Tabel 2.1. Daftar antibiotik yang tidak boleh diberikan pada anak Nama Obat
Kelompok Usia Alasan
Siprofloksasin Kurang dari 12 tahun
Merusak  tulang  rawan cartillage disgenesis
Norfloksasin Kurang dari 12 tahun
Merusak  tulang  rawan cartillege disgenesis
Tetrasiklin Kurang  dari  4  tahun
atau pada dosis tinggi Diskolorisasi
gigi, gangguan  pertumbuhan
tulang Kotrimoksazol
Kurang dari 2 bulan Tidak ada data efektifitas
dan keamanan Kloramfenikol
Neonatus Menyebabkan Grey baby
syndrome Tiamfenikol
Neonatus Menyebabkan Grey baby
syndrome Linkomisin HCl
Neonatus Tidak ada data efektifitas
dan keamanan Piperasilin-
Tazobaktam Neonatus
Tidak ada data efektifitas dan keamanan
Azitromisin Neonatus
Tidak ada
data keamanan
Tigesiklin Anak  kurang  dari  18
tahun Tidak
ada data
keamanan Spiramisin
Neonatus dan bayi Tidak
ada data
keamanan Permenkes, 2011.
4. Dosis pemberian antibiotik
Pertimbangan  risiko  efek  samping,  harga  dan  manfaat  khasiat selalu  harus  dipikirkan  dalam  menentukan  obat  antiinfeksi  yang  akan
dipakai.  Sayangnya,  untuk  anak  tidak  semua  obat  mempunyai  data
mengenai  efek  toleransi  dan  efikasi.  Faktor-faktor  yang  menentukan keberhasilan pengobatan : 1 tercapainya aktifitas anti bakteri pada tempat
infeksi sehingga cukup waktu untuk menghambat pertumbuhan bakteri. 2 dosis obat harus cukup tinggi dan efektif terhadap mikroorganisme, namun
konsentrasi  di  dalam  plasma  dan  jaringan  tubuh  harus  tetap  lebih  rendah dari dosis toksik Hadinegoro, 2002.
Anak  memiliki  sifat  yang  berbeda  dengan  orang  dewasa.  Semua keadaan  itu  menyebabkan  penentuan  dosis  pada  anak  terjadi  dengan
perhitungan umur12 atau berat badan badan anakberat badan dewasa kali dosis dewasa. Perhitungan empirik tersebut tidak dapat diterapkan karena
anak  bukan  dewasa  kecil.  Anak  berbeda  dalam  banyak  hal,  seperti penyerapan  usus,  metabolisme  obat,  ekskresi  obat,  dan  juga  kepekaan
reseptor  dalam  tubuh  Darmansjah,  2008.  Perhitungan  dosis  antibiotik bagi  anak  berdasarkan  per  kilogram  berat  badan  ideal  sesuai  dengan  usia
dan petunjuk yang ada dalam formularium profesi Permenkes, 2011. Menurut  Hermansyah  2013,  Obat  bentuk  sirup  likuida
merupakan  salah  satu  obat  yang  familiar  di  masyarakat  dan  jenis  obat primadona bagi pasien anak-anak dan balita. Beragam jenis obat dikemas
dalam  sediaan  sirup,  semisal  sirup  obat  batuk,  sirup  obat  demam  bahkan sirup yang mengandung antibiotik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengkonsumsi obat sirup: a.  Memperhatikan  tentang  cara  pakai  obat.  Selain  diminum  dengan
sendok,  beberapa  sediaan  likuida  juga  diberikan  dalam  bentuk  tetes drop  khususnya  bagi  balita.  Ada  pula  bentuk  sediaan  sirup  kering
misalnya  antibiotik  amoksisilin  yang  harus  dicampur  terlebih  dahulu dengan  air  sebelum  dikonsumsi.  Sirup  kering  yang  berisi  antibiotik,
tidak boleh disimpan lebih dari 7 hari setelah tercampur dengan air. b.  Mencermati  aturan  pakai.  Aturan  pakai  obat  akan  berpengaruh  pada
efektifitas dan keamanan terapi.  Obat  yang diberi aturan pakai  sehari tiga kali maka obat tersebut pada dasarnya diminta untuk dikonsumsi
tiap 8 jam agar menghasilkan efek terapi yang sesuai. c.  Sebelum digunakan harus dikocok terlebih dahulu agar obat tercampur
dengan merata. d.  Memperhatikan  lama  pemakaian.  Obat  sirup  tertentu  misalnya
antibiotik harus dikonsumsi sampai tuntas. e.  Mentaati  takaran  pemakaian.  Jika  aturan  pakai  obat  sirup  adalah
dalam takaran sendok teh maka berarti harus mengkonsumsi sejumlah 5  mL,  jika  dalam  takaran  sendok  makan  maka  jumlah  yang  harus
dikonsumsi  adalah  15  mL.  Sendok  makan  bukanlah  alat  takar  yang sesuai  untuk  hal  itu  sehingga  gunakan  alat  takar  yang  ada  dalam
produk obat Hermansyah, 2013. Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Falagas dkk 2010 di
Attica,  Yunani  untuk  mengukur  reliabilitas  sendok  teh  dan  sendok makan  dalam  menakar  dosis  obat.  Hasil  penelitian  menunjukkan
bahwa  kapasitas  volume  dari  71  sendok  teh  dan  49  sendok  makan yang  digunakan  berbeda-beda  hasilnya.  Ini  menunjukkan  bahwa
sendok  teh  dan  sendok  makan  bukan  alat  pengukur  dosis  yang reliabel, dan tidak disarankan untuk menggunakannya.