Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam datang dengan membawa pemahaman yang membentuk pandangan hidup tersendiri dalam bentuk prinsip-prinsip hukum yang bersifat global, guna menjawab setiap permasalahan yang timbul. Oleh karenanya maka peran hukum Islam dalam konteks “kekinian” amat sangat diperlukan. Kompleksitas permasalahan umat seiring dengan berkembangnya zaman, membuat hukum Islam harus bersifat elastis dan fleksibel guna memberikan kemaslahatan kepentingan kepada Umat Islam khususnya dan manusia pada umumnya. Islam selain memiliki ajaran tentang keimanan juga memiliki ajaran tentang syari’ah yang berisi interaksi vertikal yakni hubungan antara manusia dengan Penciptanya dan interaksi horizontal; yakni hubungan antara sesama manusia. Islam juga memiliki ajaran tentang akhlak yang menyangkut perilaku dalam sikap hidup manusia. 1 Syariah Islam adalah syariah yang dibawa oleh Rasulullah saw, yang membawa ajaran yang sempurna bagi seluruh hamba Allah SWT. Islam merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat diambil sebagian saja dengan meninggalkan bagian yang lain. 1 H. Moh. Rifai, Konsep perbankan syariah, Semarang : CV Wicaksana,2002, h.19 2 Islam mengkombinasikan antara kepentingan dunia dengan akhirat. Maka keliru, orang yang berpendapat bahwa Islam hanyalah agama yang berkepentingan dengan masalah spiritual saja. Sebab Islam adalah suatu system yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam mengatur keharmonisan antara materiil dan spiritual, serta ibadah dan muamalat demi tercapainya kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem ekonomi lainnya. Ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran maqoshid asy-syariah yang berbeda dari sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaran-sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan sasaran materiil, tetapi didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia falah dan kehidupan yang baik hayatun thayyibah dan aspek persaudaraan Ukhuwah, keadilan sosio-ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan spritual manusia. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa umat manusia memiliki kedudukan yang sama sebagai khalifah Allah SWT. Dimuka bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya yang tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman batin, kecuali jika kebahagiaan sejati telah di capai melalui pemenuhan kebutuhan materiil dan spiritual. Tujuan- tujuan syariat mengandung semua yang diperlukan manusia untuk merealisasikan falah dan hayatun thoyyibah dalam batas-batas syariat. Kegiatan perekonomian terus berkembang dan berubah, sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman. Pada saat ini, perekonomian tidak bisa 3 terlepas dari peran jasa lembaga keuangan. Sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan nilai-nilai ekonomi Islam adalah dengan mendirikan lembaga keuangan yang berdasarkan syariah. 2 Dari sekian banyak lembaga keuangan syariah, BMT merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan sebab dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, Dari segi jumlah, BMT pun merupakan lembaga keuangan syariah yang paling banyak apabila dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya. BMT adalah salah satu unit usaha dari sebuah koperasi. Dimana BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi kecil ke bawah. BMT terdiri dari 2 kegiatan, yaitu, Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Kegiatan Baitut Tamwil mengutamakan perkembangan kegiatan-kegiatan investasi dan produktif dengan sasaran usaha ekonomi yang dalam pelaksanaannya saling mendukung untuk pembangunan usaha-usaha kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Baitul Maal mengutamakan kegiatan kesejahteraan, bersifat nirlaba, diharapkan mampu menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah yang pada gilirannya berfungsi mendukung kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi dalam kegiatan ekonomi pengusaha kecil. 3 Salah satu ciri dari BMT adalah lembaga ini mudah didirikan. Artinya lembaga ini dapat ditangani dan dimengerti oleh para pengusaha yang sebagian besar berpendidikan rendah. Ciri berikutnya adalah agar semua yang terlibat 2 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2002, h.4 3 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, hal.182 4 memiliki motivasi yang kuat bukan hanya untuk mendirikan, tetapi juga membina dan mengembangkan lebih lanjut, maka BMT berkaitan erat dengan kepentingan mendasar dari pemiliknya. Ciri berikutnya dari BMT adalah untuk dapat melayani keperluan para pengusaha kecil secara berkesinambungan, maka BMT tidak hanya memiliki aturan-aturan kerja yang membuat lentur, efesien, efektif, tetapi juga mandiri. Ciri-ciri berikutnya dari BMT adalah untuk melaksanakan sistem bagi hasil sebagai salah satu bentuk kerja sama berkelanjutan, maka BMT mengembangkan sikap amanah dan saling percaya. 4 Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum sebagai KSM Kelompok Swadaya Masyarakat. Sebagai lembaga simpan pinjam, segi formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum. Pertama, dalam lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998. Kedua, dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola syariah, BMT tunduk pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam ala koperasi. 5 BMT sebagai lembaga keuangan yang didirikan secara swadaya oleh masyarakat bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para pengusaha kecil dan sangat kecil. BMT merupakan dasar bagi konfigurasi baru dalam organisasi ekonomi rakyat, karena yang dibutuhkan oleh pengusaha kecil 4 Baihaqi Abdul Madjid, et.al., Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah; Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, h. 58 5 Ibid, h.90 5 dan sangat kecil adalah tersedianya dana kredit secara tepat waktu dan jumlah, tata cara yang sederhana, keberadaan lembaga keuangan yang dekat dengan lokasi, sesuai dengan kultur usaha, mudah dalam arti persyaratan yang sesederhana mungkin, dan biaya yang dikeluarkan unutk mendapatkan kredit sampai dengan pengembalian yang relatif kecil serta didukung oleh adanya pembinaan. Untuk melayani usaha kecil perlu dilakukan pendekatan yang lebih bersifat pendekatan. BMT yang dalam pengertian sebagai lembaga keuangan sosial sekaligus komersial ini, berarti memiliki fungsi yang sangat strategis dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Di satu sisi BMT dituntut untuk mengentaskan kemiskinan dengan pengelolaan dana sosialnya seperti zakat, infaq, dan shadaqah. Sedangkan sebagai lembaga keuangan komersial, BMT juga dituntut untuk mempertahankan likuiditasnya dan secara periodik harus dapat meningkatkan laba semaksimal mungkin dengan tidak melanggar batasan yang telah ditentukan berdasarkan syariah Islam. Dengan menerapkan pola berbagi hasil dan berbagi risiko atau sistem profit and loss sharing, BMT memberikan wacana baru dan kontribusi dalam perekonomian syariah yang salah satunya adalah memberikan pembiayaan. Dalam hal ini, BMT AL-Fath IKMI merupakan salah satu unit usaha simpan pinjam dari Koperasi Serba Usaha Syariah KSUS yang ditujukan untuk para anggota BMT itu sendiri. Selain kegiatan usaha simpan pinjam, salah satu kegiatan BMT AL-Fath IKMI yaitu menyalurkan dana ke anggotanya dan masyarakat di sekitarnya yang membutuhkan dana, agar BMT AL-Fath IKMI mendapatkan keuntungan dari penyaluran dana tersebut yang akan dibagikan pula kepada 6 masyarakat yang menitipkan dananya di BMT AL-Fath IKMI sebagai bentuk bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh BMT tersebut. Dalam menyalurkan dana ke masyarakat, harus dilakukan dengan selektif dan hati-hati, agar BMT AL-Fath IKMI tidak mengalami kerugian dikemudian hari. Jika penyaluran tersebut mendatangkan kerugian, maka pihak BMT AL-Fath IKMI dalam kegiatan operasionalnya akan terganggu dan juga citra BMT AL-Fath IKMI menjadi tidak baik dimata masyarakat. Jika pembiayaan sudah mengalami penunggakan pembayaran, pihak BMT harus siaga memantau usaha nasabah agar tidak terjadi lagi penunggakan di bulan berikutnya yang sudah melebihi 3 bulan, maka pembiayaan tersebut dikatakan kurang lancar. Pembiayaan ini harus cepat ditangani agar tidak menjadi pembiayaan bermasalah macet yang nantinya menimbulkan kerugian bagi pihak BMT AL-Fath IKMI. Oleh karena itu penanganan pembiayaan ini menjadi hal penting yang harus dilakukan BMT AL-Fath IKMI agar tidak terjadi kerugian. Adapun pembiayaan bermasalah NPF Netto di BMT Al-Fath IKMI pada tahun 2008 sebesar 3,06 dan sebesar 6 di tahun 2009. 6 Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkeinginan untuk meneliti lebih lanjut dari hal tersebut dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul ”PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN MUDHARABAH BERMASALAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL BMT AL-FATH IKMI ”. 6 Laporan tahunan 2009 KJKS BMT AL-FATH IKMI hal. 29 7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah