Analisis Positioning 7-Eleven dalam Industri Retail Consumer Goods di Jakarta Timur

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Perekonomian negara tertolong dengan adanya bisnis ritel ketika terjadi krisis moneter pada akhir tahun 1997 di Indonesia. Bisnis ritel merupakan salah satu sektor utama perekonomian negara yang menghasilkan keuntungan besar di berbagai negara, termasuk negara-negara industri maju seperti Prancis, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat, (Ma’ruf, 2006).

Bisnis ritel di Indonesia telah berkembang menjadi industri tersendiri, di mana dalam perkembangannya industri ritel dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat saat ini merupakan faktor yang paling berpengaruh di dalam perkembangan industri ritel, di mana peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan perubahan daya beli dan gaya hidup masyarakat. Konsumen yang pada awalnya hanya mementingkan barang kebutuhan sehari-hari yang tersedia dalam bisnis ritel, telah berubah dengan bertambahnya kebutuhan yang mementingkan kenyamanan, kebersihan, keamanan dalam berbelanja, serta kelengkapan barang yang disediakan. Hal tersebut pada selanjutnya memicu perubahan bisnis ritel tradisional menjadi bisnis ritel modern. Pertambahan penduduk juga merupakan salah satu penyebab berkembangnya industri ritel di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.641.000 jiwa. Seiring dengan pertambahan penduduk tersebut, maka kebutuhan akan barang dan jasa pun meningkat. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang kemudian bermunculan di dalam industri ritel yang kemudian saling bersaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin bertambah. Menurut Aprindo dalam Mandiri (2011), omzet ritel modern Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 15% - 20% di tahun 2011, yaitu sekitar Rp 115 - 120 trilliun.


(2)

Ritel modern mengutamakan konsep kenyamanan, kemanan, kebersihan lokasi, kualitas produk yang baik, serta kelengkapan dan variasi produk untuk bersaing dalam industri ritel di Indonesia. Konsep tersebut memberikan pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan industri ritel Indonesia. Industri ritel modern mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sedangkan industri ritel tradisional cenderung tetap bahkan mengalami penurunan. Salah satu penyebab pertumbuhan ritel modern yang sangat pesat di Indonesia adalah munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, di mana bisnis ritel dikeluarkan dari negative list

bagi Penanaman Modal Asing (PMA). Hal ini antara lain diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden No. 96/2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal serta Keputusan Presiden No. 118/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal (KPPU, 2011). Kebijakan tersebut menyebabkan tidak ada lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Akibatnya, pelaku usaha dalam industri ritel modern di Indonesia terus bermunculan. Tidak hanya pemain lokal, karena menyadari besarnya potensi pengembangan pasar ritel yang cukup besar di Indonesia, pemain asing pun mulai tertarik dan memasuki industri ritel modern Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal. Para pemain asing tersebut bermain di berbagai format ritel modern yang ada di Indonesia.

Fast Moving Consumer Goods (FMCG) merupakan barang-barang ritel yang pada umumnya diganti atau sebagian digunakan pada periode terbatas, baik dalam hitungan hari, minggu, bulan, ataupun dalam satu tahun. Produk FMCG memiliki umur simpan yang pendek, baik karena permintaan konsumen yang tinggi ataupun karena produk yang cepat buruk kualitasnya. Kebutuhan tersebut terdiri dari produk makanan dan minuman siap saji, kosmetik, perlengkapan mandi, obat-obatan, serta produk rumah tangga lainnya yang cepat terjual. Kebutuhan akan produk FMCG semakin bertambah seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat, terutama


(3)

kebutuhan akan produk-produk makanan dan minuman. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen dalam Mandiri (2011) seperti yang terlihata pada Gambar 1, komposisi penjualan FMCG yang paling tinggi di Indonesia adalah makanan dan minuman sebesar 74%, kemudian diikuti oleh produk perawatan pribadi sebesar 16%, serta obat-obatan dan produk rumah tangga lainnya yang masing-masing sebesar 5%.

Gambar 1. Komposisi penjualan FMCG di Indonesia tahun 2010. AC Nielsen dalam Mandiri (2011)

Retail consumer goods merupakan jenis usaha ritel yang menjual produk FMCG. Jenis usaha ritel ini di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu hypermarket, supermarket, minimarket dan convenience store.

Retail consumer goods merupakan jenis ritel yang sedang berkembang pesat saat ini di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada hasil survei yang dilakukan oleh AC Nielsen dalam Mandiri (2011) seperti yang terlihat pada Gambar 2, dimana rata-rata jumlah toko retail consumer goods mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah toko yang paling terlihat dan paling besar adalah minimarket. Pernyataan tersebut dapat terlihat dari jumlah toko minimarket dengan berbagai merek yang berbeda tersebar di berbagai daerah di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu penyebab minimarket dapat berkembang dengan sangat pesat adalah lokasi toko yang dapat menjangkau wilayah

Makanan & minuman

(74%) Produk

Perawatan Pribadi

(16%)

Obat-obatan

(5%)

Produk Rumah Tangga (5%)


(4)

perumahan masyarakat. Selain itu, masyarakat semakin mudah untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari (FMCG) karena lokasi toko yang sangat mudah dijangkau.

Gambar 2. Jumlah toko retail consumer goods di Indonesia (unit) Tahun 2004, 2008 dan 2009. AC Nielsen dalam Mandiri

(2011)

Convenience store merupakan jenis ritel modern yang baru memasuki industri ritel modern Indonesia sekitar tahun 1980-an. Pelaku usaha yang bermain dalam industri retail consumer goods dengan konsep convenience store di Indonesia pertama kali merupakan brand internasional yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu Circle K. Perkembangan industri ritel dengan konsep convenience store di Indonesia kemudian hadir di lokasi pom bensin, seperti Petrol CVS, Bright, Select, dan Petronas. Pemain lokal yang sudah memiliki banyak gerai minimarket pun kini mulai berkecimpung di bisnis ritel dengan konsep convenience store, diantaranya adalah Indomaret dengan membuka Point Indomaret, Alfamart dengan C-Store, dan Alfamidi dengan Alfa Express. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, industri ritel dengan konsep convenience store di Indonesia telah mengalami pertumbuhan pada jumlah gerainya dimulai dari tahun 2004 hingga tahun

5.604

956

154 68

10.607

1.571

267 127

11.569

1.146

358

141 Minimarket Supermarket Convenience store Hypermarket


(5)

2009. Meskipun jumlah dan pertumbuhan convenience store masih jauh tertinggal dibandingkan dengan minimarket, akan tetapi potensi

convenience store untuk terus tumbuh dan berkembang masih sangat besar. Industri retail consumer goods dengan konsep convenience store di Indonesia dimulai di kota Jakarta. Pelaku bisnis ritel kemudian melakukan ekspansi gerai ke luar kota Jakarta, yaitu daerah Bali. Hal tersebut dikarenakan daerah Bali merupakan daerah wisata Indonesia bagi wisatawan asing, yang sebelumnya telah mengenal merek convenience store

tersebut di negara asalnya. Ekspansi gerai ritel convenience store

merambah ke kota-kota besar lain di Indonesia, seperti Bandung, Yogyakarta dan sebagainya. Para pelaku memilih kota Jakarta sebagai lokasi pertama pendirian gerai convenience store karena jumlah gerai

convenience store di sana masih sangat terbatas. Faktor lain yang menyebabkan para pelaku usaha convenience store memilih kota Jakarta adalah aktivitas kehidupan di kota Jakarta yang sangat sibuk, peningkatan pendapatan, dan perubahan gaya hidup masyarakat. Selain itu, pemilihan lokasi dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk keperluan konsumsi dibandingkan untuk keperluan non konsumsi. Menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (2011) dari tahun 2008-2010 seperti yang terlihat pada Tabel 1, persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan rata-rata masih mendominasi dibandingkan dengan produk bukan makanan. Konsumsi makanan disini merupakan konsumsi makanan baik di dalam rumah, seperti bahan-bahan pokok, maupun di luar rumah, seperti konsumsi makanan di restoran ataupun tempat-tempat lain.

Tabel 1. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang (rupiah), tahun 2008-2010

Kelompok Barang 2008 2009 2010

Makanan 193.828 217.720 254.520

Bukan makanan 192.542 212.345 240.325

Total 386.370 430.065 494.845


(6)

Convenience store hadir di kota Jakarta dengan konsep unik dibandingkan jenis ritel lainnya, di mana hal tersebut yang menjadi suatu keunggulan dan menarik perhatian konsumen kota Jakarta. Masyarakat kota Jakarta saat ini, terutama para pelajar, mahasiswa, dan pegawai kantoran telah menjadikan convenience store, sebagai tempat yang nyaman untuk menyantap makanan dan minuman siap saji sambil bersantai dan mengobrol dengan rekan-rekannya. Perubahan gaya hidup masyarakat kota Jakarta saat ini dikarenakan tempat berkumpul dan bersantai sebelumnya, seperti cafe

dan restoran fast food, dirasakan kurang memenuhi keinginan konsumen untuk bersantai yang terbatas pada jam operasional. Convenience store

kemudian hadir dan mendukung aktivitas masyarakat kota Jakarta dengan menyediakan produk-produk FMCG dengan lokasi yang nyaman, bersih dan aman selama 24 jam selama satu minggu. Pelaku usaha industri retail consumer goods dengan konsep convenience store yang sedang unggul di kota Jakarta akhir-akhir ini adalah 7-Eleven dibawah PT. Modern PutraIndonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT. Modern Internasional, Tbk. Konsep yang digunakan 7-Eleven sedikit berbeda dengan konsep yang digunakan Circle K sebagai pioner convenience store

di Indonesia. Perbedaan konsep diantara kedua pemain bisnis ritel tersebut yaitu 7-Eleven menyediakan produk makanan dan minuman siap saji dengan merek sendiri.

Masyarakat Indonesia, terutama kota Jakarta, masih tidak mengetahui perbedaan antara convenience store dengan minimarket. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa 7-Eleven merupakan jenis ritel minimarket, sehingga minimarket secara langsung menjadi pesaing bagi 7-Eleven. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi perusahaan untuk memposisikan mereknya di benak konsumen agar dapat bersaing dengan para pesaing.

1.2. Perumusan Masalah

Convenience store merupakan jenis retail consumer goods yang baru ada di Indonesia. Persamaan ciri antara convenience store dengan minimarket menyebabkan konsumen memiliki persepsi bahwa kedua jenis tersebut berada pada kategori ritel yang sama. Akibatnya, kedua jenis ritel


(7)

tersebut berada pada kategori persaingan yang sama. Agar dapat bertahan dalam persaingan tersebut, para pelaku usaha ritel berusaha menempatkan merek usahanya ke dalam benak para konsumen. Melihat hal tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik konsumen 7-Eleven ?

2. Siapakah pesaing terdekat 7-Eleven dalam retail consumer goods di kota Jakarta Timur ?

3. Apa saja atribut 7-Eleven yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen ?

4. Bagaimana positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods

berdasarkan persepsi konsumen di kota Jakarta Timur ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen 7-Eleven.

2. Menganalisis pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di kota Jakarta Timur.

3. Menganalisis atribut 7-Eleven yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen.

4. Menganalisis positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods

berdasarkan persepsi konsumen di kota Jakarta Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Pihak perusahaan 7-Eleven

Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi perusahaan dalam merancang strategi pemasaraan selanjutnya.


(8)

2. Pihak peneliti

Penelitian ini merupakan sarana bagi peneliti untuk mengaplikasikan teori-teori pemasaran terutama mengenai positioning yang didapat selama kuliah.

3. Pihak akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan terhadap pemetaan persepsi konsumen 7-Eleven yang menghasilkan suatu kesimpulan mengenai

positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di kota Jakarta Timur. Sebelum menghasilkan kesimpulan tersebut, penelitian ini sebelumnya mengidentifikasi para pesaing 7-Eleven yang juga merupakan pemain industri retail consumer goods untuk mengetahui posisi masing-masing pesaing yang kemudian dibandingkan dengan posisi 7-Eleven. Penelitian ini menggunakan dua jenis kelompok retail consumer goods, yaitu convenience store dan minimarket. Berdasarkan hal tersebut, pesaing yang dijadikan pembanding dalam penelitian ini didasarkan kepada kedua kelompok tersebut. Penelitian ini dibatasi pada daerah Jakarta Timur saja, sehingga para pesaing 7-Eleven yang dijadikan pembanding adalah retail consumer goods yang mempunyai gerai di daerah Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan pada salah satu gerai 7-Eleven yang berada di daerah Jakarta Timur. Pengamatan dilakukan kepada para konsumen yang sedang berada di 7-Eleven. Responden dalam penelitian ini dibatasi kepada konsumen yang telah mengunjungi 7-Eleven lebih dari satu kali dan pernah mengunjungi serta melakukan pembelian di retail consumer goods yang menjadi pembanding.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan diinginkan, melalui penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain (Kotler dan Armstrong, 2001). Pemasaran tidak hanya menjual ataupun beriklan, tetapi pemasaran adalah bagaimana memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Pemasaran dilandasi oleh konsep dasar kebutuhan, di mana manusia selalu merasakan kekurangan terhadap produk tertentu. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik dasar, seperti makanan dan pakaian, serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan ekspresi diri. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas, akan tetapi sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi keinginan tersebut sangat terbatas. Hal tersebut menyebabkan konsumen akan memilih produk yang memberikan kepuasan terbesar sesuai dengan daya belinya. Ketika didukung daya beli, maka keinginan akan berubah menjadi permintaan.

Pemasaran pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan produk dan jasa (Boyd dkk, 2000). Produk adalah suatu objek fisik berwujud yang dapat memberikan jasa, misalnya mobil memberikan transportasi, sedangkan jasa merupakan suatu hal yang tidak berwujud yang dapat diberikan baik dari objek fisik, maupun diberikan oleh orang (dokter, pengacara, arsitek), lembaga (Gereja Katolik), tempat (Disney World), dan kegiatan (perlombaan).

2.2. Perilaku Konsumen

Menurut Engel dkk (1994), perilaku konsumen adalah tindakan secara langsung yang terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen penting untuk


(10)

dipelajari untuk kepentingan bersama, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen, serta perumusan kebijakan masyarakat dan undang-undang perlindungan konsumen.

Menurut Sumarwan (2002), studi perilaku konsumen merupakan studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya (waktu, uang, usaha, dan energi) yang tersedia. Studi tentang perilaku konsumen akan sangat berguna bagi para pemasar, karena studi perilaku konsumen akan menghasilkan tiga informasi penting, yaitu:

1. Orientasi/arah/cara pandang konsuman.

2. Fakta mengenai perilaku konsumen dalam berbelanja.

3. Konsep/teori yang memberi acuan terhadap proses berpikirnya manusia dalam mengambil keputusan.

2.3. Lingkungan dan Situasi Konsumen

Lingkungan konsumen terbagi menjadi dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial adalah seluruh interaksi sosial yang terjadi diantara konsumen dengan orang-orang disekelilingnya. Lingkungan fisik merupakan segala sesuatu yang berbentuk fisik yang berada di sekitar konsumen, diantaranya adalah variasi produk, toko, lokasi toko, serta lokasi produk di dalam toko.

Menurut Sumarwan (2002), situasi konsumen adalah faktor lingkungan sementara yang menyebabkan suatu situasi di mana perilaku konsumen muncul pada waktu dan lokasi tertentu. Situasi konsumen terdiri atas tiga macam, yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan situasi penggunaan. Situasi komunikasi merupakan lingkungan di mana konsumen memperoleh informasi ataupun melakukan komunikasi. Situasi pembelian merupakan lingkungan yang dihadapi konsumen ketika membeli produk atau jasa. Situasi pembelian dalam sebuah toko eceran, memiliki karakteristik situasi konsumen, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu, alasan pembelian, dan suasana hati. Lingkungan fisik dapat berbentuk lingkungan informasi dan lingkungan toko, di mana pada lingkungan toko perlu memperhatikan lokasi toko, tata letak, musik, display


(11)

barang, dan kesesakan. Lingkungan sosial dapat berupa interaksi antar sesama konsumen ataupun interaksi antar konsumen dengan pramuniaga. Sedangkan situasi penggunaan merupakan situasi ketika konsumen sedang melakukan konsumsi atas produk atau jasa.

2.4. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Konsumen sering kali dihadapkan pada beberapa pilihan sulit dalam proses pengambilan keputusan. Engel dkk (2002), mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Ketika konsumen hendak membeli atau mengkonsumsi sebuah produk, maka konsumen tersebut akan melakukan serangkaian langkah dalam pengambilan keputusan. Terdapat lima langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:

1. Pengenalan kebutuhan

Pengenalan kebutuhan akan muncul ketika menghadapi suatu persoalan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan konsumen dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Pengenalan kebutuhan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu, perubahan situasi, kepemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, serta pengaruh pemasaran.

2. Pencarian informasi

Pada tahap ini, konsumen akan berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhannya. Konsumen melakukan pencarian informasi secara internal dan eksternal. Pencarian informasi secara internal dilakukan konsumen dengan cara mengingat kembali informasi yang telah didapat sebelumnya, sedangkan pencarian secara eksternal dilakukan konsumen dengan cara mencari informasi yang dibutuhkan yang berasal dari lingkungan konsumen, seperti keluarga, teman, ataupun tenaga penjual.

3. Evaluasi alternatif

Pada tahap ini, konsumen akan mengevaluasi atribut yang dimiliki produk atau merek, kemudian memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen tersebut. Evaluasi yang dilakukan konsumen didasarkan pada


(12)

kriteria evaluasi yang dianggap penting oleh konsumen, seperti harga, merek, dan sebagainya.

4. Keputusan pembelian

Pada tahap ini konsumen akan memutuskan produk yang akan dibeli atau dikonsumsi.

5. Evaluasi hasil pembelian

Pada tahap ini, konsumen akan menunjukkan rasa puas atau ketidakpuasan atas produk yang telah dibeli dan dikonsumsinya. Jika konsumen merasa puas, maka konsumen akan melakukan pembelian ulang bahkan merekomendasikannya kepada orang lain. Sedangkan rasa tidak puas atas suatu produk, menyebabkan konsumen tidak akan melakukan pembelian ulang dan tidak akan bercerita kepada orang lain.

Konsumen sering menghadapi situasi pembelian yang beragam. Beragamnya situasi pembelian yang dihadapi konsumen menyebabkan konsumen tidak melakukan seluruh langkah pengambilan keputusan, sehingga terdapat tiga tipe pengambilan keputusan konsumen. Pertama adalah pemecahan masalah yang diperluas, di mana konsumen tidak memiliki kriteria dalam mengevaluasi suatu produk atau merek tertentu. Tipe tersebut biasanya terjadi pada barang-barang mewah, seperti rumah, mobil, peralatan elektronik, dan sebagainya. Kedua adalah pemecahan masalah yang terbatas, di mana konsumen sudah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi produk dan merek, akan tetapi konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tersebut. Ketiga adalah pemecahan masalah rutin, di mana konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Pada tahap ini, konsumen tidak akan melalui seluruh langkah pengambilan keputusan.

2.5. Persepsi Konsumen

Pengolah informasi pada diri konsumen dapat terjadi akibat adanya stimulus (rangsangan). Stimulus merupakan sebuah input yang dapat merangsang satu atau lebih kelima panca indera manusia. Stimulus dapat berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, dan nama produsen


(13)

(Engel dkk, 2002). Terdapat lima tahap pengolahan informasi, yaitu: pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan perhatian.

1. Tahap pemaparan

Tahapan di mana terjadi kegiatan penyampaian stimulus yang dilakukan oleh para pemasar kepada konsumen. Pada tahap ini, konsumen akan merasakan sensasi yang merupakan respon terhadap stimulus yang dirasakan konsumen. Sensasi dipengaruhi oleh ambang absolut, yaitu titik di mana konsumen merasakan perbedaan ada atau tidak suatu stimulus, dan ambang berbeda, yaitu batas perbedaan terkecil yang dapat dirasakan antara dua stimulus yang mirip.

2. Tahap perhatian

Pada tahap ini, tidak semua stimulus akan memperoleh perhatian dari konsumen. Perhatian dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor stimulus, seperti warna, ukuran, intensitas stimulus, dan sebagainya. 3. Tahap pemahaman

Pada tahap ini, konsumen akan berusaha untuk mengartikan dan menginterpretasikan stimulus yang diperhatikannya.

4. Tahap penerimaan

Pada tahap ini, konsumen akan sampai pada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau objek tertentu. Kesimpulan tersebut kemudian disebut sebagai persepsi konsumen. Pada konteks pemasaran, persepsi konsumen dapat berupa persepsi produk, persepsi merek, persepsi pelayanan, persepsi harga, persepsi produk, dan sebagainya.

5. Tahap retensi

Retensi merupakan proses memindahkan informasi ke memori jangka panjang. Informasi yang disimpan ini merupakan interpretasi konsumen terhadap stimulus yang diterimanya. Apabila tahap ini dilakukan, konsumen dapat mengingat kembali informasi untuk digunakan dalam pertimbangan pengambilan keputusan pembelian selanjutnya.


(14)

2.6. Ritel

Bisnis ritel merupakan suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada individu konsumen untuk keperluan pribadi, keluarga, ataupun rumah tangga. Kegiatan tersebut mencakup penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen yang bervariasi, mulai dari mobil, pakaian, makanan, hingga tiket bioskop (Ma’ruf, 2006).

Saluran tradisional pada industri ritel menggambarkan bagaimana proses distribusi dalam industri ritel berjalan seperti mata rantai, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Produsen/pabrikan mempunyai tugas untuk mendesain, membuat, memberi merek, menetapkan harga, mempromosikan, serta menjualnya kepada agen/distributor, bukan kepada konsumen. Agen/distributor inilah yang membeli dan membayar produk dari produsen. Agen juga mempunyai tugas untuk melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, mengirimkan, serta menjualnya kepada ritel. Ritel mempunyai fungsi untuk membeli dan membayar produk dari agen, melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, menjual dan bila perlu mengirimkannya kepada konsumen. Ritel ini hanya menjual produk kepada konsumen, tidak ke pengecer lain.

Gambar 3. Saluran tradisional

Perkembangan zaman kemudian merubah saluran penjualan tradisional menjadi saluran vertikal yang disebut sebagai VMS (Vertical Marketing System). VMS memiliki fungsi-fungsi seperti mendesain, menciptakan merek, menetapkan harga, mempromosikan, membeli,

Produsen/Pabrikan

Agen/Distributor

Ritel


(15)

melakukan stocking, mendisplay, menjual, mengirimkan, serta membayar saling tumpang tindih. Hal tersebut dapat terjadi karena masing-masing pihak dalam penyaluran produk saling memasuki fungsi wilayah pihak yang lain seiring dengan semakin dinamisnya pasar. Pada saluran VMS ini, ketiga pihak penyalur dapat melayani para pembeli secara langsung.

2.7. Retailer

2.7.1 Fungsi Retailer

Pelaku usaha di bidang ritel disebut dengan retailer atau pengecer. Sebagai penyalur terakhir di dalam pendistribusian barang dari pabrik kepada konsumen, maka terdapat beberapa fungsi retailer

(Sugiarta, 2011):

1. Menyediakan barang dan jasa

Retailer menyediakan barang dengan berbagai variasi merek, ukuran, warna, dan cita rasa dalam satu tempat penjualan, sehingga konsumen memiliki berbagai alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

2. Menjual barang dalam eceran/pecahan

Produsen/Pabrikan melakukan produksi barang yang dipak dalam karton dan mendistribusikan kepada distributor atau whosaler

untuk diteruskan kepada retailer. Retailer akan memecah karton tersebut ke dalam bentuk satuan, dimana satuan tersebut akan memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian.

3. Menyediakan stok/inventory

Retailer harus mengetahui kapan saatnya built up stock atau menaikkan stok dan kapan waktunya melakukan permintaan barang kepada distributor/whosaler. Hal tersebut dilakukan agar ketersediaan stok barang dagang selalu terjaga. Dengan demikian, barang akan selalu tersedia ketika konsumen membutuhkannya. 4. Pelayanan

Retailer harus memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen untuk memudahkan mereka ketika melakukan pembelian. Pelayanan yang dilakukan dapat berupa pelayanan


(16)

yang bersifat langsung maupun tak langsung. Pelayanan yang bersifat langsung yaitu melayani konsumen yang berbelanja di toko. Sedangkan pelayanan yang bersifat tak langsung yaitu melakukan display untuk memudahkan konsumen dalam mencari barang yang dibutuhkan, memberikan kejelasan dan kesesuaian harga di rak dan POS (point of sales), menjaga kebersihan lingkungan toko, memberikan penjelasan mengenai manfaat produk (product knowledge), serta kecepatan dalam melakukan transaksi di kasir.

2.7.2 Jenis-jenis Retailer

Terdapat berbagai macam bentuk usaha ritel dari beberapa sudut pandang (Sugiarta 2011), yaitu:

1. Usaha ritel berbasis toko dan tidak a. Usaha ritel berbasis toko

Merupakan usaha ritel yang memiliki wujud toko secara fisik, dimana konsumen dapat melakukan kunjungan secara langsung ke toko untuk membeli produk yang dibutuhkan.

b. Usaha ritel tidak berbasis toko

Merupakan usaha ritel yang tidak memiliki wujud toko secara fisik tetapi tetap dapat dikunjungi konsumen setiap saat. Contoh bentuk usaha ritel ini yaitu penjualan secara online, vending machine (mesin penjual produk), direct selling (penwaran barang ke rumah-rumah/kantor oleh salesman), dan lain-lain. 2. Kepemilikan usaha ritel (types of ownership)

a. Toko individu (independent store/single store)

Merupakan usaha ritel yang dimiliki oleh individu dan dikelola secara mandiri oleh pemilik toko.

b. Toko ritel jaringan (corporate chain)

Merupakan usaha ritel yang dikelola oleh sebuah perusahaan secara professional. Bentuk ritel ini memiliki aneka ragam produk, strategi harga dan promosi yang menarik, serta


(17)

pelayanan yang baik. Ritel dengan bentuk ini dapat beroperasi hingga ribuan toko.

c. Toko waralaba (franchise store)

Merupakan usaha ritel yang dimiliki oleh individu atau jaringan melalui perjanjian waralaba/franchise antara pemilik usaha waralaba (franchisor) dan pembeli hak waralaba (franchisee) untuk satu atau beberapa toko dengan menggunakan merek dagang dan sistem dari pemilik waralaba dalam jangka waktu yang disepakati.

3. Jenis produk

a. Consumer goods retailer

Merupakan usaha ritel yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari kepada konsumen (FMCG). Consumer goods retailer juga biasa disebut food retailer, meskipun produk yang dijual tidak hanya berupa makanan. Bentuk usaha ini memiliki beberapa tipe lagi berdasarkan luas ruangan yang digunakan, jumlah varian barang yang dijual, serta layanan yang diberikan. Tipe-tipe tersebut terdiri dari:

• Hypermarket (luas area penjualan sekitar > 5000 m2)

• Supermarket (luas area penjualan sekitar 400 s.d 5000 m2)

• Minimarket (luas area penjualan sekitar 100 s.d 400 m2)

Convenience (luas area penjualan sekitar 100 s.d 200 m2) b. General merchandise retailer

Merupakan usaha ritel yang menyediakan produk-produk bersifat umum dan sebagian besar produk bukan kebutuhan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Bentuk usaha ini memiliki beberapa jenis tipe yang dapat dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut:

Department store (contoh: Matahari Department Store)

Drug store (contoh: Guardin dan Century)


(18)

Home improvement store (contoh: Ace Hardware, Mitra 10, Home Builder Center, dan Home)

c. Service retailer

Merupakan usaha ritel yang menitik beratkan kepada penjualan produk berupa jasa, seperti penjualan tiket pesawat, jasa angkutan travel, restoran, dan sebagainya).

2.8. Strategi Pemasaran

Seluruh strategi pemasaran dibangun berdasarkan segmentation

(segmentasi), targeting (pembidikan), dan positioning (penetapan posisi). Suatu perusahaan akan mencari sejunlah kebutuhan dan kelompok yang berbeda di pasar, membidik kebutuhan dan kelompok yang dapat dipuaskan dengan cara yang unggul, serta memposisikan tawarannya sedimikan rupa sehingga pasar sasaran dapat mengenali tawaran dan citra khas perusahaan tersebut (Kotler dan Keller, 2007).

2.8.1 Segmentasi

Segmentasi pasar merupakan proses membagi pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda di mana memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda dan membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda pula. Terdapat beberapa variabel utama yang digunakan dalam mensegmentasi pasar konsumsi (Kotler, 2001).

Variabel pertama adalah segmentasi geografis, di mana pasar akan dibagi ke dalam unit geografis yang berbeda-beda seperti negara, regional, negara bagian, kota, atau lingkungan. Pemasar dapat memutuskan untuk beroperasi pada satu, beberapa wilayah, ataupun seluruh wilayah dengan memberikan perhatian terhadap perbedaan kebutuhan dan keinginan tiap wilayah geografis. Variabel kedua adalah segmentasi demografis, di mana pasar dibagi kedalam grup-grup yang didasarkan pada variabel usia, gender, siklus keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. Variabel ini merupakan variabel yang lebih mudah dihitung dibandingkan variabel yang lain. Variabel ketiga adalah segmentasi


(19)

psikografis, di mana pasar dibagi berdasarkan pada kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik kepribadian. Variabel keempat adalah segmentasi perilaku, di mana pasar dibagi berdasarkan pada pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan terhadap suatu produk.

2.8.2 Targeting

Target pasar merupakan proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan pemilihan satu atau lebih pasar yang akan dikembangkan lebih dalam (Kotler, 2001). Pemasar akan menetapkan segmen pasar yang akan dilayani dan banyaknya segmen tersebut. Terdapat tiga strategi penguasaan pasar yang salah satu diantaranya dapat diadopsi oleh pemasar, yaitu:

1. Pemasaran tak dibedakan

Strategi di mana pemasar memutuskan untuk mengabaikan perbedaan antar segmen pasar dan masuk ke seluruh segmen dengan satu penawaran. Strategi ini berfokus pada kebutuhan konsumen yang sama dibandingkan yang berbeda. Pemasar akan sangat bergantung pada distribusi dan iklan massal yang ditujukan untuk memberikan citra produk super dalam benak konsumen. Pemasaran ini akan menghasilkan penghematan biaya, akan tetapi akan mengundang persaingan yang ketat.

2. Pemasaran dibedakan

Strategi di mana pemasar memutuskan untuk membidik beberapa segmen pasar berbeda dan mendesain penawaran-penawaran yang berbeda untuk masing-masing segmen. Strategi pemasaran ini menciptakan total penjualan yang lebih banyak, akan tetapi akan meningkatkan biaya operasional bisnis.

3. Pemasaran terkonsentrasi

Strategi di mana pemasar berusaha mendapatkan pangsa yang besar dari satu atau beberapa sub pasar. Strategi ini digunakan pemasar ketika sumberdaya yang dimiliki perusahaan terbatas. Melalui


(20)

strategi ini, pemasar dapat meraih posisi pasar yang kuat di segmen tertentu, akan tetapi pemasar akan menemui risiko di atas normal.

2.8.3 Positioning

Positioning pasar merupakan suatu proses di mana suatu produk didefinisikan oleh konsumen melalui sifat-sifat penting yang dimiliki produk dibandingkan dengan produk pesaing (Kotler, 2001). Produk dapat diposisikan berdasarkan sifat produk, manfaat yang ditawarkan, penggunaannya, kelas pengguna tertentu, berhadapan langsung dengan pesaing, ataupun kelas produk yang berbeda. Beberapa perusahaan tidak sulit dalam memilih strategi positioning-nya karena sudah memiliki kelebihan sendiri sedangkan beberapa perusahaan melakukan positioning yang sama, sehingga masing-masing perusahaan harus membedakan apa yang ditawarkan dengan membangun suatu perangkat keunggulan bersaing yang unik dan menarik bagi suatu grup dalam segmen tertentu. Tugas positioning

terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1. Mengidentifikasi suatu perangkat keunggulan bersaing yang mungkin dibuat di mana positioning akan dibangun. Keunggulan bersaing merupakan perangkat penting bagi perusahaan di mana keunggulan yang dimiliknya berada diatas pesaing yang diperoleh dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi perusahaan untuk memberikan penawaran yang berbeda kepada konsumen yang lebih baik dibandingkan penawaran milik pesaing. Perusahaan dapat memberikan penawaran yang berbeda di sepanjang garis produk, jasa, orang, ataupun citra.

2. Memilih keunggulan bersaing yang tepat. Langkah ini digunakan ketika suatu perusahaan memiliki beberapa potensi keunggulan bersaing, di mana perusahaan selanjutnya diharuskan untuk memilih salah satu potensi keunggulan bersaing yang ada sebagai dasar untuk membangun strategi positioning-nya. Keputusan yang diambil adalah untuk mengetahui banyaknya perbedaan yang


(21)

ditonjolkan dan perbedaan yang dipromosikan. Suatu perbedaan dapat dibangun jika memenuhi kriteria penting, berbeda, superior, dapat dikomunikasikan, preemptive, harga terjangkau, serta menguntungkan. Perusahaan harus mengingat untuk menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah underpositioning, atau kegagalan dalam memposisikan perusahaan. Kedua adalah

overpositioning, atau memberikan gambaran yang sempit mengenai perusahaan. Ketiga adalah confused positioning, atau memberikan posisi perusahaan yang membingunkan konsumen.

3. Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih secara efektif ke pasar. Setelah perusahaan menetapkan satu posisi yang akan digunakan, maka perusahaan perlu menentukan bauran pemasaran yang tepat untuk mendukung strategi positioning-nya. Mendesain bauran pemasaran sama dengan menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci. Setelah perusahaan membangun posisi yang diinginkan, maka perusahaan harus dengan ketat memantau dan menyesuaikan posisinya di sepanjang waktu agar sesuai dengan perubahan pada kebutuhan konsumen dan strategi pesaing.

2.9. Analisis Persaingan

Persaingan merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan perusahaaan ketika menjalankan bisnisnya. Ketika persaingan menjadi semakin ketat, perusahaan perlu memberikan perhatian lebih pada setiap strategi yang dirancang untuk mengeksploitasi kelemahan pesaing-pesaingnya.

Setelah mengidentifikasi lawan terdekat saat ini, manajemen perusahaan perlu mengetahui beberapa tahap yang dibutuhkan untuk mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan pesaing di masa depan. Tahap pertama adalah menganalisis tujuan pesaing. Tahap ini penting dilakukan karena akan memberikan pemahaman tentang kepuasaan pesaing saat ini terhadap posisi pasarnya dan bagaimana pesaing memperkuat strategi yang sedang dilakukan. Tujuan tersebut akan mencakup sasaran


(22)

keuangan, posisi kompetitif (pangsa pasar), serta tujuan kualitatif seperti kepemimpinan dalam harga industri, teknologi produksi, dan tanggung jawab sosial. Tahap selanjutnya adalah dengan menganalisis strategi pesaing. Pada tahap ini, dilakukan peninjauan kembali terhadap strategi yang sudah dan sedang diterapkan dari setiap pesaing utama. Pengetahuan mengenai strategi yang sudah diterapkan pesaing akan memberikan informasi mengenai kegagalan yang pernah ada dan bagaimana cara merekayasa perubahan. Berbagai informasi tersebut membantu perusahaan untuk melakukan antisipasi program-program pemasaran strategis yang akan dilakukan pesaing di masa depan.

Tahap ketiga adalah mengevaluasi keberhasilan pesaing dalam mencapai tujuan dan menjalankan strateginya. Pada tahap ini, akan diketahui estimasi penjualan dan pangsa pasar yang bisa diandalkan, bahkan pada tiap tingkat segmennya. Setelah melakukan evaluasi keberhasilan pesaing, tahap berikutnya adalah menganalisis kekuatan dan kelemahan pesaing. Tahap ini sangat penting ketika dikaitkan dengan tujuan dan strategi pesaing. Saat mengevaluasi kekuatan dan kelemahan pesaing, perlu diperhitungkan kepentingan relatif dari setiap unsur yang penting dari program pemasaran strategis. Apabila perusahaan mengetahui kelemahan pesaing, maka perusahaan dapat mengambil keuntungan dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Tahap terakhir yang dilakukan adalah dengan menganalisis perilaku pesaing di masa depan. Tujuan dari tahap ini adalah menilai perilaku masa depan pesaing yang berkaitan dengan tujuan dan strateginya.

Kotler dan Keller (2007), menyebutkan lima kekuatan yang menentukan daya tarik laba jangka panjang intrinsik pasar atau segmen pasar tertentu. Lima kekuatan tersebut kemudian menimbulkan lima ancaman bagi perusahaan, yaitu:

1. Ancaman persaingan segmen yang ketat

Suatu segmen tertentu akan menjadi tidak menarik ketika pesaing semakin banyak, kuat, atau agresif. Akibatnya, para pesaing akan saling berlomba dalam hal harga, iklan, dan pengenalan produk baru, yang pada


(23)

akhirnya menyebabkan pengeluaran perusahaan dalam persaingan semakin besar.

2. Ancaman pendatang baru

Segmen dapat dibedakan berdasarkan tingginya hambatan untuk masuk dan keluar industri. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki hambatan untuk masuk yang tinggi dan hambatan untuk keluar yang rendah, di mana hanya terdapat sedikit perusahaan baru yang dapat memasuki industri dalam segmen ini dan perusahaan yang memiliki kinerja buruk akan dengan mudah keluar dari industri. Apabila hambatan untuk masuk dan keluar segmen sama-sama tinggi, perusahaan akan mendapatkan potensi laba yang tinggi, tetapi perusahaan juga menghadapi risiko yang lebih besar karena perusahaan yang memiliki kinerja buruk dalam industri akan tetap tinggal dan berusaha untuk bertahan. Apabila hambatan untuk masuk dan keluar sama-sama rendah, maka perusahaan akan dengan mudah masuk dan keluar dari industri. Akibatnya, tingkat pengembalian investasinya stabil dan rendah. Segmen yang paling buruk terjadi ketika hambatan untuk masuk rendah dan hambatan untuk keluar tinggi. Pada segmen ini, perusahaan-perusahaan akan masuk dalam situasi yang menguntungkan tetapi sulit untuk keluar dari situasi yang buruk. Akibatnya, akan terjadi kelebihan kapasitas serta penurunan harga dan penghasilan bagi semua pihak. 3. Ancaman produk substitusi

Suatu segmen akan menjadi tidak menarik jika terdapat substitusi produk yang potensial, karena substitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus memantau selalu fluktuasi harga dari produk substitusinya, karena harga dan laba cenderung menurun ketika teknologi semakin maju atau persaingan meningkat pada industri substitusi tersebut.

4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli

Ketika pembeli memiliki kekuatan posisi tawar yang kuat atau semakin meningkat pada segmen tertentu, maka segmen tersebut menjadi tidak menarik. Kekuatan posisi tawar pembeli berkembang jika mereka lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, produk merupakan bagian yang


(24)

signifikan dari biaya pembeli, produk tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Salah satu cara perusahaan untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan memilih pembeli yang memiliki kekuatan posisi tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang memiliki posisi tawar tinggi. 5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok

Suatu segmen tertentu menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan harga atau mengurangi kuantitas pasokannya. Para pemasok cenderung menjadi kuat jika mereka terkonsentrasi atau terorganisasi, terdapat sedikit substitusi, produk yang dipasok merupakan produk input paling penting, biaya berpindah pemasok tinggi, dan pemasok dapat melakukan integrasi ke hilir. Cara yang terbaik untuk mengatasi masalah tersebut adalah membangun hubungan menang-menang dengan para pemasok atau menggunakan berbagai sumber pasokan.

2.10. Penelitian Terdahulu

Penilitian yang dilakukan oleh Apriantoro (2006) mengenai “Analisis

Positioning Popeyes Chicken and Seafood dalam Pasar Restoran Fast Food

di Kota Bogor” menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor,

multidimensional scalling, dan analisis biplot. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut adalah diantara para pesaingnya di bidang restoran

fast food yang ada di kota Bogor, Popeyes Chicken and Seafood memiliki keunggulan pada dua atributnya, yaitu cita rasa khas bumbu dan pelayanan yang ramah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra (2008) mengenai “Analisis Preferensi Pengunjung dan Positioning Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor (Studi Kasus: Botani Square, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, san Pangrango Plaza)”, didapatkan kesimpulan bahwa rata-rata pengunjung melakukan dua kali kunjungan dalam satu bulan untuk berbelanja.


(25)

Menurut, para responden, bentuk promosi yang paling menarik adalah dengan diadakannya event-event di dalam pusat perbelanjaan. Secara keseluruhan, responden lebih memilih Botani Square. Melalui penggunaan alat analisis IPA, didapatkan hasil bahwa faktor yang terpenting pada pusat perbelanjaan adalah ketersediaan sarana ibadah, sedangkan faktor yang paling tidak penting adalah ukuran (luas) bangunan. Melalui penggunaan alat analisis multidimensional scalling berbasis atribut dengan pendekatan analisis faktor, didapatkan hasil bahwa terdapat tiga pusat perbelanjaan yang memiliki lokasi saling berdekatan. Berdasarkan perceptual map, diketahui bahwa Ekalokasari dianggap lebih baik karena adanya variasi tenant dan fasilitas pendukung.

Penelitian yang dilakukan oleh Zamahsyarie (2010) mengenai “Analisis Positioning Ragusa Es Italia dalam Industri Es Krim di Jakarta”, didapatkan kesimpulan bahwa Ragusa Es Italia memiliki keunggulan pada harga yang sesuai dibandingkan dengan para pesaingnya. Melalui penggunaan analisis Biplot, diketahui bahwa posisi Ragusa Es Italia sangat berjauhan dengan para pesaingnya, di mana Ragusa Es Italia diposisikan sebagai toko es krim yang memiliki rasa lezat, tekstur lembut, dan pelayanan yang cepat. Melalui penggunaan analisis IPA, diketahui bahwa faktor kualitas produk merupakan faktor terpenting dan memiliki kinerja yang baik, faktor merek terkenal merupakan faktor tidak terpenting, dan faktor bonus yang diberikan merupakan faktor dengan kinerja yang terburuk.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu terletak pada objek penelitian, di mana objek penelitian ini adalah salah satu bentuk retail consumer goods, yaitu convenience store. Pesaing yang digunakan sebagai pembanding dari objek penelitian ini tidak hanya berbentuk convenience store, tetapi juga menggunakan bentuk lain dari


(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Peningkatan daya beli dan perubahan gaya hidup masyarakat saat ini, menyebabkan kebutuhan pokok sehari-hari (FMCG) meningkat. Peningkatan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan industri ritel modern, terutama retail consumer goods, berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Retail consumer goods terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu hypermarket, supermarket, minimarket, dan convenience store. Minimarket merupakan jenis retail consumer goods yang telah berkembang pesat di Indonesia, di mana perkembangan tersebut ditandai dengan banyaknya jumlah gerai minimarket yang dapat ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Retail consumer goods dengan bentuk convenience store

kemudian muncul dan memenuhi harapan konsumen yang menyediakan produk-produk FMCG dengan lokasi yang nyaman selama 24 jam setiap harinya. Ketersediaan spot khusus yang dapat digunakan bagi para konsumen untuk bersantai dan mengkonsumsi produk yang dibelinya, menyebabkan bentuk ritel tersebut berkembang dengan pesat.

Saat ini, industri retail consumer goods dengan konsep convenience store di kota Jakarta didominasi oleh brand internasional, diantaranya adalah Circle K (Amerika Serikat), dan 7-Eleven (Jepang). PT Modern PutraIndonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT Modern Internasional Tbk, membawa 7-Eleven sebagai convenience store yang paling unggul di kota Jakarta saat ini. Convenience store dan minimarket dipersepsikan oleh konsumen sebagai ritel dalam kategori yang sama, sehingga menarik untuk mengetahui positioning dari 7-Eleven sebagai

convenience store dibandingkan dengan pesaingnya di dalam retail consumer goods di daerah Jakarta Timur berdasarkan persepsi konsumen.

Pada tahap awal, perlu diketahui karakteristik dari responden 7-Eleven dengan menggunakan analisis deskriptif. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi pesaing terdekat 7-Eleven dengan menggunakan analisis


(27)

persepsi konsumen dengan menggunakan analisis faktor yang menghasilkan pemetaan persepsi konsumen. Pemetaan persepsi ini kemudian digunakan untuk melakukan analisis biplot yang pada akhirnya menghasilkan

positioning 7-Eleven. Berdasarkan hasil dari karakteristik konsumen dan

positioning dari 7-Eleven, akan didapatkan rekomendasi strategi pemasaran untuk 7-Eleven. Secara ringkas, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka pemikiran

Industri retail consumer goods

di Jakarta Timur

Pesaing

(Convenience store)

Rekomendasi Strategi Pemasaran untuk 7-Eleven

Pesaing Analisis

MDS

Persepsi Konsumen Konsumen

Analisis Biplot

Karakteristik Konsumen

Pemetaan Persepsi

Positioning

Analisis Deskriptif

Convenience store Minimarket

7-Eleven

Atribut Penting

Analisis Faktor


(28)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada salah satu gerai 7-Eleven yang terletak di daerah Jakarta Timur, tepatnya beralamat di Jl. Matraman Raya 12 Jakarta Timur. Penelitian dilakukan kepada konsumen 7-Eleven yang sedang dan telah mengunjungi gerai 7-Eleven serta pernah mengunjungi gerai para pesaing yang menjadi pembanding 7-Eleven dalam retail consumer goods di daerah Jakarta Timur. Proses pengambilan data hingga pengolahan data penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga Maret 2012.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh kemudian diolah sendiri yang dilakukan oleh suatu organisasi maupun perorangan langsung dari objek yang diteliti. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalaui wanwancara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden. Kuesioner selengkapnya disajikan dalam Lampiran 2.

Data sekunder merupakan data yang sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan studi literatur menggunakan buku, jurnal, data yang diperoleh Badan Pusat statistik (BPS), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, website resmi PT. Modern Internasional Tbk. dan 7-Eleven.

3.4. Metode Penarikan Contoh

Metode pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik convenience sampling. Convenience sampling adalah prosedur untuk mendapatkan unit sampel menurut keinginan peneliti (Kuncoro, 2003). Berdasarkan teknik ini, maka responden yang digunakan dalam penelitian ini merupakan konsumen 7-Eleven yang ditemui peneliti di lokasi penelitian dan bersedia untuk mengisi kuesioner penelitian.

Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini dihituing berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

n = N


(29)

Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (10%)

dengan jumlah rata-rata pelanggan 7-Eleven sebesar 6000 orang /bulan maka didapatkan:

n = 6

+(6 ∗ . 2)= 98,36 ≈ 100 orang

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka konsumen yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang. Persyaratan konsumen yang dapat dijadikan responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang telah mengunjungi para pesaing yang menjadi pembanding 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di daerah Jakarta Timur.

3.5. Metode Pengujian Kuesioner 3.5.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang diukur (Umar, 2002). Kuesioner yang digunakan dalam suatu penelitian untuk mengumpulkan data, harus dapat mengukur apa yang ingin diukurnya. Teknik statistika yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dengan rumus sebagai berikut:

r

=

(∑ ) –(∑ ∑ )

�[ ∑ 2−(∑ )2][ ∑ 2−(∑ )2]...(2)

Keterangan:

r = validitas pertanyaan

n = jumlah responden

X = skor masing-masing pertanyaan

Y = skor total pertanyaan

3.5.2 Uji Reliabilitas

Setelah suatu alat ukur telah dikatakan valid, maka langkah selanjutnya adalah menguji reliabilitasnya. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi dari suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2002). Kuesioner dapat dikatakan


(30)

reliabel jika kuesioner tersebut digunakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama, maka akan menghasilkan data yang sama. Teknik statistika yang digunakan adalah uji Cronbach’s Alpha

dengan rumus:

α =

� �

1

∑ ��2

2

...(3) Keterangan:

α = reliabilitas kuesioner

k = banyak butir pertanyaan �� = varian total

∑ ��= jumlah varian butir pertanyaan 3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti rata-rata, variasi data, dan sebagainya (Santoso, 2001). Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis profil responden, mulai dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, penerimaan perbulan, hingga pengeluaran untuk konsumsi (makanan dan minuman) perbulan.

3.6.2 Analisis Multidimensional Scaling

Mutidimensional scaling (MDS) merupakan suatu teknik multivariat dalam golongan interdependenced technique yang berfungsi untuk memetakan presepsi dan preferensi para responden secara visual dalam peta geometri. Peta geometri, yang disebut

spatial map atau perceptual map, merupakan penjabaran berbagai dimensi yang berhubungan (Simamora, 2005). Analisis MDS ini digunakan untuk membahas pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri ritel retail consumer goods. Pada penelitian ini, cara mengukur kesamaan yang digunakan adalah dengan cara anchoring clustering method. Pada metode ini, responden diminta untuk menilai kemiripan sejumlah merek yang paling mirip dengan merek yang dijadikan patokan, yaitu 7-Eleven. Matrik yang akan diperoleh melalui metode


(31)

ini akan berbentuk conditional, di mana baris dengan baris tidak bisa dibandingkan. Jarak euclidean digunakan untuk mengatasi masalah tidak terlihatnya perbedaan letak secara visual dalam perceptual map. Penghitungan jarak euclidean dilakukan apabila diketahui koordinat setiap objek. Jarak euclidean dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

=�( − ) + ( − ) ...(4) Keterangan:

ed = jarak euclidean

xi = absis convenience store ke-i atau posisi merek ke-i pada dimensi 1 (i = 1, 2, ..., n)

yi = ordinat convenience store ke-i atau posisi merek ke-i pada dimensi 2 (i = 1, 2, ..., n)

xm = absis 7-Eleven atau posisi 7-Eleven pada dimensi 1

ym = ordinat 7-Eleven atau posisi 7-Eleven pada dimensi 2

Ukuran mengenai seberapa baik suatu analisis multidimensional scalling, maka digunakan stress. Cara menghitung stress yang paling sering digunakan adalah stress Kruskal, dengan rumus:

Stress=

�� −�� �

2

�� −���2 ...(5)

Keterangan:

̅ = rata-rata jarak dalam peta

̂ = jarak turunan (derived distance) atau data kemiripan (similarity data) yang dihasilkan komputer

= data jarak yang diberikan responden

3.6.3 Analisis Faktor

Analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2010). Pada analisis faktor, terdapat dua metode dasar, yaitu principal component analysis (PCA) dan common factor analysis. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah principal component analysis di mana metode ini menggunakan total varians


(32)

dalam analisisnya. Metode ini akan menghasilkan faktor yang memiliki specific variance dan error variance paling kecil. PCA memiliki tujuan untuk mengetahui jumlah faktor minimal yang dapat diekstrak (Simamora, 2005). Penggunaan metode PCA dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen.

3.6.4 Analisis Biplot

Analisis Biplot merupakan alat analisis data statistika deskriptif dimensi ganda yang menyajikan pengaruh objek (baris) dan peubah (kolom) dari suatu matriks data dalam suatu bidang datar. Analisis Biplot mendasarkan pada penguraian nilai singular (PNS) atau

Singular Value Decomposition (SVD). Analisis Biplot dapat menggambarkan posisi relatif antar objek dan peubah, serta menggambarkan hubungan objek amatan dengan peubah. Pada penelitian ini, analisis biplot disajikan secara visual dalam suatu posisi relatif atribut, produk, hubungan antara keduanya, serta kemasan antara objek pengamatan dalam suatu sumbu dua dimensi.


(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah 7-Eleven

7-Eleven adalah jaringan ritel kelas dunia yang berasal dari Texas USA dan berdiri sejak tahun 1927. Tahun 1991, Southland Corporation yang merupakan pemilik 7-Eleven, sebagian besar sahamnya dijual kepada perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado. Southland Corporation lalu diubah namanya menjadi 7-Eleven, Inc pada tahun 1999. Tahun 2005, seluruh saham 7-Eleven, Inc diambil alih Seven & I Holdings Co. sehingga perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh pihak Jepang. Pada tahun 2009, 7-Eleven memasuki pasar Indonesia dan dikelola oleh PT. Modern PutraIndonesia melalui sistem waralaba. PT. Modern PutraIndonesia merupakan anak perusahaan PT. Modern Internasional Tbk, pemilik lisensi Fuji Film.

4.1.2 Visi dan Misi 7-Eleven

Visi 7-Eleven adalah “Memberikan apa yang konsumen butuhkan, dimana pun dan kapan pun mereka membutuhkannya”. Misi 7-Eleven adalah menjadi retailer convenience yang terbaik.

4.1.3 7-Eleven Indonesia

7-Eleven Indonesia menggunakan konsep ritel dengan kombinasi unik dari sebuah convenience store dengan sebuah pusat makanan dan minuman siap saji di samping convenience item lainnya yang disajikan dalam layanan 24 jam. Berdasarkan Annual Report

PT. Modern Internasional Tbk tahun 2010, terdapat berbagai informasi yang berhubungan dengan 7-Eleven Indonesia, yaitu:

1. Fokus utama departemen Merchandising adalah inovasi dan pengembangan produk dan layanan, diikuti dengan mengembangkan apa yang dibutuhkan konsumen 7-Eleven Indonesia.


(34)

2. Operation Excellence menjadi fokus utama tim operasional 7-Eleven Indonesia untuk mampu melampaui harapan konsumen setiap saat ketika mengunjungi gerai 7-Eleven. Melalui Retail Initiative, tim operasional mempelajari dan mengaplikasikan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang terus berubah untuk selalu memenuhi kebutuhan para konsumen tersebut. Manajemen produk per produk dengan mengevaluasi tingkat pencapaian masing-masing produk menjadi aplikasi utama untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Melalui lima fundamental bisnis meliputi penyediaan produk yang bernilai kepada konsumen, menyediakan lini variasi produk yang akurat, pelayanan yang cepat dan bersahabat, penawaran produk dan layanan berkualitas tinggi, dan menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk konsumen, menjadi fundamental utama bagi tim operasional untuk memberikan lebih dari yang konsumen harapkan.

3. 7-Eleven mengusung kepemimpinan dari level yang paling bawah melalui metode Servant Leadership yang berfokus pada konsumen, sehingga diharapkan tim 7-Eleven mampu memberikan layanan terbaik yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan konsumen. 4. Kegiatan pemasaran dan aktivitas promosi yang variatif dan unik

dilakukan tim pemasaran 7-Eleven Indonesia dengan berfokus pada konsumen dan komunitas-komunitas yang ada melalui promosi paket penjualan, kegiatan sponsor untuk komunitas, pentas musik regular di gerai-gerai 7-Eleven serta kegiatan-kegiatan peduli sosial seperti kerjasama dengan UNICEF untuk kepedulian terhadap korban bencana alam Merapi & Mentawai yang dilakukan secara berkesinambungan untuk menjangkau konsumen sehingga lebih mengenal 7-Eleven di Indonesia. Pada saat perayaan hari jadi 7-Eleven Indonesia yang pertama, diadakan sebuah kompetisi besar memakan Big Bite Hotdog dan meminum minuman beku berkarbonasi Slurpee yang berlaku di seluruh gerai 7-Eleven di Jakarta Raya. Melalui kerjasama dengan label musik, media


(35)

partner, serta komunikasi agresif via jaringan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Yahoo Koprol menciptakan berbagai event dan komunikasi yang sangat efektif namun efisien dari segi biaya. 5. Investasi infrastruktur dilakukan untuk mendukung layanan terbaik

kepada konsumen dan kemudahan operasional di gerai 7-Eleven. Pengaturan serta pengoperasian terhadap sistem logistik dan pergudangan dilakukan oleh 7-Eleven melalui kemitraan dengan layanan logistik berkelas dunia DHL. Selain itu, Combined Distribution Center (CDC) dibangun untuk mengintegrasikan pengiriman dari para pemasok untuk melayanai kebutuhan seluruh gerai 7-Eleven. Dan untuk infrastruktur Teknologi Informasi, 7-Eleven melakukan kemitraan dengan pihak NEC dan Nomura Research Institute (NRI), untuk melanjutkan pengalaman terbaik dari 7-Eleven Internasional.

6. Identifikasi dan survei mendetil dilakukan oleh tim Real Estate

untuk mendapatkan tempat terbaik bagi gerai 7-Eleven berdasarkan area pemasaran terbaik yang bisa menyediakan arus konsumen dari area perumahan, sekolah, universitas, apartemen, perkantoran, pom bensin, dan sebagainya. Beberapa gerai ritel Fuji Image Plaza dikonversi menjadi sebuah konsep kombinasi layanan gerai 7-Eleven dan ritel layanan fotografi.

4.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada tahap awal penelitian, dilakukan uji atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Uji yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dapat mewakili objek yang diamati, sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan dengan menyebar 30 kuesioner terhadap konsumen 7-Eleven yang telah mengunjungi ritel pesaing yang dijadikan pembanding. Hasil keseluruhan uji validitas dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2. Nilai uji validitas atribut-atribut kepentingan retail consumer goods

Atribut Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja 7-Eleven Tingkat Kinerja Circle K Tingkat Kinerja Alfamart Kesimpulan

Lokasi toko yang

mudah dijangkau 0,840 0,413 0,582 0,480 Valid

Luas toko 0,679 0,425 0,837 0,428 Valid

Tata letak toko 0,644 0,556 0,829 0,708 Valid

Jarak antar rak 0,396 0,509 0,674 0,545 Valid

Kenyamanan toko 0,703 0,692 0,800 0,821 Valid

Kebersihan toko 0,679 0,550 0,806 0,796 Valid

Harga produk yang

sesuai 0,613 0,700 0,781 0,767 Valid

Variasi produk

yang dijual 0,657 0,676 0,836 0,701 Valid

Ketersediaan

produk yang dijual 0,764 0,703 0,896 0,719 Valid

Kepemilikan produk dengan merek sendiri

0,384 0,675 0,422 0,488 Valid

Promosi menarik

yang dilakukan 0,469 0,650 0,756 0,588 Valid

Potongan harga 0,623 0,648 0,839 0,740 Valid

Kemudahan dalam

bertransaksi 0,852 0,716 0,789 0,826 Valid

Kecepatan

bertransaksi 0,756 0,752 0,759 0,602 Valid

Keramahan

karyawan 0,622 0,716 0,671 0,658 Valid

Pengetahuan karyawan akan produk yang dijual

0,508 0,455 0,427 0,444 Valid

Tanggapan terhadap keluhan dari konsumen

0,507 0,574 0,569 0,586 Valid

Merek yang

terkenal 0,230 0,332 0,127 0,074

Tidak Valid

Area makan dan

bersantai 0,590 0,684 0,819 0,537 Valid


(37)

Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji validitas menyatakan bahwa dari 19 atribut yang diuji, terdapat 18 atribut yang dinyatakan valid karena seluruh atribut memiliki nilai rhitung > rtabel. Satu atribut yang dinyatakan tidak valid adalah

merek yang terkenal. Nilai uji validitas untuk 19 atribut dapat dilihat pada Tabel 2.

Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Cronbach’s Alpha yang diolah menggunakan bantuan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji reliabilitas ini menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6 yaitu 0,895 sehingga dapat disimpulkan atribut-atribut dalam penelitian ini reliabel dan mampu memberikan hasil pengukuran yang sama apabila digunakan kembali dalam pengambilan data selanjutnya.

Uji validitas dan reliabilitas juga dilakukan kepada pertanyaan dalam kuesioner yang menggunakan alat analisis yang berbeda dan juga menggunakan skala likert yang berbeda. Pada penelitian ini terdapat tiga

retail consumer goods yang digunakan, sehingga uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan kepada seluruh atribut ketiga ritel tersebut.

Uji validitas atribut pertanyaan tingat kinerja yang pertama dilakukan kepada 7-Eleven dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi

Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji validitas menyatakan bahwa dari 19 atribut yang diuji, terdapat 18 atribut yang dinyatakan valid karena seluruh atribut memiliki nilai rhitung > rtabel. Satu atribut yang dinyatakan tidak valid adalah merek

yang terkenal. Nilai uji validitas untuk 19 atribut dapat dilihat pada Tabel 2. Uji reliabilitas atribut tingkat kinerja 7-Eleven diolah dengan teknik

Cronbach’s Alpha menggunakan bantuan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji reliabilitas ini menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha

lebih besar dari 0,6 yaitu 0,898 sehingga dapat disimpulkan atribut tingkat kinerja 7-Eleven dalam penelitian ini reliabel dan mampu memberikan hasil


(38)

pengukuran yang sama apabila digunakan kembali dalam pengambilan data selanjutnya.

Uji validitas atribut pertanyaan tingat kinerja yang kedua dilakukan kepada Circle K dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi

Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji validitas menyatakan bahwa dari 19 atribut yang diuji, terdapat 18 atribut yang dinyatakan valid karena seluruh atribut memiliki nilai rhitung > rtabel. Satu atribut yang dinyatakan tidak valid adalah merek

yang terkenal. Nilai uji validitas untuk 19 atribut dapat dilihat pada Tabel 2. Uji reliabilitas atribut tingkat kinerja Circle K diolah dengan teknik

Cronbach’s Alpha menggunakan bantuan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji reliabilitas ini menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha

lebih besar dari 0,6 yaitu 0,762 sehingga dapat disimpulkan atribut tingkat kinerja Circle K dalam penelitian ini reliabel dan mampu memberikan hasil pengukuran yang sama apabila digunakan kembali dalam pengambilan data selanjutnya.

Uji validitas atribut pertanyaan tingat kinerja yang ketiga dilakukan kepada Alfamart dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi

Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji validitas menyatakan bahwa dari 19 atribut yang diuji, terdapat 18 atribut yang dinyatakan valid karena seluruh atribut memiliki nilai rhitung > rtabel. Satu atribut yang dinyatakan tidak valid adalah merek

yang terkenal. Nilai uji validitas untuk 19 atribut dapat dilihat pada Tabel 2. Uji reliabilitas atribut tingkat kinerja Alfamart diolah dengan teknik

Cronbach’s Alpha menggunakan bantuan software SPSS versi 15.00 for windows. Hasil uji reliabilitas ini menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha

lebih besar dari 0,6 yaitu 0,898 sehingga dapat disimpulkan atribut tingkat kinerja Alfamart dalam penelitian ini reliabel dan mampu memberikan hasil pengukuran yang sama apabila digunakan kembali dalam pengambilan data selanjutnya.


(39)

4.3. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan penilaian berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja terhadap atribut 7-Eleven. Responden yang digunakan merupakan konsumen 7-Eleven yang telah mengunjungi dan melakukan pembelian di kedua pesaing yang menjadi pembanding, sehingga seluruh konsumen 7-Eleven belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai contoh.

4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Mayoritas pengunjung 7-Eleven sebanyak 59 persen adalah responden berjenis kelamin perempuan, sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki hanya memiliki jumlah persentase sebesar 41 persen yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Persentase responden berdasarkan jenis kelamin

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Konsumen 7-Eleven yang terpilih menjadi responden dalam penelitian ini tidak ada yang berusia antara 36-45 tahun. Mayoritas konsumen 7-Eleven dalam penelitian ini berusia 16-25 tahun dengan jumlah persentase sebanyak 87 persen. Responden yang berusia ≤ 15 tahun dan berusia 26-35 tahun memiliki jumlah persentase sebesar 3 persen dan 9 persen. Responden 7-Eleven yang berusia > 45 tahun hanya memiliki persentase sebesar 1 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 6.

Laki-laki (41%) Perempuan

(59%)


(40)

Gambar 6. Karakteristik responden berdasarkan usia

4.3.3 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Konsumen 7-Eleven yang terpilih menjadi responden mayoritas mempunyai pendidikan terakhir SMA/Sederajat dengan jumlah persentase sebesar 57 persen dan tidak ada konsumen yang mempunyai pendidikan terakhir SD. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Persentase responden berdasarkan pendidikan terakhir

4.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Konsumen 7-Eleven yang terpilih menjadi responden mayoritas bekerja sebagai pelajar/mahasiswa dengan jumlah persentase sebesar 67 persen dan konsumen yang bekerja sebagai wiraswasta hanya mempunyai jumlah persentase 3 persen. Secara lengkap karakteristik

≤ 15 tahun (3%)

16-25 tahun (87%) 26-35 tahun

(9%)

> 45 tahun (1%)

Usia

SMP/Sederajat (4%)

SMA/Sederajat (57%)

Diploma (12%)

S1 (25%)

S2/S3 (2%)


(41)

responden 7-Eleven berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Persentase responden berdasarkan status pekerjaan

4.3.5 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Penerimaan per Bulan

Konsumen 7-Eleven yang terpilih menjadi responden

didominasi oleh konsumen yang mempunyai pemasukan

≤ Rp 1.000.000 per bulan dengan jumlah persentase sebesar 46 persen dan pemasukan sebesar Rp 1.000.001 – Rp 3.000.000 per bulan dengan persentase 43 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan penerimaan per bulan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Persentase responden berdasarkan penerimaan per bulan

Pelajar/ Mahasiswa

(67%) Pegawai negeri

(2%) Pegawai

swasta (24%)

Wiraswasta (3%)

Lainnya (4%)

Pekerjaan

≤ Rp 1.000.000 (46%)

Rp 1.000.001- Rp 3.000.000

(43%) Rp 3.000.001-

Rp 5.000.000 (7%)

Rp 5.000.001-Rp 7.000.000

(2%)

Rp 7.000.001-Rp 9.000.000

(2%) 0%


(42)

4.3.6 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Besar Pengeluaran untuk Konsumsi per Bulan

Konsumen 7-Eleven yang terpilih menjadi responden didominasi oleh konsumen yang mempunyai pengeluaran per bulan sebesar Rp 100.001 – Rp 300.000 untuk konsumsi dengan jumlah

persentase sebesar 37 persen dan pengeluaran sebesar Rp 300.001 – Rp 600.000 per bulan untuk konsumsi dengan

persentase 31 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi per bulan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase responden berdasarkan besar pengeluaran untuk konsumsi per bulan

4.3.7 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Motivasi Awal Ketertarikan

Mayoritas konsumen 7-Eleven yang menjadi responden menyatakan bahwa motivasi awal ketertarikan adalah karena pensaran dan ingin mencoba dengan persentase sebesar 37 persen, serta diajak saudara/teman sebesar 31 persen. Secara lengkap karakteristik konsumen berdasarkan motivasi awal ketertarikan terhadap 7-Eleven dapat dilihat pada Gambar 11.

≤ Rp 100.000 (5%)

Rp 100.001- Rp 300.000

(37%)

Rp 300.001- Rp 600.000

(31%) Rp 600.001-

Rp 900.000 (11%)

Rp 900.001- Rp 1.000.000

(5%)

> Rp 1.000.000

(11%)

Pengeluaran untuk konsumsi per

bulan


(43)

Gambar 11. Persentase responden berdasarkan motivasi awal ketertarikan terhadap 7-Eleven

4.3.8 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Tujuan Kunjungan ke 7-Eleven

Mayoritas konsumen yang menjadi responden mengunjungi 7-Eleven dengan tujuan untuk berkumpul bersama teman/keluarga dengan jumlah persentase sebesar 52 persen dan hanya 5 persen konsumen yang mempunyai tujuan untuk membeli kebutuhan lain selain makanan dan minuman. Secara lengkap karakteristik konsumen berdasarkan tujuan kunjungan ke 7-Eleven dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Persentase responden berdasarkan tujuan kunjungan ke 7-Eleven Penasaran dan ingin mencoba (37%) Tertarik melihat outletnya (13%) Diajak saudara/ teman (31%) Kepopuleran 7-Eleven (12%) Lainnya (7%)

Motivasi

Sarapan/ makan siang/ makan malam (12%) Berkumpul bersama teman/ keluarga (52%) Meeting dengan rekan kerja (6%) Menggunakan fasilitas Wi-fi gratis (10%) Membeli makanan/ minuman untuk dibawa pulang (13%) Membeli kebutuhan pribadi lainnya

(5%) Lainnya (2%)

Tujuan


(44)

4.3.9 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Sumber Informasi

Konsumen 7-Eleven yang menjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh konsumen yang menyatakan bahwa sumber informasi tentang 7-Eleven berasal dari teman/kerabat/keluarga dengan persentase 57 persen dan sebesar 38 persen dikarenakan melihat outletnya. Secara lengkap karakteristik responden berdasarkan sumber informasi tentang 7-Eleven dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Persentase responden berdasarkan sumber informasi tentang 7-Eleven

4.3.10 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pengetahuan Perbedaan antara Convenience Store dan Minimarket

Sebagian besar konsumen 7-Eleven yang menjadi responden dalam penelitian ini tidak mengetahui perbedaan antara convenience store dengan minimarket dengan persentase sebesar 67 persen. Secara lengkap karakteristik responden berdasarkan pengetahuan perbedaan convenience store dengan minimarket dapat dilihat pada Gambar 14.

Teman/ keluarga/

kerabat (57%) Melihat

outletnya (38%)

Brosur/ pamflet/ spanduk (1%)

Media elektronik

(1%)

Media sosial (2%)

Lainnya (1%)

Sumber Informasi


(45)

Gambar 14. Persentase responden berdasarkan pengetahuan perbedaan antara convenience store dengan minimarket

4.3.11 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pertimbangan Utama Memilih 7-Eleven

Mayoritas konsumen 7-Eleven yang menjadi responden dalam penelitian ini memilih faktor kenyamanan sebesar 30 persen sebagai dasar pertimbangan mengunjungi 7-Eleven. Responden memilih faktor variasi produk sebesar 23 persen dan 18 persen karena faktor faktor lokasi toko. Faktor-faktor lain yang menjadi dasar pertimbangan kunjungan ke 7-Eleven secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Persentase responden berdasarkan pertimbangan utama memilih 7-Eleven

Ya (33%) Tidak

(67%)

Pengetahuan Perbedaan

Harga (7%)

Variasi produk (23%)

Ketersediaan produk

(10%) Merk

(2%) Lokasi toko

(18%) Kenyamanan

(30%)

Kebersihan (7%)

Lainnya (3%)


(46)

4.3.12 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pasangan

Mayoritas konsumen yang menjadi responden datang bersama teman saat mengunjungi 7-Eleven, dengan persentase sebesar 59 persen. Karakteristik konsumen berdasarkan pasangan ke 7-Eleven secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Persentase responden berdasarkan pasangan saat mengunjungi 7-Eleven

4.3.13 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Cara Memutuskan Kunjungan

Mayoritas konsumen yang menjadi responden memutuskan kunjungan ke 7-Eleven secara tidak terencana dengan persentase sebesar 65 persen. Secara lengkap karakteristik konsumen berdasarkan cara memutuskan kunjungan ke 7-Eleven dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Persentase responden berdasarkan cara memutuskan kunjungan ke 7-Eleven

Sendiri

(4%) Keluarga/ saudara

(16%)

Teman (59%) Pacar

(12%)

Rekan kerja (6%)

Lainnya (3%)

Pasangan

Terencana (16%)

Tidak terencana

(65%) Diajak orang

lain (9%)

Accidentally (10%)


(47)

4.3.14 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan

Mayoritas konsumen 7-Eleven yang menjadi responden berkunjung 1-5 kali dalam satu bulan dengan persentase sebesar 77 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan jumlah kunjungan dalam satu bulan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Persentase responden berdasarkan jumlah kunjungan dalam satu bulan

4.3.15 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Lama Kunjungan

Mayoritas konsumen 7-Eleven yang menjadi responden menghabiskan waktu selama > 90 menit ketika mengunjungi 7-Eleven, dengan persentase sebesar 50 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan jumlah kunjungan dalam satu bulan dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Persentase responden berdasarkan lama kunjungan

1-5 kali (77%) 6-10 kali

(17%)

> 15 kali (6%)

Jumlah Kunjungan

< 30 menit (20%)

30-90 menit (30%) > 90 menit

(50%)


(48)

4.3.16 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Produk Favorit

Mayoritas konsumen 7-Eleven yang menjadi responden dalam penelitian ini memilih Slurpee dengan persentase 43 persen dan Cafe Select dengan persentase 21 persen sebagai produk favorit mereka ketika mengunjungi 7-Eleven. Produk lain di luar produk dengan merek yang dimiliki 7-Eleven hanya memiliki persentase sebesar 8 persen. Secara lengkap karakteristik responden 7-Eleven berdasarkan produk favorit bisa dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Persentase responden berdasarkan produk favorit

4.3.17 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Kepuasan setelah Mengunjungi 7-Eleven

Mayoritas pengunjung 7-Eleven yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan puas setelah mengunjungi 7-Eleven dengan persentase sebesar 55 persen, dan sebesar 45 persen responden menyatakan biasa saja. Secara lengkap karakteristik responden berdasarkan kepuasan setelah mengunjungi 7-Eleven dapat dilihat pada Gambar 21.

Big gulp (4%)

Slurpee (43%)

Cafe select (21%) Big bite

(10%) Fresh to go

sandwich, bread and bakery

(6%)

7-Fresh Hot Food (8%)

Lainnya (8%)


(1)

Lanjutan Lampiran 11

Common Space

Fi nal Coordinates

-,322 -,461

-,399 -,505

,654 -,290

,139 ,762

,373 -,530

-,489 ,489

,050 ,154

-,678 ,069

,673 ,312

sevel circlek indomaret pointindomaret alfamart cs tore alfamidi alfaexp ceriamart

1 2


(2)

Lampiran 12. Hasil analisis faktor

KMO a nd Bartlett's Te st

,850 950,473 153 ,000 Kaiser-Mey er-Olkin Measure of Sampling

Adequacy.

Approx . Chi-Square df

Sig. Bartlet t's Test of

Sphericity

Comm una litie s

1,000 ,581

1,000 ,747

1,000 ,628

1,000 ,699

1,000 ,745

1,000 ,641

1,000 ,588

1,000 ,464

1,000 ,584

1,000 ,629

1,000 ,446

1,000 ,619

1,000 ,690

1,000 ,775

1,000 ,743

1,000 ,778

1,000 ,715

1,000 ,543

Lokasi toko yang mudah dijangk au

Luas toko Tata letak t oko Jarak antar rak Kenyamanan toko Kebers ihan tok o Harga produk Variasi produk Keters ediaan produk Kepemilikan produk dengan merek s endiri Promosi yang dilakukan Potongan harga

Kemudahan bertransaks i Kecepatan bert rans aksi Keramahan karyawan Penget ahuan k aryawan terhadap produk Tanggapan keluhan konsumen

Area makan dan bersantai

Initial Ex trac tion


(3)

Lanjutan Lampiran 12

Total Variance Explained

7,284 40,468 40,468 7,284 40,468 40,468 4,339 24,105 24,105 1,676 9,309 49,777 1,676 9,309 49,777 2,868 15,935 40,040 1,429 7,939 57,716 1,429 7,939 57,716 2,430 13,501 53,540 1,226 6,813 64,529 1,226 6,813 64,529 1,978 10,988 64,529

,893 4,960 69,489 ,847 4,705 74,195 ,759 4,217 78,411 ,610 3,386 81,798 ,596 3,313 85,110 ,484 2,689 87,799 ,411 2,283 90,082 ,394 2,190 92,272 ,361 2,005 94,278 ,321 1,785 96,063 ,231 1,284 97,346 ,213 1,185 98,532 ,161 ,897 99,429 ,103 ,571 100,000 Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Component Matrixa

,420 ,310 -,450 ,325

,551 ,502 -,136 ,416

,558 ,451 -,128 ,312

,328 ,529 ,531 -,172

,674 ,312 -,123 -,421

,646 -,069 ,012 -,467

,594 -,391 -,268 -,099

,612 ,155 ,199 -,161

,689 -,027 ,301 ,132

,524 ,142 ,579 ,010

,658 ,045 -,064 -,082

,711 -,291 ,041 -,166

,811 ,010 -,158 -,087

,835 -,114 -,242 ,081

,781 -,307 -,154 ,123

,571 -,294 ,400 ,454

,602 -,505 ,215 ,227

,668 ,089 -,196 -,226

Lokasi toko yang mudah dijangkau

Luas toko Tata letak toko Jarak antar rak Kenyamanan toko Kebers ihan toko Harga produk Variasi produk Ketersediaan produk Kepemilikan produk dengan merek s endiri Promosi yang dilakukan Potongan harga

Kemudahan bertrans aks i Kecepatan bertransaksi Keramahan karyawan Pengetahuan karyawan terhadap produk Tanggapan keluhan konsumen

Area makan dan bersantai

1 2 3 4

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. 4 components extracted.


(4)

Lanjutan Lampiran 12

Rotated Component Matrixa

,204 ,023 ,724 -,119

,113 ,138 ,809 ,245

,186 ,120 ,720 ,246

,091 -,045 ,120 ,821

,731 -,119 ,268 ,353

,750 ,120 -,046 ,250

,626 ,372 ,073 -,227

,448 ,198 ,166 ,444

,318 ,534 ,217 ,387

,160 ,393 ,061 ,668

,533 ,229 ,276 ,181

,636 ,450 ,012 ,111

,681 ,287 ,355 ,135

,641 ,429 ,423 -,023

,576 ,572 ,277 -,084

,045 ,839 ,156 ,220

,294 ,792 -,005 ,019

,664 ,084 ,278 ,135

Lokasi toko yang mudah dijangkau

Luas toko Tata letak toko Jarak antar rak Kenyamanan toko Kebers ihan toko Harga produk Variasi produk Ketersediaan produk Kepemilikan produk dengan merek s endiri Promosi yang dilakukan Potongan harga

Kemudahan bertrans aks i Kecepatan bertransaksi Keramahan karyawan Pengetahuan karyawan terhadap produk Tanggapan keluhan konsumen

Area makan dan bersantai

1 2 3 4

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 9 iterations. a.

Component Transformation Matrix

,713 ,490 ,410 ,288

-,143 -,593 ,577 ,543

-,323 ,371 -,417 ,764

-,605 ,519 ,570 -,198

Component 1

2 3 4

1 2 3 4

Extraction Method: Principal Component Analys is. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.


(5)

Lampiran 13. Hasil nilai rataan atribut tingkat kinerja

Atribut sevel circle k alfa

Lokasi 3,88 3,47 4,2

Luas 3,98 3,25 3,51

Tata Letak 3,97 3,45 3,58

Jarak rak 3,61 3,26 3,44

Kenyamanan 4,22 3,77 3,62

Kebersihan 4 3,95 3,74

Harga 3,46 3,44 3,89

Variasi 3,87 3,57 3,76

Ketersediaan 3,82 3,56 3,73

Kepemilikan 3,41 3,22 3,47

Promosi 3,61 3,3 3,79

Potongan 3,46 3,36 3,88

Kemudahan 3,99 3,91 3,93

Kecepatan 3,97 3,81 3,7

Keramahan 4,06 3,94 3,76

Pengetahuan 3,83 3,68 3,7

Tanggapan 3,76 3,54 3,59


(6)

Retail Consumer Goods di Jakarta Timur. Di bawah bimbingan MA’MUN SARMA.

Perkembangan industri ritel modern, terutama retail consumer goods, sekarang ini sedang berkembang pesat di Indonesia. Di antara jenis retail consumer goods

yang ada di Indonesia saat ini, jenis ritel yang sedang berkembang dengan pesat adalah minimarket dan convenience store. Beberapa pesaing memasuki industri ini dengan menggunakan brand internasional, salah satunya adalah 7-Eleven. Saat ini, 7-Eleven merupakan market leader dalam industri convenience store.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen 7-Eleven, (2) Menganalisis pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di kota Jakarta Timur, (3) Menganalisis atribut 7-Eleven yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen, dan (4) Menganalisis positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods berdasarkan persepsi konsumen di kota Jakarta Timur.

Penelitian dilakukan dengan menyebar kuesioner pada salah satu gerai 7-Eleven yang beralamat di Jl. Matraman Raya 12 Jakarta Timur pada bulan Januari-Maret 2012. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik responden, analisis multidimensional scalling

untuk mengetahui pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri retail consumer goods, analisis faktor untuk mengetahui atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen 7-Eleven, dan analisis biplot untuk mengetahui positioning

7-Eleven dalam industri retail consumer goods di Jakarta Timur.

Hasil analisis menunjukan bahwa : (1) segmen pasar 7-Eleven adalah anak-anak muda yang senang berkumpul yang di dominasi oleh konsumen berjenis kelamin perempuan dan berstatus sebagai pelajar/mahasiswa, (2) pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri retail consumer goods adalah Circle K dan Alfamart, (3) atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen 7-Eleven adalah pengetahuan karyawan akan produk yang dijual, kecepatan bertransaksi, luas toko, kenyamanan toko, keramahan karyawan, tanggapan terhadap keluhan dari konsumen, dan (4) melalui analisis positioning, diketahui bahwa ketiga ritel tersebut memiliki posisi yang berjauhan dan berbeda menurut persepsi konsumen, dimana 7-Eleven diposisikan sebagai retail consumer goods yang unggul dalam kenyamanan toko dan lingkungannnya. Selanjutnya Circle K dipersepsikan sebagai retail consumer goods yang memiliki toko yang bersih dengan proses transaksi yang cepat, serta karyawan yang ramah dan pengetahuannya tentang produk yang dijual dan Alfamart sebagai retail consumer goods yang mudah dijangkau, memiliki variasi produk yang banyak dan produk yang selalu tersedia untuk dijual.