Untuk keadaan ekonomi keluarga sebenarnya relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini
disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dua perubahan ekonomi yang
cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar Baliwati,
2006. Terkait dengan permasalahan gizi, faktor ekonomi sangat erat kaitannya
dengan ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan adalah suatu kondisi dalam penyediaan makanan yang mencakup makanan dan minuman tersebut berasal apakah
dari tanaman, ternak atau ikan bagi rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan makanan dalam rumah tangga dipengaruhi antara lain oleh tingkat
pendapatan Baliwati dan Roosita, 2004. Ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap
individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi disebut oleh Soetrisno 1998 sebagai ketahanan pangan.
Menurut Koentjaraningrat 1993 ada beberapa faktor sosial ekonomi yang memengaruhi status gizi balita, yaitu pekerjaan dan penghasilan.
1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa untuk dijual kepada orang lain atau ke pasar guna memperoleh uang sebagai pendapatan bagi
Universitas Sumatera Utara
seseorang sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Untuk lebih jelasnya pengertian pekerjaan mencakup beberapa hal, yakni :
a. Pekerjaan sebagai sarana memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan perorangan.
b. Pekerjaan sebagai sumber pendapatan. c. Bagi masyarakat dan perorangan sebagai imbalan atas pengorbanan
energinya. d. Pekerjaan sebagai sumber memperoleh pengakuan status sosial, harga diri
dan penghargaan dari masyarakat sebagai imbalan atas peranan dan prestasinya.
e. Pekerjaan merupakan sumber penghidupan yang layak dan sumber martabatnya, adalah kewajiban dan haknya sebagai warga Negara dan
manusia makhluk Tuhan Sagir, 1992 Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup
bagi anak-anak dan keluarga Berg, 1986. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu
dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak Singarimbun, 1988. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi
keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan
kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak Berg, 1986.
Universitas Sumatera Utara
2. Penghasilan
Menurut Berg 1986, penghasilan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Ada hubungan erat antara penghasilan dan gizi yang
didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari penghasilan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya. Penghasilan berkaitan dengan
keadaan gizi hampir umum terhadap semua tingkat pertambahan penghasilan. Penghasilan keluarga juga memengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan
pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang.
2.3. Pola Makan
Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh Ibupengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian
makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,
pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan
media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih makanan yang baik Santoso, 1995.
Menurut Hong dalam Kardjati 1985 yang dikutip oleh Santoso 2004, mengemukankan bahwa, pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Praktek-praktek pengasuhan pemberian makan terhadap anak terdiri dari: 1. Pemberian makanan yang sesuai umur anak:
- Jenis makanan yang diberikan - Frekuensi makan dalam sehari
2. Kepekaan Ibu mengetahui saat anak makan yaitu waktu makan 3. Upaya menumbuhkan nafsu makan anak:
Cara memberikan makan sebaiknya dengan membujuk anak sehingga menumbuhkan nafsu makan anak
4. Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman Engel et. Al, 1997. Jenis makanan dan frekuensi makan anak harus disesuaikan dengan umur
anak Depkes RI, 2005, yaitu: - Umur 12-23 bulan : - ASIPASI sesuai keinginan anak
- Nasi lembek 3x sehari, ditambah telur ayam ikan tempe tahudaging sapi wortel bayam kacang hijau santan
minyak - Makanan selingan 2x sehari diantara waktu makan seperti
bubur kacang hijau, biscuit, nagasari dan sebagainya. - Sari buah
- Umur 24-35 : - Makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3x sehari yang
terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah - Beri makanan selingan 2x sehari
Universitas Sumatera Utara
- Umur 36-59 bulan : - Pemberian makanan sama dengan anak umur 24-35 bulan yaitu 3x sehari terdiri dari nasi,lauk pauk, sayur, buah.
Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi Santoso, 1995. Maka, pemberian makan pada anak sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat
menikmatinya, tidak perlu dengan membuat jadwal makan yang terlalu kaku terlalu disiplin terhadap waktu, karena mungkin saja bila kita memaksakan anak makan
pada jam yang telah ditentukan, anak belum merasa lapar sehingga dia tidak mempunyai napsu untuk makan. Mungkin juga pada saat jam makan yang ditentukan
anak masih merasa lelah setelah bermain, sebaiknya biarkan anak beristirahat terlebih dahulu.
Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa
anak bila dipaksa akan menimbulkan emosi pada anak sehingga anak menjadi kehilangan nafsu makan Pudjiadi, 2005.
Sikap ibupengasuh yang hangat, ramah menciptakan suasana yang nyaman, tenang mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat
menimbulkan napsu makan anak Hurlock, 1991. Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat
membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan gizi anak Anwar, 2000. Sebaliknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat
menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak UNICEF, 1999, Kurniawan, et.al, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan 1.
Pengetahuan Gizi Ibu
Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga bisa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat
mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah bahan makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak
tercukupi. Menurut Soehardjo 1989, bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk
dikonsumsi.
2. Pendidikan Ibu