5.2. Pengaruh Ekonomi terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah BGM di Kecamatan Montasik
Hasil uji statistik Chi Square terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pola makan balita Bawah Garis
Merah BGM dimana nilai signifikansi p= 0,002 α 0,05. Dari 43 Ibu, hampir
seluruhnya bekerja ke dalam kategori tidak tetap, yaitu 95,3. Pekerjaan tidak tetap yang dilakukan Ibu adalah bekerja sebagai petani. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Berg 1986 yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini
ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-
anaknya, khususnya memelihara anak Singarimbun, 1988. Berg 1986 juga menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai
cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta frekuensi pemberian makanan juga bisa berkurang dalam satu
hari. Hal ini lah yang dapat menyebabkan kurangnya asupan makanan bagi anak sehingga bisa menyebabkan anak menjadi kurang gizi.
Pada penelitian ini diketahui bahwa Ibu yang bekerja tidak tetap yaitu sebagai petani, bekerja dari pagi hingga sore hari sehingga balitanya dititipkan pada orang
tuanya atau anak tertua yang menjaganya. Dengan demikian ibu tidak mempunyai waktu untuk mengasuh terutama memperhatikan pola makan anaknya. Ibu hanya
menitipkan makanan sekedarnya saja untuk makan anaknya karena pagi-pagi
Universitas Sumatera Utara
sebelum berangkat kerja, Ibu hanya sebatas menyiapkan nasi dan lauk saja. Sementara itu belum tentu yang menjaga anaknya memberikan makanan tambahan.
Sedangkan Ibu yang bekerja tetap yaitu PNS guru mempunyai waktu lebih untuk merawat dan memperhatikan pola makan anaknya karena waktu bekerjanya hanya
sampai siang hari saja dan selebihnya dia dapat mengasuh dan memperhatikan pola makan anaknya. Walaupun anaknya dititipkan dari pagi hingga siang, akan tetapi
karena adanya pengetahuan Ibu maka kebutuhan gizi anaknya tetap terpenuhi dengan menyiapkan makanan yang lengkap dan memberitahu yang menjaga anaknya untuk
memberikan pola makan yang baik pada anaknya. Selanjutnya hasil uji statistik Chi Square terhadap penghasilan menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan pola makan balita Bawah Garis Merah BGM dimana nilai signifikansi p= 0,132
α 0,05. Dari 43 Ibu, 65,1 keluarganya berpenghasilan Rp.1.350.000,-. Dengan
penghasilan yang dikategorikan pada tingkat sedang, tidak memengaruhi pola makan balita, hal ini bisa terjadi karena jumlah anggota keluarga yang ditanggung dari hasil
penelitian ini juga tidak besar, berada pada kategori sedang dengan jumlah 3-4 orang dalam satu keluarga. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Orisinal
2001 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan per kapita dengan status gizi balita. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan
penelitian Sri Murni 2007 yang menyatakan bahwa pola makan anak balita pada keluarga dengan ekonomi tinggi lebih baik dibandingkan dengan keluarga miskin
terutama dalam hal jenis, jumlah, dan frekuensi makanan. Namun hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan pendapat Berg Sajogyo 1986 yang menyatakan bahwa pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan, tetapi
pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan. Hasil dari food frekuensi juga dapat memberikan gambaran seberapa sering
balita diberi makanan dengan gizi yang seimbang. Bahan makanan pokok yang dikonsumsi balita adalah beras dengan frekuensi 1xhari, lauk pauk hewani yang
sering dikonsumsi adalah ikan dan telur, sementara untuk konsumsi daging jarang sekali 1xbulan, sedangkan daging merupakan sumber zat gizi yang baik bagi
pertumbuhan balita. Dari bahan makanan yang ada, yang jarang dikonsumsi adalah sayur-sayuran, frekuensinya konsumsinya 1-3xminggu, paliang banyak hanya 6
responden yang memberikan sayur-sayuran kepada anaknya dalam frekuens 1xhari. Kesibukan ibu dengan pekerjaannya juga menjadi faktor yang menyebabkan
hal ini. Waktu yang sedikit dapat menjadi penyebab bagi ibu untuk menyajikan makanan yang cepat dan mudah, tanpa memperhatikan kebutuhan gizi anaknya.
Hasil food frekuensi juga menunjukkan bahwa, balita kurang diberikan makanan selingan ataupun makanan tambahan seperti buah-buahan, roti, biscuit, dan lain-lain.
Buah-buahan juga merupakan zat gizi tambahan bagi pertumbuhan dan perkembangan balita.
Sedangkan dari hasil uji Regresi Linear Berganda menunjukkan bahwa dari empat variabel yang dianggap berpengaruh pengetahuan, pendidikan, penghasilan,
pekerjaan dengan memperhatikan nilai signifikansi hasil uji bivariat dimana p0,25, maka pekerjaan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pola makan
Universitas Sumatera Utara
balita Bawah Garis Merah BGM di Kecamatan Mon tasik, dimana p = 0,007 α
0,05 dan nilai β = 0,288. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg 1986
yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran
ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.
5.3. Keterbatasan Peneliti