BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal
yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya Widyastuti, 2009. Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah kesehatan
reproduksi remaja. Kesehatan reproduksi remaja sangat penting karena masa remaja merupakan
masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan selanjutnya. Remaja
atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescere yang berasal dari bahasa Inggris, saat ini
mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental emosional, sosial, dan fisik Proverawati, 2009.
Masa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Tanda-tanda remaja pada perempuan sudah mulai terjadinya
menstruasi sedangkan pada laki-laki sudah mulai mampu menghasilkan sperma. Remaja diharapkan dapat menjalankan fungsi reproduksinya dengan tepat oleh karena
itu dia harus mengenali organ reproduksinya. Fungsi yang akan dijalankan dalam proses reproduksinya tersebut tidak dapat dilakukan bila organ-organ reproduksinya
Universitas Sumatera Utara
tidak terawat sejak awal Widyastuti, 2009, karena berada dalam masa peralihan maka pada remaja sering ditemukan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan
tumbuh kembang tubuhnya. Terutama dalam hal ini adalah organ reproduksi yang memberi dampak besar terhadap kehidupan remaja di masa datang.
Organ genetalia merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan
faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi Ratna, 2010. Secara umum organ genetalia wanita dibagi atas dua bagian yaitu genetalia luar dan genetalia
dalam. Organ genetalia luar terdiri dari vulva, mons pubis, labia mayora, klitoris, vestibulum, bulbus vestibule, instroitus vagina dan perineum. Sedangkan organ
genetalia bagian dalam vagina atau liang kemaluan, uterus, tuba faloppi dan uterus Wiknjosastro, 2007. Masa pubertas pada wanita biasanya terjadi antara usia 13
hingga 16 tahun. Masa ini terjadi perubahan pada sistem reproduksi wanita. Organ reproduksi menunjukkan perubahan yang dramatis pada saat pubertas selama
renggang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Pada wanita ditandai dengan terjadinya
menstruasi Aryani, 2010. Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan yang terjadi
karena perdarahan yang teratur dari rahim sebagai tanda bahwa organ reproduksi telah berfungsi matang. Saat menstruasi perawatan organ-organ reproduksi sangatlah
penting terutama kebersihan daerah kewanitaan, karena saat menstruasi pembuluh darah dalam rahim mudah terkena infeksi Kusmiran, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk kebersihan organ-organ seksual atau reproduksi, merupakan awal dari usaha menjaga kesehatan tubuh secara umum. Pada
wanita khususnya menjaga kebersihan vagina saat menstruasi merupakan hal yang penting, karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan infeksi. Salah
satu keluhan yang dirasakan pada saat menstruasi adalah rasa gatal yang disebabkan oleh jamur kandida yang akan subur tumbuhnya pada saat haid. Jika hal ini terjadi
maka ekosistem di alat kelamin akan terganggu, untuk itu perlu menjaga keseimbangan ekosistem di alat kelamin, agar merasa lebih bersih dan segar serta
lebih nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-hari Kissanti, 2008. Higene pada saat menstruasi merupakan komponen higene perorangan yang memegang peranan
penting dalam status perilaku kesehatan seseorang, termasuk menghindari adanya gangguan pada alat reproduksi khususnya organ genetalia wanita Nilna, 2009.
Organ genetalia wanita, seperti vagina sangat sensitif dengan kondisi lingkungan, karena letaknya tersembunyi dan tertutup, vagina memerlukan kering.
Negara kita yang beriklim tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi
yang tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri dan jamur mudah berkembang biak dengan baik, sehingga lingkungan di sekitar vagina terganggu dan menimbulkan bau
tidak sedap serta infeksi. Salah satu infeksi yang sering diderita remaja karena kurang menjaga vulva hygiene kebersihan genitalnya yang menyebabkan Ph vagina tidak
normal adalah keputihan Wijayanti, 2009. Perilaku buruk dalam menjaga kebersihan genitalia, seperti mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara
Universitas Sumatera Utara
berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut dapat menjadi pencetus timbulnya
infeksi yang menyebabkan keputihan tersebut. Jadi, pengetahuan dan perilaku dalam vulva hygiene merupakan faktor penting dalam pencegahan keputihan Ratna, 2010.
Keputihan merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan
disekitar bibir vagina bagian luar, yang sering menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan
peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat penderita buang air kecil. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu
lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing dimaksudkan secara sengaja atau tidak ke
dalam vagina, misalnya tampon obat atau alat kontrasepsi Yoseph 2010. Hampir setiap wanita pernah mengalami keputihan. Kebanyakan wanita Indonesia
mengganggap keputihan sebagai suatu yang lumrah yang terjadi pada wanita. Namun demikian harus dilihat dulu kondisi keputihan tersabut bagaimana gejalanya dan apa
penyebabnya karena tidak semua keputihan merupakan hal yang normal Hermanto, 2006
Keputihan dapat fisiologis ataupun patologis. Dalam keadaan fisiologis, getah atau lendir vagina adalah cairan bening tidak berbau, jumlahnya tidak terlalu banyak
dan tanpa rasa gatal atau nyeri. Sedangkan dalam keadaan patologis akan sebaliknya, terdapat cairan berwarna, berbau, jumlahnya banyak dan disertai gatal dan rasa panas
Universitas Sumatera Utara
atau nyeri, dan hal itu dapat dirasa sangat mengganggu bahkan dapat menimbulkan Infeksi Saluran Reproduksi ISR dan kanker leher rahim. Angka prevalensi
keputihan menunjukkan sebanyak 75 wanita dari seluruh dunia pernah mengalami keputihan dalam hidupnya. Berdasarkan data statistik Indonesia tahun 2008 dari 43,3
juta jiwa remaja berusia 15-24 tahun berperilaku tidak sehat, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya keputihan Maghfiroh, 2010. Berdasarkan data WHO
2007, penyebab Infeksi Saluran Reproduksi tahun 2006 yaitu, 25-50 akibat candidiasis, 20-40 akibat bacterial vaginosis dan 5-15 akibat trichomoniasis.
Sebanyak 75 perempuan termasuk didalamnya remaja puteri diseluruh dunia minimal pernah mngalami keputihan satu kali dalam hidupnya. Sedangkan di
Indonesia ada sekitar 70 remaja puteri mengalami masalah keputihan. Faktor tersebut disebabkan karena masih minimnya kesadaran untuk menjaga kesehatan,
penggunaan celanan dalam berbahan nilon dan celana panjang yang ketat sabuk, dan bubuk pencuci, merendam diri, deodorant vagina, pembalut wanita dan diet terutama
dalam kebersihan organ genetalia Elistiawaty, 2006. Penelitian yang dilakukan oleh Yusrawati pada 2007 melibatkan 228
responden, didapatkan 90,7 responden mengalami leukorea, dimana 38,7 di antaranya mengalami leukorea fisiologis, 31,9 patologis dan 29,4 mengalami
kedua jenis leukorea, baik patologis maupun fisiologis. Hasil penelitian dari R.E Wijayanti, Koekoeh Hardijito, Siti Yuliana didapatkan 43,94 remaja berumur 16-
18 tahu mengalami keputihan fisiologis dan 56,06 mengalami keputihan patologis
Universitas Sumatera Utara
Data diatas menunjukkan kejadian keputihan pada wanita cukup tinggi, akan tetapi karena wanita sering beranggapan keputihan sebagai salah satu gejala
premenstrual syndrome, sedikit sekali wanita yang berusaha untuk mengobati keputihan. Penyebab keputihan adalah perilaku personal hygiene yang buruk. Selain
itu disebutkan pula bahwa Indonesia adalah urutan pertama dengan kasus penderita kanker leher rahim yang disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan organ
reproduksi, oleh karena itu sangat penting malakukan vulva hygiene
Maghfiroh, 2010. Vulva hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan organ
genetalia eksternal yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah infeksi, dalam menjaga kebersihan vagina, yang perlu kita lakukan adalah membasuh
secara teratur bagian vulva bibir vagina secara hati-hati dengan menggunakan air bersih atau menggunakan sabun yang lembut. Hal terpenting adalah membersihkan
bekas keringat dan bakteri yang ada disekitar bibir vagina dan pada saat menstruasi, pembalut perlu diganti sekitar 4-5 kali dalam sehari untuk menghindari masuknya
bakteri ke dalam vagina Kissanti, 2008. Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang Notoadmodjo, 2007. Penelitian dari Yuliana 2010 pada remaja putri SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta, menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang menstruasi dengan perilaku
Universitas Sumatera Utara
hygiene menstruasi dengan nilai p=0,000 p0,05. Sikap juga berhubungan dengan tindakan kebersihan organ genetalia eksternal terlihat dari penelitian yang dilakukan
Handayani 2011 menyatakan terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan kebersihan organ genetalia eksternal p=0,017.
Hasil penelitian yang dilakukan Dai’yah 2004 di SMU Negeri 2 Medan tentang perawatan organ reproduksi bagian luar, dari 58 responden didapatkan
sebanyak 15 orang 25,86 berpengetahuan baik, sebanyak 39 orang 67,24 berpengetahuan cukup dan sebanyak 4 orang 6,8 berpengetahuan kurang,
demikian juga penelitian yang dilakukan Handayani 2011 tentang kebersihan organ genetalia eksternal, dimana terdapat 102 responden yang memiliki katagori
pengetahuan kurang baik sebesar 31,4, cukup sebesar 55,9 dan kurang sebesar 12,7, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ikke Handayani 2003 di SLTP
Jakarta Timur menunjukkan hasil bahwa sebagian besar siswi SLTP di sana memiliki pengetahuan kurang terhadap kebersihan organ genitalia sebanyak 93,4. Hasil
penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja dalam merawat organ genetalia eksternal masih kurang.
Masalah reproduksi pada remaja perlu mendapat penanganan serius, karena masalah tersebut paling banyak muncul pada negara berkembang, seperti Indonesia
karena kurang tersedianya akses untuk mendapat informasi mengenai kesehatan reproduksi. Hal itu terbukti dari banyak penelitian menyatakan rendahnya tingkat
pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene para remaja. Kurangnya pengetahuan remaja putri dan informasi yang tepat tentang kesehatan organ reproduksi
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan dapat menimbulkan kurangnya memperhatikan kesehatan organ reproduksinya, sehingga perlu adanya pemberian informasi yang lengkap pada remaja
putri untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kebersihan diri terutama organ reproduksi termasuk resiko bila tidak dijaga
Depkes RI, 2003. Dari survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 17 Desember 2012
terhadap 25 siswi diperoleh 22 siswi menyatakan belum mengerti dan tidak mengetahui cara melakukan kebersihan dan menjaga kebersihan organ seksual atau
reproduksi. Pada saat menstruasi 20 siswi mengakui hanya mengganti pembalut sebanyak 2 kali saja dalam sehari, dan 5 siswi lainnya menggunakan pembalut lain
kain dan menggantinya 2 kali saja dalam sehari. Dari 25 siswi tersebut sebanyak 8 orang menyatakan mengalami keputihan patalogis dengan gejala cairan berwarna,
berbau, jumlahnya banyak dan disertai gatal dan rasa panas atau nyeri pada organ genetalia eksternal bahkan menimbulkan rasa pedih saat penderita buang air kecil.
Banyaknya remaja yang belum mengetahui cara vulva hygiene yang baik menyebabkan penulis tergerak untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh
pengetahuan dan sikap terhadap tindakan vulva hygiene pada siswi SMAN 1 Tiga Panah Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan