xxviii
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C dari sari markisa secara volumetri dengan 2,6-
diklorofenol indofenol.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, pada bulan Agustus 2012 – Oktober 2012.
3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Medanense MEDA Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
Lampiran 1, halaman 33.
3.3 Bahan dan Alat 3.3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroburet 5 ml, neraca analitik Bueco Germany, pisau Stenless, blender Miyako, kertas
saring, statif dan klem, eksikator, oven Memmert, pipet volum, botol timbang, dan alat-alat gelas laboratorium.
3.3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas proanalisis dari E.Merck jika tidak dinyatakan lain yaitu 2,6-diklorofenol
indofenol, asam metafosfat, asam asetat glasial 96 , asam askorbat baku
15
Universitas Sumatera Utara
xxix Jiangsu nutraceutical. CO.,I..TD, natrium bikarbonat 0,084 bv, aquades
Rudang.
3.4 Rancangan Penelitian 3.4.1 Sampel
3.4.1.1 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling purposif yaitu sampel dipilih dengan pertimbangan sesuai dengan tujuan purpose
penelitian. Pengambilan sampel secara purposif, tanpa membandingkannya dengan tumbuhan yang sama pada daerah lain.
Karakteristik buah markisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah berwarna ungu Passiflora edulis Sims. yang diperoleh dari Pasar
Tradisional Padang Bulan, Medan, kilometer 4,5 yang berasal dari Desa Ajinembah, Kecamatan Merek, Kabupaten Tanah Karo. Sampel diambil 2 kg,
disimpan dan diuji sesuai dengan prosedur penelitian. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 35.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Pereaksi
Pembuatan pereaksi berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV: 1. Larutan 2,6-diklorofenol indofenol 0,0008 N
Ditimbang seksama 62,5 mg natrium 2,6-diklorofenol indofenol yang telah disimpan dalam eksikator, tambahkan 62,5 ml larutan NaHCO
3
0,084 bv, kocok kuat, setelah larut tambahkan aquades hingga 250 ml. Saring ke dalam
botol bersumbat kaca berwarna coklat.
16
Universitas Sumatera Utara
xxx
2. Larutan asam metafosfat-asetat
Dilarutkan 15 g asam metafosfat dalam 40 ml asam asetat glasial dan encerkan dengan air secukupnya hingga 500 ml. Simpan di tempat dingin, hanya
boleh digunakan dalam 2 hari.
3. Larutan NaHCO
3
0,084 bv Dilarutkan 84 mg NaHCO
3
dalam 100 ml air.
3.5.2 Perhitungan Kesetaraan Pentiter 2,6-diklorofenol Indofenol
Ditimbang seksama 50 mg asam askorbat baku, pindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan larutan asam metafosfat-asetat,
dicukupkan sampai garis tanda. Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan asam metafosfat-asetat 6 ml. Titrasi segera dengan
larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap tidak kurang dari 5 detik. Lakukan titrasi blanko menggunakan 7 ml asam metafosfat-asetat dan
dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap. Kadar larutan baku 2,6-diklorofenol indofenol dinyatakan dengan
kesetaraan dalam mg asam askorbat Horwitz, 2002. Perhitungan kesetaraan dilakukan dengan rumus:
Kesetaraan mg = Keterangan :
Va = Volume aliquot ml W = Berat vitamin C mg
Vt = Volume titrasi ml Vb = Volume blanko ml
Vc = Volume labu tentukur ml
17
Universitas Sumatera Utara
xxxi Contoh perhitungan dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5,
halaman 39.
3.5.3 Penyiapan Larutan Sampel
Markisa dicuci dengan menggunakan air bersih, dilap dengan kain bersih, dan ditimbang 2 kg buah markisa. Kemudian markisa dibelah menjadi dua bagian
dikeluarkan isinya dari kulitnya. Ditimbang isi markisa 500 gram dan diblender, disaring, kemudian ditimbang 30 gram lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur
100 ml, ditambahkan aquades sampai garis tanda, dihomogenkan, kemudian disaring ke dalam erlenmeyer, filtrat pertama dibuang ± 20 ml, dan didiamkan
selama 1 jam, 4 jam dan, 8 jam.
3.5.4 Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan Sampel
Dipipet 10 ml filtrat, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 5 ml asam metafosfat-asetat. Dititrasi sari yang segar dengan larutan 2,6 diklorofenol
indofenol sampai terbentuk warna merah jambu sebagai titik akhir titrasi. Sesudah didiamkan selama 1 jam, 4 jam dan 8 jam dipipet 10 ml filtrat, dimasukkan ke
dalam erlenmeyer. Ditambahkan 5 ml asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan 2,6 diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu sebagai
titik akhir titrasi dan dilakukan 6 kali pengulangan. Dilakukan penetapan blanko Horwitz, 2002.
Kadar Vitamin C mgg = Keterangan:
Vt = Volume titrasi ml Vb = Volume blanko ml
VI = Volume labu tentukur ml Vp = Volume pemipetan ml
Bs = Berat sampel g
18
Universitas Sumatera Utara
xxxii Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 42.
3.5.5 Penetapan Kadar Baku Vitamin C dengan Metode 2,6 Diklorofenol Indofenol
Ditimbang 100 mg baku vitamin C, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan aquades sampai garis tanda, dilarutkan. Dipipet 1 ml
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 5 ml asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan 2,6 diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah
jambu sebagai titik akhir titrasi. Sesudah didiamkan selama 1 jam, 4 jam dan 8 jam dipipet 1 ml filtrat, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 5 ml
asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan 2,6 diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu sebagai titik akhir titrasi dan dilakukan 6 kali
pengulangan. Dilakukan penetapan blanko Horwitz, 2002. Kadar Vitamin C mgg =
Keterangan: Vt = Volume titrasi ml
Vb = Volume blanko ml VI = Volume labu tentukur ml
Vp = Volume pemipetan ml Bs = Berat sampel g
3.5.6 Uji Perolehan Kembali Recovery
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali recovery analit yang ditambahkan Harmita, 2004. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit
dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan
19
Universitas Sumatera Utara
xxxiii motode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa
persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan Harmita, 2004. Prosedur uji perolehan kembali recovery dengan metode adisi dilakukan
sebagai berikut: dikerjakan dengan prosedur yang sama seperti penetapan kadar vitamin C dalam sampel dengan penambahan vitamin C baku yaitu 2,5 mg dengan
cara sebanyak 25 mg vitamin C baku dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan asam metafosfat-asetat sampai garis tanda konsentrasi 0,25
mg100 ml, lalu di pipet sebanyak 10 ml yang ditambahkan pada sampel yang ditimbang seksama dan dilakukan enam kali pengulangan.
Menurut Harmita 2004, rumus perhitungan persen recovery adalah: Recovery =
X 100 Keterangan:
A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C
C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan Data hasil analisis perolehan kembali persen recovery dapat dilihat pada
lampiran 13, halaman 56.
3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila
dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang
Gandjar dan Rohman, 2007.
20
Universitas Sumatera Utara
xxxiv Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau diterima,
perlu dilakukan analisis data secara statistika. Pada taraf kepercayaan 95 α = 0,05, hasil analisis ditolak jika Q
hitung
Q
tabel
Rohman dan Gandjar, 2007. Untuk menghitung nilai Q digunakan rumus:
Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 2.1, apabila Q
hitung
Q
kritis
maka data tersebut ditolak.
Tabel 1. Nilai Q
kritis
pada Taraf Kepercayaan 95 Banyak Data
Nilai Q
kritis
4 0,831
5 0,717
6 0,621
7 0,570
8 0,524
Menurut Wibisono 2005, untuk menentukan kadar vitamin C di dalam sampel dengan taraf kepercay
aan 95, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
μ = X ± t
½ α, dk
SD √n
Keterangan µ
= Interval kepercayaan X = Kadar rata-rata sampel
t = Harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
α = Tingkat kepercayaan SD = Standar deviasi
n = Jumlah perlakuan
21
Universitas Sumatera Utara
xxxv Contoh perhitungan statistik kadar vitamin C dari sampel yang dianalisis
dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 45.
3.5.7.2 Uji Ketelitian Presisi Metode Analisis
Uji presisi ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada
sampel. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku relatif Relative Standard Deviation atau koefisien variasi Harmita, 2004.
Rumus perhitungan persen RSD: RSD =
× X
SD
100 Keterangan:
SD = standar deviasi
X
= kadar rata-rata sampel Data hasil perhitungan koefisien variasi RSD dapat dilihat pada
Lampiran 14, halaman 57.
3.5.7.3 Pengujian Beda Nilai Rata-rata
Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel, maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F
menggunakan SPSS 17. Data berbeda secara signifikan jika F
hitung
F
tabel
dan data tidak berbeda secara signifikan jika F
hitung
F
tabel
. Jika data yang diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan uji himpunan homogen
dengan cara analisis Duncan.
22
Universitas Sumatera Utara
xxxvi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Herbarium Medanense MEDA Universitas Sumatera Utara adalah markisa ungu Passiflora edulis
Sims. Termasuk suku passifloraceae Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 33.
4.2 Penetapan Kadar Baku Vitamin C dan Sari Markisa dengan Variasi Waktu
Hasil penetapan kadar vitamin C dari sari markisa segar dan baku vitamin C pertama kali dilarutkan dan sesudah didiamkan selama 1 jam, 4 jam dan 8 jam,
dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Diagram Batang Kadar Baku Vitamin C dan Sari Markisa dengan
Variasi Waktu.
Penetapan kadar vitamin C dilakukan secara volumetri dengan 2,6- diklorofenol indofenol. Data hasil penetapan kadar vitamin C dari sari markisa
segar dan baku vitamin C terlebih dahulu dilarutkan dan dibiarkan selama 1 jam, 4 jam, dan 8 jam dapat dilihat pada Tabel 2.
25.83 25.23
23.64 20.73
96.75 96.09
93.68 89.81
20 40
60 80
100 120
Segar Didiamkan
Selama 1 jam Didiamkan
Selama 4 jam Didiamkan
Selama 8 jam sari markisa
Vitamin C baku
23
Universitas Sumatera Utara
xxxvii
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Baku Vitamin C dan Sari Markisa dengan Variasi
Waktu.
No Jam
NAMA SAMPEL Kadar Vit. C mg100 g
Sari markisa Kadar Vit. C
baku mg100g 1
Segar 25,83 ± 0,06
96,75 ± 0,22 2
Didiamkan selama 1jam 25,23 ± 0,08
96,09 ± 0,21 3
Didiamkan selama 4 jam 23,64 ± 0,04
93,68 ± 0,25 4
Didiamkan selama 8 jam 20,73 ± 0,08
89,81 ± 0,36
Hasil analisis kemudian dilanjutkan dengan pengujian beda nilai kadar rata-rata vitamin C sari markisa antar waktu, yaitu uji F dengan taraf kepercayaan
95 untuk mengetahui apakah variasi antar waktu sama atau berbeda menggunakan Statistical Product And Service Solution SPSS dapat dilihat pada
Tabel 4. Pada tabel di atas dapat kita lihat penurunan kadar baku vitamin C dan sari
markisa pada variasi waktu tertentu, dimana kadar baku vitamin C dan sari markisa memiliki nilai penurunan yang berbeda pada tiap variasi waktu tertentu.
Persen penurunan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persen Penurunan Baku Vitamin C dan Sari Markisa pada Variasi Waktu
No Jam
NAMA SAMPEL Kadar Vit. C
Kadar Vit. C baku
1 Segar
2 Didiamkan selama 1jam
0,6 0,66
3 Didiamkan selama 4 jam
1,59 2,41
4 Didiamkan selama 8 jam
2,91 3,87
24
Universitas Sumatera Utara
xxxviii
Tabel 4. Uji F Kadar Vitamin C dari Sari Markisa dengan Variasi Waktu.
Jumlah Kuadrat
Df Rata-Rata
Kuadrat F
Sig. Antar Kelompok
93.509 3
31.170 7.1993
.000 Dalam Kelompok
.087 20
.004 Total
93.595 23
Pada Tabel 4 di atas, diperoleh F
hitung
sebesar 7.1993 dan F
tabel
sebesar 3,10 dimana F
hitung
F
tabel
. Hal ini menunjukkan bahwa kadar vitamin C sari markisa segar yang didiamkan selama 1 jam, 4 jam, dan 8 jam, berbeda secara statistik.
Karena terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan uji himpunan homogen dengan analisis Duncan.
Tabel 5. Analisis Himpunan Homogen Kadar Vitamin C dari Sari Markisa dengan
Variasi Waktu. Ducan
sampel sari
markisa N
Kepercayaan = 0.05 1
2 3
4 Segar
6 25,8317
Didiamkan selama 1 jam
6 25,2250
Didiamkan selama 4 jam
6 23,6417
Didiamkan Selama 8 jam
6 20,7317
Sig. 1.000
1.000 1.000
1.000 Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa ke empat perlakuan
menurut uji Duncan tidak berada dalam satu himpunan homogen, masing-masing pada himpunan yang berbeda, artinya bahwa kadar vitamin C pada buah markisa
25
Universitas Sumatera Utara
xxxix yang dilakukan pendiaman dengan waktu yang berbeda pada sari markisa
memberikan hasil yang berbeda, dimana pada buah segar diperoleh kadar vitamin C 25,83 mg100 g, pada pendiman 1 jam, 4 jam, dan 8 jam diperoleh kadar
berturut-turut sebesar 25,23 mg100 g, 23,64 mg100 g, dan 20,73 mg100 g ini membuktikan bahwa lama pendiaman mempengaruhi kadar vitamin C pada sari
markisa. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa kadar vitamin
C berkurang dari sari segar dan setelah pendiaman selama 1 jam, 4 jam dan 8 jam. Hal ini karena vitamin C mudah larut dalam air, dan mudah rusak oleh oksidasi,
panas, pendiaman dan alkali. Karena itu agar vitamin C tidak banyak hilang, sebaiknya pada proses pemotongan, penggilingan blender dan pendiaman dalam
waktu yang lama harus dihindari. Dalam “processed food”, kehilangan vitamin C banyak terjadi diakibatkan oleh degradasi kimiawi Andarwulan dan Koswara,
1989. Menurut Winarno 1984, menyatakan bahwa dalam pembuatan sari
markisa biasanya terdapat sedikit kerusakan karetenoid pada proses pemanasan yang lama, dan pendiaman beberapa jam, adanya kerusakan karetenoid perlu
diperhatikan karena karetenoid mudah teroksidasi. Timbulnya kerusakan pada struktur tersebut dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak stabil, misalnya
dari warna kuning berubah pucat dan menjadi putih kekuningan. Proses pembuatan dan lamanya pembutan dapat mempengaruhi kadar
vitamin C dalam bahan pangan seperti buah-buahan. Pada penetapan kadar vitamin C dari sari markisa, penyiapan larutan sampel melewati beberapa tahap
pengolahan seperti pemotongan dan penggilingan blender dan penimbangan
26 26
Universitas Sumatera Utara
xl yang memakan waktu lebih kurang 20 menit sehingga dapat mengalami
penurunan kadar vitamin C dari sari markisa. Semua bahan pangan yang diolah akan mengalami derajat kehilangan
vitamin tertentu tergantung cara pengolahannya. Pada umumnya, diinginkan suatu pembuatan pangan yang dapat meminimumkan kehilangan zat gizi dan
menghasilkan sediaan yang aman dikonsumsi Andarwulan dan Koswara, 1989.
4.3 Uji Perolehan Kembali