C. PERSEPSI 1. Pengertian Persepsi
Luthans 2005 menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses mediasi kognitif yang penting dimana orang membuat interpretasi dari stimulus atau situasi
yang mereka alami. Persepsi merupakan suatu proses mental yang meliputi seleksi, organisasi,
struktur dan interpretasi informasi dalam usaha menyimpulkan dan memberi arti terhadap informasi yang ada Rollinson, 2005.
Robbins dalam George dan Jayan, 2012 mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan
indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Mc Shane dan Glinow 2003 juga menambahkan bahwa persepsi merupakan
proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan,
dimana individu membentuk interpretasi dan penafsiran dalam usaha memberi makna dan arti terhadap informasi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
D. HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN AFEKTIF
Berdasarkan fenomena yang ditemukan di PT. X, menunjukkan bahwa setiap karyawan yang bekerja dalam PT ini menerima dengan baik tujuan dan nilai-nilai
yang ada dalam organisasi, dimana terlihat pada setiap karyawan yang bersedia secara aktif turut berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh organisasi
guna untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sesuai dengan definisi komitmen organisasi oleh Herseovitch dan Meyer dalam Sola, Femi Kolapo, 2012 yaitu
suatu tingkat dimana karyawan menerima tujuan dan nilai organisasi serta bersedia untuk mengerahkan usahanya untuk membantu organisasi mencapai tujuan tersebut.
Karyawan yang berkomitmen berarti karyawan tersebut memiliki keterlibatan yang tinggi dalam organisasi seperti selalu mendukung tujuan, rencana dan setiap kegiatan
yang diadakan oleh organisasi Mathieu dan Zajac, dalam Nasina doris, 2011. Komitmen organisasi dibagi kedalam tiga tipe yaitu komitmen afektif,
continuance commitment, dan normative commitment Meyer Allen, 1997. Komitmen afektif merupakan ketertarikan emosional kepada organisasi, identifikasi
dengan organisasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Continuance commitment merupakan pengakuan dan kesadaran akan biaya yang harus dibayar
ketika meninggalkan organisasi. Sedangkan normative commitment merupakan suatu perasaan pada kewajiban seorang karyawan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Menurut data yang diterima peneliti melalui hasil wawancara terhadap beberapa karyawan di PT. X, menunjukkan bahwa dari ketiga tipe komitmen
organisasi menurut Meyer dan Allen, karyawan tersebut menonjolkan tipe komitmen
Universitas Sumatera Utara
afektif dimana sesuai dengan beberapa indikator-indikator perilaku yang terdapat pada tipe komitmen afektif.
Beberapa karyawan yang bekerja di PT. X menyatakan bahwa selama bekerja dalam organisasi ini, mereka merasa nyaman dan puas baik terhadap organisasi
maupun pada pekerjaan mereka masing-masing. Karyawan tersebut menyatakan bahwa pekerjaan mereka membuat mereka menjadi lebih banyak tahu, bisa
menguasai banyak hal, dapat berhubungan dengan banyak orang dan menambah wawasan mereka. Jika pengalaman karyawan dalam organisasi sesuai dengan harapan
mereka dan dapat memuaskan kebutuhan mereka, maka dapat mengembangkan komitmen afektif yang kuat pada organisasinya daripada karyawan-karyawan dengan
kepuasan yang sedikit terhadap pengalaman kerja mereka Meyer, dalam Meijen 2007. Meyer dan Allen 1997 percaya bahwa pengalaman kerja ini dapat dibagi
kedalam dua kategori, yaitu: 1 karyawan yang puas akan merasa nyaman secara fisik dan fisiologis dalam organisasi mereka dan 2 karyawan tersebut juga merasa
berkompeten dalam pekerjaan mereka. Meyer dan Allen 1997 menyatakan komitmen afektif merupakan keterikatan
emosional kepada organisasi, identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang berkomitmen secara afektif memiliki
sense of belonging yang meningkatkan keterlibatan mereka dalam aktivitas organisasi, keingingan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dan kesediaan untuk menetap
dalam organisasi tersebut Meyer Allen; Mowday, Porter Steers, dalam Rhoades, Eisenberger dan Armeli, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara karyawan dan pemimpin organisasi dapat mempengaruhi perkembangan komitmen afektif karyawan Meyer dan Allen, 1997. Karyawan akan
memiliki komitmen afektif yang kuat ketika pemimpin perusahaan mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan Jermier Berkes, dalam
Meyer dan Allen, 1997 serta mendapat perlakuan yang adil dari pemimpin Meyer dan Allen, 1997. Hal ini juga ditemukan pada beberapa karyawan PT. X yang
menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin mereka, dimana pemimpin mereka memperlakukan setiap karyawan secara adil dan pemimpin
juga dapat memberikan kesempatan bagi setiap karyawan untuk mengambil keputusan, dengan demikian mereka merasa nyaman bekerja sama dengan pemimpin
mereka. Komitmen merupakan suatu kepercayaan yang timbul dari hati karyawan
yang sering dikaitkan dengan budaya organisasi yang tinggi Storey, dkk, dalam Mariatin, 2009. Dengan membangun suatu budaya organisasi yang baik maka akan
meningkatkan komitmen pada karyawan Keren, dkk, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010, karena budaya organisasi pada umumnya memiliki pengaruh pada
komitmen organisasi karyawan O’Reilly, dalam Silverthorne, 2004.
Budaya organisasi merupakan suatu pola asumsi dasar tentang nilai-nilai, kepercayaan, dan prinsip dalam suatu organisasi dimana dapat mengarahkan
pemikiran dan tindakan karyawan dalam menghadapi suatu masalah dan mengetahui cara berperilaku yang benar dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Budaya organisasi muncul dalam berbagai bentuk pada level yang berbeda. Menurut Schein 1984, setiap budaya organisasi memiliki tiga level yaitu surface
level, espoused values, dan basic assumption. Pada surface level terdiri dari bahasa, simbol, lingkungan fisik, dress code, ritual atau upacara dimana merupakan artefak
yang berisi struktur dan proses yang tampak dalam organisasi. Pada espoused value terdiri dari strategi, tujuan dan filosofi dimana merupakan nilai yang dibentuk oleh
pemimpin. Sedangkan pada basic assumptions terdapat persepsi, pemikiran, perasaan dan beliefs.
Ketiga level pada budaya organisasi tersebut memiliki dampak terhadap komitmen organisasi pada karyawan yang menunjukkan bahwa adanya hubungan
positif antara budaya organisasi dan komitmen organisasi Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010. Pada surface level, lingkungan fisik terdiri dari orang-orang dari latar belakang
serta bahasa yang berbeda. Organisasi fokus pada lingkungan fisik tersebut dimana karyawan berinteraksi satu dengan yang lain. Lingkungan yang efektif memberikan
kebahagiaan bagi karyawan yaitu dengan meningkatnya keterikatan emosional dengan organisasi tersebut George, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010.
Dengan demikian komitmen afektif akan meningkat jika memberikan lingkungan yang nyaman bagi karyawan untuk bekerja dan dengan mudah berinteraksi dengan
orang lain dalam lingkungan yang pantas. Komunikasi yang efektif dalam organisasi tidak hanya meningkatkan kinerja tetapi juga meningkatkan komitmen afektif pada
karyawan dalam organisasi tersebut. Ritual dan upacara dalam organisasi mempengaruhi tingkat keterikatan karyawan dengan organisasi dan sejarah organisasi
Universitas Sumatera Utara
juga dapat mendorong komitmen afektif karyawan baru. Oleh karena itu artefak atau surface level pada budaya organisasi mendorong karyawan dan meningkatkan tingkat
kepercayaan diri mereka terhadap keterikatan dengan organisasi tersebut Nelson dan Quick, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010.
Pada espoused values menunjukkan nilai dan norma dalam organisasi dimana secara signifikan berhubungan dengan komitmen pada suatu organisasi. Espoused
values merupakan aspirasi pemimpin organisasi, dimana pemimpin organisasi menyusun target untuk karyawan, menegaskan pada pencapaiannya, dan mengijinkan
waktu istirahat yang dapat meningkatkan komitmen karyawan Cooper, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010. Pelaksanaan strategi yang dilakukan oleh pemimpin
organisasi berdasarkan budaya organisasi mendukung komitmen karyawan dan strategi pemimpin mengurangi ketidakpastian pada karyawan serta menjaga
komitmen mereka dengan organisasi Whetten dan Cameron, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010.
Level terakhir pada budaya organisasi adalah basic assumptions dimana terdiri dari pemikiran, persepsi, perasaan dan beliefs yang meningkatkan komitmen
pada karyawan. Asumsi dasar dan nilai yang dibangun dengan baik sesuai dengan attitude organisasi dapat membantu untuk mengembangkan tingkat yang tinggi pada
komitmen karyawan dengan organisasi tersebut Fink, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010. McShane dan Glinow 2006 juga menyatakan bahwa dasar dari
nilai-nilai dan asumsi dapat membangun komitmen karyawan. Organisasi dapat meningkatkan kepercayaan karyawan dengan membagikan nilai-nilai kepada para
Universitas Sumatera Utara
karyawan yang membuat asumsi dasar dan nilai pada budaya organisasi. Faktor- faktor ini meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan terhadap tujuan organisasi.
Dalam hal ini menunjukkan bahwa setiap level pada budaya organisasi mempengaruhi komitmen afektif. Walaupun setiap organisasi mempunyai tipe
budaya yang berbeda-beda, akan tetapi setiap budaya organisasi sesuai dengan tiga level pada budaya organisasi tersebut dimana dapat mendukung organisasi dalam
meningkatkan dan membangun karyawan dengan tingkat komitmen yang tinggi terhadap organisasi Schein, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010.
Sabir, Razzaq dan Yameen 2010 menyatakan ketika karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap budaya organisasi pada perusahaan tempat mereka
bekerja, hal ini akan meningkatkan komitmen pada karyawan dalam organisasi tersebut. Persepsi karyawan terhadap organisasi yang kuat strong culture akan
berhasil memberikan pengaruh positif terhadap komitmen karyawannya Robbins, dalam George dan Jayan, 2012. Dalam hal ini, dapat dinyatakan bahwa bagaimana
persepsi karyawan terhadap budaya organisasi sangat memberikan dampak terhadap peningkatan efektifitas suatu organisasi Denison, dalam Geldenhuys, 2006, karena
budaya organisasi yang efektif pada suatu organisasi membangun lingkungan komitmen yang tinggi Denison, dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010.
Mengingat setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang berbeda-beda, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara
persepsi karyawan terhadap budaya organisasi dengan komitmen afektif.
Universitas Sumatera Utara
E. HIPOTESIS PENELITIAN