E. Hapusnya Gadai
Hapusnya gadai telah ditentukan di dalam Pasal 1152 KUH Perdata dan surat bukti kredit SBK. Di dalam Pasal 1152 KUH Perdata ditentukan 2 cara
hapusnya hak gadai, yaitu:
55
1. Barang gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai; dan
2. Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai
surat bukti kredit. Begitu juga dalam surat bukti kredit SBK telah diatur tentang berakhirnya
gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari.
Menurut Ari Hutagalung ada lima alasan dimana perjanjian gadai berakhir, alasan-alasan itu adalah:
56
1. Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai.
2. Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai.
3. Musnahnya benda jaminan gadai.
4. Dilepasnya benda jaminan gadai dengan sukarela.
5. Percampuran dimana pemegang gadai menjadi pemilik benda gadai.
Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan gadai. Apabila debitur telah membayar
pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak saat itulah hapusnya perjanjian gadai.
55
H Salim HS, Op. cit., hal. 50.
56
Ibid.
47
BAB III WANPRESTASI PADA PT PEGADAIAN
A. Pengertian Wanprestasi
Pada hakekatnya ketika 2 dua orang atau lebih membuat suatu perjanjian, maka diantaranya timbul perikatannya. Yang menjadi obyek dari
perikatan adalah prestasi, yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Dalam suatu perjanjian terdapat hak dan kewajiban antara debitur
dan kreditur. Debitur memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi dan apabila ia tidak melaksanakan kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh para pihak dan
bukan karena hal memaksa menurut hukum, debitur dalam hal ini dianggap telah melanggar kesepakatan atau disebut juga wanprestasi.
Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut pemenuhan
prestasi, sedangkan pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi
akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut
wanprestasi.
57
Pengertian wanprestasi sering disebut dengan default atau non fulfiment ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract. Di dalam kamus
hukum, wanprestasi diartikantidak memenuhimenepati kewajibannya seperti
57
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hal.261.
dalam perjanjian; kealpaan; kelalaian.
58
Sedangkan menurut M. Yahya Harahap yang dimaksud dengan wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya,sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi schadevergoeding, atau
dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Sedangkan di dalam KUH Perdata, wanprestasi di atur dalam Pasal 1238, yaitu “si berutangadalah lalai, apabila ia
dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan wanprestasi atau breach of
contract adalah “Apabila siberutang debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan maka dikatakan melakukan “wanprestasi”, artinya debitur alpa atau
lalai atau ingkar janji atau melanggar perjanjian apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukan.”
59
58
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris, Semarang, Aneka Ilmu, 1977, hal.897.
59
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Penerbit Alumni, 1986, hal.60.
Mengenai perumusan “wanprestasi” itu sendiri, sekalipun ada perbedaan dalam cara merumuskannya, pada umumnya secara garis besar para sarjana
merumuskannya sebagai berikut:
“Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur
punya unsur salah atasnya.”
60
1. Kesengajaan.
Tindakan wanprestasi itu muncul karena adanya pihak yang dirugikan, pihak yang dirugikan akan menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga tindakan wanprestasi tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa hal, antara lain :
2. Kelalaian
3. Tanpa kesalahan tanpa kesengajaan atau kelalaian.
Wanprestasi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:
61
a. Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian menentukan waktu
tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang
wanprestasinya debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Namun, yang paling
penting ada peringatan atau pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan wanprestasi.
b. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka
waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pasa waktu tersebut, dia telah wanprestasi.
60
J. Satrio, Wanprestasi menurut KUH Perdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2012, hal.3.selanjutnya sebagai J. Satrio2
61
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 8.
Menurut Djaja S. Meliala tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu perjanjian, dapat disebabkan dua hal, yaitu:
62
1. Karena kesalahan debitur baik sengaja maupun karena kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa overmachtForcemajeur
Untuk menetapkan akibat-akibat tak terpenuhinya perikatan niet- nakoming, perlu diketahui terlebih dahulu pihak yang lalai dengan persoalan ini
adalah sebagai memenuhi perikatan tersebut. Kemungkinan-kemungkinan sehubungan berikut:
63
1. Tanggung Jawab Yuridis ada pada pihakDebitur: Wanprestasi.
Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini merupakan dimana debitur berada pada keadaan tidak melaksanakan kewajibannya bukanlah disebabkan oleh hal-hal
yang berada diluar kekuasaannya, sehingga debitur yang dalam keadaan tidak membayar ini dikatakan cidera janji wanprestasi.
Dalam perjanjian yang wanprestasinya tidak ditetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasinya, maka untuk pemenuhan prestasi itu debitur tersebut
harus terlebih dahulu diberikan tegoran sommatieIngebrekestelling agar memenuhi prestasi tersebut. Kalau prestasi dalam perjanjian tersebut dapat
dipenuhi seketika, maka prestasi itu dapat dituntut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi jika prestasi dalam perjanjian tersebut tidak dapat dipenuhi seketika, maka
kepada debitur tersebut diberikan waktu yang pantas untuk memenuhi prestasinya sommatieIngebrekestelling yang diberikan debitur agar jika debitur tidak
memenuhi tegoran dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam Pasal 1238 KUH
62
Djaja S. Meliala, Op. cit., hal.99.
63
Van der Burght dan Freddy Tengker, Buku tentang Perikatan Dalam Teori dan Yurisprudensi, CV Mandar Maju, Bandung, 2012, hal.146.
Perdata yang ada pada pokoknya menentukan bahwa tegoran itu harus dengan surat perintah atau akta sejenis.
Yang dimaksud surat perintah dalam Pasal 1238 KUH Perdata tersebut adalah peringatan resmi oleh juru sita sejenis dalam suatu tulisan biasa bukan
resmi, surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberikan peringatan kepada debitur agar memenuhi prestasi dalam seketika dalam tempo
tertentu. Jadi yang dimaksud dengan ingebrekestelling atau sommatie adalah
pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur, menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka
waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu harus ditagih terlebih dahulu.
64
a. Keadaan debitur sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya;
Oleh karena itu ingebrekestelling itu berfungsi sebagai upaya hukum untuk menentukan saat kapan mulai terjadinya wanprestasi. Sebagai upaya hukum
ingebrekestelling baru akan diperlukan ketika seorang kreditur akan menuntut penggantian kerugian atau dalam hal kreditur minta pemutusan perikatan.
SommatieIngbrekestelling tidak diperlukan, yaitu dalam hal :
b. Keadaan debitur mengakui kesalahan;
c. Keadaan ditentukan oleh undang-undang.
64
DD. Saragih, Bab II Tinjauan Umum Terhadap Wanprestasi, From http:www.google.co.idurl?sa=tsource=webcd=2ved=0CB0QFjABurl=http3A2F2F
repository.usu.ac.id2Fbitsream2F1234567892F253302F32FChapter25211.pdfrct=j q=pdf201120USU20wanprestasiei=xp9kVfP9BYmVuASI_YLgCQusg=AFQjCNFeA
veWHC3YN67sMsj-k6-H7cEHzA, tanggal 9 Mei 2015, jam 09.30
Akibat-akibat wanprestasi adalah:
65
a. Debitur harus membayar ganti-rugi {Pasal 1279 BW, Pasal 1243
KUHP}; b.
Beban risiko bergeser ke arah kerugian debitur: suatu halangan yang timbul kepermukaan dapat dipertanggungjawabkan kepadanya setelah
pihak debitur melakukan wanprestasi, kecuali ada kesengajaan atau kelalaian besar culpa lata pada pihak kreditur, tidak dapat mengandalkan
“overmacht”. c.
Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal-balik, maka pihak kreditur dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi
melalui cara Pasal 1302 BW Pasal 1266 KUHP, atau melalui exceptio non adimpleti contractus menangkis tuntutan debitur untuk memenuhi
perikatan. 2.
Tak Ada Tanggung Jawab Yuridis:Keadaan Memaksa overmachtforce majeur
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang menghalangi debitur untuk berprestasi, halangan tersebut timbul diluar salahnya para pihak dalam
perjanjian.
66
1. Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi dari debitur.
Keadaan force majeur menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
2. Debitur tidak dapat dinyatakan lalai dan oleh karenanya debitur tidak
dapat dituntut untuk mengganti kerugian; 3.
Resiko tidak beralih kepada debitur.
65
Van der Burght dan Freddy Tengker, Op. cit., hal.147.
66
J. Satrio2, Op.cit., hal.102
KUH Perdata tidak memberitakan rumusan apa yang dimaksud dengan overmacht atu force majeur, Pasal-Pasal 1244 KUH Perdata, 1245 KUH Perdata,
1444 KUH Perdata, hanyalah menerangkan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi suatu perikatan atau melakukan pelanggaran hukum oleh karena
keadaan memaksa overmacht atau force majeur, maka orang tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Dan kalau Pasal 1244 dan Pasal 1245
dihubungkan satu sama lain, sama-sama berbicara tentang keadaan memaksa yang dimana ciri penting yang tampak adalah debitur tidak mempunyai unsur salah atas
timbulnya keadaan memaksa. Maka dari itu, untuk dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa overmacht, debitur sendiri harus dalam posisi yang layak
mengemukakan keadaan memaksa overmacht, antara lain dari pihak debitur sendiri tidak ada unsur kesengajaan atas timbulnya keadaan memaksa. Dengan
perkataan lain, tidak ada kesalahan pada dirinya.
67
Pada umumnya, keadaan memaksa biasanya dapat dibedakan atas force majeur yang bersifat tetap absolut dan force majeur yang bersifat relatif. Force
majeur yang bersifat tetap absolut adalah suatu keadaan yang memaksa dimana prestasi yang telah diperjanjikan sama sekali tidak dapat dipenuhi. Sedangkan
yang dimaksud dengan force majeur yang sementara adalah force majeur yang mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda sampai waktu yang
ditentukan semula dalam perjanjian.
68
Apabila force majeur dihubungkan dengan pelaksanaan perjanjian dapat dibedakan antar force majeur yang lengkap dan force majuer yang sebagian.
67
Ibid, hal.105.
68
DD. Saragih, Loc. Cit.
Selanjutnya yang dimaksud dengan force majeur yang lengkap adalah keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perjanjian seluruhnya tidak dapat
dilaksanakan sama sekali;sedangkan force majeur yang sebagian adalah keadaan memaksa yang mengakibatkan sebagian dari perjanjian tidak dapat
dilaksanakan.
69
Akibat-akibat “overmacht” adalah:
70
a. Pihak kreditur tidak perlu membayar ganti-rugi Pasal 1280 BW, Pasal
1244 KUHP; b.
Pembagian beban resiko risicolast tidak mengalami perubahan penting pada “keadaan memaksa sementara” atau “ tijdelijke
overmacht”; c.
Pihak kreditur tidak mempunyai hak untuk memenuhi perikatan tetapi sekaligus, terkecuali atas dasar suatu Pasal seperti misalnya Pasal 1496
BW 1460 KUHP, demi hukum dibebskan dari kewajiban melakukan kontraprestasi.
3. Tanggung Jawab Yuridis Ada Pada Pihak Kreditur: “Kelalaian Kreditur”
Crediteursverzuim Tak dipenuhinya perikatan adalah akibat kesalahan dan kelalaian kreditur
atau suatu situasi yang berada dalam jangkauan risikonya. Akibat-akibat kelalaian kreditur adalah:
Debitur berada dalam keadaan memaksa, tetapi menyimpang dari apa yang disebut di bawah butir 2 ini berlaku hal-hal sebagai berikut:
71
69
Ibid.
70
Van der Burght dan Freddy Tengker, Op. cit., hal.147.
a. Beban risiko bergeser ke arah kerugian kreditur dan selaku demikian ialah
bahwa pihak debitur pada galibnya hanya bertanggung jawab yuridis karena melakukan wanprestasi dalam hal adanya unsur kesengajaan diri
sendiri atau kesalahan besar grove schuld; b.
Pihak kreditur tetap berkewajiban memberikan kontraprestasi bandingkan Pasal 1638 d BW; Pasal 1602 KUHP.
B. Macam – Macam Wanprestasi