Rukun dan Syarat Murabahah

31 3. Nomor 16 DSN-MUI IX 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Diskon Dalam Murabahah, 4. Nomor 17 DSN-MUI IX 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran. 5. Nomor 23 DSN-MUI III 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah. Berdasarkan fatwa-fatwa tersebut, Bank Indonesia mengatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia atau Surat Edaran Bank Indonesia, seperti tentang kolektibilitas dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia PAPSI. Sesuai UU No.101998 tentang perubahan UU No.7 tentang Perbankan dalam penjelasan pasal 6 huruf m dijelaskan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan usaha Bank Syari’ah adalah Bank Indonesia.

3. Rukun dan Syarat Murabahah

Dalam praktek perbankan syariah, murabahah disamakan dengan praktek jual- beli. Sehingga rukun dan syaratnya sama dengan jual-beli. Menurut Jamhur rukun jual-beli antara lain : a. Ada orang yang berakad. Dalam hal ini adanya penjual dan pembeli dengan syarat antara lain : baligh dan berakal sehat serta orang yang berakad adalah orang yang berbeda. Artinya seseorang tidak boleh bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. 32 b. Ada lafal ijab dan qabul dengan syarat : qabul sesuai dengan ijab dan ijab qabul dilakukan dalam satu tempat. Artinya kedua belah pihak dalam melakukan transaksi jual-beli berada dalam satu tempat dan membicarakan hal yang sama. c. Ada barang yang diperjualbelikan dengan syarat yaitu barang yang diperjualbelikan milik penjual, dan bermanfaat bagi manusia ; barang yang diperjualbelikan ada pada saat akad atau tidak ada tetapi penjual sanggup untuk mengdakan barang tersebut. d. Ada nilai tukar pengganti barang harga barang Menurut Muhammad Syafi’I Antonio syarat murabahah adalah sebagai berikut : 1 Penjual memberitahukan biaya modal kepada nasabahmitra. 2 Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3 Kontrak harus bebas dari riba. 4 Penjual harus menjelaskan kepada pembeli apabila bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. 5 Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan dengan hutang. 23 Pada dasarnya jika syarat no, 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, maka pembeli boleh melakukan pilihan : a Melanjutkan pembelian seperti apa adanya. 23 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta : Gema Insani Press, 2001, h. 146 33 b Kembali kepada penjual dan menyatakan tidak setuju atas barang yang dijual. c Membatalkan kontrak. Jual beli secara murabahah dengan syarat-syarat murabahah di atas hanya untuk barang produk yang telah dikuasai dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi atau berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, pola yang digunakan dapat berupa Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian KPP. Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata- mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya. Lebih rinci, Adiwarman A. Karim membagi murabahah berdasarkan : 1 Murabahah berdasarkan pesanan Dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabahmitra untuk membeli barang yang dipesannya BMT dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabahmitra. Menurut para ulama syraiah terdahulu bersepakat bahwa pemesan tidak boleh terikat untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah dipesan. Alasannya pembeli barang pada awal telah memberikan pilihan kepada pemesan untuk membeli barang itu atau menolaknya. Namun beberapa ulam menunjukkan murabahah jenis ini yang konteksnya ”belum ada barang” berbeda dengan ”menjual tanpa kepemilikan barang”. Mereka berpendapat bahwa janji membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan. 34 Dalam murabahah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta pembayaran uang tanda jadi. Hal ini sekedar untuk menunjukkan bukti keseriusan pembeli. Dalam murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.

2. Murabahah pada Pemesan Pembelian KPP