Spermatozoa Spermatogenesis Sistem Reproduksi Hewan Jantan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Diantara spermatosit terdapat sel sertoli. Sel ini secara metabolik dan struktural berguna untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel sertoli memiliki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam suatu waktu. Sel ini juga berfungsi pada proses merubah prekusor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel leydig yang memproduksi androgen. Selain itu, sel sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen Heffner, L.J. dan Schust, D.J. 2005.

2.5.1 Spermatozoa

Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari spesies mamalia lain, termasuk mamalia dan hewan domestik pada umumnya Krinke,G.J. 2000. Kepala sperma pada tikus berbentuk seperti kait Gambar 3. Keterangan : a Kepala berbentuk kait, b bagian tengah, c ekor Gambar 3 . Spermatozoa tikus Sumber: RR Alvira Wijaya, 2012.

2.5.2 Spermatogenesis

Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa Krinke,G.J. 2000. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini dimulai dengan sel benih primitif, yaitu spermatogonium. Pada saat terjadinya perkembangan sel kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel ini dapat terus membelah sebagai sel induk, yang disebut spermatogonium tipe A, atau dapat berdeferensiasi selama siklus mitosis yang progresif menjadi spermatogonium B. Spermatogonium B merupakan sel progenitor yang akan berdeferensiasi menjadi spermatosit primer. Segera setelah terbentuk, sel-sel ini memasuki tahap profase dari pembelahan meiosis pertama. Spermatosit primer merupakan sel terbesar dalam garis keturunan spermatogenik ini dan ditandai dengan adanya kromosom dalam berbagai tahap proses penggelungan di dalam intinya Fawcett, D.W. 2002. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4. Tahapan pembentukan spermatogenesis Sumber: Junqueira, L. C., Jose Carneiro dan Robert O. K, 2007. Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel berukuran lebih kecil yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek dan berada dalam tahap interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan meiosis kedua. Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Karena tidak ada fase-S sintesis DNA yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua pada spermatosit, jumlah DNA per sel berkurang setengah selama pembelahan kedua ini, yang menghasilkan sel haploid n. Oleh karena itu, proses meiosis menghasilkan sel dengan jumlah kromosom haploid. Dengan adanya pembuahan, sel memperoleh kembali jumlah diploid yang normal Junqueira, L. C., Jose Carneiro dan Robert O. K. 2007. Spermatogonium secara kasar diklasifikasikan menjadi tiga jenis: Jenis A, intermediate dan B Gambar 5. Pada tikus, spermatogonium kemudian mengalami enam kali mitosis, dan kemudian menjadi sermatosit preleptotene. Spermatosit kemudian berada dalam fase meiosis menjadi spermatosit sekunder leptotene, zygotene dan pakiten. Setiap spermatosit akan membelah menjadi empat spermatid haploid, yang mengalami spermiogenesis menjadi: spermatid fase golgi 1-3, terdapatnya granul kromosom; fase cap 4-7, adanya head cap pada granul akrosom yang membesar dan menutupi 13 bagian nukleus; fase akrosom 8-14, nukleus dan head cap memanjang; fase maturasi 15-18 nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor yang telah mulai memanjang; hingga dihasilkan spermatozoa 19 yang dilepaskan ke lumen dengan ekor menghadap ke lumen Krinke,G.J. 2000. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: Dimulai searah jarum jam dari kiri ke bawah. A, spermatogonium tipe A; In, spermatogonium tipe intermediate; B, spermatogonium tipe B; R, resting spermatosit primer; L, leptotene spermatodit; Z, zygotene spermatosit; PI, PVII, PXII, awal, pertengahan, dan akhir spermatosit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; Di, diplotene, II, spermatosit sekunder; 1-19, langkah-langkah spermiogenesis. Tabel ditengah memberikan komposisi celular tahapan siklus epitel seminiferus I-XIV. M. Superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Gambar 5 . Tahapan siklus sel dalam spermatogenesis tikus. Sumber: Krinke,G.J. 2000 Pada tikus, 14 tahap siklus spermatogenesis terjadi didalam tubulus seminifeus. Tubulus memiliki pengaturan bertahap dan setiap bagian dari tubulus menunjukkan tahapan yang melibatkan empat atau lima generasi dari sel germinal yang selaras Gambar 5. Pada tikus, dibutuhkan waktu selama 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahapan. Sebuah spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus untuk akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diperlukan waktu 48 hari untuk menyelesaikan langkah spermatogenesis secara keseluruhan Krinke,G.J. 2000.

2.5.3 Peran Hormon pada Spermatogenesis

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

0 12 96

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 4 121

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116