan pengukuran pada para pekerja, peneliti menemukan pekerja yang tidak bisa lagi mendengar intensitas suara sebesar 80 dB pada telinga kiri dan 75 dB pada telinga kanan. Dampak fisiologis berupa tekanan darah meningkat (hipertensi), jantung berdebar-debar juga dialami oleh para pekerja. Dampak psikologis maupun sosiologis yang terjadi pada


(22)

pekerja adalah stress dan perilaku agresif, gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan serta meningkatnya emosional.

Kondisi tersebut menjadi latar belakang peneliti untuk menawarkan solusi berupa perancangan pelindung telinga yang ergonomis (helmet earmuff). Namun dalam tugas sarjana ini penelitian dibatasi hanya sampai pada pembuatan rancangan/prototipe dari earmuff tersebut. Penanggulangan kebisingan di area kerja pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan sebelum sampai kepada penyediaan pelindung telinga. Pertama, pengendalian kebisingan terhadap sumbernya misalnya dengan substitusi alat, mengubah proses kerja dan dengan desain akustik melalui pengurangan vibrasi dari sumber kebisingan. Kedua, pengendalian kebisingan terhadap media rambatannya yaitu udara misalnya dengan memperjauh jarak, membuat batas pagaran/dinding maupun pembuatan akustik ruangan. Ketiga dengan menggunakan alat pelindung telinga.

Latar belakang peneliti mengangkat judul rancangan pelindung telinga ini adalah karena pihak pabrik berharap judul yang diangkat oleh peneliti bersifat aplikatif bagi pabrik, karena pada kenyataannya kondisi kebisingan sudah sangat lama tidak dilakukan penanganan secara bekelanjutan. Dua tahapan sebelumnya yaitu pengendalian kebisingan terhadap sumber dan media rambatan tidak dapat diangkat oleh peneliti karena “alasan internal” dari pihak pabrik.


(23)

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang terdapat di PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah tingkat kebisingan yang melebihi 100 dB yang terjadi di lantai produksi yang berbahaya untuk pendengaran, tidak diimbangi dengan penyediaan alat pelindung telinga (earmuff) bagi para pekerjanya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilaksanakan di PT. Apindowaja Ampuh Persada ini adalah:

Membuat rancangan pelindung telinga yang ergonomis. Tujuan Umum:

Menganalisis dampak kebisingan terhadap pekerja di lantai produksi dari sisi fisiologis, psikologis dan sosiologis.

Tujuan Khusus:

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Setiap pekerja diasumsikan dalam kondisi normal. Artinya dalam penelitian ini semua pekerja dalam keadaan sehat dan bekerja sebagaimana biasanya.

2. Metode kerja yang digunakan tidak berubah saat penelitian digunakan. 3. Faktor lingkungan seperti panas dan pencahayaan tidak mempengaruhi


(24)

Sementara itu batasan masalah yang digunakan adalah:

1. Penelitian dilakukan secara umum di seluruh lantai produksi dan secara khusus di stasiun kerja yang mengakibatkan kebisingan.

2. Penelitian dilakukan secara umum terhadap semua pekerja di lantai produksi dan secara khusus pada pekerja di stasiun kerja yang berinteraksi langsung dengan sumber kebisingan.

3. Penelitian dilakukan hanya sampai kepada pembuatan rancangan/prototipe alat pelindung telinga.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a) Bagi Peneliti

Melalui pelaksanaan penelitian di PT. Apindowaja Ampuh Persada, peneliti berharap dapat menerapkan setiap ilmu yang telah diperoleh di Teknik Industri USU dan mengaplikasikannya di industri ini. Peneliti juga berharap dapat membantu mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh industri ini melalui penerapan disiplin ilmu Teknik Industri.

b) Bagi Perusahaan

Melalui pelaksanaan penelitian ini, harapan peneliti, PT. Apindowaja Ampuh Persada memperoleh manfaat yang dapat diterapkan oleh industri ini untuk peningkatan produktivitas maupun keoptimalan kinerja dari


(25)

pekerjanya. Artinya peneliti berharap permasalahan dalam industri ini khususnya keoptimalan produktivitas dapat terselesaikan.

c) Bagi Departemen Teknik Industri USU

Peneliti berharap melalui penelitian yang dilaksanakan di industri ini, dapat mempererat hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri USU yang menghasilkan hubungan mutualisme yang dapat diperoleh kedua belah pihak.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Sarjana ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan akan menjelaskan mengenai kondisi yang terjadi pada PT. Apindowaja Ampuh Persada yang berupa latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan tugas sarjana.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Gambaran singkat tentang sejarah perusahaan PT. Apindowaja Ampuh Persada akan diuraikan dalam bagian ini, juga lokasi industri ini, proses produksi, mesin-mesin yang digunakan, jumlah pekerja, volume produksi dan hal lainnya uyang berkaitan dengan keberadaan perusahaan.


(26)

BAB III LANDASAN TEORI

Berbagai teori pendukung serta literatur akan diuraikan dalam bab ini, yang antara lain mengenai teori-teori yang berkenaan dengan sumber-sumber kebisingan, batas ambang pendengaran normal manusia, batas pendengaran yang berbahaya untuk pendengaran, kekuatan suara, tekanan suara, intensitas bunyi, strategi penanganan kebisingan, strategi penanganan resonansi dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perancangan pelindung telinga pekerja.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian akan menggambarkan grafik sistematis yang menjelaskan tentang tahapan pelaksanaan penelitian mulai awal hingga diperoleh tujuan akhir. Gambaran tersebut meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas dalam merancang pelindung telinga pekerja untuk mengoptimalkan kinerja pekerja.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Menyelesaikan penelitian tentunya akan memerlukan data berkaitan dengan masalah yang diangkat supaya dapat diolah dan diselesaikan permasalahannya. Bab ini menguraikan pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.


(27)

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Sebagai tindak lanjut dari proses pengolahan data tentunya perlu dianalisis hasil penelitian yang diperoleh dan dibandingkan dengan kondisi awal dengan tujuan melihat apakah terjadi perbaikan/perubahan yang signifikan setelah melakukan penelitian itu. Dalam bagian ini akan dilihat signifikansi pengaruh perancangan/penyediaan alat pelindung telinga setelah penelitian dilakukan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melalui semua tahapan mulai dari pembahasan latar belakang masalah, sampai pada analisis dan evaluasi masalah maka perlu adanya suatu rangkuman yang mendeskripsikan secara ringkas berkaitan dengan segala sesuatu yang sudah dilakukan selama penelitian termasuk hasil pengolahan data dan analisis serta evaluasinya. Sehingga dapat terlihat secara mudah hasil yang diperoleh dalam penelitian serta perbandingannya dengan kondisi awal.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Apindowaja Ampuh Persada merupakan industri manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan dan perbaikan mesin-mesin produksi kelapa sawit. PT. Apindowaja Ampuh Persada berdiri pada September 1991 dan berlokasi di Jalan K.L. Yos Sudarso Km. 10,5 No. 56 Medan, Sumatera Utara. Pendiri sekaligus pemilik perusahaan ini adalah Sofyan Tantono dan E.Tantono. perusahaan ini memiliki luas areal sebesar 4500m2 dengan lantai produksi 450m2.

PT. Apindowaja Ampuh Persada menggunakan sistem make to order. Hasil produksi sebagian besar diekspor ke Malaysia. Dalam menjalankan proses produksinya, teknologi produksi yang digunakan PT. Apindowaja Ampuh Persada bersifat mekanik dimana operator yang mengatur proses pergerakan mesin-mesin yang ada.

2.2. Organisasi dan Manajemen

Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi dapat pula didefenisikan sebagai struktur pembagian kerja dan struktur


(29)

tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

2.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang digunakan PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah struktur organisasi lini dan fungsional. Disebut lini karena tiap kepala bagian divisi memerintah secara langsung bawahannya, dan bawahan hanya bertanggung jawab kepada kepala bagian bidangnya. Disebut juga fungsional karena suatu bagian dapat berhubungan dengan anggota maupun kepala bagian secara langsung.

Struktur organisasi PT. Apindowaja Ampuh Persada dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.2.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab pada PT. Apindowaja Ampuh Persada dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Direktur Utama

Direktur utama merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional pabrik dan kelangsungannya serta pengembangan dari perusahaan tersebut.


(30)

Direktur utama Kabag Keuangan Kasir Accounting Kabag Produksi Bag pembubutan Bag Pengeboran Bag Pemotongan Bag pengelesan Bag pengerolan Bag Perakitan Kabag Teknik Bag perawatan mesin

Bag Listrik Satpam Kabag Personalia Penyetelan/ QC Kabag Penerimaan/ pengiriman Bag Persediaan Bag pemasaran Hubungan fungsional Hubungan lini/ garis


(31)

Tugas direktur adalah sebagai berikut :

a. Merencanakan, mengarahkan dan menganalisa dan mengevaluasi serta menilai kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada perusahaan.

b. Bertugas mengawasi kebijaksanaan dan tindakan setiap kepala bagian dan menjalin hubungan baik.

c. Melaksanakan kontrak-kontrak dengan pihak luar. 2. Kepala Bagian Keuangan

Kepala bagian keuangan bertanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan administrasi dan keuangan perusahaan.

Tugas kepala bagian keuangan adalah sebagai berikut :

a. Mengawasi penggunaan dana, barang dan peralatan pada masing-masing departemen dalam perusahaan.

b. Bertanggung jawab atas hal-hal yang berhubungan dengan keuangan dan administrasi perusahaan.

3. Kepala Bagian Produksi

Kepala bagian produksi memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan produksi berlangsung secara lancar dan efisien dalam memenuhi target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Tugas kepala bagian produksi adalah sebagai berikut :

a. Mengawasi semua kegiatan proses produksi yang berlangsung di lantai pabrik seperti pemotongan, pembubutan, perakitan, dan proses lainnya. b. Mengkoordinir dan mengarahkan setiap bawahannya serta menentukan


(32)

c. Mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan produksi agar dapat mengetahui kekurangan dan penyimpangan/kesalahan sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk kegiatan berikutnya

4. Kepala Bagian Teknik

Tugas kepala bagian teknik adalah sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab atas tersedianya mesin, peralatan dan kebutuhan listrik demi kelancaran produksi.

b. Mendelegasikan dan mengkoordinir tugas-tugas di bagian perawatan mesin dan listrik.

5. Kepala Bagian Personalia

Tugas kepala bagian personalia adalah :memiliki tanggung jawab mengelola kegiatan bagian personalia dan umum, mengatur kelancaran kegiatan ketenagakerjaan, hubungan industrial dan umum, menyelesaikan masalah yang timbul dilingkungan perusahaan dan bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan perusahaan.

Tugas dari kepala bagian personalia adalah sebagai berikut:

a. Mengadakan pengangkatan dan pemberhentian karyawan dan menyelesaikan konflik antara sesama karyawan dan atasan dengan bawahan.

b. Mengatur hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan c. Membantu pimpinan dalam promosi dan mutasi karyawan


(33)

6. Kepala Bagian Penerimaan dan Pengiriman

Kepala bagian penerimaan dan pengiriman bertanggung jawab atas proses pemesanan bahan baku serta pengiriman produk akhir ke konsumen. Tugas kepala bagian penerimaan dan pengiriman adalah :

a. Mendata jumlah bahan baku yang dibeli dari perusahaan lain. b. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan tingkat persaingan.

c. Menentukan kebijaksanaan dan strategi pemasaran perusahaan yang mencakup jenis produk yang akan dipasarkan, harga pendistribusian dan promosi.

7. Accounting

Tugas bagian akuntansi adalah membantu Kepala Bagian Keuangan dalam hal kegiatan administrasi dan keuangan.

8. Kasir

Tugas kasir adalah sebagai berikut :

a. Menerima dan mengeluarkan uang untuk berbagai keperluan.

b. Memberikan secara langsung upah atau gaji karyawan yang telah ditetapkan oleh atasan.

9. Bagian Pembubutan

Tugas bagian pembubutan adalah bertanggung jawab atas semua proses pembubutan seluruh spare part yang akan dihasilkan.

10.Bagian Pengeboran

Tugas bagian pengeboran adalah bertanggung jawab atas semua proses pengeboran seluruh spare part yang akan dihasilkan.


(34)

11.Bagian Pemotongan

Tugas bagian pemotongan adalah bertanggung jawab atas semua proses pemotongan seluruh spare part yang akan dihasilkan.

12.Bagian Pengelasan

Tugas bagian pengelasan adalah bertanggung jawab atas semua proses pengelesan seluruh spare part yang akan dihasilkan.

13.Bagian Pengerolan

Tugas bagian pengerolan adalah bertanggung jawab atas semua proses pengerolan seluruh spare part yang akan dihasilkan.

14.Bagian Perakitan

Tugas bagian perakitan adalah memasang/ merakit seluruh komponen / spare part menjadi produk digester/ screwpress.

15.Bagian Penyetelan / QC

Tugas bagian penyetelan/ QC adalah bertanggung jawab atas kualitas produk apakah sudah siap untuk dikirim atau belum melalui penyetelan produk.

16.Bagian Perawatan Mesin

Tugas bagian perawatan mesin adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengecekan dan mencatat keadaan mesin/peralatan secara berkala (rutin) atau pada saat-saat diperlukan dan melaporkannya kepada kepala bagian teknik.

b. Melakukan perawatan dan perbaikan secara berkala atau saat-saat yang diperlukan.


(35)

17.Bagian Listrik

Tugas bagian listrik adalah melakukan pemeriksaan kebutuhan listrik secara berkala yang dipakai untuk produksi.

18.Satpam

Tugas satpam adalah sebagai berikut :

1. Menjaga keamanan dan melaksanakan kegiatan pengamanan di seluruh kompleks perusahaan.

2. Mengambil tindakan pengamanan dan perlindungan ketika tejadi gangguan keamanan di dalam kompleks perusahaan.

19.Bagian Persediaan

Tugas bagian persediaan adalah sebagai berikut :

a. Mencatat jumlah persediaan material yang masuk dan keluar.

b. Memeriksa persediaan material (control stock) sehingga pada saat diperlukan selalu tersedia.

20.Bagian Pemasaran

Tugas bagian pemasaran adalah bertugas untuk melakukan pemasaran koordinasi penjualan langsung baik ekspor maupun impor.

2.2.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan demi berjalannya gerak langkah perusahaan didasari atas kebutuhan setiap bagian lahan kerja. Tenaga kerja pada PT. Apindowaja Ampuh Persada terbagi kepada dua bagian, yaitu:


(36)

1. Tenaga Kerja Tidak Langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung terhadap berjalannya proses produksi, tetapi berdampak terhadap berjalannya proses produksi, baik dalam bidang manajemen ataupun administratif. Tenaga kerja tidak langsung PT. Apindowaja Ampuh Persada berjumlah 8 orang.

2. Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang berhubungan langsung terhadap pembuatan produk. PT. Apindowaja Ampuh Persada memiliki 35 tenaga kerja langsung dimana 12 orang karyawan tetap dan 23 orang karyawan harian .

Pembagian shift kerja yang diterapkan di PT. Apindowaja Ampuh Persada hanyalah satu shift kerja dengan lama jam kerja 8 jam/hari dan jumlah hari kerja 6 hari/minggu. Jadwal kerja dimulai pada pukul 08.00 WIB – 16.00 WIB. Apabila jumlah permintaan tinggi maka dilakukan overtime mulai pukul 16.00 WIB – 20.00 WIB.

2.2.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan pada PT. Apindowaja Ampuh Persada diatur berdasarkan status karyawan, dimana pemberian upah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, kecakapan, prestasi kerja, dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan. Pajak atas upah menjadi tanggung jawab masing-masing karyawan. Pengupahan pada perusahaan ini terdiri atas :


(37)

a. Upah pokok b. Insentif

c. Tunjangan makan

Bagi karyawan yang melakukan kerja lembur akan mendapatkan tambahan yang dihitung berdasarkan tarif upah lembur. Selain upah pokok yang diterima oleh karyawan, perusahaan memberikan suatu jaminan sosial dan tunjangan kepada karyawan. Adapun tunjangan yang diberikan antara lain :

a. Tunjangan Hari Raya dan Tahun Baru b. Tanggungan kecelakaan kerja.

2.3. Proses Produksi 2.3.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan produk yang memiliki persentase yang paling besar dibandingkan bahan-bahan lainnya dan akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut dalam proses produksi sampai dihasilkannya produk jadi.

PT. Apindowaja Ampuh Persada menggunakan bahan baku berupa potongan besi. Sumber bahan baku diperoleh dari pengecoran logam Indo dan hasil impor dari luar negeri (Jerman, Singapura, dan Cina).

2.3.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan mutu produk dimana bahan ini merupakan bagian


(38)

dari produk. Bahan tambahan yang digunakan adalah PT Apindowaja Ampuh Persada adalah cat tahan panas yang digunakan untuk memberikan warna pada produk digester dan screwpress.

2.3.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam rangka memperlancar proses produksi dan bahan ini bukan bagian dari produk akhir. Bahan penolong yang digunakan pada PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah LPG dan oksigen yang digunakan untuk proses pemotongan plat baik yang tipis maupun yang tebal dari berbagai macam ukuran yang diperlukan dalam proses produksi.

2.3.4. Standar Mutu Bahan Baku

Standar mutu sangat perlu untuk ditingkatkan dan dipertahankan guna menjaga produk sebagai hal yang terpenting. Perusahaan selalu meyakinkan kualitas

pasokan dari para pemasoknya karena perusahaan mengawasi secara penuh kualitas dan proses produksinya. Untuk standar material harus dipastikan bebas dari korosi yang berlebihan, kerusakan seperti cacat permukaan, perubahan bentuk seperti tekuk dan puntir. Selain itu material harus dikontrol untuk memastikan bahwa material dengan standar yang berbeda atau material yang cacat tidak tercampur dengan material yang telah lolos uji penerimaan, dan material harus disimpan dalam kondisi yang bagus. Oleh karena itu perusahaan melakukan


(39)

strategi proaktif untuk mengidentifikasi potensi sumber masalah dalam penyediaan serta melakukan pengawasan yang ketat.

Perusahaan tetap berhubungan erat dengan pelanggan utama. PT Apindowaja Ampuh Persada juga memberikan masukan-masukan tentang perubahan-perubahan yang mungkin diperlukan dalam peraturan atau jenis-jenis material yang diperlukan di masa yang akan datang.

2.3.5. Standar Mutu Produk

Standar mutu sparepart yang dihasilkan oleh perusahaan PT. Apindowaja Ampuh Persada berbeda-beda sesuai dengan ukuran yang dipesan konsumen. Apabila terjadi kecacatan produk seperti kesalahan ukuran maka konsumen berhak meminta penggantian produk yang cacat tersebut kepada perusahaan.

2.3.6. Uraian Proses Produksi

Proses produksi produk sparepart pada perusahaan dapat dilihat pada lampiran.

2.3.7. Mesin dan Peralatan

Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau mengubah energi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan tugas manusia. Biasanya membutuhkan sebuah masukan sebagai pelatuk, mengirim energi yang telah diubah menjadi sebuah keluaran dan melakukan tugas yang telah disetel.


(40)

Adapun jenis dari mesin-mesin produksi yang digunakan oleh PT Apindowaja Ampuh Persada adalah sebagai berikut :

1. Nama Mesin : Mesin las Merk/ Type : BX 160 Berat : 107 kg Arus : 160 A Jumlah : 4 unit 2. Nama Mesin : Mesin Bor

Merk/ Type : Radial

Tegangan : 380 V Diameter maksimum : 115 mm Putaran : 150-2100 rpm Kedalaman pemakanan : 150 mm Jumlah : 3 Unit

3. Nama Mesin : Automatic Cutting Merk/ Type : LG TGC 100-SB Tegangan : 380 V

Daya : 200 Watt Diameter maksimum : 120 mm Jumlah : 2 unit

4. Nama Mesin : Mesin potong Tebal maksimum : 5 mm


(41)

Diameter maksimum : 1200 mm Jumlah : 4 unit

5. Nama Mesin : Mesin gerinda Diameter batu gerinda : 125 mm Putaran : 5500 rpm Jumlah : 2 unit 6. Nama Mesin : Mesin Bubut

Merk/ Type : ZMM Metalik CM 8 Putaran : 850 rpm

Jumlah : 10 Unit 7. Nama Mesin : Mesin Sekrap

Merk/ Type : Hudong/4503537

Daya : 3000 Watt

Jumlah : 2 unit

8. Nama Mesin : Mesin Remer Merk/ Type : Sudco

Daya : 2 HP

Jumlah : 1 unit 9. Nama Mesin : Mesin Rol

Merk/ Type : Heisteel type ASY –HA no70479 Daya : 60 HP

Phasa : 3 Phasa Jumlah : 2 Unit


(42)

10. Nama Mesin : Mesin Boring

Merk/ Type : Radial

Tegangan : 380 V Diameter maksimum : 250 mm Putaran : 300-3000 rpm Kedalaman pemakanan : 200 mm Jumlah : 1 Unit

Adapun peralatan yang digunakan oleh PT. Apindowaja Ampuh Persada dalam proses produksi adalah sebagai berikut :

1. Kereta sorong

Fungsi : Alat angkut untuk memindahkan material yang digerakkan dengan cara manual

Jumlah : 5 unit 2. Crane

Fungsi : Alat untuk memindahkan beban yang berat yang dilengkapi katrol Jumlah : 2 unit

3. Meteran

Fungsi : Mengukur ukuran plat yang digunakan Jumlah : 20 unit

4. Jangka Sorong

Fungsi : Mengukur diameter dan ukuran dari pembentukan lubang dan Profil yang digunakan pada pembubutan


(43)

5. Kawat las

Fungsi : Digunakan sebagai logam pengisi pada proses pengelesan Jumlah : 5 kotak

2.3.8. Utilitas

Utilitas merupakan fasilitas pendukung yang digunakan untuk kelancaran dalam melakukan proses produksi pada lantai produksi. Adapun fasilitas pendukung yang digunakan pada PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah arus listrik. PT. Apindowaja Ampuh Persada menggunakan arus listrik yang bersumber dari PLN dan generator pembangkit listrik tenaga diesel.


(44)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Deskripsi Ergonomi

Ergonomi adalah salah satu disiplin ilmu ilmiah Teknik Industri yang mempelajari tentang perancangan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan tubuh manusia, pergerarakannya maupun kemampuan kognitifnya, sehingga manusia dapat hidup dengan nyaman.1

Ergonomi berbicara tentang bagaimana mereduksi kelelahan, resiko kecelakaan dan kenyamanan manusia saat beraktifitas melalui perancangan produk yang terlibat dalam aktifitasnya. Ergo berarti kerja dan nomos berarti aturan sehingga ergonomi adalah ilmu ilmiah yang diterapkan oleh manusia supaya manusia itu beraktifitas sesuai dengan aturan kerja dengan tujuan mendatangkan kenyaman bagi manusia itu sendiri saat melakukannya (Openshaw, 2006).

Menurut Asosiasi Ergonomi Internasional, Ergonomi adalah disiplin ilmu ilmiah yang berkaitan dengan pemahaman tentang interaksi antara manusia dengan elemen lain dari sebuah sistem, dan profesi yang mempraktekkan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang dengan tujuan untuk mengoptimalkan kehidupan manusia dan kinerja sistem keseluruhan.

Sebuah perancangan yang ergonomis tentunya harus memperhatikan aspek fisiologis dan psikologis manusia itu sendiri. Apabila kedua aspek tersebut tidak

1

Openshaw, Scott. 2006. Ergonomics and Design A Reference Guide. AllSteel Incorporation. Iowa


(45)

diikutsertakan maka rancangan itu tidak akan digunakan sepenuhnya oleh manusia. Bila suatu rancangan justru mempercepat kekelahan bagi si pemakainya otomatis rancangan itu merugikannya bukan menyamankan. Bila suatu rancangan justru menimbulkan resiko kecelakaan kerja baginya maka hal itu justru membahayakan bukan menyamankan.

Manusia cenderung menggunakan fisiknya dalam melaksanakan aktifitasnya. Oleh karena itu segala sesuatu yang berinteraksi dengan tubuh manusia haruslah memberikan kenyamanan baginya. Namun untuk mencapai hal tersebut manusia perlu terus menggali dan belajar dari kesalahan yang ada. Karena bila tidak ditanggulangi maka stress bahkan kecelakan kerja yang semakin tinggilah yang akan terjadi.

3.2. Dampak Stress

Stress sebenarnya adalah bagian yang terintergrasi secara normal dalam hidup manusia. Stress itu lumrah adanya.2

2

Wiley, John and Son. 1983. Stress and Fatiqoe in Human Performance. Inggris. Page Bros Norwich Limited.

Beberapa penyebab timbulnya stress antara lain adalah karena latihan, pengekangan, panas, dingin, kebisingan, penyakit, kejutan, luka dan infeksi. Semua hal tersebut mempengaruhi fisikal stimulus manusia yang menimbulkan respon stress. Ketika seseorang dalam kondisi santai, maka respon stress itu tetap ada namun kecil. Tapi, pada saat seseorang mulai fokus dalam melakukan suatu aktifitas, otak mempersiapkan kita untuk beraksi baik secara psikologi maupun fisiologi. Namun stress yang tinggi


(46)

itu akan terjadi apabila situasi yang berinteraksi dengan manusia tidak jelas adanya, berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama disitulah stress yang berbahaya itu terjadi bahkan bisa menyebabkan kecelakaan kerja yang fatal. Namun bagaimanapun, stress itu selalu menjadi bagian yang alami dalam hidup manusia.

Jadi, respon stress merupakan besar beban yang diterima oleh sistem proses informasi kita dan konsekuensi yang kita terima ketika menerima beban tersebut (Wesnes dan David, 1983).

3.3. Deskripsi Kebisingan3 3.3.1. Definisi Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak di inginkan karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambat energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambat longitudinal. Rambatan gelombang di udara ini dikenal sebagai suara atau bunyi. Laju rambat gelombang suara di udara sangat bergantung terhadap suhu sekitarnya. Pada suhu 20°C laju rambat suara sekitar 344 m/dt. Setiap kenaikan 10ºC maka laju rambat suara di udara bertambah sekitar 0,61 m/dt (Sasongko dkk., 2000).


(47)

Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola mampatan-regangan molekul udara yang dilalui. Banyaknya mampatan renggangan yang terjadi dalam suatu interval watku tertentu disebut frekuensi suara. Satuannya dinyatakan dalam hertz (Hz) jika interval waktu kejadian dinyatakan dalam detik (Sasongko dkk., 2000).

Kebisingan juga merupakan salah satu penyebab timbulnya stress. Menurut Sasongko, dkk (2000), kebisingan merupakan gangguan yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama berasal dari kegiatan operasional peralatan pabrik, sedangkan operator (karyawan yang mengoperasikan peralatan pabrik) merupakan komponen lingkungan yang terkena pengaruh yang diakibatkan adanya peningkatan kebisingan. Oleh sebab itu diperlukan upaya pengendalian bising di lingkungan pabrik yang mencakup pengendalian untuk karyawan dan juga untuk lingkungan sekitar pabrik.

Pada umumnya dalam dunia industri, kebisingan merupakan gabungan dari beberapa komponen sumber suara, yaitu antara lain (Quadrant Utama, 2002) :

a. Fluid turbulence, bising yang terbentuk oleh getaran yang diakibatkan benturan

antar partikel dalam fluida, misalnya terjadi pada pipa, valve, gasexhaust.

b. Moving and vibration part, bising terjadi oleh getaran yang disebabkan oleh gesekan, benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian. Mesin / peralatan seperti bearing pada kompresor, turbin, pompa, blower .

c. Temperature Difference, bising yang terbentuk oleh pemuaian dan penyusutan fluida, misalnya terjadi pada mesin jet pesawat.


(48)

d. Eletrical equipment, bising yang disebabkan efek perubahan fluks elektromagnetik pada bagian inti yang terbuat dari logam, misalnya generator, motor listrik, transformator.

3.3.2. Jenis Kebisingan

Sementara itu, menurut Suma’mur (1996) berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, jenis kebisingan yang sering dijumpai dibagi menjadi:

a. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady statewide band noise). Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya kipas angin.

b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state narrowband noise). Bising ini juga relatif tetap tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (500 Hz, 1000 Hz dan 4000 Hz). Misalnya gergaji mesin dan katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Bising ini tidak terjadi terus-menerus melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya, suara lalu lintas dan kebisingan di bandara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan mercon dan meriam.

e. Kebisingan impulsif berulang. Sama dengan kebisingan impulsif tetapi disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.


(49)

Sementara menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia kebisingan dapat dibagi atas:

a. Kebisingan yang Mengganggu (Irritating Noise). Intensitas tidak terlalu keras. Misalnya mendengkur.

b. Kebisingan yang menutupi (Masking Noise). Bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

c. Kebisingan yang Merusak (Damaging/Injurious Noise). Bunyi yang intensitasnya melampaui ambang batas pendengaran. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Intensitas kebisingan diukur dalam satuan desibel (dB). Desibel itu sendiri merupakan sebuah unit ukuran berbasis logaritma yang menggunakan nilai 2 x 10-5 Pa sebagai titik awal untuk nilai 0 dB. Nilai 0 dB merupakan tekanan terendah yang dapat dideteksi pada bunyi alami 1000 Hz. Dari hasil penelitian, telinga manusia itu lebih sensitif pada frekuensi suara antara 1000 – 5000 Hz dan kurang sensitif diatas dan dibawah standar itu. Sementara itu untuk dB-A sering digunakan dengan penyesuaian dengan dB dimana keduanya dapat saling ditukar untuk kebutuhan pengendalian kebisingan. Pada penggunaan dB-B digunakan untuk frekuensi menengah namun tidak lagi digunakan saat ini. Sementara dB-C digunakan lebih fokus untuk frekuensi rendah, dan dB-D digunakan untuk frekuensi yang sangat tinggi seperti paparan kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat jet. Karena kebutuhan akan konversi tekanan suara ini


(50)

maka peneliti menetapkan nilai faktor koreksi jika dB diubah kedalam db-A, dB-B, dB-C, dan dB-D yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai faktor Koreksi untuk Konversi dB ke A, B, dB-C dan dB-D

Frekuensi Nilai Faktor Koreksi

dB-A dB-B dB-C dB-D

10 -70,4 -38,2 -14,3 -26,5

12,5 -63,4 -33,2 -11,2 -24,5

16 -56,7 -28,5 -8,5 -22,5

20 -50,5 -24,2 -6,2 -20,5

25 -44,7 -20,4 -4,4 -18,5

31,5 -39,4 -17,1 -3 -16,5

40 -34,6 -14,2 -2 -14,5

50 -30,2 -11,6 -1,3 -12,5

63 -26,2 -9,3 -0,8 -11

80 -22,5 -7,4 -0,5 -9

100 -19,1 -5,6 -0,3 -7,5

125 -16,1 -4,2 -0,2 -6

160 -13,4 -3 -0,1 -4,5

200 -10,9 -2 0 -3

250 -8,6 -1,3 0 -2

315 -6,6 -0,8 0 -1

400 -4,8 -0,5 0 -0,5

500 -3,2 -0,3 0 0

630 -1,9 -0,1 0 0

800 -0,8 0 0 0

1000 0 0 0 0

1250 0,6 0 0 2

1600 1 0 -0,1 5,5

2000 1,2 -0,1 -0,2 8

2500 1,3 -0,2 -0,3 10

3150 1,2 -0,4 -0,5 11

4000 1 -0,7 -0,8 11

5000 0,5 -1,2 -1,3 11

6300 -0,1 -1,9 -2 10

8000 -1,1 -2,9 -3 8,5

10000 -2,5 -4,3 -4,4 6

12500 -4,3 -6,1 -6,2 3

16000 -6,6 -8,4 -8,5 -4

20000 -9,3 -11,1 -11,2 -7,5


(51)

Contoh perhitungan dari konversi dB ke dB-A dapat dilihat pada persoalan berikut:

Intensitas suara 100 dB pada frekuensi 31,5 Hz jika dilihat dari Tabel 3.1 mempunyai nilai faktor koreksi – 39,4. Maka jika dikonversi kedalam dB-A maka suara yang sebenarnya diterima oleh telinga manusia adalah (100 dB – 39,4 dB) = 60,6 dB.

3.3.3. Dampak Kebisingan

Risiko kerusakan pendengaran (Damage Risk on Hearing) pada karyawan dapat disebabkan oleh paparan bising karena tingkat bising yang tinggi atau waktu kumulatif paparan yang berlebihan. Karyawan industri sangat rentan terhadap kerusakan pendengaran dalam bentuk pergeseran ambang dengar temporal

(Temporary Threshold Shift-TTS) atau permanen (Permanent Threshold Shift-PTS).

Kerusakan pendengaran ditandai dengan meningkatnya ambang dengar (Threshold of

Hearing) atau menurunnya sensitivitas dengar (Hearing Sensitivity) secara temporer

atau permanen (Quadrant Utama, 2002).

Peningkatan tingkat kebisingan yang terus-menerus dari berbagai aktivitas manusia pada lingkungan industri dapat berujung kepada gangguan kebisingan. Efek yang ditimbulkan kebisingan adalah (Sasongko dkk., 2000) :

1. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuat kaget, mengganggu, mengacaukan konsentrasi);

2. Menginterferensi komunikasi dalam percakapan dan lebih jauh lagi akan menginterferensi hasil pekerjaan dan keselamatan bekerja.


(52)

3. Efek fisis (kebisingan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan pendengaran dan rasa sakit pada tingkat yang sangat tinggi).

Kekerasan bunyi pun dapat dampak buruk bagi manusia. Disamping frekuensi yang terdengar, frekuensi yang tidak terdengar pun dapat memberikan efek negatif. Getaran peralatan listrik yang tidak terdengar bila cukup keras akan menyebabkan tubuh akan bereaksi dengan gejala gelisah, berkeringat dan sebagainya. Efek bunyi dapat menjadi sangat buruk bila terjadi komplikasi. Misalnya musik keras dari jenis musik yang tidak disukai yang berlangsung lama dan terus menerus bahkan bisa membuat seseorang kehilangan kontrol atas emosinya. Tabel 3.2.menunjukkan pengaruh kekerasan bunyi pada manusia:

Tabel 3.2. Efek Kekerasan Bunyi Kebisingan

(dBA)

Efek

30 – 65

Bila berlangsung terus-menerus akan mengganggu selaput telinga dan menyebabkan gelisah.

65 – 90

Bila berlangsung terus-menerus akan mengganggu selaput vegetatif manusia (jantung, peredaran darah dan lain-lain)

90 – 130 Bila berlangsung terus-menerus akan merusak telinga

(Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)

Pada Tabel 3.3 dapat dilihat standar kekurangan kemampuan pendengaran menurut ISO:


(53)

Tabel 3.3 Standar Kehilangan Kemampuan Pendengaran Level Kekurangan Pendengaran Batas Interval Pendengaran (dB) Keterangan

Normal 0 – 25 Pendengar masih jarang mengalami kesulitan mendengar dalam jarak lebih dari 3 meter.

Ringan 26 – 40

Penderita akan mendapat kesukaran dalam komunikasi jarak jauh, sehingga mempunyai handikap di dalam forum pertemuan.

Misalnya : pertemuan sosial ataupun pertemuan ilmiah. Klinis penderita sukar diajak bercakap-cakap pada jarak kurang lebih dari 3 meter.

Sedang 41 – 60

Selain penderita mendapat kesukaran di dalam komunikasi jarak jauh, juga pada jarak dekat. Jadi penderita tidak dapat mengikuti percakapan sehari-hari. Klinis percakapan pada jarak 1 meter sudah mendapat kesukaran untuk mengerti arti kata.

Berat 61 – 90

Biasanya penderita sudah tidak dapat diajak berkomunikasi dengan suara biasa, sehingga untuk dapat menangkap arti kata-kata, suara perlu dikeraskan (menaikkan amplitudo) yaitu dengan berteriak atau dengan megafon amplifier

Sangat Berat >> 90 level berat tapi level ini umumnya penderitanya

hampir mengalami ketulian total Hampir sama dengan penderita level berat.

3.3.4. Pengendalian Kebisingan

Upaya pengendalian kebisingan dapat melibatkan tiga elemen yaitu sumber kebisingan, lintasan rambatan kebisingan dan penerima kebisingan. Ketiga hal ini saling berkaitan sehingga pengetahuan akan ketiga elemen ini sangat diperlukan sebelum mencoba menyelesaikan masalah kebisingan

1. Pengendalian pada sumber bising, yaitu melakukan upaya agar tingkat bising yang dihasilkan oleh sumber dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Beberapa usaha yang sering dilakukan antara lain menciptakan mesin-mesin dengan tingkat bising yang rendah, menempatkan sumber bising jauh dari

. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


(54)

penerima (manusia atau daerah hunian), menutup sumber bising (acoustic ensclosure).

2. Pengendalian pada medium, yaitu melakukan upaya penghalangan bising pada jejak atau jalur propogasinya. Dalam bagian ini dikenal 2 (dua) jalur propogasi bising yaitu propogasi melalui udara (airbone noise) dan melalui struktur bangunan (structure borne noise). Gejala yang terjadi pada structure borne noise lebih kompleks dibandingkan dengan airbone noise karena adanya gejala propogasi getaran selain suara. Beberapa usaha pengendalian bising pada jejak propogasi ini antara lain merancang penghalang akustik (accoustic barrier), dinding insulasi (insulation walls) atau memutus jalur getaran melalui struktur dengan memasang vibration absorber.

3. Pengendalian pada penerima, yaitu melakukan upaya perlindungan pada pendengar (manusia) yang terkena paparan bising (noise exposure) dengan intensitas tinggi dan waktu yang cukup lama. Biasanya pengendalian bising ini diperlukan pada lingkungan industri atau pabrik bagi para pekerja yangberhadapan dengan mesin – mesin. Pengendalian bising disini dimaksudkan untuk melindungi para pekerja dari kemungkinan kerusakan pendengarannya sebagai akibat dari dosis bising (noise dose) yang diterimanya setiap hari kerja. Sesuai dengan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia dipersyaratkan bahwa untuk tempat kerja dengan tingkat bising ≥ 85 dBA, maka pekerja diharuskan untuk memakai pelindung telinga (ear protector) seperti misalnya ear plug, ear muff atau kombinasi dari keduanya, selain mengatur waktu kerja untuk mengurangi


(55)

dosis bising yang diterimanya setiap hari. Dalam upaya pengendalian kebisingan di lingkungan pabrik agar lebih efektif, maka perlu dilakukan identifikasi masalah kebisingan di pabrik, dan menentukan tingkat kebisingan yang diterima oleh karyawan.

Data yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan analisis hal-hal yang berkaitan dengan upaya mengurangi kebisingan secara teknis di sumber suara adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi tingkat kebisingan. Selain itu juga pengendalian kebisingan dapat ditempuh secara administratif dengan cara mengatur pola kerja. Upaya terakhir dengan penggunaan alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan seperti penyumbat telinga dan pelindung telinga (Environmental Pollution

Control Center, OsakaPrefecture Japan, 2004).

Dalam segi keselamatan dan kesehatan pekerja maka program pemantauan Penurunan Kemampuan Pendengaran (Hearing Loss) atau Kerusakan Pendengaran (Hearing Defect) merupakan usaha yang kontinyu dan reguler harus dilakukan oleh divisi Industrial Hygene melalui tes Audiology untuk setiap pekerja. Pada umumnya setiap pekerja harus memiliki catatan historis tentang tingkat pendengaran atau Ambang Dengar (Threshold of Hearing) selama bekerja (Quadrant Utama, 2002). Kebisingan sebagai suara yang tidak dikehendaki harus dikendalikan agar tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan manusia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999, tentang Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja, ditetapkan sebesar 85 dBA. Nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa


(56)

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktukerja secara terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

Standar yang ditetapkan pemerintah untuk pemantauan kebisingan lingkungan kerja mengacu kepada Keputusan Menteri Tenaga KerjaNo.51/MEN/1999 dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kebisingan Menurut Kepmen No. 51/ MEN/1999

Lama Kebisingan yang diperbolehkan / Hari

Satuan waktu

Batas Kebisingan Maksimum

(dBA)

8 Jam 85

4 Jam 88

2 Jam 91

1 Jam 94

30 Menit 97

15 Menit 100

7,5 Menit 103

3,75 Menit 106

1,88 Menit 109

0,94 Menit 112

28,12 Detik 115

14,06 Detik 118

7,03 Detik 121

3,52 Detik 124

1,76 Detik 127

0,88 Detik 130

0,44 Detik 133

0,22 Detik 136

0,11 Detik 139

(Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.)

(Sumber : LAMPIRAN II: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA


(57)

3.4 Akustika4

Akustika adalah ilmu tentang bunyi. Akustika dibagi menjadi akustika ruang (room accoustis) yang menangani bunyi-bunyi yang dikehendaki dan kontrol kebisingan (noise control) yang menangani bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi yang dapat didengar oleh manusia itu sendiri berada pada interval 20 – 20.000 Hz, dimana dibawah rentang tersebut disebut bunyi infrasonik dan diatas intervel tersebut disebut bunyi ultrasonik yang keduanya tidak lagi dapat didengar oleh manusia. Bunyi itu sendiri tidak sepenuhnya berasal dari manusia. Ada yang dinamakan bunyi udara (airbone sound) yang merambat melalui udara dan bunyi struktur (structural sound) yang merambat melalui struktur bangunan.

3.4.1. Istilah-istilah Dalam Akustika

Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf dapat terganggu. Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah intensitas bunyi yang sangat lemah yang masih dapat didengar oleh telinga manusia, berenergi 10 -12 W/m2. Ambang bunyi ini sidepakati mempunyai tingkat bunyi 0 dB. Ambang sakit (threshold of pain) adalah kekuatan bunyi yang dapat menyebabkan sakit pada telinga manusia, berenergi 1 W/m2 .

Adapun grafik yang menunjukkan kombinasi antara skala sumber bunyi dan rentang frekuensinya dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kriteria kebisingan (Noise Criterion : NC) disebut juga bunyi latar yang diperkenankan agar aktivitas

4


(58)

tidak terganggu) merupakan tingkat kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya. Pengurangan kebisingan (Noise Reduction; NR) merupakan kekuatan bunyi yang diukur dalam desibel (dB). Kriteria pengurangan kebisingan (Noise Reduction Criteria; NRC) merupakan perhitungan rata-rata dibulatkan ke bilangan terdekat 0,05 antara 250, 500, 1000, 2000 (125 dan 4000 tidak ikut dihitung). Informasi NRC biasanya menyertai papan akustik. Adapun perbandingan antara tingkat bunyi beberapa sumber dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Selain hal diatas ada yang dikenal dengan sebutan A,B, C weighted decibels yang merupakan koreksi terhadap tingkat bunyi nyata untuk menyesuaikan dengan perasaan manusia. A sangat mengurangi kepekaan pada bunyi frekuensi rendah, B sedikit mengadakan penyesuaian, C tidak mengubah ukuran. Tingkat kebisingan yang diperbolehkan (acceptable noise level) adalah tingkat kebisingan yang diperkenankan terjadi di suatu ruangan agar aktifitas tidak terganggu. Ruang tidur di rumah pribadi misalnya jika pada malam hari tingkat kebisingannya melebihi 25 dBA tentu akan menyebabkan gangguan. Kehilangan transmisi (transmission loss ;Tl) adalah daya media untuk menghambat bunyi diukur dengan dB yang berbeda untuk setiap frekuensi. Pori-pori dapat mengurangi TL hingga 15 dB. Kekerasan suara (loudness) adalah kekuatan bunyi yang dirasakan oleh telinga manusia diukur dengan foon atau dBA (weighted decibel). Kekerasan bunyi dibedakan dengan tingkat bunyi (sound level). Dengan kesepakatan grafik kekerasan bunyi bertemu dengan grafik tingkat bunyi pada frekuensi 1000 Hz. Jdi 100 dB 100 Hz kurang menyakitkan dibanding 100 dB


(59)

3200 Hz. Tetapi 100 dBA (atau foon) 100 Hz sama menyakitkannya dengan 100 dBA 3200 Hz.

Bunyi Ambien (ambient sound) adalah bunyi total di suatu ruangan diukur dengan dB. Bunyi ambien ini sangat mempengaruhi tingkat kebisingan. Adapun data yang menunjukkan tingkat kebisingan yang diperbolehkan dapat dilihat pada Tabel 3.5. Bunyi dengung (reverberation sound) adalah bunyi yang terpantul-pantul.

Ruangan yang khusus untuk berceramah misalnya tidak begitu membutuhkan dengung dibanding ruangan untuk paduan suara. Sebaliknya bila tanpa dengung sama sekali ruangan tentu kurang menarik bagi paduan suara. Waktu dengung (reverberation time; TR) adalah waktu yang diperlukan oleh bunyi untuk berkurang 60 dB dihitung dalam detik. Setiap ruangan membutuhkan waktu dengung berbeda-beda tergantung pada penggunaannya. Waktu dengung yang terlalu pendek menyebabkan ruangan ‘mati’ dan waktu dengung yang panjang memberikan suasana ‘hidup’ pada ruangan.

Serapan (absorbtion) adalah perbandingan antara energi yang tidak dipantulkan kembali dan energi bunyi keseluruhan yang datang, diukur dengan Sabine. Sabine adalah derajat serap yang merupakan perbandingan antara energi yang tidak dipantulkan kembali dengan energi bunyi keseluruhan yang datang. Nilai 1 m2 Sabine diartikan sebagai nilai serapan bunyi yang setara dengan 1m2 jendela terbuka, sedangkan 1ft2 Sabine setara dengan serapan 1ft2 jendela terbuka. Serapan bahan akan menentukan lama waktu dengung.


(60)

Penyerapan bunyi (sound-absorbsing) adalah kemampuan suatu bahan untuk meredam suatu bunyi yang datang dihitung dalam persen atau pecahan bernilai 0 ≤ α ≤ 1. Nilai 0 berarti tidak ada peredaman bunyi (seluruh bunyi yang datang dipantulkan secara sempurna) sedangkan nilai 1 berarti bunyi yang datang diserap seluruhnya. Jendela yang terbuka dianggap memiliki nilai α = 1 karena seluruh bunyi tidak dipantulkan.

Kekedapan bunyi (sound-proofing) adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan bunyi atau mengurangi intensitas bunyi yang datang dari satu sisi ke sisi lain yang dihitung dalam dB. Selain data NRC (noise reduction criteria) data laboratorium harus menyertakan konstruksinya karena akan mempengaruhi nilai α-nya. Intensitas bunyi (sound intensity) adalah banyaknya energi bunyi per unit luasan diukur dengan watt / m2. Sementara itu data yang menunjukkan sumber-sumber bunyi dengan intensitasnya dpat dilihat pada Tabel 3.6. Tingkat bunyi (sound level) adalah perbandingan logaritmis energi siatu sumber bunyi dengan alasan sumber bunyi acuan diukur dalam dB.


(61)

PIANO

UCAPAN HURUF HIDUP UCAPAN HURUF MATI

STEREO HIGH FIDELITY

TES LABORATORIUM AKUSTIK RENTANG PENDENGARAN ORANG TUA

RENTANG PENDENGARAN ORANG MUDA

C TENGAH SKALA PANJANG GELOMBANG

44 m 22 m 11 m 5,5 m 2,8 m 1,4 m 0,7 m 0,34 m 0,17 m 0,086 m 0,043 m 0,021 m 0,001 m

FREKUENSI ( Hz)

8 16 20 31,5 63 125 250 500 1000 2000 4000 8000 16000 20000 32000

Gambar 3.1. Grafik yang Menunjukkan Kombinasi Antara Sumber Bunyi dan Rentang Frekuensinya (Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)


(62)

DECIBELS 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 AMBANG BATAS SAKIT

AMBANG BATAS PERASAAN AMBANG BATAS KETULIAN (DALAM JANGKA PANJANG) PERCAKAPAN AMBANG BATAS PENDENGARAN (TIDAK LAGI TERDENGAR)

MESIN JET (JARAK 25 M)

PESAWAT JET SAAT TINGGAL LANDAS (JARAK 100 M)

BAND HARD-ROCK 9DENGAN PENGERAS ELKTRONIK), GUNTUR

SEPEDA MOTOR YANG DIGAS PADA JARAK 1 METER

KLAKSON MOBIL PADA JARAK 3 M, SUARA GADUH PADA PETRANDINGAN SEPAK

BOLA

MESIN PERCETAKAN, PEMECAH BALON DENGAN TEKANAN, RUANG PERALATAN

KOMPUTER

KAFETARIA DENGAN DINDING PEMANTUL BUNYI

KANIB PESAWAT B-757 PADA SAAT TERBANG, BUNYI PLASTIK PEMBUNGKUS

MAKANAN PADA JARAK 0,5 M

DEKAT LALU LINTAS JALAN RAYA (>> 55 dB BUNYI LALU LINTAS JALAN RAYA DAN KERETA API)

KEGIATAN KANTOR MUSIK LEMBUT DAN PERALATAN STEREO DI

RUMAH TINGGAL RUMAH TINGGAL TANPA BUNYI

STEREO DI MALAM HARI BISIKAN, RUANG PENGUJIAN

AUDIOMETRIK

BUNYI DAUN TERKENA ANGIN LEMBUT, NAFAS MANUSIA

PENILAIAN SUBJEKTIF MENYAKITKAN DPT BERBAHAYA MEMEKAKKAN SANGAT KERAS KERAS SEDANG LEMAH SANGAT LEMAH

Gambar 3.2. Perbandingan Antara Tingkat Bunyi Beberapa Sumber (Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)


(63)

Tabel 3.5. Tingkat Kebisingan yang Diperbolehkan

Bangunan Ruangan dBA

Rumah tinggal

Ruang tidur, rumah pribadi Ruang tidur, flat

Ruang tidur, hotel Ruang keluarga 25 30 35 40 Komersial Kantor pribadi Bank Ruang konferensi Kantor umum, toko Restoran Kafetaria 35-45 40-50 40-45 40-55 40-60 50-60 Industri Bengkel presisi Bengkel berat Laboratorium 40-60 60-90 40-50 Pendidikan

Ruang kuliah, ruang kelas Ruang belajar privat Perpustakaan

30-40 20-35 35-45 Kesehatan

Rumah sakit, ruang inap umum Rumah sakir, ruang inap privat Ruang operasi 25-35 20-25 25-30 Auditorium Hall konser Gereja

Ruang sidang, ruang konferensi Studio rekaman Studio radio Teater drama 25-35 35-40 40-45 20-25 20-30 30-40 (Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)

Energi acuan itu adalah energi sumber bunyi terendah yang masih dapat didengar oleh telinga manusia yaitu 10-12 W / m2. Setiap penggandaan jarak tingkat bunyi berkurang 6 dB. Setiap penggandaan sumber bunyi tingkat bunyi akan bertambah 3 dB. Setiap penggandaan masa dinding tingkat bunyi akan berkurang 5 dB. Setiap penggandaan luas bidang peredam tingkat bunyi akan berkurang 3 dB.


(64)

Tabel 3.6. Sumber Bunyi dan Intensitas Bunyi

Sumber bunyi Intensitas

(W/m2)

Tingkat Intensitas (dB)

Roket ruang angkasa >107 >190

Pesawat jet 104 160

Orkess brass besar 10 130

Mesin besar 10 120

Orkess lengkap 10-2 100

Mobil penumpang di jalan raya 10-2 100

Percakapan normal 10-5 70

Bisikan lembut 10-9 30

(Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)

Adapun gambar yang mengilustrasikan pengurangan tingkat bunyi akibat jarak dapat dilihat pada Gambar 3.3.

2 m 90 dB

4 m 84 dB

8 m

72 dB 66 dB16 m

32m 60 dB Sumber

bunyi jarak

Gambar 3.3. Pengurangan Tingkat Bunyi Akibat Jarak (Sumber : Fisika Bangunan: Satwiko, Prasasto)

Lebih detail lagi untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja, kombinasi tingkat suara dari alat-alat yang menjadi sumber kebisingan seperti permesinan


(65)

maupun alat pemindah bahan ukuran kebisingannya dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Ukuran Kebisingan Berbagai Mesin dan Percakapan (Sumber :Enviromenmental Noise Control ATCO Structures and Logistics)

3.4.2. Rumus-Rumus Matematis Dalam Akustika5

Dalam Akustika terdapat banyak rumus-rumus matematis yang digunakan untuk mendukung perkembangan pengetahuan tentang kebisingan antara lain:

Intensitas bunyi (I) = W/ 4.Π.D2 (W/m2)...(1) Dimana:

I = Intensitas Bunyi (W/m2)

W = energi yang dikeluarkan oleh sumber bunyi (Watt) D = jarak (m)


(66)

Sementara itu ada yang dikenal dengan istilah tingkat bunyi. Tingkat bunyi adalah perbandingan logaritmis antara satu sumber bunyi dengan sumber bunyi acuan. Tingkat bunyi dapat dihitung sebagai LI (tingkat intensitas bunyi), LP (tingkat tekanan bunyi), maupun LW (tingkat daya bunyi) yang kesemuanya dalam dimensi dB. Adapun tingkat bunyi dapat dirumuskan sebagai:

LI = 10.log (I/I0)...(2) Dimana :

LI = tingkat intensitas bunyi (dB)

I = intensitas bunyi (W/m2)

I0 = intensitas bunyi acuan ( 10-12 W/m2)

Lalu LP = 10.log (P2/P02)...(3.1) Atau LP = 20 log P + 94 [dB]...(3.2)6 Dimana :

LP = tingkat tekanan bunyi (dB)

P = tekanan bunyi (N/m2 atau Pa) P0 = tekanan bunyi acuan (2.10-5 N/m2)

Sementara itu pada Tabel 3.7 ditunjukkan konversi antara tingkat tekanan bunyi (kekerasan bunyi) terhadap tekanan bunyi

6


(67)

Tabel 3.7. Konversi Antara Kekerasan Bunyi Terhadap Tekanan Bunyi dan Intensitas Bunyi

Sumber Kebisingan, Contoh dan Jarak

Kekerasan Bunyi LP

(dB)

Nilai Tekanan Bunyi P

( N/m2 = Pa)

Nilai Intensitas Suara I (W/m2) Pesawat Jet Dari Jarak

50 m

140 2 x 102 1 x 102

Ambang Rasa Sakit 130 6,32 x 101 1 x 101

Ambang Ketidaknyamanan

120 2 x 101 1 x 100

Gergaji Mesin Dari Jarak 1 m

110 6,32 x 100 1 x 10-1

Disko 1 m Dari Speaker

100 2 x 100 1 x 10-2

Truk Diesel Dari Jarak 10 m

90 6,32 x 10-1 1 x 10-3

Jarak 5 m Dari Pinggir Jalan Raya yang Sibuk

80 2 x 10-1 1 x 10-4

Vacuum Cleaner Dari Jarak 1 m

70 6,32 x 10-2 1 x 10-5

Bincang-Bincang Dari Jarak 1 m

60 2 x 10-2 1 x 10-6

Kondisi Rumah Rata-rata

50 6,32 x 10-3 1 x 10-7

Perpustakaan yang Tenang

40 2 x 10-3 1 x 10-8

Kamar Tidur Di Malam Hari

30 6,32 x 10-4 1 x 10-9

Kondisi Studio TV 20 2 x 10-4 1 x 10-10

Desiran Daun 10 6,32 x 10-5 1 x 10-11

Ambang Pendengaran 0 2 x 10-5 1 x 10-12

(Sumber : Enviromenmental Noise Control ATCO Structures and Logistics) Sementara LW = 10.log W/W0...(4.1) Atau LW = 10 log W + 120 [dB]...(4.2) Dimana :

LW = tingkat daya bunyi (dB)


(68)

W0 = daya bunyi acuan (10-12 Watt)

Selain itu ada yang dikenal dengan istilah waktu dengung (reverberation time), TR yang dirumuskan dengan:

TR= 0,16 (V/ΣSα)...(5) Dimana :

TR = waktu dengung (detik)

0,16 = konstanta

V = volume ruang (m3)

ΣSα = penyerapan total pada frekuensi bunyi bersangkutan (Sabine) biasanya dihitung berdasarkan frekuensi 125, 250,500,1000 dan 2000 Hz, tetapi frekuensi 500 – 1000 Hz umumnya dijadikan acuan untuk menghitung waktu dengung ruang. ΣSαbiasanya disingkat a saja.

Untuk ruang studio rekaman atau ruang tanpa gema (unechoic chamber) karena perbandingan antara serapan dan volume ruang sangat ekstrem maka dipakai rumus Norris – Erying, karena rumus ini hanya dapat dipakai untuk ruang yang memiliki permukaan dengan bahan berkoefisien serat bunyi yang sama. Adapun rumus Norris – Erying itu adalah:

TR = 0,16.V/-ΣS.ln(1-α)...(6) Dimana :

TR = waktu dengung (detik)

0,16 = konstanta

V = volume ruang (m3)


(69)

α = koefisien serap bunyi rata-rata α = ΣSα / ΣS

Sementara itu untuk ruangan yang berbentuk tidak sederhana dan memiliki beragam koefisien serap bunyi pada permukaan-permukaannya maka dipakai rumus Mellington – Sette. Adapun rumusnya dituliskan sebagai:

TR = 0,16.V/-ΣSn .ln(1-α)...(7) Lp = LW –10.log ΣSα + 16 dB...(8) Dimana :

Lp = tingkat tekanan bunyi untuk ruangan (dB) LW = tingkat daya/sumber bunyi (dB)

ΣSα = penyerapantotal pada frekuensi bunyi bersangkutan (Sabine)

Tabel yang menunjukkan angka penambahan pada penjumlahan bunyi untuk beberapa sumber bunyi yang dibunyikan secara bersama-sama dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.8. Angka Penambahan Pada Penjumlahan Bunyi Perbedaan Tingkat Bunyi

Antara Dua Sumber (dB)

Bilangan Penambah Pada Sumber Bunyi yang Tingkat Bunyinya Lebih Tinggi

(dB)

0 – 1 3

2 – 3 2

4 – 8 1

9 0

(Sumber : Enviromenmental Noise Control ATCO Structures and Logistics)


(70)

Hitunglah tingkat bunyi 7 sumber bunyi yang mempunyai tingkat bunyi masing-masing 40 dB, 47 dB, 51 dB, 52 dB, 57 dB, 60 dB, 61 dB tanpa menggunakan rumus logaritma !

Solusi :

Dari tabel 2.5 dapat dilihat bahwa bila selisih tingkat bunyi dua sumber 0 – 1 dB maka ditambahkan 3 dB pada sumber yang bertingkat bunyi lebih besar, 2 – 3 dB ditambahkan 2 dB, lalu untuk 4 – 8 dB ditambahkan 1 dB dan jika > 9 dB ditambahkan 0 pada tingkat bunyi yang lebih besar. Penjumlahan dapat dilakukan secara bertahap dengan menjumlahkan sumber bunyi dua-dua. Urutan tidak perlu diperhatikan karena hasilnya akan sama.

Sehingga solusi persoalan diatas dapat diselesaikan sebagai berikut: 40

48 47

56 51

55 52

65 57

62 60

64 61

Dari hasil yang dapat dilihat diatas maka tingkat bunyi gabungan 7 sumber bunyinya adalah 65 dB.

Sementara itu formula untuk pengukuran konversi nilai desibel (dB) ke bentuk dB-A, dB-B, dB-C dan dB-D berlaku:


(71)

Suara yang Terdengar = Intensitas Suara (dB) – Nilai Faktor Koreksi Dari Tipe dB yang Akan Dikonversi

(dB-A, dB-B, dB-C atau dB-D)...(9)

3.5. Mekanisme Terdengarnya Bunyi

Pada umumnya kita mengetahui bahwa bunyi didengar pertama kali oleh indera pendengar kemudian diteruskan ke otak dan otak menterjemahkan bunyi itu sehingga manusia mengerti apa yang didengar. Namun secara ilimiah mekanisme terdengarnya bunyi tidaklah sesederhana itu. Karena itu sebaiknya terlebih dahulu diketahui elemen-elemen dalam telinga. Telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Elemen-elemen telinga manusia dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Telinga dan Elemen-Elemennya

(Sumber : E-dukasi.net)


(1)

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Data

6.1.1. Analisis Data Kebisingan

Berdasarkan data tingkat kebisingan yang dikumpulkan dan diolah, kondisi kebisingan di lantai produksi PT. Apindowaja Ampuh Persada hampir seluruhnya dalam kondisi yang berbahaya melalui 7 titik pengukuran yang ditetapkan lebih dahulu. Hampir di seluruh titik pengukuran terukur tingkat kebisingan lebih besar dari 89 dB, kecuali di titik pengukuran ke – 5. Hal tersebut karena titik ini adalah posisi yang cukup jauh dari mesin-mesin yang digunakan untuk produksi. Sementara menurut Kepmen No. 51/ MEN/1999 untuk durasi 5 jam kerja batas aman pendengaran adalah maksimum 87 dB. Sehingga dapat disimpulkan kondisi di lantai produksi benar-benar berbahaya dan butuh penanganan segera.

6.1.2. Analisis Data Kecepatan Angin

Berdasarkan data kecepatan yang diukur di 7 titik pengukuran di lantai produksi ditemukan bahwa kecepatan angin sangat kecil dan tidak berdampak secara signifikan terhadap perubahan paparan kebisingan yang terjadi di lantai produksi. Kecepatan angin yang terukur maksimum adalah 0,4 m/s. Menurut Koenigsberger ahli Meteorologi dan Geofisika dari NASA nilai kecepatan angin


(2)

yang lebih kecil dari 0,5 m/s dianggap tidak berdampak apapun terhadap perubahan paparan kebisingan.

6.1.3. Analisis Data Kuesioner

Dari data kuesioner yang diperoleh dari responden dan diolah diperoleh bahwa hampir semua pekerja di lantai produksi mengalami ketidaknyamanan dengan kondisi kebisingan di lantai produksi. Hal tersebut terbukti melalui 8 pertanyaan pada kuesioner tertutup yang diajukan kepada 15 pekerja di lantai produksi. Hampir semua pekerja menilai seluruh pertanyaan dengan bobot nilai negatif yang artinya kondisi kebisingan di lantai produksi benar-benar membuat pekerja tidak nyaman dan terganggu dengan kebisingan yang terjadi di lantai produksi.

6.1.4. Analisis Data Audiometrik

Dari data audiometrik yang diolah, ditemukan bahwa kemampuan pendengaran minimum para pekerja sebelum dan sesudah bekerja cukup berbeda secara signifikan. Perbedaan yang terjadi sekitar 5 – 15 dB. Namun kebisingan menyebabkan para pekerja level kehilangan pendengarannya semakin tinggi. Terbukti dari data kehilangan pendengaran setelah bekerja pekerja mengalami kehilangan pendengaran level ringan sampai level berat. Jika tidak ditanggulangi maka dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan pekerja bisa mengalami gangguan bahkan kerusakan pada indera pendengarnya akibat paparan kebisingan.


(3)

6.1.5. Analisis Data Antropometri

Dari pengolahan data antropometri ditemukan bahwa seluruh data antropometri telinga dan kepala dari 15 orang pekerja di lantai produksi dinyatakan Seragam dan Cukup. Artinya data tersebut layak, dapat dipercaya dan telah mewakili populasi data untuk melakukan rancangan earmuff.

6.2. Evaluasi

6.2.1. Evaluasi Data Kebisingan

Kondisi kebisingan di lantai produksi sebelum menggunakan Earmuff berada dalam kondisi berbahaya dimana batas aman pendengaran untuk 5 jam kerja adalah 87 dB sementara kondisi kebisingan lebih besar dari 89 dB. Sebaiknya dilakukan penanganan kebisingan di lantai produksi baik itu berupa perbaikan dari jalur media rambatnya, penyediaan alat pelindung telinga maupun perbaikan pada sumber bisingnya.

6.2.2. Evaluasi Data Level Kehilangan Pendengaran

Melihat kondisi tingkat kehilangan pendengaran pada telinga pekerja yang sampai pada level berat sebaiknya penanganan kebisingan segera ditindaklanjuti karena jika tidak segera ditangani akan menyebabkan hal yang fatal pada masa mendatang yang merugikan bagi kesehatan pekerjanya maupun kerugian bagi perusahaan.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian di PT. Apindowaja Ampuh Persada yang dilaksanakan pada mulai bulan April 2012 adalah :

1. Kebisingan yang terjadi di lantai produksi diakibatkan oleh tingkat/tekanan bunyi yang dihasilkan oleh mesin-mesin dan pergesekan yang terjadi antara mesin dengan part yang dikerjakan.

2. Bagian yang menyebabkan kebisingan pada mesin adalah bagian bagian bearing yang rusak/cacat maupun karena kelonggarannya, sehingga menimbulkan getaran pada mesin. Getaran terjadi akibat kelonggaran antara outer race dan bola pada bantalan telah melebihi standar yang telah ditetapkan.

3. Tingkat kebisingan yang terjadi di lantai produksi sangat berbahaya untuk pendengaran pekerja dimana rata-rata tingkat kebisingan minimum mencapai 82 dB di titik pengukuran V dan rata-rata maksimum 101 dB di titik pengukuran VI. Kecepatan angin yang terjadi di lantai produksi maksimal 0,4 m/s yang artinya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan kebisingan.

4. Tingkat kebisingan sebelum perancangan menyebabkan gangguan fisiologis, psikologis, maupun sosiologis terbukti melalui pengisian kuesioner hampir semua pekerja memberikan jawaban dengan nilai negatif


(5)

yang berarti pekerja benar-benar terganggu karena kebisingan tersebut. Bukti lain menunjukkan, 12 orang diantara 15 orang pekerja di lantai produksi mengalami kehilangan pendengaran ringan, sedang hingga berat, namun setelah penggunaan earmuff hasil rancangan peneliti, gangguan itu semakin berkurang, terbukti, dari 15 orang pekerja 14 diantaranya hanya mengalami kehilangan pendengaran normal dan ringan dan hanya 1 orang yang mengalami kehilangan pendengaran berat.

7.2. Saran

Saran yang diberikan kepada pihak PT. Apindowaja Ampuh Persada adalah:

1. Sebaiknya penanganan kebisingan melalui penyediaan earmuff hasil rancangan peneliti segera ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan. Penyuluhan untuk cara penggunaan maupun tujuan penggunaan safety tools yang lain sebaiknya juga dilakukan dengan tujuan supaya pekerja di lantai produksi memahami secara benar akan pentingnya safety tools seperti earmuff untuk menghindari dan mencegah kecelakaan maupun keselamatan pekerja saat bekerja.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Enviromenmental Noise Control ATCO Structures and Logistic. 1994. The Master Handbook of Acoustics.New York.

Openshaw, Scott. 2006. Ergonomics and Design A Reference Guide. AllSteel Incorporation. Iowa.

Sasongko, Bayu. Kesehatan dan Keselamatan Pekerja. 2006. Bandung.

Satwiko, Prasasto.2008. Fisika Bangunan. Yogyakarta. Penerbit Andi.

Wiley, John and Son. 1983. Stress Nad Fatiqoe in Human Performance. Inggris. Page Bros Norwich Limited.