Latar Belakang Pendidikan BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI

Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan buku- buku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini, Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud. Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. 22 Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang kajian tentang Timur Tengah Middle Eastren Studies. Hajriyanto sangat tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat AS. Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya pentingnya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Orientalisme Pustaka Salman, 1986, Kebudayaan dan Kekuasaan Mizan, 1995, dan Peran Intelektual YOI, 1998. Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori Non- Fiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra 22 Maje lis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 20. Ketika penulis mencoba mengkonfirmasi dan menanyakan ulang. Hajriyanto mengatakan hal yang sama seperti yang diungkapkan oleh bulletin Majelis. Lannan 2001. Fakta-fakta inilah yang membuat Hajriyanto tertarik dengan sosok Edward Said. 23 Di bidang sastra, Hajriyanto menyukai karya-karya Amin Maalouf, seorang novelis Lebanon yang tinggal di Paris. Amin Maalouf adalah seorang mantan pemimpin harian terkemuka di Beirut An-Nahar dan editor Jeune Afrique. Sedangkan karya fiksi yang dilahirkannya dalam terjemahan bahasa Inggris antara lain Leo The African, The Rock Of Tanios yang memenangkan Prix Goncourt, Samarkand, The Garden Of Light dan Ports Of Call. Di antara karya nonfiksinya adalah kumpulan esai On Identity dan The Crusades Through Arab Eyes. Gaya penceritaan Amin Maalouf dalam setiap tulisannya, membuat Hajriyanto tertarik untuk mencari dan membaca karya-karyanya yang lain. 24 Saat ini ada sekitar lima novelnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bagi Hajriyanto, hampir semua koleksi buku menjadi favoritnya, karena saat memutuskan membeli buku itu ia tidak asal membeli, tetapi betul-betul memilih. Ketika akan membeli buku Hajriyanto selalu membaca terlebih dahulu daftar isi dari buku tersebut. 25 Dalam terminologi Hajriyanto, buku menjadi induk peradaban. Peradaban sebuah bangsa dikatakan tinggi kriteria pertamanya adalah buku. Karena buku menggambarkan peradaban literate culture atau kebudayaan menulis. “Literature culture itu induknya peradaban, hampir semua peradaban besar selalu ditopang dengan kepustakaan atau literatur di 23 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 24 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 25 Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari.” h. 20-21. dalam berbagai bidang keilmuan. Untuk melihat kemajuan peradaban Islam zaman dulu melalui buku. Ketika kebudayaan menulis semakin berkurang berarti keberadabannya mengalami kemerosotan. Kita bisa menghitung penerbitan buku di Indonesia setiap tahun berapa? Penerbitan jurnal berapa? Jadi Indonesia masih sangat ketinggalan mengenai ini. ” 26 Berkaitan dengan peradaban literate culture ini, Hajriyanto pernah beberapa kali mengupasnya dalam artikel dan makalah. Salah satu artikelnya adalah “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban”, dalam artikelnya ini Hajriyanto mengatakan: “Buku memang memiliki kekuatan yang sangat revolusioner. Tak mengherankan jika ayat pertama Al- Qur’an berbunyi iqra, yang artinya “bacalah”. Sebab buku memang seperti ragi: dapat mengubah dunia. Persis seperti judul buku Robert Brown: Books that Changed the World. Buku seperti juga kata Khaled Abou El-Fadl dalam bukunya, Conference of the Book University Press of America, Lanham, 2001, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Musyawarah Buku Serambi, 2002, adalah simbol peradaban. Peradaban, kata El-Fadl, tidak dibangun di atas kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan ” 27 26 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 27 Hajriyanto Yasin Thohari, “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban,” Gatra, 26 Mei 2010, h. 104. Kesukaannya pada buku membuat Hajriyanto memiliki hobi menulis, tulisan-tulisannya dikirim ke koran dan majalah seperti Gatra, Forum, Panji Masyarakat, Kompas, Republika, Media Indonesia, Koran Sindo dan lain-lain. Bahkan ide-ide bagus yang tertuang di dalam artikelnya, membuat majalah Gatra memintanya untuk menjadi penulis tetap sebulan sekali. 28 Selain gemar mengoleksi buku Hajriyanto juga memiliki prestasi akademik yang baik. Yaitu dengan meraih Index Prestasi Kumulatif IPK tertinggi di kampusnya dan mendapatkan Beasiswa. Ia pun berhasil menamatkan kedua program tersebut di dua perguruan tinggi. Pada tahun 1984 ia lulus, kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro Semarang. 29 Semenjak jadi anggota DPR RI Hajriyanto sudah tidak lagi mengajar. Kesibukan hanya di isi dengan mengisi acara-acara seminar dan terkadang mengisi ceramah dibeberapa acara. Saat ini, ketika tidak lagi menjadi Wakil Ketua MPR RI atau pasca 2014, kesibukan Hajriyanto dalam bidang pendidikan banyak diarahkan pada kegiatan membaca dan menulis. Sebab jadwal Hajriyanto tidak lagi sesibuk dan sepadat ketika ia masih menjadi Wakil Ketua MPR RI. Sehingga banyak waktu luang yang di gunakan untuk menulis dan membaca buku-buku yang belum sempat dibacanya. Bahkan Hajriyanto berencana menerjemahkan kembali novel-novel berbahasa asing Arab dan Inggris ke dalam bahasa Indonesia. 30 28 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 29 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 30 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

C. Riwayat Organisasi dan Karir

1. Aktif di Muhammadiyah Hajriyanto adalah “Produk” keluarga Muhammadiyah dan ia terus membangun dasar yang baru bagi dirinya dan Masyarakatnya. Bila ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Hajriyanto hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. “Cita-cita saya itu sejak kecil sesungguhnya hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. Karena saya ingin meneruskan tradisi ayah saya sebagai intelektual. Ayah saya intelektual desa. Dia berlangganan banyak majalah dan punya koleksi buku di perpustakaan yang untuk ukuran orang desa cukup besar.” 31 Cita-cita sejak kecilnya inilah yang kemudian membentuk karakternya untuk ikut aktif dalam kegiatan organisasi. Ketika tumbuh menjadi pemuda, semangat berorganisasinya semakin kian tinggi. Hajriyanto aktif di Ikatan Pemuda Muhammadiyah IPM. Sementara itu, selepas SMA, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kebudayaan, UGM. Saat yang sama, ia juga tercatat sebagai mahasiswa Perbandingan Agama, IAIN Sunan Kalijaga. Prestasi akademiknya terbaik dengan meraih IPK tertinggi di kampusnya. Berkat prestasi akademiknya tersebut Ia pun mendapat beasiswa. Selama menjadi mahasiswa, ia tidak aktif di organisasi kampus. Apalagi, tahun 1979, gerakan mahasiswa s edang “dibonsai” oleh 31 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. penerapan Normalisasi Kehidupan KampusBadan Koordinasi Kemahasiswaan NKK-BKK ala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Menteri PK, Daud Joesoef. 32 Ketika di berlakukannya NKK-BKK ini, pada saat itu hampir semua lembaga mahasiswa dilumpuhkan, termasuk di UGM. Gerakan mahasiswa hanya diarahkan untuk pengabdian masyarakat. Dewan mahasiswa dan senat mahasiswa pun ikut dibubarkan. 33 NKK-BKK merupakan salah satu dari sekian banyak produk kebijakan pemerintah Orde Baru yang diterapkan dalam kerangka membuat posisi negara semakin kokoh. Sejak diberlakukannya tanggal 19 April tahun 1978, kebijakan ini telah menimbulkan kontroversi, baik dalam wacana gerakan mahasiswa maupun wacana pentas politik nasional. Pemberlakuannya dipandang sebagai tanggapan terhadap gerakan mahasiswa yang dianggap semakin radikal. Puncak keradikalan mahasiswa terutama bertalian dengan penolakan mereka terhadap pencalonan Presiden Soeharto untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya. Mahasiswa mendesak MPR serta melakukan berbagai aksi untuk menentang pencalonan presiden tersebut, seperti dikeluarkannya Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB 1978 dan keluarnya pernyataan 50 Dewan MahasiswaSenat Mahasiswa DMSM se-Indonesia. 34 32 Mengenai peraturan NKK-BKK bisa di lihat pada Surat Keputusan Menteri PK, Daoed Joesoef, No. 37U1979, tentang Bentuk Susunan LembagaOrganisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen PK. 33 Majelis , “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 20. 34 Hariyadhie, Perspektif Gerakan Mahasiswa 1978 Dalam Percaturan Politik Nasional Jakarta: Golden Terayon Press, 1994, h. 8. Sebagai suatu kebijakan pemerintah yang baru, NKKBKK sangat berpengaruh terhadap dinamika kemahasiswaan atau lebih khusus lagi berpengaruh terhadap perubahan format gerakan mahasiswa. Perubahan ini merupakan bentuk adaptasi mahasiswa dalam merespon kebijakan pemerintah yang berpengaruh cukup kuat. Adaptasi ini melahirkan apa yang dinamakan format gerakan mahasiswa pasca NKK-BKK gerakan mahasiswa tahun 80-an, yaitu menjamumya aksi-aksi pemikiran dari kelompok-kelompok studi mahasiswa sebagai gerakan penyadaran yang salah satunya dituangkan dalam aksi-aksi informasi, menggantikan aksi- aksi jalanan yang dominan sebelumnya. Perubahan ini bukan berarti sebelumnya tidak ada kelompok-kelompok studi, namun penerapan konsep normalisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap bermunculannya kelompok-kelompok studi yang didirikan oleh mahasiswa di kampus maupun luar kampus. Perubahan ini dapat artikan sebagai suatu adaptasi disadari atau tidak oleh mahasiswa terhadap kebijakan normalisasi yang menekankan penalaran dan logika sebagai esensi dari mahasiswa. Perubahan ini bagi Arbi Sanit diartikan sebagai melemahnya peran politik mahasiswa. 35 Praktis ketika diberlakukannya NKK-BKK ini, Hajriyanto hanya konsisten berkiprah di IPM. Ia sempat didapuk menjadi Ketua IPM Kabupaten Karanganyar. Pada Tahun 1985 Hajriyanto Menyelesaikan Studinya di UGM kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro 35 Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, h. 46-47.