Medan berkembang dengan sangat cepat Belanda memberikan status pemerintahan otonom untuk kota Medan pada april 1909. walikota pertama ditunju7k sembilan
tahun kemudian pada 1 April 1918 Meuraxa, 1975:90 sejak saat itu perkembangan kota Medan berrada di tamgan pemerintah kota Praja yang
membangun jalan-jalan baru, bangunan gedung, jembatan rumah sakit, pipa air minum, klinik dan listrik. Untuk menampung perluasan kota, Sultan Makmun Al
Rasyid memindahkan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota pada tahun 1918. semua perkembangan ini dilakukan un+tuk membuat Medan menjadi ibukota
yang setimpal bagi sumatera Timur yang bakal menjadi ibukota Sumatera Utara langenberg, 1977:45.
Oleh sebab itu sejak akhir abad ke -19 sampai abad 20 kota medan sangat banyak didatangi oleh kelompok pendatang termasuk Penganut agama Malim yang
mencoba mengadu nasip di kota Medan. Dengan melihat perkembangan kota Medan yang sangat pesat dan sangat menjanjikan perubahan hidup masyarakat desa
menjadi daya tarik tersendiri untuk kelompok pendatang.
3.3. Sejarah Migrasi Penganut Agama Malim ke Kota Medan
Parmalim adalah kelompok masyarakat yang terbentuk berdasarkan identitas keagamaan yang dianut, yaitu agama Malim sebuah kepercayaan asli suku
bangsa Batak Toba yang berasal dari Hutatinggi kecamatan Laguboti sebagai pusat ajaran agama Malim, hingga kini masih tetap bertahan secara turun-temurun.
Selama berabad-abad Parmalim telah tinggal di tanah Batak. Ketika itu masih tertutup dan terasing dengan dunia luar, sementara kawasan lain di Indonesia
seperti Pulau Jawa telah mengalami banyak perubahan dengan membuka diri
Universitas Sumatera Utara
terhadap penerimaan kebudayaan Hindu. Hal itu mungkin disebabkan karena daerah Batak Toba sebagai tempat tinggal pertama agama Malim letaknya agak
sulit di masuki masa itu. Akibatnya Parmalim mengalami ketertinggalan dibanding dengan daerah lain yang sudah mengalami pengaruh kebudayaan Hindu. Hingga
saat ini agama Malim masih tetap diyakini oleh para penganutnya yang disebut dengan Parmalim, dan telah mengalami penyebaran hingga ke berbagai kota besar
di Nusantara termasuk kota Medan. Kedatangan Parmalim di kota Medan diperkirakan datang bersamaan
dengan migrasi yang dilakukan oleh suku bangsa Batak Toba mengingat parmalim adalah agama asli suku Bangsa Batak Toba. Gerak migrasi yang dilakukan
Parmalim ke kota Medan diperkirakan sejak akhir abad ke-19. ketika itu dimasa pemerintahan Belanda yang membuat suatu kebijakan untuk tetap membatasi
pergerakan penduduk asli, setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia proses migrasi Parmalim semakin meluas.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan informan, tidak ada seorangpun diantara para informan yang mengetahui siapa penganut
agama malim yang pertama sekali melakukan migrasi ke kota Medan. Tetapi menurut keterangan para informan sejak masa kemerdekaan Bangsa Indonesia
sudah ada penganut agama Malim yang merantau ke kota Medan, terutama untuk bekerja di daerah perkebunan yang sudah mulai dibuka pada masa pemerintahan
Belanda saat itu. Penganut agama Malim paling banyak melakukan migrasi ke kota Medan
khususnya di kecamatan Medan Denai terjadi pada sekitar tahun 1950-an. Pada saat itu perkebunan-perkebunan baik perkebunan swasta maupun perkebunan negara
Universitas Sumatera Utara
banyak dibuka di kota Medan. Melihat peluang kerja menjadi buruh pada perkebbunan tersebut, penganut agama Malim banyak melakukan migrasi ke kota
Medan Kedatangan penganut agama Malim berikutnya datang bersamaan dengan
penganut agama Malim yang pada waktu-waktu tertentu pulang kampung misalnya pada saat perayaan acara Sipaha Sada dan perayaan Sipaha Lima yang berpusat di
desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti. Perayaan tersebut wajib diikuti oleh seluruh penganut agama Malim dimanapun dia berada sebagai bentuk penghormatanya
terhadap Debata Mula Jadi Nabolon. Pulang kampung bukan hanya didasarkan oleh perayaan tersebut tapi juga sudah merupakan tradisi bagi penganut agama
Malim untuk selalu mengunjungi Bona Pasogitnya sebagai perwujutan kecintaanya terhadap tanah kelahiran. Dengan adaya acara keagamaan yang sekaligus
merupakan perwujutan dari nilai budaya pada mayarakat penganut agama Malim yang menyebabkan semakin bertambahnya pengannut agama Malim di daerah
perantauan kota Medan. Bertambahnya penganut agama Malim di daerah perantawan tersebut disebabkan karena sangat sering sekali penganut agama Malim
ketika balik ke Medan membawa serta sanak saudaranya dari kampung daerah Bona Pasogit untuk mencoba peruntungan nasib hidup di daerah perkotaan. Proses
demikian berlangsung secara terus menerus hingga saat ini. Dengan demikian arus migrasi penganut agama Malim saat ini bukan lagi
sebagai buruh melainkan atas latar belakang daya tari kota Medan yang dapat menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka dibanding dengan daerah asal.
Secara umum migrasi penganut agama Malim yang ada di kota Medan adalah penganut agama Malim yang berasal dari daerah Hutatinggi Kecamatan Laguboti.
Universitas Sumatera Utara
Dengan pola migrasi yang tidak serentak yang dilakukan penganut agama Malim ke kota Medan menyebabkan pola pemukiman mereka yang berpencar dan
tidak dapat membuat pemukiman tersendiri yang dapat didominasi oleh mereka. Tetapi walaupun demikian bukanlah penghalang bagi penganut agama Malim
untuk tetap melestarikan nilai-nilai ajaran agama Malim hingga saat ini.
3.3.1. Motifasi Meninggalkan Kampung Halaman
Pola migarasi yang dilakukan suatu mayarakat sering kali dilatarbelakangi olae alasan ekonomi, atau dengan kata lain alasan ekonomi merupakan alasan
utama bagi manusia dalam melakukan migrasi mereka ingin mencari penghidupan yang lebih baik daridaerah asal dan meningkatkan taraf hidup di daerah rantau.
Keadaan demikian juga terjadi pada penganut agama Malim yang melakukan migrasi ke kota medan. Alasan ekonomi merupakan alasan utama bagi
mereka untuk melakukan migrasi. Kehidupan yang sulit di daerah asal membuat mereka mencari daerah lain untuk untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Kota medan mempunyai daya tarik tersendiri bagi mereka sebagai suatu daerah tujuan migrasi. Karena sebagai kota yang cukup besar banyak terdapat
berbagai perkebunan dan daerah perindustrian dengan keadaan yang demikian sangat dibutuhkan tenaga kerja yang banyak sebagai buruh maupun sebagai
kariawan. Tenaga kerja tersebut tidak dapat dipenuhi masyarakat setempat secara keseluruhan. Dengan demikian peluang kerja para migran yang datang ke kota
Medan sangat besar. Peluang kerja inilah yang terlihat penganut agama Malim dari daerah
asalnya. Mereka beranggapan bahwa tidak terlalu sulit memperoleh pekerjaan di
Universitas Sumatera Utara
kota Medan. Semmentara kehidupan mereka di daerah asal semakin sulit. Tanah yang mereka kerjakan semakin lama semakin sempit. Karena lahan tersebut
merupakan tanah warisan yang harus mereka bagi dengan saudara-saudaranya. Dengan demikian alasan kedatangan Parmalim ke medan secara umum
didorong oleh tekanan ekonomi di daerah asal. Sementara pengolahan persawahan merupakan sumber kehidupan utama di daerah Toba. Orang hanya bisa mengolah
sawah di lembah atau di muara sungai, di mana ada pengairan. Di sini memang tanah di pakai secara optimal. Tetapi karena jumlah penduduk semakin bertambah
orang Toba suka dengan keluarga besar maka terpaksa para petani merantau untuk mencari sumber mata pencaharian baru.
Perbaikan ekonomi rumah tangga nampak jelas di kota Medan jika dibandingkan dengan daerah asal mereka Hutatinggi Kecamatan Laguboti dengan
hidup mereka yang lebih baik. Tentu hal ini ada hubungannya dengan jenis pekerjaan mereka yang mendatangkan penghasilan yang lebih baik hingga saat ini
kadang-kadang mereka mengirim uang kepada keluarga di kampung; pulang ke kampung pada kesempatan tertentu atas biaya sendiri, membayar banyak biaya
pesta keluarga di kampung dan saat mereka kembali ke Medan, mengajak anggota keluarga yang lain untuk datang ke tempat mereka dan kalau memungkinkan
tinggal bersama mereka di tempat yang sama. Sebagai orang baru di perantauan mereka tetap didekali hingga nantinya dapat hidup mandiri di daerah rantau.
Di Kotamadya Medan Parmalim dianggap sebagai pendatang yang tidak diundang dan malah sering dituduh sebagai penyerbu mengingat Parmalim adalah
suku asli Batak Toba. Parmalim sebagai suku bangsa Batak Toba memiliki apa
Universitas Sumatera Utara
yang disebut dengan misi budaya cultur mission yang merupakan bagian integral dari tradisi perantauanmigrasi Pelly, 1991:5
Misi tersebut berupa pandangan dunia kosmologi dari masyarakat tersebut, dimana anggota rantau sebagai perluasan dari alam kampung halaman.
Misi perantauan yang dimaksud adalah memperluas kampung halaman untuk mendirikan kerajaan-kerajaan pribadi sahala harajaon. Oleh karena itu motto dari
tradisi ini umumnya adalah mendapatkan anak dan tanah. Anak dan tanah merupakan lambang martabat, kekuasaan dan kekayaan hagabeon, hamoraon dan
hasangapon seseorang. Demikian halnya dengan para perantau Parmalim yang tinggal di Kota Medan, telah melakukan migrasi untuk memperoleh penghidupan
yang lebih layak dari daerah asalnya. Selain atas adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan
dorongan sosial budaya penganut agama Malim dalam melakukan migrasi ke kota Medan sebagai sebuah kota yang menjanjikan untuk hidup yang lebih baik, juga
dipengaruhi oleh adanya faktor dari fihak lain di masa penjajahan Belanda. Pada masa itu fihak Belanda sebagai pemegang kekuasaan memaksa penduduk
penduduk pribumu termasuk Parmalim untuk tujuan mereka sendiri misalnya untuk ditempatkan sebagai tenaga buruh pada daerah-daerah perkebunan Belanda.
Proses migrasi yang dilakukan tidak terjhadi secara serempak tetapi mereka
meninggalkan kampung halaman secara bertahap hingga saat ini.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Ajaran dan Sumber Hukum Agama Malim 3.4.1 Tujuan Agana Malim