Inflation Targeting Framework ITF

Sejak tahun 2000, Bank Indonesia menerapkan pola kebijakan moneter yang diformulasikan dalam rangka mencapai sasaran tingkat inflasi yang ditargetkan. Landasan hukum kebijakan Bank Indonesia ini adalah UU no 23 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut diungkapkan bahwa sasaran laju inflasi merupakan sasaran akhir kebijakan moneter Indonesia. Pola kebijakan ini dikenal juga dengan nama Inflation Targeting Framework.

2.1.2 Inflation Targeting Framework ITF

Inflation Targeting Framework ITF merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri utama adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan mengumumkan target inflasi kepada publik. Perlunya mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil didasarkan oleh dua hal Warjiyo dan Solikin, 2004, yaitu adanya biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat terjadinya laju inflasi yang tinggi, serta adanya temuan empiris yang menunjukkan bahwa dalam jangka menengah-panjang, kebijakan moneter hanya akan berpengaruh terhadap inflasi, bukan pada pertumbuhan ekonomi, walaupun belum terdapat kesepakatan tentang pengaruh kebijakan moneter dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Inflation Targeting Framework merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi Universitas Sumatera Utara yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 231999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai Inflation Targeting Lite Countries. Alasan pemilihan Inflation Targeting Framework sebagai berikut : 1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut : a. Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat sound. b.Sesuai dengan amanat UU No. 231999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32004. c. Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter. d.Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan Inflation Targeting Framework berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output. e. Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target. 2. Penerapan Inflation Targeting Framework bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Inflation Targeting Framework bukanlah suatu kaidah yang kaku rule tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh framework untuk perumusan Universitas Sumatera Utara dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi zero inflation. 3. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan suistanable growth. Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan. Enam elemen mendasar dalam langkah-langkah penguatan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru mulai Juli 2005 agar konsisten dengan penerapan Inflation Targeting Framework ITF: 1. Penggunaan suku bunga disebut BI Rate sebagai reference Rate dalam pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran operasional uang primer. 2. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategi antisipatif forward looking strategi dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan. Universitas Sumatera Utara 3. Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi inflasi. 4. Penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan. 5. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting Framework ITF sebagai kerangka kebijakan Moneter. 6. Inflation Targeting Framework ITF merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan. Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework ITF : 1. Memiliki sasaran utama yaitu sasaran inflasi yang dijadikan sebagai prioritas pencapaian overriding objective dan acuan nominal anchor kebijakan moneter. 2. Bersifat antisipatif preventive atau forward looking dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan. 3. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter constrained discretion. 4. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat good governance, yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas. Universitas Sumatera Utara 2.1.2.1 Pendekatan Harga Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 BI telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2005, 2006, dan 2007. BI telah menempuh sejumlah langkah dalam memperkuat persyaratan untuk penerapan Inflation Targeting Framework ITF, termasuk: Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi untuk dasar analisis, prakiraan, dan perumusan kebijakan. Rapat Dewan Gubernur RDG sebagai proses perumusan kebijakan moneter. Pengembangan laporan dan strategi komunikasi untuk transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter kepada publik. Dalam hal ini BI menggunakan pendekatan harga untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Kerangka Kerja Pendekatan Harga Berdasarkan kerangka kerja pendekatan harga, instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka open market operation, fasilitas diskonto discount facility, cadangan minimum reserve requirement, intervensi nilai tukar foreign exchange intervension akan mempengaruhi tingkat bunga interes Rate sebagai target operasionalnya. Setelah target operasional tercapai maka akan mempengaruhi kapasitas dan aktivitas perekonomian yang pada akhirnya akan berdampak terhadap perubahan inflasi. Universitas Sumatera Utara Sebelum Juli 2005, operasi moneter masih menggunakan uang primer base money sebagai sasaran operasional. Cara ini dirasakan semakin tidak sejalan dengan penerapan kebijakan moneter dengan Inflation Targetting Framework ITF, terutama karena: 1. Hubungan antara uang primer dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi semakin tidak stabil dan mengalami hubungan terbalik. 2. Sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat kurang efektif, 3. Respon kebijakan moneter cenderung mengarah ke belakang backward looking dan lebih sulit dilakukan. 4. Uang primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral karena perilaku permintaan uang kartal masyarakat di Indonesia. 5. Sejak 1999-sebelum Juli 2005, dalam literature, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menerapkan Inflation Targetting Lite. Dengan melihat perbandingan pendekatan dalam pengendalian inflasi, bisa disimpulkan bahwa pendekatan price based approach secara empiris lebih efektif digunakan untuk mengendalikan inflasi dari pada metode metode pendekatan kuantitas. Hal ini, menurut hemat penulis bisa dijadikan sebagai pendukung empiris dari pemilihan pendekatan ini dalam kerangka kebijakan moneter untuk pengendalian inflasi Inflation Targetting Framework. Namun, yang perlu dijadikan pertimbangan adalah instrumen-instrumen kebijakan moneter yang dipilih untuk mempengaruhi sasaran operasionalnya. Tampaknya, BI patut mengembangkan instrumen-instrumen yang memberikan pengaruh yang lebih efektif untuk keberhasilan transmisi efek yang Universitas Sumatera Utara diinginkan. Sehingga akhirnya akan terbentuk sebuah kerangka kebijakan yang efektif dalam rangka mencapai sasaran akhir pengendalian inflasi menuju stabilitas moneter dalam perekonomian nasional.

2.1.3 Indikator dan Respon Kebijakan Moneter