21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Sensor, Laboratorium Kimia Polimer dan Laboraturium Agroteknologi Sensor, Pusat Kecemerlangan
Aplikasi Sensor, Universiti Malaysia Perlis, Malaysia.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Polianilin
Fungsi : Sebagai bahan utama pembuatan sensor matriks 2. Serbuk Ban
Fungsi : Untuk meningkatkan bahan utama sensor bahan pengisi 3. Epoxy
Fungsi : Sebagai bahan perekat antara serbuk ban dan polianilin 4. Diamind Group hardener
Fungsi : Sebagai bahan yang membantu mengeraskan epoxy. 5. 1,4-Metil pyrrolydinone
Fungsi : Sebagai pelarut antara poianilin dan serbuk ban 6. PCB
Fungsi : Sebagai chassis untuk sensor 7. Toluen dan Etanol
Sebagai senyawa penguji pada uji ketahanan sensor 8. Minyak goreng Neptune Minyak Kelapa Sawit
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya. 9. Minyak goreng Vecorn Minyak Jagung
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya. 10. Minyak Solar Shell
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya.
Universitas Sumatera Utara
22 11. Minyak Oli Mesin
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya.
3.2.2 Peralatan 3.2.2.1 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1 Mechanical stirrer
Fungsi : mencampurkan polianilin dan serbuk ban 2 Oven
Fungsi : memproses campuran untuk pembentukan sensor 3 Cetakan
Fungsi : Tempat cetakan sensor 4 Alat
– alat gelas Fungsi : Sebagai alat percobaan
3.2.2.2 Peralatan Analisa
Adapun peralatan analisa yang digunakan dalam percobaan ini adalah : 1. Multimeter
Fungsi : menentukan nilai R Resistance dari sensor sebelum dan sesudah digunakan pada minyak goreng
2. Alat-Alat Gelas Fungsi : Sebagai alat percobaan
3. Mikrokop scanning electron model Joel JSM 6460LA Fungsi : menganalisa morfologi sensor
4. Peralatan FTIR Fungsi : menentukan gugus kimia yang aktif pada sensor sebelum dilakukan
analisa 5. Peralatan XRD
Fungsi : menentukan struktur kristal dari komposit
Universitas Sumatera Utara
23
3. 3 VARIABEL PENELITIAN
3.3.1 Variasi Kompoisi Serbuk Ban
Tabel 3.1 Formulasi campuran konduktif polimer dari polianilin serbuk ban
Jenis Sensor Polyaniline
gram Serbuk Ban
phr Epoxy-hardener
ml
Sensor -0 0,2
3 Sensor -1
0,2 5
3 Sensor -2
0,2 10
3 Sensor -3
0,2 15
3 Sensor -4
0,2 20
3 Sensor -5
0,2 25
3
3.3.2 Variasi Kondisi Operasi Curing Process Pada Pembuatan Sensor
Tabel 3.2 Variasi kondisi operasi curing process pada pembuatan sensor
Temperatur Waktu menit
70 °C
20 30
40
80
o
C
20 30
40
90
o
C
20 30
40
Universitas Sumatera Utara
24
3.3.3 Variasi Jenis Minyak
Tabel 3.3 Formulasi Jenis Minyak Uji
Temperatur Jenis Minyak
30
o
C
Minyak Kelapa Sawit Neptune Minyak Jagung Vecorn
Solar Shell Oli Mesin
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Pembuatan Sensor
Adapun prosedur yang digunakan dalam pembuatan sensor, seperti yang dikutip dari jurnal Conductve Polymer Based on Polyaniline
– Eggshell Composite
[32]. 1.
Sebanyak 0,2 gram dari polianilin dicampur dengan 5phr per hundred resin serbuk ban pada beaker glass.
2. Ditambahkan 10 ml 1,4-Metil pyrroledinone.
3. Campuran kemudian diaduk selama 25 menit diatas penangas air.
4. Campuran kemudian dicampur dengan epoxy-hardener, dan diaduk sampai
homogen. 5.
Campuran yang homogen kemudian diletakkan sebanyak 1 ml pada PCB. 6.
Campuran yang telah melekat pada PCB kemudian dipanaskan dalam oven pada 70, 80, 90°C selama 20, 30, 40 menit.
7. Setelah dikeluarkan dari oven, dilakukan posting - curing pada sampel selama
24 jam pada suhu kamar dengan menambahkan kabel pada PCB dengan dua kutub anoda dan katoda.
Universitas Sumatera Utara
25
3.4.2 Flowchart Pembuatan Sensor
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Pembuatan Sensor Mulai
Dicampurkan 0,2 gram polianilin dengan 5 per hundred resin
serbuk ban pada beaker glass
Dipanaskan dalam oven pada 70
o
C, 80
o
C, 90
o
C selama 20,30,dan 40 menit Diaduk selama 5 menit sampai homogen
Ditambahkan epoxy-hardener sebanyak 3 ml Diaduk selama 25 menit pada penangas air
Ditambahkan 10 ml 1,4 metil pyrolledinone
Sebanyak 1 ml campuran diletakkan pada PCB
Dilakukan posting curing selama 24 jam dengan menambahkan kabel pada PCB dengandua kutub anoda dan katoda
Selesai
Universitas Sumatera Utara
26
3.5 PROSEDUR ANALISA
3.5.1 Analisis Bilangan Resistansi Sensor
1. Dimasukkan Minyak goreng sebanyak 50 ml kedalam Erlenmeyer. 2. Kemudian sensor yang telah dihubungkan ke multimeter di masukkan ke
dalam Erlenmeyer yang berisi minyak sampai membasahi seluruh permukaan sensor.
3. Tutup Erlenmeyer, lalu di ukur nilai resistansi pada alat multimeter. 4. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.5.2 Analisis Bilangan Konduktivitas Sensor
Langsung dari prosedur analisa bilangan resistansi sensor yaitu menghubungkan dengan ASTM D257, dimana rumusnya :
[3.1] Dimana:
σ = Nilai konduktivitas sensor T = Ketebalan dari PVC sensor
R = Nilai resistansi sensor A = Luas permukaan sensor
3.5.3 Analisis Gugus Kimia Aktif
Berdasarkan ASTM E 1252 – 982013 C1 Standard Practice for General
Thecniques for Obtaining Infrared Spectra for Qualitative Analysis :
1. Sensor dimasukkan ke dalam alat FT-IR 2. Dihitung panjang gelombang dengan menggunakan alat FT-IR tersebut
3. Resolusi spektrum yang dipilih dan jangkauan pemindaian adalah 4 cm
-1
dan 600-4000 cm
-1
. 4. Dicatat hail yang diperoleh
3.5.4 Analisis Morfofogi Permukaan SEM
Morfologi permukaan polianilinaserbuk ban diteliti dengan menggunakan mikroskop elektron scanning Model Joel JSM 6460LA-. Sebelum pemeriksaan
SEM, sampel yang dipasang di alas aluminium dan dibiarkan dalam tutup sputtering
yaitu, sebuah lapisan Paladium tipis 20 nm yang tidak rata dilapisi pada
Universitas Sumatera Utara
27 permukaan sampel untuk menghindari listrik yang dibebankan selama
pemeriksaan. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.5.5 Analisa XRD X-Ray Diffraction
Pengujian XRD pada sensor konduktif polimer dilakukan menggunakan XRD 6000 jenis Shimadzu pada voltase 35 kV, 25 mA, dan radiasi Cu Cu = 1.54
nm. Pancaran sinar dijalankan dalam rentang 10 – 80 2θ. Analisa ini dilakukan
pada suhu kamar mengunakan kecepatan sinar pada 5
o
Cmenit. Hukum Bragg’s yang pertama kali digunakan untuk menentukan interfrensi
sinar –X melalui kristal dan mengkaji struktur bahan yang berbeda-beda. Apabila
panjang gelombang yang digunakan adalah sebanding dengan ruang antara molekul bahan yang dianalisa, dimana d adalah jarak antara atom, n adalah
tingkat refleksi, λ adalah panjang gelombang dari radiasi, dan θ adalah sudut yang terbentuk
Nilai d dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Hukum Bagg’s: n×λ = 2 d sin θ
atau d = [3.2]
Dimana : d = jarak antara atom
n = tingkat refleksi λ = panjang gelombang dari radiasi 1,54 Ǻ
θ = sudut yang terbentuk
3.5.6 Analisa Ketahanan Bahan Kimia Sensor
Pengujian dilakukan dengan mengikuti ASTM D471 1. Sensor ditimbang menggunakan timbangan elektrik dan dicatat
2. Sensor direndam masing - masing dalam senyawa toluene dan etanol, pada suhu kamar selama 46 jam
3. Setelah 46 jam jam, sensor dikeluarkan dari rendaman dan dibeersihkan menggunakan tisu, untuk menghilangkan sisa pelarut yang masih melekat
pada permukaan sensor 4. Sensor yang telah dibersihkan kemudian ditimbang
Universitas Sumatera Utara
28 5. Ditentukan indeks pertambahan berat sensor menggunakan rumus :
Indeks pertambahan berat = Pertambahan berat =
×100
[3.3]
Universitas Sumatera Utara
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISA KONDUKTIVITAS SENSOR
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh suhu dan waktu pemrosesan terhadap nilai konduktivitas sensor. Nilai konduktivitas dapat
diperoleh dengan melakukan pengukuran nilai resistensi dari sensor tersebut. Nilai resistensi dari sensor tersebut dipengaruhi oleh jenis sensor yang berbeda-beda
yaitu berdasarkan komposisi serbuk ban, suhu pemrosesan dan waktu yang digunakan untuk melekatkan polimer dengan PCB. Komposisi yang digunakan
berdasarkan perbedaan kandungan serbuk ban tire dust, yaitu sebesar 0 phr sensor 0, 5 phr sensor 1, 10 phr sensor 2, 15 phr sensor 3, 20 phr sensor 4,
25 phr sensor 5. Selain digunakan variasi pada kandungan serbuk ban, sensor ini juga dibuat dengan variasi pada suhu pemrosesan dan waktu pemrosesannya.
Suhu pemrosesan yang digunakan adalah 70, 80, 90
o
C, dan waktu yang digunakan 20, 30, dan 40 menit.
Gambar 4.1 adalah grafik yang menunjukkan hasil dari keseluruhan percobaan untuk mendapatkan nilai konduktivitas dengan variabel seperti tersebut
diatas.
Gambar 4.1 Grafik Nilai Konduktivitas Sensor Pada Setiap Keadaan
o
C menit
Universitas Sumatera Utara
30 Dari gambar 4.1 yang merupakan hasil dari pengukuran nilai konduktivitas
sensor dari semua keadaan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dapat dilihat secara keseluruhan sensor untuk kandungan serbuk ban sebesar 0 phr murni
dengan kondisi operasi 80
o
C selama 20 menit memiliki nilai konduktivitas terendah. Sedangkan, sensor dengan kandungan serbuk ban sebanyak 20 phr
sensor 4 kondisi operasi 80
o
C selama 30 menit memiliki nilai konduktivitas tertinggi. Hasil yang diperoleh ini sangat dipengaruhi oleh variabel
– variabel yang ada pada proses pembuatan sensor ini, antara lain persentasi kandungan
serbuk ban, temperatur proses, dan lamanya proses. Berdasarkan pada gambar diatas, selanjutnya akan dibahas mengenai
pengaruh komposisi sebuk ban, waktu pemrosesan serta temperatur terhadap nilai konduktivitas sensor dengan melihat perubahan nilai konduktivitas pada keadaan
optimum dari pembuatan sensor, yaitu pada temperatur 80°C dan waktu proses selama 30 menit
4.1.1 PENGARUH KOMPOSISI SERBUK BAN TERHADAP NILAI KONDUKTIVITAS SENSOR
Berdasarkan dari hasil pengukuran nilai konduktivitas, yaitu berdasarkan pada pengaruh kandungan serbuk ban pada sensor terhadap nilai konduktivitasnya
pada temperatur 80
o
C dengan waktu 30 menit, dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Serbuk Ban Terhadap Nilai Konduktivitas Sensor
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35
5 10
15 20
25
Nila i K
o nd
uk tif
it a
M O
hm
-1
cm
-1
Komposisi Serbuk Ban pada Sensor phr
Universitas Sumatera Utara
31 Dari gambar 4.2 terlihat bahwa sensor yang tidak berpengisi serbuk ban
tire dust memiliki konduktivitas yang paling rendah dibandingkan dengan sensor yang berpengisi serbuk ban tire dust, dan nilai konduktivitas bertambah
untuk penambahan serbuk ban pada komposisi 5 phr, kemudian nilai konduktivitas semakin meningkat pada kandungan 10 phr, kemudian semakin
meningkat pada 15 phr, terus meningkat pada 20 phr, dan akhirnya turun pada 25 phr.
Nilai konduktivitas dari sensor murni ini memiliki nilai konduktivitas terendah dari semua komposisi sensor yang ada. Rendahnya nilai konduktivitas
sensor yang tidak diisi dengan serbuk ban ini disebabkan sensor yang tidak diisi dengan serbuk ban elektron nya sulit untuk melakukan lompatan elektron tanpa
adanya serbuk ban dalam kandungan sensor tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan yang di katakan oleh Foster dengan penambahan carbon black dalam pelapisan
bahan konduktif akan mengurangi resistansi dari bahan konduktif tersebut dalam hal ini peningkatan konduktivitas [42]. Selain itu, kandungan karbon hitam
carbon black yang ada pada serbuk ban menyebabkan elektron yang ada pada polianilin lebih mudah untuk melakukan jumping elektron disepanjang rantai
polimer tersebut sehingga meningkatkan konduktivitas bahan konduktif polimer [33].
Kemudian dari Gambar 4.1 meunjukkan nilai konduktivitas semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah kandungan serbuk ban pada sensor -1
sampai pada sensor -4 dengan kandungan serbuk ban sebanyak 20 phr dengan nilai konduktivitas yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,284003 M ohm
-1
cm
-1
. Semakin bertambahnya nilai konduktivitas pada sensor ini disebabkan karena
terjadinya penyebaran parikel particle distribution yang merata pada polianilin sehingga memungkinkan terjadinya lompatan elektron jumping electron yang
lebih baik. Oleh karena itu, sensor tersebut merupakan sensor yang paling baik digunakan untuk menentukan nilai konduktivitas dari minyak yang akan diuji.
Hasil ini sesuai dengan yang telah dilaporkan oleh Yu, dkk dimana penambahan carbon nanotube didalam komposit dapat mengurangi nilai kapasitas
dari komposit tersebut sehingga menyebabkan naiknya nilai konduktivitas komposit [34]. Selain itu hasil ini juga analog dengan yang telah dilaporkan Supri
Universitas Sumatera Utara
32 dkk bahwa distribusi dari serbuk enceng gondok yang dilapisi oleh polianilin
didalam komposit dapat meningkatkan konduktivitas dari komposit tersebut [35]. Selain itu hal ini didukung oleh sifat polianilin itu sendiri yang memiliki sifat
semi-konduktor sehingga bersama dengan serbuk ban akan menghasilkan konduktivitas yang semakin besar dengan penambahan serbuk ban [43].
Namun, dari Gambar 4.1 pada sensor ke -5 atau kandungan serbuk ban sebanyak 25 phr, nilai konduktivitas sensor menurun dibanding sensor
sebelumnya dengan kandungan serbuk ban 20 phr. Hal ini disebabkan sensor yang diisi dengan serbuk ban sebanyak 25 phr memiliki kejenuhan dalam berikatan
dengan matriks sensor tersebut, yaitu PANI, sehingga menyebabkan terhambatnya proses lompatan elektron jumping electron pada sensor tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan menurunnya nilai konduktivitas dari sensor ke -5 menjadi sebesar 0,2105 M Ohm
-1
cm
-1
. Koizhainganova juga telah melaporkan bahwa konduktivitas polimer
semakin meningkat dengan penambahan kandungan carbon nanotube, sampai konduktivitasnya menurun setelah penambahan carbon nanotube yang melebihi
ambang batas, yaitu 30 dari berat matriks 30 per hundred resin [36].
4.1.2 PENGARUH WAKTU
PEMROSESAN TERHADAP
NILAI KONDUKTIVITAS SENSOR
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan perubahan nilai konduktivitas sensor terhadap waktu pemrosesan selama 20, 30, dan 40 menit pada saat pemasakan
pada temperatur 80°C.
Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Pemrosesan Sensor Terhadap Nilai Konduktivitas Sensor Pada Suhu 80
o
C
0.12 0.17
0.22 0.27
0.32 0.37
20 30
40
Nila i K
o nd
uk tif
it a
M O
hm
-1
cm
-1
Waktu Proses menit
Sensor Murni 0 phr Sensor 1 5 phr
Sensor 2 10 phr Sensor 3 15 phr
Sensor 4 20 phr Sensor 5 25 phr
Universitas Sumatera Utara
33 Sensor yang digunakan merupakan sensor dengan penambahan serbuk ban
sesuai dengan formula sebelumnya yaitu 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 phr. Pada gambar 4.3 menunjukkan pengaruh dari waktu pemrosesan pada
sensor terhadap nilai konduktivitas sensor pada suhu 80
o
C. Gambar diatas menunjukkan perubahan nilai konduktivitas tiap sensor untuk setiap pertambahan
waktu proses dengan suhu 80
o
C. Untuk sensor murni memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,1611 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 1 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,2316 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 2 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 40 menit, yaitu sebesar 0,2277 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 3 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,2372 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 4 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,284 M ohm
-1
cm
- 1
. Dan, sensor 5 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,2105 M ohm
-1
cm
-1
. Dari gambar 4.3 dapat dilihat nilai konduktivitas setiap sensor rata- rata
menunjukkan semakin bertambah nilai konduktivitas nya pada waktu pemanasan selama 30 menit, dan menurun pada waktu pemanasan selama 40 menit, atau nilai
konduktivitas sensor tertinggi dicapai pada waktu 30 menit. Hal ini disebabkan oleh campuran antara polianilin dengan serbuk ban memiliki rentang waktu yang
dibutuhkan untuk membentuk ruang interaksi antara serbuk ban dan karbon hitam untuk membentuk ruang lingkup yang dapat menghasilkan konduktivitas
tertinggi. Dimana waktu yang dibutuhkan untuk membentuk ruang tersebut untuk masing - masing sensor adalah berbeda-beda. Dimana untuk sensor murni, sensor
1, 3, 4, dan 5 memiliki nilai konduktivitas semakin bertambah pada waktu 30 menit dan menurun saat waktu pemrosesan bertambah menjadi 40 menit. Tetapi,
untuk sensor 2 memiliki pertamabahan nilai konduktivitas sampai waktu pemanasan selama 40 menit.
Perbedaan hasil yang diperoleh untuk waktu proses yang menghasilkan niai konduktivitas tertinggi ini disebabkan oleh sifat dari polianilin itu sendiri
yaitu PANI adalah termasuk polimer yang sangat sensitif terhadap kelembaban udara disekitarnya yang kemudian akan berpengaruh pada sifat listik polianilin
Universitas Sumatera Utara
34 [14]. Selain itu Supri dan Heah melaporkan bahwa penyebaran karbon hitam
secara merata dalam komposit PVCPANI memberikan ruang berinteraksi antara karbon hitam dan matriks sehingga membentuk suatu ruang lingkup untuk
menghasilkan nilai konduktivitas yang tinggi [33]. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai konduktivitas untuk setiap waktu pemanasan.
Dari Gambar 4.3 pula dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa lamanya waktu pemrosesan pada sensor sangat mempengaruhi besar kecilnya nilai
konduktivitas sensor. Dimana, nilai rata- rata konduktivitas sensor dengan lama pemrosesan 30 menit merupakan sensor yang memiliki nilai konduktivitas
tertinggi untuk setiap waktu pemrosesan. Hal ini disebabkan sensor yang diproses selama 20 menit belum dapat membentuk ruang lingkup antara serbuk ban dan
polianilin yang tersusun secara merata, sehingga sensor yang dihasilkan menjadi kurang reaktif. Sedangkan untuk waktu pemrosesan selama 40 menit, sensor yang
dihasilkan terlalu keras cracking akibat terlalu lama terjadi pemasakan pada sensor, sehingga mempersempit ruang interaksi antara serbuk ban dan matriks
PANI serta menghambat proses jumping elektron pada sensor yang menyebabkan nilai konduktivitas sensor menjadi berkurang.
Maka, dari penelitian ini diperoleh waktu pemrosesan optimum dari sensor ini adalah dengan waktu pemrosesan selama 30 menit.
4.1.3 PENGARUH SUHU PEMROSESAN PADA SENSOR TERHADAP NILAI KONDUKTIVITAS SENSOR
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan perubahan nilai koonduktivitas sensor yang diproses pada temperatur 70, 80, dan 90°C selama 30 menit. Sensor yang
digunakan merupakan sensor dengan penambahan serbuk ban sesuai dengan formula sebelumnya yaitu 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 phr. Berikut adalah pengaruh
suhu pemrosesan pada sensor terhadap nilai konduktivitasnya pada berbagai komposisi.
Universitas Sumatera Utara
35 Gambar 4.4 Pengaruh Suhu Pemrosesan Sensor Terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor Selama 30 Menit Pada gambar 4.4 menunjukkan pengaaruh dari suhu pemrosesan pada
sensor terhadap nilai konduktivitas sensor selama 30 menit. Gambar diatas menunjukkan perubahan nilai konduktivitas tiap sensor untuk setiap pertambahan
suhu proses selama 30 menit. Untuk sensor murni memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 80
o
C, yaitu sebesar 0,1611 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 1 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 80
o
C, yaitu sebesar 0,2316 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 2 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 80
o
C, yaitu sebesar 0,2258 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 3 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 80
o
C, yaitu sebesar 0,2372 M ohm
-1
cm
-1
. Sensor 4 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 80
o
C, yaitu sebesar 0,284M ohm
-1
cm
-1
. Dan, sensor 5 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan dengan suhu 70
o
C, yaitusebesar 0,2127 M ohm
-1
cm
-1
. Dari gambar dapat dilihat nilai konduktivitas semakin bertambah nilai
konduktivitas nya pada suhu pemanasan 80
o
C, dan menurun pada suhu pemanasan 90
o
C. Dan nilai konduktivitas tertinggi diperoleh pada suhu 80
o
C. Hal ini disebabkan oleh campuran antara polianilin dengan serbuk ban memiliki suhu
tertentu yang dibutuhkan untuk membentuk ruang interaksi antara serbuk ban dan karbon hitam untuk membentuk ruang lingkup yang dapat menghasilkan
konduktivitas tertinggi. Dimana untuk sensor murni, sensor 1, 2, 3, dan 4 memiliki nilai konduktivitas semakin bertambah pada suhu 80
o
C dan menurun saat suhu pemrosesan bertambah menjadi 90
o
C. Tetapi, untuk sensor 5 memiliki
0.12 0.17
0.22 0.27
0.32 0.37
70 80
90
Nila i
K onduk
ti fi
tas
M O
hm
-1
cm
-1
Temperatur Proses
o
C
Sensor Murni 0 phr Sensor 1 5 phr
Sensor 2 10 phr Sensor 3 15 phr
Sensor 4 20 phr Sensor 5 25 phr
Universitas Sumatera Utara
36 penurunan nilai konduktivitas sampai suhu pemanasan 90
o
C. Perbedaan hasil yang diperoleh ini disebabkan oleh sifat dari polianilin itu sendiri yaitu PANI
adalah termasuk polimer yang sangat sensitif terhadap kelembaban udara disekitarnya yang kemudian akan berpengaruh pada sifat listik polianilin [14].
Sehingga terkadang nilai konduktivitas sensor dapat berbeda untuk beberapa kondisi yang sama.
Supri dan Heah melaporkan bahwa penyebaran karbon hitam secara merata dalam komposit PVCPANI memberikan ruang berinteraksi antara karbon
hitam dan matriks sehingga membentuk suatu ruang lingkup untuk menghasilkan nilai konduktivitas yang tinggi [33]. Saboktakin menjelaskan PANI memiliki
tingkat kesensitifan yang tinggi terhadap temperatur [1]. Dari Gambar 4.4 pada pengaruh suhu proses terhadap konduktivitas sensor
dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa besarnya suhu pemrosesan pada sensor sangat mempengaruhi besar kecilnya nilai konduktivitas sensor. Dimana, nilai
rata-rata konduktivitas sensor dengan suhu pemrosesan 80
o
C merupakan sensor yang memiliki nilai konduktivitas tertinggi untuk setiap keadaan pemrosesan. Hal
ini disebabkan sensor yang diproses selama 70
o
C belum dapat membentuk ruang lingkup untuk menghasilkan konduktivitas antara serbuk ban dan polianilin yang
tersusun secara tidak merata karena untuk membentuk ikatan sambung silang antara matriks dan serbuk ban memiliki temteratur yang cukup yaitu 80
o
C. Sedangkan untuk suhu pemrosesan 90
o
C, sensor yang dihasilkan terlalu keras, disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi sehingga mempersempit ruang
interaksi antara serbuk ban dan matriks PANI serta menghambat proses jumping elektron pada sensor yang menyebabkan nilai konduktivitas sensor menjadi
berkurang. Hasil analisa pada bagian ini juga analog dengan hasil analisa struktur morfologi permukaan SEM sensor.
Penurunan nilai konduktivitas yang terjadi pada sensor -5 untuk suhu proses 80
o
C, dan 90
o
C dapat disebabkan oleh susunan antara serbuk ban dan polianilin sudah terlalu rapat cracking sehingga memperkecil ruang lingkup dari
campuran PANI dan serbuk ban untuk menghasilkan nilai konduktivitas, akibatnya konduktivitas sensor semakin berkurang pada suhu 80
o
C, dan 90
o
C. Anuar Kassim melaporkan bahwa konduktivitas polimer konduktif akan semakin
Universitas Sumatera Utara
37 meningkat dengan pertambahan suhu tertentu, dan akan mengalami penurunan
setelah suhu optimum [44]. Selain itu telah dilaporkan pula oleh Saboktakin bahwa PANI memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi terhadap temperatur [1].
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suhu pemerosesan yang optimum untuk sensor ini adalah sebesar 80
o
C.
4.2 ANALISA GUGUS FUNGSI SENSOR
Analisa gugus fungsi dari sensor dilakukan dengan menggunakan teknik ATR-FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa polianilin murni
dan juga untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada sensor. Karakteristik gugus fungsi dari polianilin murni dan juga sensor dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan
Gambar 4.6.
Gambar 4.5 Spektrum FT-IR Polianilin
Gambar 4.6 Spektrum Dari Sensor -4 Pada Temperatur 80
o
C dengan Waktu Pemanasan 30 Menit
4000.0 3600
3200 2800
2400 2000
1800 1600
1400 1200
1000 800
600.0 56.9
60 65
70 75
80 85
90 95
100 105
109.5
cm-1 T
PVC-PEO-P ANI 3971
3950 3822
3498 3407
2882 2641
2345 1650
878 667
4000 650
3500 3000
2500 2000
1500 1000
100
50 55
60 65
70 75
80 85
90 95
cm-1
T
826.33cm-1 1508.14cm-1
1243.39cm-1
1 3
3 . 6
5 c
m -
1
1181.16cm-1 1107.09cm-1
735.55cm-1 697.21cm-1
1458.24cm-1 1296.77cm-1
3348.7 2926
2870.6 1668.5
1606.2
Polyanilinetyre dust
Universitas Sumatera Utara
38 Gambar 4.5 menunjukkan puncak-puncak panjang gelombang yang
berhasil diserap oleh alat FTIR untuk sensor tanpa filler loading serbuk ban murni. Pada panjang gelombang 3822 cm
-1
, dan 3498 cm
-1
adalah gugus serapan NH amina group. Penyerapan pada panjang gelombang 2822 cm
-1
serapan untuk C-H simetri dari struktur PANI. Pada serapan dengan panjang gelombang 2345 cm
-1
menunjukkan serapan C-N ikatan antara C – NH. Serapan
pada panjang gelombang 1650 cm
-1
menunjukkan serapan untuk struktur benzena adanya ikatan C=C. Pada serapan panjang gelombang 878 menunjukkan struktur
serapan senyawa aromatik. Gambar 4.6 menunjukkan puncak-puncak panjang gelombang yang
berhasil diserap oleh alat FTIR untuk sensor dengan filler loading serbuk ban. Pada panjang gelombang 3348,7 cm
-1
adalah gugus OH hidroksil dari bahan additif yang terdapat dalam serbuk ban. Penyerapan pada panjang gelombang
2926 cm
-1
dan 2870,6 cm
-1
menunjukkan serapan C-H, C-H
3 ,
dan –C-H
2
, ini membuktikan serapan-serapan pada panjang gelombang tersebut berasal dari
polimer konduktif. Pada serapan dengan panjang gelombang 1668,5; 1606,2; 1508,14; dan 1458,24 cm
-1
menunjukkan gugus C = C ikatan rangkap karbon dari struktur benzene didalam polianilin. Serapan pada panjang gelombang
1296,77 cm
-1
menunjukkan vibrasi CH
2
dan CH
3
. Pada serapan panjang gelombang 1243,39 menunjukkan struktur NH amina primer dari polianilin.
Pada serapan gelombang 1181,16; dan 1107,09 cm
-1
menunjukkan ikatan dari CN. Pada serapan dengan panjang gelombang 735,55; dan 697,21cm
-1
menunjukkan CH yang tidak berinteraksi out of plan. Dari hasil spektrum diatas membuktikan bahwa sensor dapat memberikan
sifat konduktif. Maka, gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam sensor tersebut memberikan sifat kekondaktifan terhadap minyak yang dianalisa.
4.3 ANALISA MORFOLOGI PERMUKAAN SENSOR