10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Landasan penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Setiawan 2006 dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal dalam perspektif pecking order theory studi pada industri makanan dan minuman di BEJ ” pada periode 1999-2004. Yang menggunakan variabel
profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, resiko bisnis, growth opportunity dengan menggunakan alat uji regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa profitabilitas dan likuiditas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal, sedangkan growth opportunity
mempunyai pengaruh positif signifikan. Sementara itu, ukuran perusahaan dan resiko bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Signifikannya pengaruh variabel profitabilitas, likuiditas, dan growth opportunity
dengan arah pengaruh yang sesuai dengan prediksi pecking order theory
membuktikan bahwa pecking order theory berlaku di Indonesia. 2.
Saidi 2004 dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur go Public di BEJ pada tahun 1997-2002 ”
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara simultan faktor-faktor struktur modal yang terdiri dari ukuran perusahaan, resiko bisnis,
pertumbuhan aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan mempunyai
11
pengaruh terhadap struktur modal. Secara parsial variabel yang mempunyai pengaruh yaitu ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas,
struktur kepemilikan sedangkan variabel yang tidak mempunyai pengaruh yaitu resiko bisnis.
Perbedaan dengan penelitian ini bahwa variabel bebas yang digunakan adalah ukuran perusahaan, resiko bisnis, growth opportunity, profitabilitas,
dan likuiditas. Dan berbeda dalam jenis perusahaan yang digunakan, dimana dalam penelitian ini studi perusahaan yang digunakan adalah perusahaan food
and beverage yang go Public di Bursa Efek Indonesia.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Modal
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya pastilah membutuhkan modal atau dana, tersedianya modal yang memadai bagi
perusahaan akan mendorong kelancaran usahanya. Hal ini berarti bahwa kebutuhan modal bagi setiap perusahaan sangatlah penting, karena suatu modal
merupakan salah satu faktor dalam produksinya. Dan apabila suatu perusahaan tidak didukung oleh tersedianya faktor-faktor produksi modal, maka perusahan
tidak akan berjalan dengan lancar. Menurut munawir 1998:19 sebagaimana dikutip oleh Anggraini 2008
mengatakan bahwa modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan. Yang ditunjukkan pos modal modal saham, surplus dan laba ditahan
atau kelebihan nilai aktiva yang dimilki perusahaan terhadap hutang-hutangnya.
12
Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari dua item yang ada di sisi kanan suatu
neraca yaitu hutang, saham biasa, saham preferen, laba ditahan. Lukas 2003:115. Menurut Riyanto 1995:17 sebagaimana dikutip oleh Anggraini 2008
mengemukakan bahwa pengertian modal menurut klasik diartikan secara fisik yaitu hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut, dan dalam
perkembangan selanjutnya ternyata pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli, atau kekuasan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-
barang modal. Dari beberapa pengertian modal di atas, maka dapat sisimpulkan bahwa
modal adalah suatu kekayaan yang ditekankan pada nilai, daya beli, atau kekuasan memakai atau menggunakan, berada di neraca sebelah kredit dan di investasikan
dalam barang-barang modal yang berada di neraca sebelah debet serta digunakan menghasilkan kekayaan selanjutnya.
2.2.2 Sumber-sumber Penawaran Modal
Menurut Riyanto 1994, sumber-sumber penawaran modal dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber intern internal sources
Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri dalam perusahaan. Sumber intern atau sumber dana
yang dibentuk atau dihasilkan di dalam perusahaan adalah keuntungan yang ditahan retained net profit dan penyusutan depriciations
13
2. Sumber ekstern eksternal sources
Modal yang berasal dari sumber ekstern adalah modal atau dana yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal sumber ekstern adalah dana yang
berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan.
Ditinjau dari cara terjadinya, sumber penawaran modal dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Tabungan dari subyek-subyek ekonomi.
2. Penciptaan atau kreasi uang atau kredit dari bank-bank.
3. Intensifikasi penggunaan uang.
Jika ditinjau dari jenisnya, maka sumber penawaran modal perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Modal asing
Modal asing dapat diartikan sebagai modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Modal tersebut merupakan hutang yang pada saat jatuh tempo harus dibayar kembali. Modal asing atau hutang dapat
dogolongkan menjadi tiga, yaitu : a.
Modal asing atau hutang jangka pendek short-term debt adalah hutang yang jangka waktunya pendek, yaitu kurang dari satu tahun. Adapun jenis-
jenis daripada modal asing hutang atau kredit jangka pendek yang terutama adalah kredit rekening Koran, kredit dari penjual, kredit dari
pembeli dan kredit wesel.
14
b. Modal asing atau hutang jangka menengah intermediate-term debt
merupakan hutang yang jangka waktu atau umurnya adalah lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Bentuk-bentuk utama dari kredit
jangka menengah yaitu term loan dan leasing. c.
Modal asing atau hutang jangka panjang long-term debt merupakan hutang yang jangka waktunya panjang, yaitu pada umumnya lebih dari
sepuluh tahun. Adapun bentuk utama dari hutang jangka panjang antara lain pinjaman obligasi dan pinjaman hipotik.
2. Modal sendiri
Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan tertanam di dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak
tertentu lamanya. Oleh karena itu, modal sendiri dari segi likuiditas merupakan dana jangka panjang yang tidak tertentu waktunya. Modal sendiri
berasal dari luar perusahaan dapat juga berasal dari dalam perusahan sendiri, yaitu modal yang dihasilkan atau dibentuk sendiri di dalam perusahaan.
Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang terbentuk Perseroan Terbatas P.T terdiri atas :
a. Modal saham
Saham merupakan tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas P.T . Adapun jenis-jenis saham adalah saham
biasa, saham preferen, dan saham kumulatif.
15
b. Cadangan
Maksud dari cadangan disini merupakan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh perusahaanselam beberapa waktu yang
lampau dari tahun yang berjalan reserve that an surplus . Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri adalah cadangan ekspansi, cadangan
modal kerja, cadangan selisih kurs, dan cadangan untuk menampung hal- hal atau kejadian yang tidak terduga sebelumnya cadangan umum .
c. Laba ditahan
Laba ditahan merupakan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayar sebagian ditahan oleh perusahaan. Perusahaan yang
belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan keuntungan tersebut, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan
retained earning . Riyanto 1994:181-184. Jika dilihat dari posisi pemilik modal perusahaan, maka sumber penawaran modal
dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Sumber modal pemilik Sumber modal pemilik adalah sumber modal yang penyerahannya
dimaksudkan untuk tidak ditarik kembali. Oleh karena itu, investasinya dinamakan permanent.
2. Sumber modal kreditur
Sumber modal kreditur adalah sumber modal yang penyerahannya untuk jangka yang terbatas dan untuk periode tertentu saja. Penanamannya
16
dinamakan penanaman sementara. Dikatakan sementara karena kreditur akan menarik kembali investasinya bila jangka waktunya sudah tiba.
2.2.3 Teori dan Pengertian Struktur Modal
1. Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan William pada tahun 1976 dalam Saidi 2004 manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk
dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara
seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan
tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen
untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Menurut Horne dan Wachowicz 1998:482 dalam Saidi 2004 salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya
pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan,
membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai
17
perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai di insentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah
pengawasan yang diminta oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
2. Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston 1999:36 dalam Saidi 2004 adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang
memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Brigham dan Houston 1999:36 dalam Saidi 2004,
perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan
cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan
akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat signal bahwa
manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya,
maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham
sekalipun prospek perusahaan cerah.
18
3. Asymmetric Information Theory
Ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston 1999:35 dalam Saidi 2004 adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda
yang lebih baik mengenai prospek perusahaan daripada yang memiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak daripada para pemodal. Sehingga pihak manajemen berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue terlalu
mahal. Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru sehingga dapat dijual
dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya. Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham
baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya para
pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
4. Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961, sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers 1984 dalam
Saidi 2004 berdasarkan asumsi tentang perilaku keuangan perusahaan secara singkat teori ini menyatakan bahwa :
a. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
19
b. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran deviden dengan peluang
investasi. c.
Kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih
kecil dari pengeluaran investasi. d.
Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan memilih sumber dana dari hutang karena dipandang lebih aman dari ekuitas. Ekuitas merupakan
pilihan terakhir sebagai sumber dana untuk memenuhi kebutuhan investasi. Menurut Ross, et. al 2002 dalam Setiawan 2006, ada 3 implikasi dari
pecking order theory yaitu : 1
Tidak ada tingkat leverage yang ditarget oleh perusahan. Berbeda dengan trade-off theory, dalam pecking order theory tidak terdapat tingkat leverage
yang ditarget perusahaan. Masing-masing perusahaan menentukan tingkat leverage-nya berdasarkan kebutuhan finansialnya, bukan berdasarkan target
yang ingin dicapai. Jika perusahaan menggunakan hutang dalam jumlah sedikit bukan berarti target leverage-nya rendah melainkan karena
kebutuhan dana eksternalnya rendah dikarenakan dana sumber internal yang dimilikinya besar.
2 Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang yang
rendah. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang tinggi akan kurang membutuhkan pembiayaan dari luar. Akibatnya, perusahaan
tersebut akan mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini berbeda dengan implikasi trade-off theory, yang menyatakan bahwa semakin tinggi
20
profitabilitas perusahaan, semakin besar kapasitasnya untuk menggunakan hutang sehingga akan cenderung memperbesar hutangnya untuk
memperoleh manfaat penghematan pajak. 3
Perusahaan menyukai financial slack. Pecking order theory didasarkan pada asumsi sulitnya kinerja mendapatkan pembiayaan dengan harga yang
masuk akal. Investor yang skeptis curiga berpikir bahwa harga saham overvalued jika manajer menerbitkan saham baru dalam jumlah besar,
sehingga hal ini akan menyebabkan harga saham turun. Karena itu, perusahaan terlebih dahulu akan menggunakan hutang. Namun demikian,
perusahaan hanya dapat menggunakan pembiayaan dari uang sebelum ia menghadapi kesulitan financial. Oleh karena itu, perusahaan menyukai
financial slack, yaitu kondisi dimana perusahaan mempunyai jumlah kas internal yang besar, sehingga tidak tergantung pada pembiayaan eksternal.
Mengacu pecking order theory, perusahaan lebih memilih menggunakan dana internalnya sebagai alternative awal untuk memenuhi kebutuhan investasi,
hal ini untuk mereduksi masalah dan biaya yang menyertai pendanaan eksternal, yaitu adanya berbagai perjanjian dengan kreditor yang dapat
membatasi keputusan pendanaan perusahaan di masa mendatang, serta adanya kecenderungan harga saham lama turun ketika perusahaan melakukan emisi
saham baru. Suad Husnan 1996:325 sebagaimana dikutip oleh Anggraini 2008 hal
ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan
21
sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik
antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
2.2.4 Pengertian Struktur Modal dan Struktur Keuangan
Dalam pembahasan mengenai struktur modal maka yang menjadi perhatian utama adalah penggunaan modal berdasarkan jenisnya, karena persoalan
struktur modal adalah persoalan penentuan komposisi antara modal asing yang berupa hutang jangka panjang dan modal sendiri. Akan tetapi struktur modal
mempunyai hubungan dengan struktur keuangan atau struktur financial. Hal ini disebabkan struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
Sependapat dengan hal tersebut, maka Brigham dan Weston 1983 :181 berpendapat bahwa struktur modal adalah pembiayaan pembelanjaan permanent
peusahaan, yang terutama berupa utang jangka panjang, saham preferen dan modal biasa, tetapi tidak termasuk semua kredit atau utang jangka pendek.
Sedangkan menurut Riyanto 1982 : 224 berpendapat bahwa struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang
dengan modal sendiri. Dan menurut Sartono 2001 : 484 pengertian struktur modal adalah
perimbangan pembiayaan perusahaan jangka panjang permanen yang dicerminkan oleh utang jangka panjang, saham preferen dan modal sendiri
modal sendiri terdiri dari modal saham, surplus modal dan laba ditahan.
22
Struktur modal dibedakan dengan struktur keuangan, yang memasukkan unsur utang jangka pendek dan semua kewajiban lainnya.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan struktur modal adalah bagian dari struktur keuangan dimana
mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
2.2.5 Pengukuran Struktur Modal
Struktur modal dapat diukur berdasarkan pada pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Riyanto 1982 : 224, struktur modal adalah
perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Sedangkan Brigham dan Weston 1983 : 181 struktur modal adalah pembiayaan
pembelanjaan permanent perusahaan, yang terutama berupa utang jangka panjang, saham preferen, dan modal biasa, tetapi tidak termasuk semua kredit. Dan
menurut Sartono 2001 : 484 struktur modal merupakan perimbangan pembiayaan perusahaan jangka panjang permanent yang dicerminkan oleh utang
jangka panjang, saham preferen dan modal sendiri. Sesuai dengan definisi yang diuraikan diatas, maka pengukuran struktur
modal pada penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rasio antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
23
2.2. 6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stuktur Modal
Masalah struktur modal merupakan masalah yang penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek yang
langsung terhadap posisi keuangan perusahaan. Agar dapat menentukan komposisi struktur modal yang optimal maka manajemen perlu
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi stuktur modal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan
secara umum dimana beberapa penulis memberikan pendapat yang berbeda. Menurut Mc Cue dan Ozcan dalam Saidi 2004 struktur modal dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut : 1.
Struktur Aktiva 2.
Profitabilitas 3.
Resiko Bisnis 4.
Ukuran Perusahaan 5.
Pajak 6.
Struktur Kepemilikan 7.
Kondisi Pasar 8.
Tingkat Pertumbuhan Aktiva 9.
Sistem Pembayaran dari Konsumen Menurut Sartono 2001 : 248 – 249 faktor-faktor struktur modal sebagai
berikut : 1.
Tingkat Penjualan 2.
Struktur Asset
24
3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
4. Profitabilitas
5. Variabel Laba dan Perlindungan Pajak
6. Skala Perusahaan
7. Kondisi Intern Perusahaan dan Ekonomi Makro
Lukas 2003 : 273 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah :
1. Struktur Aktiva
2. Resiko Bisnis
3. Tingkat Pertumbuhan
4. Pajak
5. Cadangan Kapasitas Peminjaman
6. Profitabilitas
Sutrisno 2001 : 289 – 290 berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal sebagai berikut :
1. Persesuaian
2. Pengawasan
3. Laba
4. Tingkat Resiko
Karena adanya perbedaan dalam Literature, maka penulis membatasi variable yang digunakan variabel-variabel tersebut adalah ukuran perusahaan,
resiko bisnis, growth opportunity, profitabilitas, likuiditas.
25
Alasan pemilihan variabel tersebut didasarkan pada adanya penggunaan dasar perhitungan rumus-rumus dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Adapun penjelasan dari faktor-faktor yang digunakan adalah : A.
Ukuran Perusahaan
Menurut Setiawan 2006 berpendapat bahwa ukuran perusahaan sebagai cerminan besar kecilnya perusahaan yang diukur dengan logaritma natural dari
total aktiva. Perusahaan yang sangat besar dapat dengan mudah mengakses ke pasar
modal. Kemudahan untuk mengakses ke pasar modal berarti perusahaan memiliki kemampuan untuk mendapatkan dana.Munawir 2001 : 48 sebagaimana dikutip
oleh Assegaf 2007. Menurut Ferry dan Jones 1979 : 216 dalam Andjarwati 2006 berpendapat
bahwa ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang di tunjukkan dari besar kecilnya aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat
penjualan dan rata-rata total aktiva.
B. Resiko Bisnis
Brigham dan Houston 2006 : 8 sebagaimana dikutip oleh Shellyanti 2008 berpendapat bahwa resiko bisnis atau seberapa berisiko saham perusahaan jika
perusahaan tidak mempergunakan utang. Oleh karena itu, resiko bisnis adalah tingkat resiko yang terjadi didalam operasi sebuah perusahaan tidak memiliki
utang. Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan
tingkat pengembalian, penambahan utang memperbesar resiko perusahaan tetapi
26
sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang semakin tinggi akibatnya memperbesar hutang cenderung menurunkan harga
saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut.Weston dan Brigham 1994 : 150 sebagaimana
dikutip oleh Shellyanti 2008.
C. Growth Opportunity
Stephen A. Ross 1999 : 111 sebagaimana dikutip oleh Shellyanti 2008 kebijakan atas semua pengeluaran atas pendapatan tidak boleh salah satu optimal.
Banyak ketetapan mempunyai growth opportunity, itu adalah suatu kesempatan dalam proyek yang menguntungkan untuk investasi. Karena proyek ini dapat
mewakili sedikit atas ketetapan nilai. Pertumbuhan bagi suatu perusahaan merupakan sesuatu yang harus
dimaksimalkan. Bila pertumbuhan perusahaan meningkat maka pangsa pasar dan keuntungan perusahaan meningkat pula. Untuk memperluas pangsa pasar atau
ekspansi perusahan selanjutnya maka memerlukan modal dalam jumlah yang besar. Apabila modal atau dana yang dimiliki perusahaan tidak mencukupi maka
perusahaan harus mencari tambahan dana untuk keperluan tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Weston dan Brigham 1994 :
175 sebagaimana dikutip oleh Shellyanti 2008 yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak
mengandalkan pada modal eksternal lebih jauh lagi biaya emisi untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat hutang.Karena itu
27
perusahaan yang tumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang tumbuh lambat.
D. Profitabilitas
Menurut Sartono 2001 : 122 profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri. Munawir 2007 : 33 berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Menurut Moeljadi 2006 ada beberapa rasio-rasio profitabilitas yang sering digunakan, yaitu :
1. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin,menunjukkan kemampuan penjualan dalam menghasilkan laba kotor. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Laba Kotor Gross Profit Margin=
Penjualan Bersih
2. Net Profit Margin
Net Profit Margin, menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
EAT Net Profit Magin=
Penjualan Bersih
28
3. Return On Asset ROA
Return On Asset ROA, menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu. Rasio ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
EBIT Return On Asset=
Total Aktiva
4. Return On Equity ROE
Return On Equity ROE, menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Laba Setelah Pajak Return On Equity=
Modal Sendiri
E. Likuiditas
Menurut Munawir 2007 : 31 likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera
dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sedangkan menurut Sugiyarso dan Winarni 2005 : 114
29
likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Analis keuangan dapat menggunakan beberapa rasio likuiditas
untuk menilai apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera jatuh tempo Tandelilin 1991 : 74
sebagaimana dikutip oleh Asmara 2008. Rasio-rasio likuiditas yang sering digunakan adalah :
1. Rasio Lancar Current Ratio
Rasio lancar ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancarnya. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aktiva Lancar Rasio Lancar =
Hutang Lancar
2. Rasio Quick Quick Ratio
Dari ketiga komponen aktiva lancar kas, piutang, persediaan , persediaan biasanya dianggap merupakan asset yang paling likuid. Hal ini
berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk sampai menjadi kas, sehingga waktu yang dipergunakan untuk menjadi kas
semakin lama dan juga ketidakpastian nilai persediaan. Dengan alasan diatas, persediaan dikeluarkan dari aktiva lancar untuk perhitungan rasio
quick. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aktiva Lancar - Persediaan
30
Rasio Quick = Hutang Lancar
2.2.7 Pengaruh Variabel Terhadap Struktur Modal. 2.2.7.1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal.
Weston dan Brigham 1994 : 250 sebagaimana dikutip oleh Assegaf 2007 perusahaan yang sangat besar biasanya mempunyai saham yang tersebar
sangat luas, sehingga akan memberikan perlindungan terhadap kerugian dari sudut kreditor dengan demikian dan akan memudahkan perusahaan untuk mendapatkan
utang dimasa mendatang. Brigham dan Houston 2001 : 39 sebagaimana dikutip oleh Assegaf
2007 mengatakan bahwa perusahaan relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjamandan menanggung beban tetap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Perusahaan yang besar biasanya lebih berani dalam memiliki hutang yang
tinggi dan mempunyai intensif untuk memilih proyek yang lebih beresiko daripada yang aman. Ini karena perusahaan dengan kewajiban hutang tetap
menikmatisisi baik, tapi disisi buruknya perusahaan tidak sepenuhnya bisa membayar kembali hutangnya jika investasi buruk. Sehingga ukuran perusahaan
mempunyai hubungan yang positif terhadap struktur modal perusahaan.
2.2.7.2. Pengaruh Resiko Bisnis Terhadap Struktur Modal
31
Menurut Myers 1996 dalam Saidi 2004 mengatakan bahwa perusahaan
lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi.
Lukas 2003 : 225 berpendapat bahwa resiko bisnis adalah ketidakpastian pada perkiraan pendapatan operasi perusahaan dimasa mendatang. Resiko bisnis
mewakili tingkat resiko dari opersi-operasi perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Menurut Lukas 2003 : 273 perusahaan yang memiliki resiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar.
Resiko bisnis mempunyi hubungan yang negatif terhadap struktur modal perusahaan. Semakin tinggi resiko maka semakin rendah hutang perusahaan
dalam struktur modal perusahaan, sebaliknya semakin rendah resiko maka semakin tinggi hutang perusahaan dalam struktur modal perusahaan. Setiawan
2006 : 318.
2.2.7.3. Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Struktur Modal. Menurut Lukas 2003 : 274 sebagaimana dikutip oleh Assegaf 2007
perusahaan dengan growth opportunity yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan growth
opportunity yang rendah, kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat
dipenuhi dari laba ditahan. Perusahaan dengan growth opportunity tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan
growth opportunity yang rendah.
32
Growth opportunity mempunyai hubungan yang positif terhadap struktur modal perusahaan. Semakin cepat growth opportunity lebih banyak menggunakan
hutang sehingga memperbesar struktur modal, sebaliknya semakin lambat growth opportunity
lebih sedikit menggunakan hutang sehingga memperkecil struktur modal.
2.2.7.4. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal. Menurut Brigham dan Houston 2001 : 40 dalam Saidi 2004
mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil.
Menggambarkan kemampuan seluruh aktiva untuk manghasilkan laba dengan membagi laba bersih sebelum pajak terhadap total aktiva Moeljadi 2006 :
237. Profitabilitas mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal
perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semaki rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal, sebaliknya semakin rendah
profitabilitas perusahaan semakin tinggi tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal. Setiawan 2006 : 319
2.2.7.5. Pengaruh Likuiditas Terhadap Struktur Modal. Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
banyak keputusan deviden. Perusahaan yang tumbuh dan menguntungkan bisa tidak likuid, karena dananya mungkin digunakan untuk membeli aktiva tetap dan
33
sebagai modal kerja permanent. Oleh karena itu, manajemen perusahaan seperti itu biasanya ingin mempertahankannnya suatu bantalan likuiditas untuk
memberikan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Tentunya likuiditas perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi dan pembiayaannya.
Keputusan investasi menentukan tingkat ekspansi perluasan aktiva dan kebutuhan perusahaan tersebut akan dana. James C. Van Horne 1988 : 57.
Menurut Sartono 2001 : 489 mengatakan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial yang berjangka
pendek. Likuiditas mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal
perusahaan. Semakin tinggi likuiditas semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modal, sebaliknya semakin rendah likuiditas semakin tinggi tingkat
penggunaan hutang dalam struktur modal.Setiawan 2006 : 319.
34
2.3 Kerangka Konseptual