Ugasan Torop Dalam Ugamo Malim (Studi Kasus Di Lembaga Sosial Milik Masyarakat Parmalim)

(1)

UGASAN TOROP DALAM

UGAMO MALIM

( Studi Kasus Di Lembaga Sosial Milik Masyarakat Parmalim)

D I S U S U N OLEH:

EKO RUSADI

040901059

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Eko Rusadi

Nim : 040901059 Departemen : Sosiologi

Judul :Ugasan Torop Dalam Ugamo Malim

(studi kasus dilembaga sosial milik masyarakat Parmalim)

Dosen Pembimbing ketua Departemen Sosiologi USU

Dra. Rosmiani, MA. Dra. Lina Sudarwati, M. Si. Nip: 196002261990032002 Nip: 196603181989032001

Dekan Fisip USU

Prof. Dr. Badaruddin, M. si. Nip: 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang masih memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis akhirnya dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat beriring salam juga tidak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad S.a.w. Di dalam pengerjaan skripsi ini sendiri banyak pihak yang membantu penulis sehingga pada akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini dan dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Drs. Sismudjito, M.Si selaku Dosen Wali telah sangat sabar untuk membimbing penulis dalam menjalani aktifitas perkuliahan.

4. Dra. Rosmiani, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang berkat arahan dan bimbingannyalah penulis dapat menghasilkan suatu karya akhir penelitian ini.

5. Keluargaku tercinta, terutama Ibundaku tercinta yang selalu sabar dan memberikan kepercayaan penuh bagi penulis, bapak ku yang mengajarkan apa arti tanggung jawab dan kedua adikku atas dukungannya yang tidak terputus untuk menyelesaikan jenjang pendidikan ini.

6. Seluruh dosen departemen Sosiologi yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis yang mudah-mudahan ilmu yang telah didapat bisa dipergunakan oleh penulis kedepannya.


(4)

7. Seluruh teman-teman Stambuk 2004 Departemen Sosiologi yang telah setia menjadi sahabat dan teman-teman yang menyenangkan dalam menjalani beberapa tahun aktifitas di kampus.

8. Saudara-saudaraku yang tak sedarah Doni, Titin Pane, Ari, Arifin, Elis, Rajab, dan saudara-saudaraku yang lainnya, tertawa dan menangis bersama semoga semua proses yang sudah dijalanni dapat bermanfaat bagi kita semua.

9. Dukungan dan pertolongan yang tak terhingga dari kawan-kawan stambuk 2003, zulfan, coki, prima, migdad, dan kawan-kawan yang lainnya, terima kasih banyak untuk semuanya.

10.Seluruh keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dalam kesempatan ini penulis juga berharap bahwa penelitian skripsi ini semoga dapat berguna dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 25 April 2011

Penulis,


(5)

ABSTRAK

Berdirinya lembaga keuangan Ugasan Torop merupakan implementasi dari pemahaman Raja Sisingamangaraja akan pentingnya suatu lembaga keuangan yang berbasis kepada kepentingan rakyatnya. Ugasan Torop merupakan lembaga ekonomi yang dibangun berdasarkan prinsip ketuhanan, didirikan oleh umat, dikelola oleh umat dan dipergunakan untuk kepentingan umat. Kehadiran Ugasan Torop selain ditujukan untuk kepentingan umat yang nasibnya kurang beruntung namun juga saat ini fungsinya telah berkembang menjadi suatu lembaga ekonomi yang membantu umat melalui pinjaman modal dan lain sebagainya. Ugasan Torop menghindarkan umat parmalim meminjam ke bank apalagi rentenir, sehingga tidak terjebak kepada bunga yang memberatkan dan menjebak. Selain itu Ugasan Torop juga melakukan pendukungan dan pembinaan aktif terhadap para umatnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan kuesioner. Lokasi penelitian adalah di Ugasan Torop milik agama Malim (Parmalim) di kecamatan Laguboti desa Pardomuan Nauli dan kota Medan. Adapun yang menajdi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pimpinan agama Malim dan para pengelola Ugasan Torop beserta umat Parmalim yang telah merasakan manfaat dari keberadaan Ugasan Torop. Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Tujuan yang ingin di capai oleh peneitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan lembaga Ugasan Torop milik masyarakat Parmalim, dan juga faktor-faktor pendukung tetap eksisnya lembaga ini sampai saat ini. Tujuan yang ingin dicapai oleh Ugasan Torop adalah untuk membuat semua umat parmalim mampu untuk berdiri sendiri dan menjadi lebih berdaya agar kemudian dapat membantu umat Parmalim yang lainnya lagi, dan agar semuanya lebih terorganisir maka di perlukan Ugasan Torop untuk mengelolanya agar semuanya tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama Malim.

Berdasarkan temuan data dan hasil penelitian dapat disimpulkan Ugasan Torop adalah sebuah lembaga yang sangat berpihak kepada umat yang tidak mampu dan kurang beruntung. Namun tidak hanya itu, Ugasan Torop juga ikut berperan besar dalam memberdayakan umat Parmalim yang memang membutuhkan bantuan Modal dan lain sebagainya. Dengan tetap mendirikan


(6)

Ugasan Torop maka di satu sisi umat Parmalim tetap membuktikan kadar keimanan mereka, dan sisi lain mereka juga telah berperan besar dalam memberdayakan umat Parmalim yang lainnya melalui Ugasan Torop. Ditemukan juga bahwa dalam prakteknya ada sebagian umat yang belum memahami secara penuh tanggung jawab yang diembannya setelah menggunakan dana dari Ugasan Torop.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... i

ABSTRAK……… ii

DAFTAR ISI………... iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2. Perumusan Masalah………. 8

1.3. Tujuan Penelitian………. 9

1.4. Manfaat Penelitian……… 9

1.5. Definisi Konsep……… 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsionalisme Struktural…..………. 16

2.1.1. Prinsip-Prinsip Pokok Fungsionalisme Struktural… 16 2.2. Fungsi Nyata dan Fungsi Tersembunyi……… 17

2.2.1. Fungsi Nyata ( Manifest Function) ……… 17

2.2.2. Fungsi Tersembunyi ( Laten Fungction)..……….. 18

2.3. Kepercayaan (Trust) ……….. 18

2.4. Lembaga Menurut Sosiologi……….. 19

2.5. Proses Pelembagaan……… 25

2.5.1. Modal Sosial Dan Jaringan-Jaringan Sosial………. 26

2.5.2. Hubungan-Hubungan Dalam Ekonomi……… 27

2.5.3. Manfaat-Manfaat untuk Kesehatan dan Kesejahteraan………..… 28

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………. 30


(8)

3.3. Unit Analisa dan Informan……….. 31

3.4. Teknik Pengumpulan Data……… 33

3.5. Interpretasi Data……….. 34

3.6. jadwal kegiatan……… 35

3.7. Keterbatasan Penelitian……… 37

BAB IV. TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Struktur Organisasi Ugamo Malim Dan Profil Ugasan Torop... 38

4.1.1. Pelembagaan Ugamo Malim ………. 40

4.1.2. Sejarah Berdirinya Ugasan Torop……….. 44

4.1.3. Lokasi………. 46

4.1.4. Tujuan Didirikannya Ugasan Torop………. 48

4.1.5. Target / Sasaran Ugasan Torop………. 49

4.1.6. Bentuk-Bentuk Bantuan atau Pinjaman di Ugasan Torop ………..……….. 51

4.1.6.1. Pinjaman……….. 51

4.1.6.2. Santunan……….. 52

4.1.7. Ginurgur (Bagian Dari Laba Usahanya Yang Tidak Dipatok) ……… 53

4.1.8. Todoan (Sebagai Wujud Rasa Syukur Atas Rezeki Halal)………… 53

4.1.9. Pengelola Ugasan Torop……….…… 54


(9)

A. Informan Kunci……… 55

B. Informan Biasa……… 57

4.3. Ugamo Malim……… 60

4.4. Ugasan Torop……… 62

4.5. Fungsi Ugasan Torop Dalam Pengembangan Usaha Anggotanya……… 67

4.6. Pengelolaan Ugasan Torop Dan Nilai- Nilai Dalam Ugamo Malim Sebagai Pendukung Perkembangan Ugasan Torop……….………. 71

4.6.1. Sistem Pengelolaan Punguan……….. 71

4.6.2. Penghimpunan Dana di Ugasan Torop…………..… 73

4.6.3. kriteria Penerima Bantuan Dan Pinjaman………… 74

4.6.3.1. Penerima Bantuan/ Santunan Dari Ugasan Torop…...………... 75

4.6.3.2. Penerima Pinjaman……….… 76

4.6.4. Struktur Inti Pengelola Ugasan Torop……… 77

4.6.5. Nilai-Nilai yang mendukung……….. 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……….… 81


(10)

ABSTRAK

Berdirinya lembaga keuangan Ugasan Torop merupakan implementasi dari pemahaman Raja Sisingamangaraja akan pentingnya suatu lembaga keuangan yang berbasis kepada kepentingan rakyatnya. Ugasan Torop merupakan lembaga ekonomi yang dibangun berdasarkan prinsip ketuhanan, didirikan oleh umat, dikelola oleh umat dan dipergunakan untuk kepentingan umat. Kehadiran Ugasan Torop selain ditujukan untuk kepentingan umat yang nasibnya kurang beruntung namun juga saat ini fungsinya telah berkembang menjadi suatu lembaga ekonomi yang membantu umat melalui pinjaman modal dan lain sebagainya. Ugasan Torop menghindarkan umat parmalim meminjam ke bank apalagi rentenir, sehingga tidak terjebak kepada bunga yang memberatkan dan menjebak. Selain itu Ugasan Torop juga melakukan pendukungan dan pembinaan aktif terhadap para umatnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan kuesioner. Lokasi penelitian adalah di Ugasan Torop milik agama Malim (Parmalim) di kecamatan Laguboti desa Pardomuan Nauli dan kota Medan. Adapun yang menajdi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pimpinan agama Malim dan para pengelola Ugasan Torop beserta umat Parmalim yang telah merasakan manfaat dari keberadaan Ugasan Torop. Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Tujuan yang ingin di capai oleh peneitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan lembaga Ugasan Torop milik masyarakat Parmalim, dan juga faktor-faktor pendukung tetap eksisnya lembaga ini sampai saat ini. Tujuan yang ingin dicapai oleh Ugasan Torop adalah untuk membuat semua umat parmalim mampu untuk berdiri sendiri dan menjadi lebih berdaya agar kemudian dapat membantu umat Parmalim yang lainnya lagi, dan agar semuanya lebih terorganisir maka di perlukan Ugasan Torop untuk mengelolanya agar semuanya tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama Malim.

Berdasarkan temuan data dan hasil penelitian dapat disimpulkan Ugasan Torop adalah sebuah lembaga yang sangat berpihak kepada umat yang tidak mampu dan kurang beruntung. Namun tidak hanya itu, Ugasan Torop juga ikut berperan besar dalam memberdayakan umat Parmalim yang memang


(11)

Ugasan Torop maka di satu sisi umat Parmalim tetap membuktikan kadar keimanan mereka, dan sisi lain mereka juga telah berperan besar dalam memberdayakan umat Parmalim yang lainnya melalui Ugasan Torop. Ditemukan juga bahwa dalam prakteknya ada sebagian umat yang belum memahami secara penuh tanggung jawab yang diembannya setelah menggunakan dana dari Ugasan Torop.


(12)

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Keberagaman suku bangsa dan agama di Indonesia adalah sumber kekayaan yang tidak ternilai harganya. Sebelum masuknya agama-agama besar ke Indonesia ternyata di Indonesia sendiri telah ada agama yang menjadi nilai luhur yang di pedomani dan di ikuti oleh para pengikutnya dan terbukti mampu mendorong pengikutnya menuju kehidupan yang lebih baik dan ternyata juga ajarannya mampu menggiring para pengikutnya mengikuti perkembangan jaman sehingga para pengikutnya mampu hidup dan bersaing secara sosial dan ekonomi dengan para pemeluk agama besar lainnya.

Indonesia adalah sebuah negara yang sangat kaya akan keberadaan suku bangsa. Secara horizontal dalam struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, adat dan perbedaan kedaerahan (Nasikun, 1993). Salah satu unsur dari keberagaman bangsa Indonesia adalah keberagaman keagamaan.

Aliran kepercayaan merupakan suatu ajaran pandangan hidup berkepercayaan kepada Tuhan YME yang tidak bersandarkan sepenuhnya kepada ajaran agama-agama yang ada. Dengan kata lain, dalam kehidupan moralnya maupun dalam rangka "menyembah kepada Tuhan" penganut paham "aliran


(13)

kepercayaan" tidak berpegang ataupun tidak menganut pada suatu ajaran agama

tertentu

Sudah di akui secara umum oleh para pengkaji bahwa semua masyarakat yang dikenal di dunia ini, bersifat relijius. Bangsa Indonesia juga merupakan masyarakat yang relijius yang mana hal ini juga tertulis pada dasar negara yaitu pancasila, sila ketuhanan yang maha esa. Hal tersebut, tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Dalam lingkungan masyarakat terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan.

Secara filosofis, sosio- politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Agama juga telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi

dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia

2010 : 20: 34 WIB).

Keberadaan agama di Indonesia telah ditetapkan pemerintah yang mengacu pada ketetapan presiden Nomor 1 tahun 1965. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha adalah agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia. Selain dari pada itu agama-agama dan kepercayaan lain boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut. Negara memiliki tugas memberikan perlindungan, pelayanan dan membantu pembangunan dan pemeliharaan sarana


(14)

peribadatan serta mendorong pemeluk agama yang bersangkutan agar menjadi pemeluk agama yang baik.

Kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa telah ada sejak dahulu kala. Sebagian aliran kepercayaan ini membawa dampak, yaitu adanya usaha agar aliran kepercayaan tersebut disejajarkan sebagai agama. Sebelum agama-agama resmi masuk ke nusantara, di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti agama sunda Wiwitan yang kini tersisa pada etnis Baduy di kanekes (Banten); agama sunda wiwitan aliran madrais, juga dikenal sebagai agama cigugur di kuningan, jawa barat; agama buhun di jawa barat ; kejawen di jawa tengah dan jawa timur; agama parmalim, agama asli batak; agama kaaringan di Kalimantan; keercayaan tonaas walian di minahasa, Sulawesi utara ; tolottang di Sulawesi selatan; wetu telu di Lombok; naurus di pulau seram di propinsi

Maluku, dan lain sebagainya (

30).

Agama menurut Yinger, adalah “sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan manusia”(Scharf 2004:35). Agama memiliki peran sentral dalam perkembangan sebuah komunitas dan sebuah negara, agama mampu mendorong terciptanya sebuah kondisi yang baik melalui ajaran-ajaran dan dogma-dogma agamanya. Seperti yang telah diuraikan oleh Max Weber dalam The Protestant Ethic and the The Spirit Capitalisme yang diterbitkan pada


(15)

berbagai bentuk tertentu agama protestan dan perkembangannya yang sangat cepat menuju kapitalisme. Max Weber menemukan bahwa bagi pemeluk agama protestan bekerja adalah nilai intrinsic, bukan sekedar konsekuensi dari tuntutan hukum atas diri Adam. Dalam Calvinisme, bukan ajaran Katholik atau Lutheran, menekankan kebebasan untuk memilih panggilan, bukan kewajiban untuk menerima ketetapan yang diberikan kepada manusia ketika dilahirkan. Kedua aspek dari doktrin panggilan ini , yakni kesungguhan dalam bekerja dan hak serta tugas individu untuk memilih bidang kegiatannya, jelas akan membantu perkembangan ekonomi bila keduanya tidak hanya diajarkan, tetapi dipraktekkan secara actual. Weber berkeyakinan bahwa kedua aspek tersebut secara merata dipraktekkan di mana saja doktrin Calvinisme tentang takdir dipegang secara sungguh-sungguh. Konsekuensinya, mereka berada dalam aktivitas yang tiada henti-hentinya, dalam disiplin pribadi yang kuat, dan dalam meraih tujuan-tujuan mereka secara metodik, disertai keyakinan bahwa mereka benar-benar termasuk di antara orang-orang yang terpilih (oleh tuhan untuk diselamatkan) Betty R. Scharf, 2004.

Parmalim adalah salah satu kepercayaan yang di anut oleh masyarakat yang ada di provinsi sumatera utara. Penganut parmalim menyebutnya sebagai Ugamo malim yang merupakan agama asli suku batak toba dan merupakan kelanjutan dari agama lama (Situmorang, 1993: 230). Dasar kepercayaan agama ini adalah melaksanakan tita-titah yang dipercayai berasala dari tuhan debata mulajadi nabolon ( tuhan yang maha esa ) sebagai pencipta manusia, langit, bumi,


(16)

dan segala isi alam semesta dan roh nenek moyang. Segala perintah dan ajaran-ajaran debata mulajadi nabolon disampaikan melalui raja nasiakbagi yaitu sisingamangaraja yang disebut juga nabi parmalim. Sisingamangaraja adalah salah satu roh yang diyakini kesaktiannya, karena dialah yang “maningahon adat dohot uhum” (menyampaikan segala perintah hukum dan adat istiadat kepada keturunannya).

Agama ini pada saat ini dipimpin oleh seorang oleh seseorang pimpinan tertinggi yaitu, raja Marnangkok Naipospos dan berpusat di desa pardomuan nauli dan di bawah pimpinan tertinggi ada juga pimpinan yang ada di luar daerah yaitu pimpinan di setiap cabang parmalim yang di sebut ulu punguan, yang bertugas memimpin dan mengontrol penganut parmalim diberbagai daerah. Parmalim mempunyai keperayaan terhadap ajaran-ajaran ataupun perintah debata mulajadi nabolon yang harus di amalkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan seputar kapan timbulnya ajaran kepercayaan parmalim. Menurut karl helbig dan paderson, ajaran kepercayaan parmalim timbul sekitar tahun 1870 (sidjabat, 1982: 326), dan (hortling, 1913: 163) berpendapat bahwa kepercayaan parmalim timbul sekitar tahun 1892. Dalam buku sitomorang, agama parmalim didirikan oleh seorang tokoh spiritual yaitu guru somalaing pardede pada tahun 1890-an yang merupakan penasehat dan pembantu utama sisingamangaraja XII dlam masa perlawanan penjajahan Belanda. Dalam hal ini kepercayaan ini menjadikan sisingamnagraja sebagai


(17)

tokoh sentral karena dianggap titisan mulajadi nabolon ( sitomorang, 2004 ; 65- 72).

Berdasarkan pendapat-pendapat yang berbeda sebenarnya sulit ditentukan sejak kapan pastinya agama parmalim itu muncul. Apabila kita lihat dari sistem kepercayaan dan tata aturan yang di jalankan oaleh penginkutnya bahwa ajaran ini telah ada sejak dahulu, namun belum terlembaga menjadi sebuah agama.

Pusat penyebaran agama ini terdapat di Kabupaten Toba Samosir dan tersebar 34 cabang di seluruh Indonesia. Jumlah pengikutnya di Kabupaten Toba Samosir diperkirakan 1000 kk, sedangkan jumlah penganut yang tercatat di seluruh Indonesia sekitar 500 kk ( Tempo, edisi Hari Kemerdekaan, 2006 hal; 41). Desa huta tinggi adalah tempat berdirinya salah satu pusat kegiatan dan peribadatan agama parmalim. Dalam perkembangannya desa hutatinggi itu di gabung dengan desa-desa kecil menjadi satu kesatuan desa yang besar yang di sebut desa pardomuan Nauli. Di desa inilah pusat agama parmalim berkembang yang di pimpin oleh raja marnangkok naipospos. Jumlah pengikut agama parmalim yang kecil menunjukkan adanya perubahan sistem religi pada masyarakat batak asli di desa Pardomuan Nauli ini.

Agama parmalim merupakan agama kuno yang hampir dilupakan oleh negara. Hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan penganutnya dalam bermasyarakat maupun bernegara. Dimana penganutnya mengalami diskriminasi sebagai kelompok minorotas dan tidak mendapat pengakuan sebagai agama resmi.


(18)

Tapi walaupun dalam kondisi demikian agama ini sampai sekarang mampu bertahan dan agama ini melalui lembaga-lembaga sosialnya bisa menaikkan taraf hidup penganutnya menuju kesejahteraan.

Salah satu lembaga sosial milik masyarakat parmalim adalah lembaga ugasan torop. Lembaga ugasan torop lahir melalui inisiatif dari dari seorang raja yang pernah memimpin masyarakat parmalim, raja nasiak bagi mengajarkan untuk mendirikan Ugasan Torop, setiap tahun masing-masing warga mengumpulkan sejumlah tertentu padi atau uang dalam lumbung (kas), tujuannya menyantuni kehidupan warga yang tidak mampu, yatim piatu dan warga miskin dijamin oleh harta bersama ini. Yang kurang mampu tidak diwajibkan untuk memberikan sumbangan hingga kehidupannya lebih baik, namun memiliki hak yang sama.

Parmalim tidak mengenal konsep panti karena dalam budaya batak adat do palomehon pinahan, alai tihas do palumehon jolma, memliharakan ternak adalah hal biasa dengan konsep bagi hasil, namun memeliharakan ( karena cacat, miskin dan jompo) manusia adalah pantangan besar.

Bentuk apapun manusia yang di anugerahkan kepada keluarga adalah menjadi tanggung jawabnya dan komunitasnya. Konsep itu tetap hidup dalam parmalim sehingga warga parmalim dalam keadaan apapun tidak dia anjurkan masuk apnti asuhan dan tidak berusaha membentuk panti. Kehidupan dijamin dengan adanya ugasan torop.


(19)

Sebuah konsep kelembagaan yang bentuknya mirip dengan Ugasan Torop adalah Baitul Maal atau balai usaha terpadu, sebuah lembaga yang memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Kegiatan ekonomi tersebut adalah dengan mendorong kegiatan menabung, dan membantu pembiayaan usaha ekonomi anggota dan masyarakat lingkungan. Sedangkan fungsi sosialnya adalah dengan menggalang dana titipan sosial untuk kepentingan masyarakat seperti ZIS (Zakat, Infak, dan Sadaqah).

Bertitik tolak dari kenyataan ini penulis mencoba memaparkan lembaga Ugasan Torop milik masyarakat Parmalim. Pada kenyataanyya komunitas pemeluk agama parmalim hanyalah komunitas kecil yang masih berpegang teguh pada ajaran dan norma adatnya, namun di tengah segala keterbatasan dan diskriminasi yang di hadapi oleh kepercayaan ini para penganutnya membuktikan mereka mampu bangkit dan membuktikan eksistensinya di masyarakat. Dari pengamatan sementara dari penulis di dapat sebuah fenomena yang luar biasa dimana ugasan torop mampu memberikan bantuan kepada para anak-anak dari pengikut agama parmalim untuk berkuliah di luar negeri, dan hal ini semakin menguatkan penulis untuk meneliti seperti apakah sistem yang terdapat di lembaga ini sehingga mampu membuat agama ini secara perlahan-lahan menuju kesejahteraannya.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Mengacu kepada pernyataan moleong (1996:62) bahwa; masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan yaitu suatu yang tidak di pahami atau tidak dapat diterangkan waktu itu. Berangkat dari latar belakang masalah berikut uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba untuk menarik suatu permasalahan agar lebih mengarah pada penelitian yang di maksud yaitu:

1. Bagaimana pengelolaan lembaga ugasan torop dalam masyarakat parmalim?


(21)

2. Mengapa lembaga Ugasan Torop tetap eksis dan bertahan sampai sekarang ini?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui pengelolaan lembaga Ugasan Torop milik masyarakat Parmalim.

2. Untuk mengetahui mengapa lembaga Ugasan Torop tetap eksis dan bertahan sampai sekarang.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

 Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian di bidang ilmu sosial, khususnya dalam ilmu sosiologi.

 Hasil dari penelitian ini bisa menjadi kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi, masyarakat maupun instansi terkait pada umumnya dalam mengetahui keberadaan lembaga Ugasan Torop dan perannya terhadap masyarakat Parmalim.


(22)

2. Manfaat Praktis

Untuk memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam melihat keberadaan lembaga-lembaga yang ada di sebuah aliran kepercayaan.

Mensosialisasikan keberadaan lembaga Ugasan Torop dengan harapan prinsip-prinsip dasar dan kelebian-kelebihan lembaga tersebut juga dapat diterapkan di komunitas lainnya.

1.5. Definisi konsep

Dalam penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dalam memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan polemik atau kesalahpahaman konsep yang di pakai dalam penelitian, maka di buat batasan-batasan makna dan arti konsep yang di pakai, yaitu:

1. Agama

Secara sosiologis agama dilihat sebagai pemahaman dan pengalaman masyarakat, bukan ajaran atau wahyu tuhan ( Sachari, 2003: 12).

Arti agama dapat dilihat sebagai berikut:

Secara eksklusif, agama merupakan seperangkat keprecayaan dan simbolis yang berkaitan dengan perbedaan antara sumber empiris dan super empiris.


(23)

Secara inklusif, agama adalah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktek-praktek yang bertalian dengan hal-hal yang suci, hal-hal yang dibolehkan dan dilarang.

Menurut Pemerintah Indonesia parmalim merupakan aliran kepercayaan dan telah disahkan pada departemen pendidikan dan kebudayaan RI dengan nomor invebatarisasi: I. 136/F.3/1.1/1980.

2. keyakinan

Kepercayaan mengandung pengertian: kebatinan yang mengandaikan adanya ruang lingkup di dalam diri manusia yang bersifat kekal; kejiwaan yang mengajarkan psychotehnik (tekhnik kejiwaan) manusia menyadari apa yang ada di luar dirinya; kerohanian yang memperhatikan jalan ( Hadikusuma, 1993: 19).

Dalam hal ini konsep kepercayaan yang menyangkut dengan kepercayaan Agama Parmalim.

3. Lembaga

Lembaga sosial dalam kehidupan sehari-hari biasanya adalah badan ilmiah, ikatan sarjana atau berbagai bentuk organisasi yang mempunyai tujuan amal atau memelihara dan memepreluas pengetahuan dan lain sebagainya. Namun dalam sosiologi, lembaga / social institution yaitu suatu kompleks atau sistem peraturan – peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai – nilai yang penting.


(24)

Lembaga itu bertujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.

Bruce J. Cohen: “Lembaga sosial merupakan sistem pola sosial yang tersusun

rapi dan secara relatif bersifat permanen serta mengandung perilaku tertentu yang kokoh dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan manusia

Dalam pengertian ini lembaga sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi peranan yang menjalankann fungsi masyarakat secara terus menerus dan berulang-ulang. Secara umum lembaga lahir dari cara-cara berbuat (Usage) yang menjadi kebiasaan ( Folksway ), lalu tumbuh menjadi tata-kelakuan ( mores), dan apabila tata kelakuan ini bertambah matang, disertai adanya aturan dan pengenaan sanksi yang relative berat terhadap pelanggar tersebut, maka berarti telah terbentuk apa yang disebut sebagai adat-istiadat ( Customs). Dengan kata lain lembaga merupakan kebiasaan berbuat yang dilakukan secara sadar, bersifat permanen dan rasional ( super folksway) ( www.pdfsearchengine.com).

4. Parmalim

Kata “Parmalim” berasal dari bahasa Batak Toba yang berarti pengikut ajaran kesucain (Hamalimon), Par adalah pengikut dan dan malim adalah suci, sedangkan hamalimon berarti kesucian. Agama Parmalim atau disebut juga Ugamo Malim menurut Guru Somalaing Pardede merupakan kelanjutan dari agama lama, tetapi cara peribadatannya dipengaruhi agama-agama lain. Mereka


(25)

Debata Mulajadi Nabolon. Adakalanya mereka menggunakan istilah “Jahowa” yang berasal dari Yehowa dalam injil

Agama Parmalim adalah suatu bentuk keyakinan, kepercayaan ( agama) pada masyarakat batak yang menganggap bahwa manusia tidak lepas dari eksistensi alam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan leluhur yang dianggap mengawasi kehidupan mereka sehari-hari.

5. Lembaga Ugasan Torop

Pengurus dari ugasan torop tidak mendapat insentif dari perkembangan harta ini karena berprinsip mengabdikan diri terhadap pesan raja sisingamangaraja- raja nasiakbagi.

Ugasan torop banyak digunakan sebagai modal awal keluarga baru yang memulai kehidupan baru sehingga semakin berkembang. Pengelolaannya pun semakin berkembang, yang semula orientasi sosial semata, namun karena memberi kehidupan yang lebih baik oleh yang menggunakannya sehingga lajim memberikan “ginugur” bagian dari laba usahanya yang tidak dipatok.

Target dalam pengertian yang lebih luas, ugasan torop diharapkan mampu menyantuni warga ( seluruhnya ) bila mengalami kegagalan panen, atau usaha sehingga terancam kehidupannya dalam satu tahun berjalan.

Ugasan torop memiliki sebuah aplikasi nyata yang dapat membuat masyarakat parmalim bertahan sampai sekarang, salah satu factor yang


(26)

melatarbelakangi terciptanya hal ini adalah kuatnya penanaman trust yang berkembang menjadi modal sosial, modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks komunitas yang kuat, masyarakat sipil yang kokoh, maupun identitas negara bangsa. Modal sosial termasuk elemen-elemen didalamnya seperti keercayaan, kehesifitas, altruism, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berbagai mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggungb jawab terhadap kepentingan public, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan ( Barkeley dan Suggate, 1997 a;Suharto, 2005a;suharto2005b;).

Para Pengelola Ugasan Torop ini disebut juga Suhi Ni Ampang Naopat. Mereka ada di setiap cabang dan mengelola secara mandiri. Di Pusat disebut juga Suhi Ni Ampang Naopat, tugasnya mengevaluasi perkembangan Ugasan Torop dan melakukan kebijakan croos subsidi. Bila di salah satu cabang ada masalah yang harus disantuni Ugasan Torop dan harta mereka tidak mencukupi, kas dari cabang lainnya dapat digunakan untuk mengatasi masalah itu.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fungsionalisme Struktural

Masyarakat sering dibandingkan dengan suatu organisme raksasa yang terdiri dari banyak struktur, semuanya berfungsi secara bersama-sama untuk memelihara keseluruhan sistem , sama halnya dengan kita yang hidup, paru-paru, ginjal, hati dan organ lainnya berfungsi untuk memelihara tubuh kita.

2.1.1. Prinsip-Prinsip Pokok Fungsionalisme Struktural

Secara essensial prinsip-prinsip pokok fungsionalisme structural menurut Stephen K. Sanderson (1993:9) adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat merupakan system yang kompleks yang tediri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung, dan setiap bagian saling berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya.

2. Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan.

3. Semua masyarakat memiliki mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu. Salah satu bagian penting


(28)

dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama.

4. Masyarakat cenderung mengarah kepada satu keadaan equilibrium atau homeostatis,dan gangguan pada salah satu bagian cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai harmoni dan stabilitas.

5. Perubahan sosial merupakan kejadian yag tidak biasa dalam masyarakat tetapi bila itu terjadi juga maka perubahan itu pada umumnya akan membawa kepada konsekwensi-konsekwensi yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut George Ritzer ( 1985: 25), asumsi dasar teori fungsional structural adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka maka struktur iru tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu system atau peristiwa terhadap system yang lain dank arena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu system dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu system sosial.

2.2. Fungsi Nyata dan Fungsi Tersembunyi

Sosiologi mengartikan fungsi sebagai akibat atau konsekwensi logis, obyektif (nyata, lepas dari maksud atau motivasi seseorang) terbuka untuk setiap pengamatan empiris dan dari suatu sosio-budaya bagi kesatuan sosial yang lebih


(29)

besar. Dalam hal fungsi, Merton membagi fugsi menjadi dua bagian yaitu “fungsi nyata” (manifest function) dan “fungsi sembunyi” ( atau fungsi tersembunyi).

2.2.1. Fungsi Nyata ( Manifest Function)

Pengembangan dalam memahami fungsi manifest dalam sosiologi banyak dipengaruhi oleh ilmu biologi, dimana setiap fungsi dalam tubuh manusia memiliki fungsi biologis. Jadi jika mengacu kepada fungsi ini dapat dikatakan bahwa keluarga memiliki fungsi reproduksi dan sosialisasi sehingga negara bertanggung jawab dalam fungsinya sebagai pemelihara tatanan dan lain-lain.

2.2.2. Fungsi Tersembunyi ( Laten Fungction)

R. K Merton menggarisbawahi pendapat bahwa sebuah institusi sosial memiliki fungsi-fungsi yang bersifat laten ( tersembunyi) dan berbeda dengan motif-motif eksplisitnya. Misalnya, upacara minta hujan yang dilakukan orang-orang Indian Hopi memepunyai motif agar hujan segera turun, namun beberapa ilmuan yakin bahwa ada fungsi lain dari upacara ritual yang dilakukan yakni, mempertahankan kohesi kelompok (nazsir 2008:11)

2.3. Kepercayaan (Trust)

Menurut Fukuyama, Kepercayaan adalah salah satu unsure penting dalam sebuah lembaga sosial yang merupakan tali pengikat antara satu sama lain sehingga tercipta suatu dukungan yang solid dan tahan lama. Trust adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berprilaku jujur,


(30)

kooperatif, berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, dan kepentingan anggota yang lain dari komunikasi itu ( Field, 2002:36).

Robert D. Putnam (1993), mendefinisikan trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya ( hasbullah, 2006:11).

2.4. Lembaga Menurut Sosiologi

Secara sosiologis, istilah lembaga dapat diartikan sebagai suatu format yang mantap, stabil, terstruktur dan mapan (established). Dalam pengertian ini lembaga sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi peranan yang menjalankan fungsi masyarakat secara terus menerus dan berulang- ulang. Secara umum lembaga lahir dari cara-cara berbuat (Usage) yang menjadi kebiasaan (Folksway), lalu kebiasaan tumbuh menjadi menjadi tata-kelakuan (mores), dan apabila tata kelakuan ini bertambah matang, disertai adanya aturan dan pengenaan sanksi yang relatif berat terhadap pelanggar aturan tersebut, maka berarti telah terbentuk apa yang disebut sebagai adat istiadat (Customs). Dengan kata lain, lembaga merupakan kebiasaan berbuat yang dilakukan secara sadar, bersifat permanen dan rasional (super folksway).


(31)

Istilah lembaga mengandung pengertian yang lebih kompleks dari pada sekedar jaringan kebiasaan kehidupan kelompok. Dalam pengertian ini, lembaga lebih merupakan kristalisasi dari aksi dan kaedah-kaedah yang selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hidup yang menunjuk pada pola perilaku yang mapan. Banyak pula kalangan menterjemahkan lembaga sebagai kumpulan cara berbuat yang berguna untuk mengatur stabilitas hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat. Cooley dan Davis menyatakan bahwa lembaga merupakan kaedah-kaedah yang kompleks yang ditetapkan oleh masyarakat, untuk secara teratur memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Dengan demikian, maka suatu lembaga dapat dianggap sebagai acuan tata-tertib dalam bertindak, sehingga dalam usaha memenuhi kebutuhan pokok itu terhindar dari penyimpangan perilaku dan perlakuan yang tidak adil.

Dalam sosiologi, lembaga mencakup kompleksitas peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Menurut penjelasan Bouman (1982) bahwa lembaga-lembaga (institutions) adalah bentuk-bentuk perbuatan dalam hubungan kelompok yang dilestarikan oleh kultur dan transfer kultur. Proses hubungan kelompok ini mendorong terjadinya penekanan dan pemaksaan terhadap individu untuk berbuat sesuai dengan kehendak masyarakat. Lembaga mempunyai tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar.

Acuff, Allen dan Taylor (Mayor Polak, 1979) mengatakan dengan jelas dan tegas bahwa "patterned norms integrated around a principal function of


(32)

society" (lembaga-lembaga merupakan norma-norma yang berintegrasi di sekitar suatu fungsi masyarakat yang penting). Termasuk apa yang dipercakapkan sehari-hari dapat disebut sebagai lembaga, seperti percakapan yang menyangkut badan ilmiah, ikatan sarjana, berbagai bentuk organisasi yang mempunyai tujuan amal atau memelihara dan memperluas pengetahuan, dan sebagaianya. Dalam sosiologi, lembaga mencakup kompleksitas peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Menurut penjelasan Bouman (1982) bahwa lembaga-lembaga (institutions) adalah bentuk-bentuk perbuatan dalam hubungan kelompok yang dilestarikan oleh kultur dan transfer kultur. Proses hubungan kelompok ini mendorong terjadinya penekanan dan pemaksaan terhadap individu untuk berbuat sesuai dengan kehendak masyarakat. Lembaga mempunyai tujuan untuk mengatur antarhubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar.

Jadi lembaga adalah suatu kompleks nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Broom dan Selznick mendefinisikan institusi sebagai proses terjadinya lembaga sosial atau institusionalisasi (institutionaliza-tion), yaitu perkembangan susunan yang tertib, stabil dan mengintegrasikan dari aksi-aksi yang tidak stabil, berpola tidak tentu.

Dalam proses perkembangan lembaga-lembaga meliputi rangkaian tumbuhnya berbagai anggapan umum dan peraturan yang mengatur antar hubungan sosial. Dalam hal ini Polak menjelaskan bahwa proses pelembagaan tersebut dimaksudkan sebagai proses strukturasi antar hubungan melalui


(33)

inkulturasi konsep-konsep kebudayaan baru, seperti nilai-nilai dan norma-norma baru. Proses ini berjalan dan berkembang terus menerus dalam kehidupan masyarakat. Apabila aktivitasaktivitas sosialnya menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan yang kemudian melahirkan suatu struktur universal, maka struktur ini dapat disebut sebagai lembaga.

Alex Inkeles (Kamanto Sunarto, 1985) menjelaskan bahwa dalam struktur terdapat sistem tindakan, yaitu seluruh perangkat kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan cara-cara bertindak yang baku yang biasanya diwujudkan oleh suatu kelompok yang mempunyai hubungan sosial timbal balik yang relatif langgeng. Perlu dipahami bahwa dasar utama suatu lembaga adalah menyangkut stabilitas progresif, artinya pola kehidupan baru dalam pemenuhan kebutuhan tertentu merupakan terminal struktur yang berkemajuan. Aktivitas sosial yang dapat dihimpun menjadi kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan erat dengan peranan-peranan dari perangkat struktur dapat dinamakan lembaga.

Ciri-ciri umum dari pada lembaga sosial (kemasyarakatan), menurut Gillin and Gillin (Soerjono Soekanto, 1982) adalah sebagai berikut:

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi dari pada pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melelui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.


(34)

2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem- sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya, setelah mengalami suatu percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama sekali, oleh karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.

3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. 4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya bangunan, peralatan mesin-mesin dan sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri yang khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.

6. Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut, merupakan dasar bagi lembaga itu didalam pekerjaannya


(35)

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari pada masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.

Secara lebih singkat, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964), memperinci ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagai berikut:

a. Merupakan unit yang fungsional, merupakan organisasi pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. b. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu, yaitu telah teruji dan berupa himpunan norma-norma pencapaian kebutuhan pokok yang sewajarnya harus dipertahankan. c. Mempunyai tujuan atau beberapa tujuan tertentu.

d. Mempunyai perangkat peralatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut, misalnya: bangunan gedung, mesin-mesin, alat-alat lain.

e. Mempunyai alat pengebor semangat, misalnya: lambang-lambang, panji-panji, slogan-slogan, semboyan-semboyan dan lain sebagainya.

f. Mempunyai tradisi atau tata-tertib sendiri.

Lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui oleh anggota-anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial. Dengan demikian secara sosiologis, lembaga dalam pengertian hubungan sosial dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat, di mana dalam proses tersebut terdapat suatu pola perilaku yang disepakati bersama sebagai patokan agar stabilitas kerjasama upaya mencapai tujuannya dapat terpelihara.


(36)

Dari segi integritas sosial dapat dipahami bahwa lembaga mengandung unsur antar hubungan sosial berdasarkan kebutuhan kerjasama saling melengkapi secara multidimensional. Kelebihan di satu pihak merupakan kekurangan pihak lain, terjalin secara interdependensial dalam jangka waktu yang cukup lama. Kalau reaksi terhadap suatu peristiwa terdapat persamaan antara sebagian besar anggota suatu kelompok masyarakat, maka ada kecenderungan integritas sosial semakin meningkat. Keadaan ini mencerminkan suatu pelembagaan tentang kesamaan perilaku antar anggota kelompok dalam memenuhi segenap kebutuhan bersamanya, khususnya mengenai selera, norma dan kepentingan-kepentingan. Jadi lembaga sosial mengandung jaminan kesadaran kelompok bahwa kepentingan-kepentingan kelompok itu dirasakan dan dihayati oleh anggotanya sebagai kepentingan dirinya juga.

2.5. Proses Pelembagaan

Roucek dan Warren (1984), menyebut lembaga sebagai pola organisasi untuk memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai budaya sebagai satu ketetapan untuk menggunakannya yang tetap, memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat, dan melahirkan suatu struktur. (Pdfsearchengine.com/ fisip- strategi kebudayaan2)

Lembaga pada mulanya terbentuk atas dorongan kesamaan pandangan, hasrat dan keinginan bersama manusia untuk hidup secara teratur. Cita-cita tentang keteraturan hidup ini berpusat pada tatanan normatif hubungan antar angota masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Penataan,


(37)

pemeliharaan dan pengekalan keteraturan hubungan antar anggota masyarakat itu sangat tergantung pada intensitas kesadaran bersama terhadap fungsi norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Apabila kemudian secara sadar norma-norma sosial itu diakui, dihormati dan dipatuhi bersama sebagai satu-satunya alternatif yang dapat berfungsi memelihara stabilitas hubungan sosial dan dapat mendorong kemudahan dalam usaha memenuhi kepentingan-kepentingan kelompoknya, maka kehidupan kelompok ini akan semakin mapan dan terpola dalam bentuk lembaga sosial.

2.5.1. Modal Sosial Dan Jaringan-Jaringan Sosial

Tesis sentralnya adalah pentingnya hubungan dengan membangun hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, orang dapat bekerjasama untuk memperoleh hal yang sebelumnya tidak dapat mereka capai seorang diri, atau jika seorang diri hanya dapat di capai dengan kesulitan besar. Manusia dapat berhubungan dalam seri jaringan dan mereka cenderung berbagi nilai-nilai umum bersama angota-anggota lain dalam jaringan tersebut ; sampai pada tingkat bahwa jaringan-jaringan itu membentuk suatu sumber daya, yaitu dapat di lihat sebagai pembentukan jenis modal. Selain sangat bermanfaat dalam konteks-konteks yang yang dekat, cadangan modal ini sering dapat di tarik pada bidang-bidang lainya. Kemudian, semakin banyak orang yang anda kenal dan semakin banyak anda berbagi pandangan umum dengan mereka, semakin kayalah modal social anda ( Field, 2005, 1). Dari defenisi di atas dapat di katakan bahwa


(38)

modal social bukan hanya berupa sesuatu yang bersifat materi, namun modal social dapat juga merupakan hal yang di akibatkan pola interaksi yang di bangun antar satu individu dengan individu lainnya.

2.5.2. Hubungan-Hubungan Dalam Ekonomi

Menurut Putnam (1993), Ada banyak literature umum mengenai peranan jaringan-jaringan sosial dalam tingkah laku ekonomi. Telah lama diketahui bahwa kontak-kontak personal membantu para pencari kerja dengan cara yang sangat efektif untuk menemukan kedudukan-kedudukan baru dan promosi-promosi yang berdaya guna, karena sejak tahun 1990-an membludak jaringan perusahaan-perusahaan, para peneliti dan pembuat kebijakan dianggap sebagai factor yang menentukan dalam mendorong inovasi dan menyempurnakan pelaksanaan persaingan. Selanjutnya, Putnam mengklaim bahwa masyarakat yang berhubungan dengan baik dapat melaksanakan ekonomi secara menyeluruh daripada masyarakat yag tidak saling berhubungan (Field 2005: 45).

Suatu studi di Kanada tentang orang-orang yang mendapat kesejahteraan jangka panjang selama pertengahan tahun 1990-an menunjukkan bahwa pengaruh modal sosial pada kemungkinan menemukan jalan kesejahteraan lebih besar daripada setiap factor lain, termasuk modal manusia dan karakteristik demografis (Levesque dan White 2001).


(39)

dengan luas sebagai suatu sumber informasi penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang bisnis (Hendry et al. 1991: 16; Mullholland 1997 703-6). Jaringan-jaringan itu dapat juga meyediakan akses financial (Bates 1994: 674). Modal sosial juga telah dianggap sebagai suatu asset berkenaan dengan pasar dan tenaga kerja; bahkan ketika direkrut melalui pranata, baik konsumen maupun para pekerja dikatakan menunjukkan suatu kosetiaan dan komitmen yang lebih besar daripada yang mungkin menjadi persoalaan bagi orang-orang asing secara total (Bates 1994;674). Jaringan-jaringan juga dianggap member kontribusi yang pada model manajemen yang konsisten dan stabil yang pada gilirannya sungguh vital perusahaan-perusahaan sanggup bertahan pada tantangan-tantangan eksternal (Hendry et al. 1991: 17). Ada beberapa petunjuk mengapa sebuah asosiasi bisa menjadi lebih kuat, hal ini di dukung oleh karya yang lebih rinci dari Narayan dan Pritchitt, dalam studi mereka di pedalaman Tanzania yang menfsirkan, bahwa variasi modal sosial pada tingkat pedesaan mempunyai pengaruh yang lebih besar pada tingkat penghasilan daripada perubahan-perubahan ekuivalen baik dalam modal manusia maupun asset-aset fisik (Narayan dan Pritchitt 1999: 274).

2.5.3. Manfaat-Manfaat untuk Kesehatan dan Kesejahteraan

Ide menghubungkan kohesi sosial dan kesejahteraan sudah ada selama satu abad. Pada akhir abad kesembilan belas, Durkheim menunjukkan bahwa


(40)

tingkat bunuh diri lebih tinggi di kalangan orang-orang yang mempunyai tingkat integrasi sosial yang rendah, dan lebih rendah dalam komunitas-komunitas yang terikat kuat. Pembuktian atas asosiasi umum di antara tingkat-tingkat kesehatan dan ikatan-ikatan sosial telah diterima umum sejak tahun 1970-an, ini menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai jaringan-jaringan sosial yang kuat mempunyai tingkat kematian setengah atau sepertiga dari tingkat kematian orang-orang yang mempunyai ikatan-ikatan sosial yag lemah (Whithead dan Didrichsen 2001). Pembuktian lebih jauh tentang hubungan ini terus bertambah. Suatu perbandingandi Finlandia di antara kesehatan-kesehatan kaum minoritas berbahasa Swedia dengan sisa penduduk lainnya, mengungkapkan bahwa tingkat kematian yang lebih rendah dan kehidupan yang lebih lama dari kaum yang minorotas- yang makanan dan cara hidupnya tidak berbeda- diasosiasikan dengan ‘ketidaksamaan dalam integrasi sosial’ (Hyppa an Maki 2001). Suatu studi komparatif pada komunitas-komunitas local di kalangan usia lanjut di daerah tambang batubara Yorksire Selatan menunjukkan bahwa tingkat-tingkat resiproksitas yang lebih tinggi adalah di asosiasi secara dekat dengan skor-skor kesehatan yang lebih tinggi (Green et al. 2002).


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif. Studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, komprehensif. Studi kasus bisa dilaksanakan atas individu atau kelompok (Sanafiah, 2003: 22)

Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003: 5). Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan penelitian.

Pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci suatu fenomena sosial. Dalam hal ini gambaran tentang keberadaan lembaga yaitu lembaga Ugasan Torop di dalam aliran kepercayaan Parmalim yang di


(42)

gambarkan dengan pendekatan deskriptif. Karena melalui pendekatan ini, akan memperoleh informasi-informasi mengenai lembaga tersebut.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di Desa Pardomuan Nauli, Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir, dan di kota Medan. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Desa Pardomuan Nauli merupakan tempat pusat keberadaan lembaga Ugasan Torop, dan juga merupakan lokasi pengelolaannya.

2. Di kota medan terdapat banyak penganut kepercayaan Parmalim, dan juga terdapat cabang dari Ugasan Torop

3. Tersedianya akses bagi peneliti sehingga bisa memudahkan peneliti dalam mengambil data dan menyelesaikan karya ilmiah ini.

3.3. Unit Analisa dan Informan

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah lembaga Ugasan Torop. Sebuah lembaga milik masyarakat Parmalim.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pengelola dari lembaga tersebut dan masyarakat pengikut aliran kepercayaan Parmalim yang terkena dampak dari keberadaan Ugasan Torop. Informan dalam penelitian meliputi beberapa macam informan seperti informan kunci, yaitu mereka yang


(43)

mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Selain itu juga ada informan biasa, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti (Bagong; 2005:108). Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan kunci merupakan sumber informasi yang actual dalam menjelaskan tentang keberadaan dan sejarah lembaga Ugasan Torop, serta perannya terhadap masyarakat Parmalim. Kriterianya adalah:

a. Merupakan pemuka atau pemimpin, yang di anggap sebagai tokoh dari aliran kepercayaan Parmalim.

b. Merupakan pengelola dari lembaga Ugasan Torop selama kurang lebih 10 tahun.

2. Informan biasa

Informan biasa adalah sumber informasi sebagai data-data pendukung dalam menjelaskan factor yang menyebabkan mengapa lembaga Ugasan Torop dikatakan berperan besar dalam mensejahterakan masyarakat Parmalim, kriterianya adalah sebagaia berikut:

a. Merupakan penganut Parmalim yang pernah meminjam kepada Ugasan Torop atau pernah diberikan bantuan oleh lembaga Ugasan torop.

b. Merupakan penganut Parmalim yang sampai sekarang tetap aktif memberikan sumbangannya kepada Ugasan Torop.


(44)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh infomasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujaun penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode tertentu sesuai dengan tujuan. Metode yang dipilih berdasarkan pada factor terutama jenis data dan ciri informan. Metode pengumpulan data tergantung karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap informan ( Gulo, 2002; 110-115).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis yaitu data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data tersebut, maka penulis menggunkan teknik pengumpulan data, melalui:

a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam sebuah penelitian dilakukan dengan cara:

1. Wawancara Mendalam, yaitu alat pengumpul data yang menggunakan sejumlah pertanyaan lisan yang disajikan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh responden (Nawawi, 1995; 111).

Namun, agar wawancara tetap terarah, maka digunakan suatu pedoman wawancara yang berisi sejumlah pertanyaan.


(45)

2. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai hal yang tamak pada saat penelitian. Hal ini dalakukan untuk mengenal secara lebih dekat kondisi situasi suatu objek penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data dan informasi yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelaari dan mengumpulkan data melalui literature dan sumber bacaan yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Dalam hal ini studi kepustakaan dilakukan melalui buku-buku, internet, surat kabar, dan lain sebagainya.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data adalah cara mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema yang dapat dirumuskan hipotesis atau pedoman dasar kerja seperti yang disarankan oleh data.

Setiap informasi yang didapat, direkam dalam catatan lapangan, baik itu data utama hasil wawancara maupun dari data penunjang lainnya. Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan analisa data interpretasi dengan mengacu data tinjauan pustaka. Sedangkan asil observasi diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh


(46)

diinterpretsaikan untuk menggambarkan dengan jelas keadaan yang ada melalui kalimat.

3.6. Jadwal Kegiatan

kegiatan

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pra penelitian:

• Penyusunan proposal

• Perbaikan proposal

X

X

Persiapan

• Pengurusan izin

• Penyiapan instrumen

X


(47)

Penelitian

• Proses wawancara, observasi

• Penelusuran data sekunder

X X X

X

Pasca Penelitian:

• Editing Data

• Analisis Data

• Penyusunan

X

X

X X

Laporan X X

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatsan pengetahuan peneliti, keterbatasan data melalui buku atau dokumen yang mendukung penelitian. Selain itu terkait erat dengan kelemahan instrument wawancara mendalam. Dalam hal ini terdapat keraguan akan jawaban yang diberikan


(48)

informan, karena apa yang diinformasikan tentang situasi, kondisi dan tindakan apakah sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat melakukan wawancara dengan informan. Hal ini berkaitan dengan dengan kesibukan para informan.

Terlepas dari permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapangan peneliti menyadari keterbatasan peneliti mengenai metode penelitian yang menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih terdapat keterbatasan juga dalam hal kemampuan pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Walaupun demikian penlis berusaha untuk melaksanakan kegiatab penelitian ini semaksimal mungkin, agar data dan tujuan yang ingin dicapai dapat diperoleh.


(49)

BAB IV

TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Struktur Organisasi Ugamo Malim Dan Profil Ugasan Torop

Pasca setelah diakuinya agama Malim sebagai sebuah aliran kepercayaan, pihak pemerintah memberikan keleluasaan kepada mereka untuk mempertahankan agama ini tetap hidup. Segala peraturan dan ketentuan yang dianggap Diskriminatif seperti keharusan untuk “minta izin” dan “melapor” dalam setiap melakukan upacara agama, telah dicabut atau ditiadakan. Akan tetapi sejak agama Malim diakui sebagai sebuah aliran kepercayaan dan penganutnya disebut sebagai kelompok penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (TYME), bersamaan dengan itu ada juga kebijaksanaan baru yang harus dipenuhi oleh warga Parmalim yaitu keharusan untuk membentuk struktrur organisasinya lengkap dengan susunan pengurusnya mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat cabang/punguan.

Struktur organisasi Parmalim boleh dikatakan sangat sederhana. Struktrur kepemimpinannya hanya terdiri dari pimpinan pusat dan pimpinan cabang. Pimpinan pusat adalah pimpinan tertinggi yang diketuai oleh seorang Ihutan yang dalam bahasa batak bermakna “yang diikuti” atau “ikutan”. Selain dari Ihutan ada juga pengurus lain ada juga pengurus lain yang terlibat di dalamnya seperti sekretaris dan bendahara yang keduanya bertugas sebagai pembantu dalam menjalankan administrasi oraganisasi agama Malim. Di samping itu ada juga


(50)

beberapa nama lainnya yang ikut dalam kepengurusan yang bertugas dalam bidang tertentu. Ihutan sebagai pimpinan pusat mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan anggota secara keseluruhan. Ia juga sebagai “ulama” atau yang banyak mengetahui ajaran-ajaran, disamping mengetahui selukbeluk agama malim sejak dahulu hingga sekarang. Dalam upacara agama yang sifatnya tahunan, ia juga bertindak sebagai pemimpin Upacara.

Pusat administrasi agama Malim berkedudukan di Hutatinggi, Laguboti, Kabupaten Toba Samosir (dahulu Tapanuli Utara). Disanalah semua surat menyurat dijalankan dengan baik yang bersifat Internal maupun Eksternal. Selain itu, segala dokumen yang berkaitan dengan agama Malim sejak dahulu masih tersimpan rapi disanabukan hanya itu, disana pulalah pusat peribadatan agama Malim yang disebut dengan Bale Pasogit Patonggoan (BPP) suatu tempat peribadatan tahunan disamping juga merupakan tempat peribadatan mingguan bagi pengikut agama Parmalim di sekitar Laguboti.

Selain dengan pimpinan pusat, ada juga yang dikenal dengan pimpinan cabang yang berkedudukan di tiap-tiap cabang yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia (terutama Jawa dan Sumatera). Pimpinan cabang diketuai oelh seorang ketua yang disebut Ulupunguan. Sama dengan pimpinan pusat, Ulupunguan juga dibantu oleh seorang sekretaris dan seorang bendahara serta dibantu dengan beberapa orang pengurus lainnya. Tugas masing-masing Ulupunguan adalah memberikan pembinaan terhadap anggota di peringkat cabang


(51)

(tempat peribadatan di tingkat cabang), dan juga memiliki tugas mengelola Ugasan Torop di wilayah yang di ketuainya.

Dari segi adminstarasi, Ulupunguan mempunyai tugas, pertama; melaporkan secara resmi seluruh anggotaa di cabangnya secara berkala kepada pimpinan pusat orang yang baru masuk karena lahir atau berpindah agama. Kedua; melaporkan jumlah iuran keuangan yang bersumber dari anggota, misalnya Ugasan Torop, Adat Marama, Samba Hamauliateon dan lain-lainnya. Ketiga; melaporkan keadaan perkembangan cabang terutama dalam hal pengamamalan agama dan hambatan-hambatan lainnya.

4.1.1. Pelembagaan Ugamo Malim

Ugamo diartikan suatu kumpulan orang yang melakukan aksi membentuk hubungan dengan Penciptanya. Raja Mulia selaku orang yang menerima amanah untuk mendirikan Hamalimon sedikit ragu atas kemampuannya, hingga suatu saat beliau ditemui oleh seorang sosok yang kumal. Sosok ini menagih janji untuk melembagakan hamalimon yang disebut UGAMO MALIM. Ketika Raja Mulia hendak mengucapkan kata pernyataannya siapa diri yang menemuinya, beliau spontan menghentikan dan mengenalkan diri “Nasiakbagi” tidak memiliki harajaon, dan harta benda serta kampung halaman.

Raja Mulia bersedih, karena harus memperkenalkannya “sahabatnya” (didepan umum disebut sahabat, namun dalam pengakuannya adalah sebagai


(52)

guru, raja dan MALIM) seperti, teman pedagang, teman main judi dan lain sebagainya. Para pengikutnya menyebut Nasiakbagi lebih terhormat menjadi “Raja Nasiakbagi”. Pada saat itu apa yang diamanatkan Sisingamangaraja XII sebelumnya itu juga dituntut pelaksanaannya.

Munculnya Raja Nasiakbagi semakin menguatkan keyakinan Raja Mulia Naipospos akan pesan yang telah diamanatkan Raja Sisingamangaraja sebelumnya. Raja Nasiakbagi menyerahkan konsep pengorganisasian dan ajaran Ugamo Malim sesuai dengan apa yang diterimanya dari Raja Sisingamangaraja. Raja Nasiakbagi selalu menolak apabila dirinya dianggap sosok Raja Sisingamangaraja XII ataupun penjelmaannya. Beliau selalu mengatakan bahwa Sisingamangaraja sudah berada disisi Mulajadi Nabolon.

Gayus Hutatahean (seorang pengikut Ugamo Malim) dengan semangatnya menyebarkan informasi bahwa Raja Sisingamangaraja XII hidup dan jalan bareng dengan Raja Mulia Naipospos, hal ini menyebabkan dia ditangkap pemerintah Belanda dan dibuang. Sejak itu tidak ada yang berani membicarakan Raja Sisingamangaraja.

Penjajah dan kroninya mencurigai langkah Raja Mulia dan sosok “Nasiakbagi” dan melakukan fitnah dan pengejaran. Raja Mulia dipenjara beberapa kali karena tidak menyebut siapa sebenarnya yang menyebut dirinya


(53)

Lambat laun setelah melihat pola pengajaran dan pengorganisasian yang dilakukan Raja Mulia sudah mapan, akhirnya “Raja Nasiakbagi” meninggalkannya.

Tantangan dan kekerasan banyak dihadapi selama mengembangkan Ugamo Malim. Berbagai tudingan dan sebutan dilontarkan tidak dijawab. Ada yang menyebut mereka sama dengan kelompok Parhudamdam, ada yang menyebut Parsitengka ada yang menyebut Agama Sempalan dari berbagai Agama, ada yang menyebut Animisme, ada yang menyebut Sipelebegu atau Pelbegu. Sebagian lagi menyebut mereka Parugamo, dan ada yang menyebut Parsiakbagi. Semua sebutan itu tidak dibantah, karena mereka yang berkuasa saat itu lebih dominan diterima publik. Ada kepentingan mereka untuk memberikan stigma buruk kepada kelompok ini agar tidak ada yang mengikuti atau bila mungkin ditinggalkan para pengikutnya.Karena mereka adalah par-Ugamo Malim maka lebih lajim disebut menjadi Parmalim.

Mereka sering dipaksa memberikan sumbangan pembangunan gereja. Pernah mezbah persembahan Parmalim di Hatinggian dirampas dan dirobohkan atas perintah Raja Ihutan yang diangkat Penjajah. Pemerintah kolonial akhirnya memberi izin kepada Kelompok Parmalim yang dipimpin Raja Mulia Naipospos untuk mendirikan BALE PASOGIT tempat peribadatan di Hutatinggi yang dikeluarkan controleur van Toba tahun 1921.


(54)

Pada saat Raja Mulia mulai memimpin umat Parmalim pengaplikasikan Ugasan Torop lebih di maskimalkan lagi dari yang sebelumnya. Karena sebelumnya Raja Nasiakbagi sudah mengajarkan untuk mendirikan Ugasan Torop. Maka, setiap tahun masing-masing warga mengumpulkan sejumlah tertentu padi atau uang dalam lumbung (kas). Tujuannya menyantuni kehidupan warga yang tidak mampu. Yatim piatu dan warga miskin dijamin oleh harta bersama ini. Yang kurang mampu didak diwajibkan memberikan hingga kehidupannya semakin baik, namun mempunyai hak yang sama.

Ugasan Torop merupakan salah satu sumber utama keuangan organisasi agama Malim yang berasal dari anggota Parmalim itu sendiri. ada semacam keharusan (walaupun tidak wajib) bagi setiap keluarga parmalim untuk membayar iuran yang diserahkan kepada pimpinan pusat agama Malim setiap tahunnya.

Dalam bahasa batak Ugasan Torop adalah “barang milik orang ramai”, sedangkan dalam istilah agama Malim, Ugasan Torop berarti “harta milik bersama seluruh warga Parmalim”. Adapun Ugasan Torop dipergunakan untuk keperluan dana untuk urusan Organisasi, pembangunan gedung beserta perawatannya serta dana untuk keperluan sosial seperti menolong warga Parmalim jika ditimpa musibah yang tergolong berat. Disamping itu dan Ugasan Torop juga dikeluarkan untuk membantu keluarga warga Parmalim yang sangat miskin lebih-lebih lagi jika tidak mempunyai usaha apa-apa. Bentuk bantuan itu


(55)

Pimpinan Pusat Ihutan Sekretaris Bendahara

Pimpinan Cabang Ulupunguan

Sekretaris bendahara

Pimpinan Cabang Ulupunguan

Sekretaris bendahara

Pimpinan Cabang Ulupunguan

Sekretaris bendahara

Struktur Organisasi Agama Malim

4.1.2. Sejarah Berdirinya Ugasan Torop

Ugasan Torop telah ada dan berkembang di masyarakat Batak dari sejak dahulu kala. Perintah untuk mendirikan Ugasan Torop merupakan sebuah titah dari Raja Sisingamangaraja I (Nasiakbagi). Hal itu yang kemudian menjadi

Anggota Anggota

Anggota Anggota

Anggota Anggota


(56)

ketetapan baku yang diyakini oleh masyarakat Parmalim. Yang hal tersebut masih terus diaplikasikan sampai saat ini.

Pasca masuknya agama Kristen ke tanah Batak, banyak ajaran Malim yang terdegradasi karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh penyebar agama pada saat itu, Jadi tidak perlu diaplikasikan dan secara perlahan ajaran tersebut menghilang atau kehilangan nilai fundamentalnya sendiri. hal ini diperparah pasca kematian raja Sisingamangaraja XII pada 17 juni 1907 (klaim Belanda), yang menyebabkan duka yang sangat mendalam di tanah Batak, dan memunculkan dua gelombang besar, gelombang orang yang pesimis dan orang-orang yang optimis dengan perjuangan melawan penjajah.

Raja Mulia selaku orang yang diserahi tanggung jawab oleh raja Sisingamangaraja XII sebelum wafat untuk memegang “Ugamo Hamalimon” (inti ajaran dalam menjalankan hubungan dengan Mulajadi Nabolon). Tetap menjaga inti ajaran dan menyatukan barisan Orang-orang yang optimis tersebut yang kemudian melembagakan ajaran “Hamalimon”.

4.1.3. Lokasi

Ugasan Torop milik agama Parmalim berpusat di desa Pardomuan Nauli, kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir, dan memiliki cabang atau punguan yang ada diseluruh Indonesia, mengikuti banyaknya jumlah cabang atau Punguan Ugamo Malim. Saat ini seluruhnya berjumlah 41 cabang atau Punguan, sebagian


(57)

1 Laguboti

2 Sibadihon

3 Sihorbo

4 Siregar

5 Toba Holbung

6 Lbn L.Parik 7 Saitnihuta

8 Binangalom

9 Silosung

10 Pangaloan

11 Sipakko

12 Tujuan Laut 13 Hatoguan

14 Tomok

15 Nagasaribu 16 Bah Sampuran 17 Tiga Dolok

18 Timuran

19 Marihat Bandar 20 Maligas

21 Limausunde

22 Pagurawan

23 Desa Gaja 24 Wonosari


(58)

25 Medan 26 Pangkatan

27 Semayang

28 Jakarta 29 Dolok Masihul

30 Kampung Mudik

31 Ladang Tonga

32 Lobu Tua

33 Tangerang

34 Duri

35 Batam

36 Mandumpang

37 Pekan Baru (Rumbai/Perawang) 38 Sibolga

39 Panamean

40 Bengkulu 41 Sp Benar

4.1.4. Tujuan Didirikannya Ugasan Torop

Tujuan awal didirikannya Ugasan Torop adalah untuk menyantuni kehidupan warga yang tidak mampu. Yatim piatu dan warga miskin dijamin oleh harta bersama ini. Yang kurang mampu tidak diwajibkan memberikan hingga kehidupannya semakin baik, namun mempunyai hak yang sama.


(59)

Dalam bahasa batak Ugasan Torop adalah “barang milik orang ramai”, sedangkan dalam istilah agama Malim, Ugasan Torop berarti “harta milik bersama seluruh warga Parmalim”. Adapun Ugasan Torop dipergunakan untuk keperluan dana untuk urusan Organisasi, pembangunan gedung beserta perawatannya serta dana untuk keperluan sosial seperti menolong warga Parmalim jika ditimpa musibah yang tergolong berat. Disamping itu dan Ugasan Torop juga dikeluarkan untuk membantu keluarga warga Parmalim yang sangat miskin lebih-lebih lagi jika tidak mempunyai usaha apa-apa.

Ugasan Torop banyak digunakan sebagai modal awal keluarga baru yang memulai kehidupan baru sehingga semakin berkembang. Pengelolaannya pun semakin berkembang, yang semula orientasi sosialnya semata hanya untuk menyantuni, namun saat ini lebih berkembang lagi ke pemberian penjaman yang tidak mengikat. Karena memberi kehidupan yang lebih baik oleh yang menggunakannya sehingga lajim bagi yang menggunakannya atau meminjam memberikan “ginurgur” (bagian dari laba usahanya yang tidak dipatok).

Seiiring perkembangan jaman, Ugasan Torop juga berkembang menjadi sebuah lembaga keuangan yang kegiatannya mendorong pertumbuhan ekonomi umat Parmalim, yang bertujuan untuk:

1. Memecahkan bersama kebutuhan modal yang dihadapi masyarakat Parmalim yang bergerak di sektor usaha kecil ataupun profesi lainnya. 2. Membantu memecahkan kebutuhan dana mendesak, menghindarkan umat


(60)

Parmalim yang petani untuk menjual hasil panennya kepada mereka dengan harga rendah.

3. Mengembangkan lembaga keuangan umat Parmalim yang dikuasai dan dikelola oleh umat sendiri “Ulupunguan”, secara sehat dan berkelanjutan. Ugasan Torop juga diaturkan untuk mendapatkan “todoan” (sumbangan dari penjualan ternak, upa raja (bila raja mendapatkan upah dari pelaksanaan tugasnya) dari ragi-ragi ni sinamot (dari penerimaan harta pauseang dan panjaean pada saat dilakukan perkawinan. Saat ini dalam pengertian yang berbeda disebut sinamot). Intinya adalah bila warga Parmalim mendapatkan rejeki halal, sepantasnya memerikan “todoan” ke Ugasan Torop agar semakin berkembang Ugasan Torop.

4.1.5. Target / Sasaran Ugasan Torop

Target dalam pengertian yang lebih luas, Ugasan Torop diharapkan mampu menyantuni warga (seluruhnya). Bila mengalami kegagalan panen, atau usaha, sehingga terancam kehidupan dasar sehari-hari selama satu tahun berjalan.

Setelah diberikan bantuan dan mendapat dorongan dari Ulupunguan yang bertanggung jawab, diharapkan kedepannya kehidupannya jadi lebih baik dan dapat hidup lebih baik dan mandiri sehingga lebih bermanfaat dan dapat membantu warga yang lain melalui Ugasan Torop.

Keaggotaan dalam Ugasan Torop tidak seperti di lembaga keuangan lainnya yang harus mendaftar atau lain sebagainya. Dalam ajaran Parmalim setiap satu orang yang telah menikah maka ia sudah wajib membayar tanggung


(61)

jawabnya kepada Ugasan Torop, oleh karena itu kutipan yang diwajibkan hanya dikenakan untuk setiap keluarga. Bukan setiap orang. Berikut sedikit penggambaran akan tentang umat seperti apa yang telah dikenakan kewajiban dalam Ugasan Torop:

1. Telah menikah dan memiliki keluarga sendiri

2. Memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya kepada Ugasan Torop

3. Memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan uang atau padi untuk Ugasan Torop

Sedikit proyeksi bahwa Ugasan Torop bukan hanya secara khusus hanya membantu dan menaungi masyarakat Parmalim, namun juga secara umum telah ikut membantu dalam memberikan bantuan kepada umat lain di luar penganut ajaran Parmalim.

“Ugasan Torop telah pernah membantu korban gempa di Tarutung melalui satkorlak, dan menampung pengungsi korban gempa itu di kompleks Bale Pasogit. Juga memberi bantuan kepada korban kebakaran di Porsea” (wawancara pada oktober 2010)

4.1.6. Bentuk-Bentuk Bantuan atau Pinjaman di Ugasan Torop

Ugasan Torop sebagai wadah keuangan Umat Parmalim yang usaha pokoknya menghimpun dana dari umat Parmalim dalam bentuk uang dan padi dan menyalurkan dana tersebut melalui bentuk pinjaman bagi yang sangat memerlukannya dan santunan bagi yang memang membutuhkannya.


(62)

Ada beberapa asas yang dijadikan dasar dalam pemberian pinjaman dan santunan bagi umat yang membutuhkan, yaitu:

4.1.6.1. Pinjaman

1. Prioritas,

Dalam lumbung kas Ugasan Torop jumlah uang atau padi tidak selalu banyak dan berlebih, ada saat dimana Ugasan Torop mengalami minim dana. Dan hal ini mengakibatkan ada keterbatasan dalam memberikan pinjaman kepada umat yang membutuhkan. Untuk mengatasi hal itu ada sistem “mana yang lebih patut untuk dibantu”. Artinya tidak semua yang meminjam harus diberikan pinjaman. Ketika memang ada yang lebih membutuhkan pinjamannya maka Ulupunguan akan bermusyawarah dan menentukan manakah umat yang lebih patut untuk dibantu.

2. Pengembalian

Kejujuran dalam Agama Malim merupakan salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi, hal ini dikarenakan dalam agama Malim tidak ada sanksi atau hukuman bagi pelanggar norma atau hukum. Semuanya diserahkan kepada pribadi masing-masing dan tuhan. Termasuk dalam pengembalian pinjaman dari Ugasan Torop. Dikembalikan kepada


(63)

keseluruhan. Namun jika ternyata ada sebuah kejadian yang tidak terduga, seperti si peminjam sakit atau meninggal dunia. Maka pinjamannya dianggap impas atau lunas. dan apabila ternyata ada yang samasekali tidak mau mengembalikan pinjamannya maka tidak ada yang bisa menghukum atau menjatuhkan sanksi kepada orang tersebut. Mengembalikan pinjaman dari Ugasan Torop sifatnya wajib. Namun tidak ada sanksi bagi yang tidak melakukannya.

4.1.6.2. Santunan

Yang wajib diberikan santunan adalah umat Parmalim yang benar-benar miskin dan tidak ada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan gagal panen atau usahanya bangkrut, yatim atau piatu atau keduanya, janda. Namun semuanya itu diberikan jika memang individu yang mengalami hal tersebut meminta santunan dari Ugasan Torop baru santunan itu diberikan. Tidak langsung diberikan begitu saja. Dan ketika telah diberikan juga akan selalu dibimbing agar mampu untuk mandiri dan bangkit sehingga mampu membantu yang lain.

4.1.7. Ginurgur (Bagian Dari Laba Usahanya Yang Tidak Dipatok)

Ginurgur adalah bentuk ucapan terima kasih atas laba usaha yang di dapat karena bantuan pinjaman Ugasan Torop. Laba usaha dianggap berkah dari tuhan atas usaha yang dilakukan. Dan bagi yang merasakan berkah itu biasanya


(64)

memberikan sebagian laba usahanya atas kesadarannya sendiri, tidak ada paksaan samasekali dan tidak ada patokan minimal yang harus mereka bayarkan. Ginurgur diberikan secara ikhlas dan penuh syukur atas berkah dari tuhan. Namun juga tidak ada paksaan apabila ada yang tidak memberikan Ginurgur ketika mengembalikan pinjaman dari Ugasan Torop.

4.1.8. Todoan (Sebagai Wujud Rasa Syukur Atas Rezeki Halal)

Ugasan Torop juga diaturkan untuk mendapatkan “todoan” dari penjualan ternak, upa raja (bila raja mendapatkan upah dari pelaksanaan tugasnya) dari ragi-ragi ni sinamot (dari penerimaan harta pauseang dan panjaean pada saat dilakukan perkawinan. Saat ini dalam pengertian yang berbeda disebut sinamot). Intinya adalah bila warga Parmalim mendapatkan rejeki halal, sepantasnya memerikan “todoan” ke Ugasan Torop agar semakin berkembang.

4.1.9. Pengelola Ugasan Torop

Pengelola Ugasan torop adalah orang-orang sama yang juga mengelola Punguan di satu cabang atau Punguan. Susunan kepengurusannya juga terdiri atas Ulupunguan, Sekretaris dan Bendahara. Dan memiliki peran sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya. Dalam pelaksanaan tugasnya, Punguan adalah satu sistem yang merupakan satu. Artinya dalam sebuah punguan sangat diutamakan nilai musyawarah, tidak ada pemimpin yang lebih tinggi dan yang lebih rendah dalam struktur Ugasan Torop, kecuali Ihutan (pemimpin agama)


(65)

yang dianggap tempat bertanya dan menerima laporan tahunan. Dalam Ugasan Torop secara keseluruhan merupakan sebuah sistem yang saling berkoordinasi antara satu punguan dengan punguan yang lain.

STRUKTUR ORGANISASI UGASAN TOROP

4.2. Profil Informan

A. Informan Kunci

1. Bapak Marnangkok Naipospos (Ihutan/ pemimpin agama Parmalim)

Bapak Marnangkok naipos-pos adalah seorang ayah dengan beberapa orang cucu, beliau lahir di kecamatan Laguboti kabupaten Tobasa. Beliau berdomisili tidak hanya di Laguboti namun juga rumah beliau terdapat di Medan dan rumah beliau dijadikan Parsantian (tempat Ibadah). Pak Marnangkok

PUNGUAN PUSAT

PUNGUAN DAERAH /CABANG

PUNGUAN DAERAH /CABANG

PUNGUAN DAERAH /CABANG


(66)

merupakan Ihutan, pimpinan pusat sekaligus pemimpin umat dan juga merupakan ulama (Religious Specialist). Kepemimpinan dalam agama malim bukanlah melalui pemilihan sebagaimana berlaku pada organisasi keagamaan lainnya tetapi diangkat melalui pengakuan moral dari seluruh anggota Parmalim. Dan pak Marnangkok merupakan generasi ketiga dalam sistem kepemimpinan agama Malim.

2. Bapak Monang Naipospos (Adik kandung pemimpin keagamaan)

Bapak Monang naipospos adalah seorang ayah dengan beberapa orang anak. Profesi beliau adalah seorang wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Toba Samosir. Bapak Monang merupakan adik kandung dari bapak Marnangkok Naipospos. Sebagai seorang pengamal agama Malim dari kecil banyak hal tentang aturan dan perintah yang juga diketahui oleh bapak Monang. Sebelum bapak Marnangkok menetap di Hutatinggi bapak Monang yang berperan dalam menerima tamu (orang-orang yang berkepentingan dengan para penganut Ugama Malim), namun bapak Monang bukanlah seorang Ulupunguan dalam Ugamo Malim. Artinya bapak Monang tidak bisa menggantikan bapak Marnangkok dalam upacara keagaaman.

3. Bapak Sabar Simanjuntak (Ulupunguan di Laguboti Sekaligus Sebagai Pengurus Ugasan Torop Pusat)


(67)

Ulupunguan atau pimpinan cabang di Laguboti juga merangkap sebagai bendahara pengurus ugasan torop pusat. Artinya bapak Sabar sangat berperan besar dalam menangani seluk beluk permasalahan Ugasan Torop.

4. Bapak Poltak Simanjuntak (orang yang diberi kepercayaan melakukan Rekapitulasi keuangan Ugasan Torop pusat)

Bapak Poltak adalah anak kandung dari bapak Sabar yang mendapat kepercayaan dalam merekapitulasi keuangan dalam Ugasan Torop Pusat. Artinya pak Poltak memegang peranan yang sangat besar dalam merapikan data-data yang terdapat di pusat.

B. Informan Biasa

1. Bapak Mindo Simanjuntak

Bapak mindo Simanjuntak adalah seorang bapak dengan tiga orang anak. Ia memulai usahanya di Medan setelah menikah dengan wanita yang juga pemeluk agama Parmalim. Usaha yang digeluti oleh pak Simanjuntak adalah menjahit pakaian. Usaha ini bertempat di jalan seksama medan. Jenis usaha ini dipilih oleh pak Simanjuntak karena menjahit pakaian adalah skill yang dimiliki oleh pak Simanjuntak dari muda dan telah dikuasai dengan baik. Pada tahun yang sama pak Simanjuntak mengalami musibah, yaitu tempat usahanya dimasuki pencuri yang mengambil semua peralatan usahanya yang berharga. Dalam kondisi seperti ini banyak yang menyarankan agar ia meminjam dari Ugasan Torop.


(68)

Dengan segala pertimbangan dan dukungan dari keluarga dan teman-teman akhirnya pak Simanjuntak memberanikan diri meminjam dari Ugasan Torop. Besarnya jumlah uang yang dipinjam pada saat itu sebesar Rp 300.000, menurut penuturan dari pak Simanjuntak jumlah segitu pada saat itu sudah cukup besar. Dan pembayaran yang dilakukan oleh Pak simanjuntak dengan cara cicilan dan beliau berjanji menyelesaikan pinjamannya sebelum satu tahun dan beliau merealisasikannya. Jumlah Ginurgur yang beliau berikan kepada ugasan Torop tidak ia katakan secara spesifik namun beliau disebabka karena rasa syukurnya mnegatakan bahwa jumlahnya lebih besar dari jumlah yang dipinjam. Ia mengatakan memang begitulah seharusnya ketika kita merasa sudah terbantu dengan Ugasan Torop.

2. Bapak Ober Harianja

Bapak Ober Simanjuntak adalah seorang bapak dengan lima orang anak dan beberapa orang cucu. Usaha yang di geluti oleh pak Harianja adalah berjualan Ikan di pajak, beliau sebelumnya memang sudah berjualan namun suatu ketika beliau membutuhkan uang untuk menambah Modal usahanya agar ia dapat bersaing dengan para pedagang yang lain. Oleh karena itu dengan pertimbangan karena meminjam dari ugasan Torop tidak ada bunga dan tidak mengikat dan jika di bandingkan dengan meminjam kepada bank atau kepada rentenir dengan bunga yang cukup besar maka beliau memutuskan untuk meminjam dari Ugasan Torop. Keputusan dalam meminjam kepada Ugasan Torop juga melalui kesepakatan


(69)

yang harus dipenuhi oleh yang ingin meminjam dari Ugasan Torop. Jumlah yang di pinjam oleh pak Harianja adalah sebesar Rp 8000.000 dengan janji di kembalikan setelah satu tahun. Seiring berjalannya waktu pak Harianja berhasil dan tepat waktu dalam mengembalikan pinjamannya. Atas rasa Syukur dan terima kasih Karena ia mendapatkan laba lebih maka ia memberikan Ginurgur sebesar Rp 1000.000.

3. Ibu Nurmala Br Manurung

Ibu Nurmala adalah seorang ibu dengan 2 orang anak dan tinggal di jalan Menteng VII, Gg. Nasional. Beliau kelahiran dari desa Lumban Julu, kota Parapat. Mulai menetap di Medan setelah menikah. Usaha yang beliau geluti adalah berjualan di pajak Simpang limun. Barang dagangannya merupakan hasil dari bertani beliau sendiri. Pada tahun 2007 ibu Nurmala merasa sangat membutuhkan kendaraan Becak Untuk membawa kendaraannya. Sebelumnya beliau menggunkan transportasi becak untuk membawa hasil ladangnya dan dirasa hal ini merugikan dirinya. Setelah berkonsultasi dengan keluarga maka ibu Nurmala memberanikan dir meminjam dari Ugasan Torop sebesar Rp 5000.000, yang bakal ia pergunakan untuk membeli satu buah sepeda motor yang dipasangi becak yang kendaraan itu akan ia pergunakan untuk membawa barang dagangan dan diselingi untuk disewakan bagi siapa saja yang membutuhkan kendaraan tersebut. Ibu Nurmala berjanji untuk menyelesaikan pinjamannya selama satu tahun, namun karena beberapa hal ia baru bisa menyelesaikannya dalam waktu satu setengah tahun.


(70)

4.3. Ugamo malim

Ugamo malim menurut keyakinan para penganut Agama malim adalah sebuah agama yang telah ada di tanah batak sejak dari dahulu kala sebelum masuknya agama-agama besar yang berasal dari Eropa dan Negara lainnya. Ugamo Malim adalah sebuah agama yang menjalankan inti ajaran dalam menjalankan hubungan dengan Mulajadi Nabolon (Tuhan). Hal ini senada dengan yang diucapkan oleh bapak Monang Naipospos bahwa:

“Parmalim adalah agama asli masyarakat batak, seperti halnya agama lain yang berada di tempat lain, seperti agama kejawen di jawa, sunda wiwitan di Bandung dan lain sebagainya. Parmalim meyakini tuhan yang satu dan hanya pola penyembahannya saja yang berbeda” (wawancara pada oktober 2010).

Kronologis perkembangan Ugamo Malim yang diyakini oleh penganut agama Malim adalah sebuah rentetan peristiwa pada jaman dahulu kala. “Raja Uti dikenal menerima amanah mengajarkan Hamalimon dan pola penyembahan terhadap Mulajadi Nabolon. Beliau juga menerima amanat “Harajaon” pertama sekali di tanah Batak walaupun tidak dilakukan secara terlembaga. Raja Uti dianugerahi Mulajadi Nabolon “Mula ni Harajaon na marsuhi ni ampang naopat”. (parmalim.com). kemudian hal ini di sampaikan kepada Raja Sisingamangaraja I yang kemudian mulai di aplikasikan dalam kerajaan Batak. Diceritakan bahwa, “Sisingamangaraja menerima wejangan dari Raja Uti untuk pelaksanaan amanah “maningahon” harajaon, patik, uhum, hamalimon. Harajaon “na marsuhi ni ampang naopat” tetap menjadi landasan pelaksanaannya.(Parmalim.com).


(71)

Pada saat ini pemahaman tentang apa itu ugamo Malim sudah sangat jauh berkembang daripada dulu pada saat awal kemunculannya. Menurut penuturan dari Ihutan, bapak Marnangkok naipospos

“Parmalim adalah sebuah agama yang mendorong manusia untuk menghindari kematian di balik kematian dan menuju kehidupan di balik kehidupan, maksud dari pernyataan ini adalah bahwa Parmalim mendorong manusia untuk hidup secara baik di dunia, karena di kehidupan selanjutnya bekal yang kita bawa di dapat dalam kehidupan sebelumnya. Parmalim mengedepankan nilai kesopanan dalam kehidupan, artinya dalam hidup kita harus selalu menjunjung tinggi nilai kebaikan, tidak curang dan berbuat jahat kepada sesama”. (wawancara pada oktober 2010).

Dari kutipan wawancara tersebut terlihat bahwasanya pemahaman mengenai agama dalam masyarakat Parmalim bukan hanya berupa Dogma dan alasan orangtua, maksudnya karena orangtuanya Parmalim maka anaknya parmalim, wawancara tersebut menunjukkan bahwasanya seperti halnya agama-agama besar lainnya yang memiliki sejarah , para penganut Parmalim juga mengetahui dan paham betul asal-usul agamanya dan perjuangan para pendiri agamanya sampai sekarang.

Untuk mempertahankan agamanya para pemimpin agama sadar betul tidak boleh hanya mengandalkan doktrin dan pemaksaan kepada anak-anak mereka, jadi pemahaman dan nilai-nilai agama ditanamkan dari sejak lahir dan dituntun terus sampai besar, bahkan Ulupunguan di tiap cabang memiliki tanggung jawab


(1)

DRAFT WAWANCARA

A. INFORMAN KUNCI

1. Profile Informan

a. Nama :

b. Tempat/ Tanggal lahir :

c. Pekerjaan :

d. Alamat :

2. apakah yang dimaksud dengan parmalim?

3. apakah yang dimaksud degan Ugasan Torop?

4. bagaimanakah awalnya lembaga Ugsan Torop ini lahir?

5. sejauh ini seberapa besar Ugasan Torop mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat parmalim?

6. bagaimanakah system pengelolaan Ugasan Torop?

7. berapa banyak jumlah warga yang tel;ah terbantu dengan keberadaan Ugasan Torop?


(2)

9. lembaga Ugasan Torop merupakan lembaga yang berorientasi pada laba atau nirlab?

10. berapakah pengikut agama Malim diseluruh dunia?

11. adakah tingkatan dalam pengelolaan Ugasan Torop?

B. Informan Biasa

1. Profile Informan

a. Nama :

b. Tempat/ Tanggal lahir :

c. Pekerjaan :

d. Alamat :

2. apakah yang anda ketahui tentang Ugasan Torop?

3. pernahkah anda bersentuhan langsung dengan lembaga tersebut?

4. seberapa penting Ugasan Torop bagi anda?

5. seberapa besar kepercayaan anda kepada para pengelola Ugasan Torop?

6. sejauh mana Ugamo Malim mempengaruhi pengiktnya untuk mengikuti Ugasan torop?

7. sebuah kewajiban atau tidak mengikuti Ugasan Torop?


(3)

(4)

krip


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Parmalim (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Adaptasi Penganut Agama Malim Di Kota Medan)

12 102 142

Studi Deskriptif Dan Musikologis Gondang Sabangunan Dalam Upacara Mardebata Pada Masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti Di Desa Siregar Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir

3 39 117

Perjanjian Tukar-Menukar (Barter) Tanah Hak Milik (Studi Kasus : Gugatan Perdata NOMOR:06/Pdt.G/2006/PN. Tembilahan-Riau)

23 200 102

PERKEMBANGAN UGAMO MALIM DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH.

0 8 21

IMPLEMENTASI KARAKTER PEDULI SOSIAL DAN KERJA KERAS DALAM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT Implementasi Karakter Peduli Sosial dan Kerja Keras dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (Studi Kasus LSM Taruna Siaga Bencana Kabupaten Ngawi).

0 1 13

IMPLEMENTASI KARAKTER PEDULI SOSIAL DAN KERJA KERAS DALAM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT Implementasi Karakter Peduli Sosial dan Kerja Keras dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (Studi Kasus LSM Taruna Siaga Bencana Kabupaten Ngawi).

0 3 18

BENTUK PENYAJIAN GONDANG MALIM PADA UPACARA RITUAL PARMALIM SI INUM URAS DI KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

0 2 28

PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT SEBAGAI KONTROL SOSIAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI : Studi Kasus Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat Bandung Institute of Governance Studies/BIGS di Bandung.

0 0 43

TRANSFORMASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT MENUJU WIRAUSAHA SOSIAL: STUDI KASUS KOMUNITAS FILM AYOFEST

0 0 11

BAGAIMANA PERANAN LEMBAGA ADAT MEMPERTAHANKAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT? (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAROLANGUN)

0 0 20