29
Peristiwa
Penyair dalam puisi ini menggambarkan gerak alam seperti embusan angin, permainan air, bintang bersinar. Dengan penggambaran
yang cukup jelas itu, pembaca seakan-akan ikut menyaksikan girang dan kemilaunya suasana alam, serta merasakan keadaan hati kelana
yang tengah bersedih.
c. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus di- konkretkan atau diperjelas. Jika penyair mahir mengonkretkan kata-
kata, pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penyair dan dapat membayangkan secara jelas peristiwa
atau keadaan yang dilukiskan penyair. Perhatikan contoh cuplikan puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta di bawah ini.
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu Tapi kataku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur solok
Hidup dari, kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira ria kemanjaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-Iintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bisa membagi dukaku
Toto Sudarto Bachtiar
Untuk melukiskan bahwa gadis dalam puisi ini benar-benar seorang pengemis gembel, penyair menggunakan kalimat gadis kecil berkaleng
kecil . Penggambaran ini lebih konkret daripada hanya menggunakan
kalimat gadis peminta-minta atau gadis miskin. Untuk melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat digunakan untuk
menelentangkan tubuh, penyair menulis pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
. Untuk mengkonkretkan dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis hidup dari kehidupan angan-angan yang
gemerlapan, gembira ria kemanjaan serta riang. Untuk mengonkretkan
gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan martabat manusia lainnya, penyair menulis duniamu yang lebih tinggi dari menara
katedral .
d. Bahasa Figuratif Majas
Majas figurative language adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda
atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu
lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi berikut.
Risik risau ombak memecah di pantai landai
buih berderai Dalam cuplikan puisi tersebut, ombak digambarkan seolah-olah
manusia yang dapat risik dan memiliki rasa risau. Majas seperti ini menjadikan puisi lebih indah. Perhatikan, misalnya, untaian kata-kata di
pantai landai buih berderai. Kata-kata itu tampak indah puitis dengan
digunakannya persamaan bunyi a dan i.
Sumber: PDS H.B Jassin
Gambar 2.1
Toto Sudarto Bachtiar
Komunikatif dalam Berbahasa Indonesia untuk Tingkat Unggul Kelas XII
30
Kedalaman rasa ketuhanan tampak dalam pemilihan kata, ungkap- an, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur
tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan. Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi
seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan penyair akan Tuhannya, dapat kita rasakan secara nyata dalam sajak ini.
e. Rima dan Ritma
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima menjadikan puisi lebih indah. Di samping itu, rima pun menjadikan makna lebih kuat. Contoh
rima adalah: Dan angin mendesahmengeluh mendesah. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang artinya pengulangan kata, frase, atau kalimat
dalam bait-bait puisi.
f. Tata Wajah
Tipografi
Tata wajah tipografi merupakan pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak berbentuk paragraf, namun
berbentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting
sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.
2. Unsur Batin
Ada empat unsur batin dalam puisi, yakni tema sense, perasaan penyair feeling, nada atau sikap penyair terhadap pembaca tone, dan
amanat intention.
a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam
puisinya. Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi. Jika landasan awalnya tentang ketuhanan, keseluruhan struktur
puisi tidak lepas dari ungkapan-ungkapan eksistensi Tuhan. Demikian pula halnya, jika yang dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang,
ungkapan-ungkapan asmaralah yang akan ditonjolkan dalam puisi itu. Perhatikan puisi berikut ini.
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja saraar sepoi, pada masa purnama meningkat naik. setelah menghalaukan panas
payah terik Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan
melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu
Hatiku terang menerima kasihmu, bagai bintang memasang lilinnya
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu penuhi dadaku dengan cayamu, biar bersinar
mataku sendu biar berbinar gelakku rayu
Amir Hamzah
Tokoh
Sastra
AMIR HAMZAH Penyair ini dilahirkan
di Tanjung Pura, Langkat Sumatra Utara, tanggal 20
Februari 1911. Karyanya yang terkenal adalah kumpulan
sajak Nyanyi Sunyi yang terbit tahun 1937 dan Buah Rindu
1941.
Karyanya yang lain adalah Sastra Melayu dan Raja-
rajanya 1942, Esai dan Prosa kumpulan esai dan prosa,
1982, dan padamu juga kumpulan sajak, 2000. Karya
terjemahannya: Setanggi Timur kumpulan sajak penyair
Jepang, India, Persia, dan lain- lain, 1939, Bhagawad Gita
1933, dan Syair Asyar.
31
Peristiwa
b. Perasaan
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasa- an penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan
atau pengagungan kepada kekasih, alam, atau Sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam sebagai
sarana ekspresinya, ia akan memanfaatkan majas dan diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya
merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada Sang Khalik, bahasa yang digunakannya cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya
dan hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan.
Cara penyair mengekspresikan bentuk-bentuk perasaannya itu, antara lain, dapat dilihat dalam penggalan puisi berikut.
Hanyut aku Tuhanku Dalam lautan kasih-Mu
Tuhan bawalah aku Meninggi ke langit ruhani
Larik-larik tersebut diambil dari puisi yang berjudul Tuhan karya Bahrum Rangkuti. Puisi tersebut merupakan pengejawantahan
kerinduan dan kegelisahan penyair untuk bertemu dengan Sang Khalik. Kerinduan dan kegelisahannya diekspresikannya melalui kata hanyut,
kasih meninggi , dan langit ruhani.
c. Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca: apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek,
menyindir, atau hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi.
Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi terhadap
jiwa pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya. Nada duka yang
diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba di hati pembaca, nada kritik dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan, dan
nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk.
Perhatikan puisi berikut.
Ibu
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama teranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa ku bayar
ibu adalah gua pertapaanku dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyermerbak bau sayang ibu menunjukan ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
D. Zawawi Imron Sumber: www.geocities.com
Gambar 2.2
D. Zawawi Imron