Unsur Fisik Komunikatif Dalam Berbahasa Indonesia Kelas 12 Nani Darmayanti 2008

29 Peristiwa Penyair dalam puisi ini menggambarkan gerak alam seperti embusan angin, permainan air, bintang bersinar. Dengan penggambaran yang cukup jelas itu, pembaca seakan-akan ikut menyaksikan girang dan kemilaunya suasana alam, serta merasakan keadaan hati kelana yang tengah bersedih.

c. Kata Konkret

Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus di- konkretkan atau diperjelas. Jika penyair mahir mengonkretkan kata- kata, pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penyair dan dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair. Perhatikan contoh cuplikan puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta di bawah ini. Gadis Peminta-minta Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan merah jambu Tapi kataku jadi hilang, tanpa jiwa Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur solok Hidup dari, kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira ria kemanjaan riang Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-Iintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bisa membagi dukaku Toto Sudarto Bachtiar Untuk melukiskan bahwa gadis dalam puisi ini benar-benar seorang pengemis gembel, penyair menggunakan kalimat gadis kecil berkaleng kecil . Penggambaran ini lebih konkret daripada hanya menggunakan kalimat gadis peminta-minta atau gadis miskin. Untuk melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat digunakan untuk menelentangkan tubuh, penyair menulis pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok . Untuk mengkonkretkan dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan, gembira ria kemanjaan serta riang. Untuk mengonkretkan gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan martabat manusia lainnya, penyair menulis duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral .

d. Bahasa Figuratif Majas

Majas figurative language adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi berikut. Risik risau ombak memecah di pantai landai buih berderai Dalam cuplikan puisi tersebut, ombak digambarkan seolah-olah manusia yang dapat risik dan memiliki rasa risau. Majas seperti ini menjadikan puisi lebih indah. Perhatikan, misalnya, untaian kata-kata di pantai landai buih berderai. Kata-kata itu tampak indah puitis dengan digunakannya persamaan bunyi a dan i. Sumber: PDS H.B Jassin Gambar 2.1 Toto Sudarto Bachtiar Komunikatif dalam Berbahasa Indonesia untuk Tingkat Unggul Kelas XII 30 Kedalaman rasa ketuhanan tampak dalam pemilihan kata, ungkap- an, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan. Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan penyair akan Tuhannya, dapat kita rasakan secara nyata dalam sajak ini.

e. Rima dan Ritma

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima menjadikan puisi lebih indah. Di samping itu, rima pun menjadikan makna lebih kuat. Contoh rima adalah: Dan angin mendesahmengeluh mendesah. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang artinya pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi.

f. Tata Wajah

Tipografi Tata wajah tipografi merupakan pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.

2. Unsur Batin

Ada empat unsur batin dalam puisi, yakni tema sense, perasaan penyair feeling, nada atau sikap penyair terhadap pembaca tone, dan amanat intention.

a. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi. Jika landasan awalnya tentang ketuhanan, keseluruhan struktur puisi tidak lepas dari ungkapan-ungkapan eksistensi Tuhan. Demikian pula halnya, jika yang dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang, ungkapan-ungkapan asmaralah yang akan ditonjolkan dalam puisi itu. Perhatikan puisi berikut ini. Doa Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja saraar sepoi, pada masa purnama meningkat naik. setelah menghalaukan panas payah terik Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu Hatiku terang menerima kasihmu, bagai bintang memasang lilinnya Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelopak Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu penuhi dadaku dengan cayamu, biar bersinar mataku sendu biar berbinar gelakku rayu Amir Hamzah Tokoh Sastra AMIR HAMZAH Penyair ini dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat Sumatra Utara, tanggal 20 Februari 1911. Karyanya yang terkenal adalah kumpulan sajak Nyanyi Sunyi yang terbit tahun 1937 dan Buah Rindu 1941. Karyanya yang lain adalah Sastra Melayu dan Raja- rajanya 1942, Esai dan Prosa kumpulan esai dan prosa, 1982, dan padamu juga kumpulan sajak, 2000. Karya terjemahannya: Setanggi Timur kumpulan sajak penyair Jepang, India, Persia, dan lain- lain, 1939, Bhagawad Gita 1933, dan Syair Asyar. 31 Peristiwa

b. Perasaan

Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasa- an penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan atau pengagungan kepada kekasih, alam, atau Sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam sebagai sarana ekspresinya, ia akan memanfaatkan majas dan diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada Sang Khalik, bahasa yang digunakannya cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan. Cara penyair mengekspresikan bentuk-bentuk perasaannya itu, antara lain, dapat dilihat dalam penggalan puisi berikut. Hanyut aku Tuhanku Dalam lautan kasih-Mu Tuhan bawalah aku Meninggi ke langit ruhani Larik-larik tersebut diambil dari puisi yang berjudul Tuhan karya Bahrum Rangkuti. Puisi tersebut merupakan pengejawantahan kerinduan dan kegelisahan penyair untuk bertemu dengan Sang Khalik. Kerinduan dan kegelisahannya diekspresikannya melalui kata hanyut, kasih meninggi , dan langit ruhani.

c. Nada dan Suasana

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca: apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi terhadap jiwa pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba di hati pembaca, nada kritik dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan, dan nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk. Perhatikan puisi berikut. Ibu kalau aku merantau lalu datang musim kemarau sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama teranting hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir bila aku merantau sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan lantaran hutangku padamu tak kuasa ku bayar ibu adalah gua pertapaanku dan ibulah yang meletakkan aku di sini saat bunga kembang menyermerbak bau sayang ibu menunjukan ke langit, kemudian ke bumi aku mengangguk meskipun kurang mengerti

D. Zawawi Imron Sumber: www.geocities.com

Gambar 2.2 D. Zawawi Imron