Latar Belakang Keluarga BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI

Menurut Hajriyanto, hampir semua anak-anak dan cucu-cucunya selalu dibuatkan bancaan pada setiap weton kelahirannya. Setiap weton artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino adalah tiga puluh lima hari dalam hitungan Jawa. Sebagai contoh, misalnya ia lahir pada Jumat Pahing. Maka pada setiap Jumat Pahing itu ia selalu di selameti dengan melakukan bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, yang berisi sayur-sayuran, telur yang di potong kecil-kecil, ayam yang di iris tipis-tipis, berkedel, sambal goreng dan lain-lain yang dibungkus dengan daun pisang. Kemudian dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Tujuan dari bancaan ini adalah agar selamat dan tetap di bawah perlindungan Allah selama dalam perjalanan hidupnya. 9 Selain tradisi bancaan, kakeknya setiap tahun selalu mengadakan nanggep wayang kulit sehari semalam dan dilakukan pada hari Jumat malam Sabtu, yang biasa disebut dengan Rasulan. Rasulan berasal dari kata Rosul. Rasulan biasanya dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Bersih desa atau Rasulan di selenggarakan sehabis panen. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa lainnya juga dilaksanakan oleh kakeknya. Seperti, setiap malam Satu Muharram dan Satu Syuro’, kakeknya tidak tidur semalam suntuk untuk menyambut satu Syuro’ itu. Selain itu ia punya tradisi, setiap selapanan sekali selalu sholat Jum’at di Masjid Agung Solo. Dan itu dialakukan dengan 9 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. berjalan kaki, padahal jarak antara desanya sampai ke Solo kira-kira lima belas kilometer. 10 Sebagai cucu lurah, Hajriyanto kecil tinggal di rumah kakeknya yang sangat besar, yaitu rumah tradisional Jawa kuno. Rumahnya berupa pendopo Joglo dengan tembok yang sangat tinggi. Ada regol, semacam pos penjagaan, sebelum masuk ke pekarangan rumahnya yang luas. Di pekarangannya itu, sering digelar acara selamatan atau wayangan, sekaligus tempat bermain anak- anak. Saat ini rumah tersebut sudah di jual oleh cucu-cucunya. Masa kecil Hajriyanto dihabiskan di Karanganyar. Walau ia anak seorang tokoh berpengaruh, bahkan cucu Mbah Lurah, ia tetap bisa bersosialisasi dengan baik bersama warga setempat. Hampir tak ada jarak. Bersama sahabat-sahabat kecilnya, ia suka menangkap burung dengan ketapel. Bermain di sungai dengan membuat rakit dari pohon pisang jadi kegemarannya juga. 11 Bahkan, malam hari, bersama teman-temannya, ia suka sekali bermain “gubak sodor”. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang saling menjaga pohon besar sebagai benteng pertahanannya agar tidak disentuh lawan. Bila lawan bisa menyentuh pohon yang dijaga, berarti dia pemenangnya. Halaman rumah kakeknya yang sangat luas menawarkan tempat bermain yang nyaman. Selain itu di sana banyak tersedia mainan yang bisa digunakan. 12 Seiring bertambahnya usia, Hajriyanto pun mulai merasakan ketertarikan terhadap seorang perempuan. Ia mengaku sudah tak ingat berapa 10 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 11 Majelis , “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 19. 12 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. kali jatuh cinta. Hajriyanto jatuh cinta pertama dengan wanita yang usianya sama dengannya. Dan sejak itu ia beberapa kali jatuh cinta, akan tetapi tidak pernah kesampaian. Dalam memilih seorang wanita, Hajriyanto lebih menyukai wanita yang berumur lebih tua darinya. Alasannya simpel, “Jadi saya ingin memiliki istri yang matang dan dewasa, sehingga dapat membesarkan anak- anak, karena saya banyak beraktivitas di luar rumah.” 13 Hingga akhirnya Hajriyanto pun menemukan tambatan hatinya yang kemudian dinikahinya. Wanita tersebut bernama Riatin Hajriyanto, ia adalah seorang apoteker, yang setahun lebih tua dari Hajriyanto. Dari perkawinannya dengan Riatin, ia dianugerahi empat orang anak yaitu Nadila Shevila Thohari Arsitek Institut Teknologi Bandung dan S-2 di University of South Wales, Fahnida Zeydra Thohari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Ridho Gusti Thohari Fakultas Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, dan Fadia Hasna Thohari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 14 Akan tetapi dari keempat anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak Hajriyanto, yaitu sebagai seorang politikus. “Mereka pernah berseoloroh, nanti didemo melulu.” 15 Meski sibuk di dunia politik, Hajriyanto tetap meluangkan waktunya untuk bercengkerama dengan keluarga. Istrinya sudah memahami bagaimana kerja Hajriyanto yang sejak muda sebagai aktifis, sehingga jarang di rumah. Oleh sebab itu, untuk mensiasati kurangnya waktu berkumpul bersama 13 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 14 Majelis , “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 17. 15 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. keluarga ini. Istrinya menyiapkan home theater yang biasa mereka gunakan untuk berkaraoke bersama ketika semua keluarga sedang berkumpul di rumah. 16 Dalam keluarga, ia selalu menekankan hidup yang bersahaja. Karena, menurutnya, dengan hidup seperti itu dapat berbuat sebanyak mungkin bagi orang lain. Mengenai pandangan ini Hajriyanto mengutip hadis riwayat Ahmad dan Thabrani yang menyatakan: “Khairunnas anfa’uhum linnas”, “sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain”. 17

B. Latar Belakang Pendidikan

Sebagai anak dari tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto tentu diajarkan agama dengan baik. Bahkan, ayahnya membangun madrasah diniyah agar anak-anak di desanya bisa belajar agama. Bagi keluarga Hajriyanto, pendidikan jadi hal utama. Di desanya, hanya ada 2 keluarga yang bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain keluarganya sendiri, ada keluarga lurah pula yang pernah menggantikan kakeknya sebagai lurah. 18 Pendidikan Hajriyanto dimulai dari bangku Taman Kanak TK Medari TK yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati. Saat memasuki bangku Sekolah Dasar SD, ia pun sekolah agama di Madrasah Diniyah MD. Pagi berangkat ke SD Negeri, sorenya ke madrasah. Menuntut ilmu di 16 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 17 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 18 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. dua sekolah sekaligus merupakan perpaduan dari keinginan ayah dan ibunya. Bila sang ayah ingin Hajriyanto sekolah di madrasah saja, maka sang ibu menginginkan di sekolah negeri. Hal ini dalam istilah Hajriyanto adalah “tradisi sekolah merangkap”. Tradisi ini kemudian berlanjut sampai di sekolah lanjutan, pagi di Sekolah Menengah Atas SMA, sore di Pendidikan Guru Agama PGA. Sampai kemudian di perguruan tinggi, selain kuliah di Universitas Gadjah Mada UGM, Hajriyanto juga kuliah di Institut Agama Islam Negeri IAIN Jogja. 19 Hajriyanto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu tampil menjadi juara kelas, bahkan juara umum di sekolahnya. Prestasi cemerlangnya itu, terus berlanjut hingga ke bangku SMP dan SMA. Tidak hanya itu, Hajriyanto juga pandai bergaul. Di sekolahnya, ia selalu dipercaya sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah OSIS. Pelajaran sosial, terutama yang bersentuhan dengan budaya jadi kesukaannya. 20 Semenjak kecil Hajriyanto gemar sekali membaca buku, dan mulai mengoleksi buku pada saat Kuliah di UGM. Sampai saat ini koleksi bukunya sekitar lima belas ribuan. Sebagian besar koleksinya masih di rumah yang di daerah pasar minggu, karena di rumah yang sekarang ini di tempati, belum ada rak yang cukup untuk menampung semua buku-buku koleksinya. Lima belas ribu buku tersebut sebagian besar tentang buku-buku agama, politik, kebudayaan dan novel. 21 19 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 20 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. 21 Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari. Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan buku- buku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini, Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud. Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. 22 Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang kajian tentang Timur Tengah Middle Eastren Studies. Hajriyanto sangat tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat AS. Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya pentingnya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Orientalisme Pustaka Salman, 1986, Kebudayaan dan Kekuasaan Mizan, 1995, dan Peran Intelektual YOI, 1998. Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori Non- Fiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra 22 Maje lis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 20. Ketika penulis mencoba mengkonfirmasi dan menanyakan ulang. Hajriyanto mengatakan hal yang sama seperti yang diungkapkan oleh bulletin Majelis.