Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

PENGARUH KEMAMPUAN KOMUNIKASI TERHADAP KEPEMIMPINAN EFEKTIF KEPALA RUANGAN di

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI Oleh

MURNIATY ADONGMA SIMANJUNTAK 081121037

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Pembimbing

………..………. Salbiah, S.Kp, M.Kep Nip.197510132001122002

Penguji I

………..………. Achmad Fathi, S.Kp, Ns Nip.

Penguji II

………..………. Ana Kasfi, S.Kep, Ns

Medan, Juli 2010 Pembantu Dekan I

………..………. Erniyati, S.Kp, MNS

Nip. 19671208 199903 2 001

Judul : Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap

Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Murniaty Adongma Simanjuntak

Nim : 081121037

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2008 / 2010

Tanggal Lulus : Juli 2010

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).


(3)

Judul : Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap

Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Murniaty Adongma Simanjuntak

NIM : 081121037

Jurusan : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2008 / 2010

ABSTRAK

Kepemimpinan efektif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, mengarahkan keinginan dan mampu melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Untuk dapat mempengaruhi dan mengarahkan staf pada pencapaian tujuan bersama dalam praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit maka kepala ruangan seharusnya mampu berkomunikasi secara efektif dengan memperhatikan kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari kepala ruangan karena kepala ruangan bekerjasama dengan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan.

Desain penelitian yang digunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Total sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang digunakan pada studi ini berjumlah 32 responden (total sampling). Instrumen yang digunakan adalah modifikasi teori kemampuan komunikasi (komunikasi interpersonal) dan kepemimpinan efektif. Uji validitas dengan korelasi produk mommen (r table > r hitung = 0,361) dan diperoleh 30 item kemampuan komunikasi sahih dengan koefisien reabilitas a = 0,966; serta 28 item kepemimpinan efektif sahih dengan koefisien reabilitas a = 0,957. Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah perempuan (100%), suku batak (50%), pendidikan sarjana keperawatan (78,1%), lama kerja <15 tahun (75%), mengikuti pelatihan (100%). Umur tertua 50 tahun dan termuda 32 tahun, umur >40 tahun (59,4%). Hasil analisa data didapatkan 50% masing-masing kepala ruangan berkomunikasi dan memimpin cukup efektif. Untuk mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan kepala ruangan digunakan Product Moment Pearsons Correlation. Hasil analisis penelitian menunjukkan koefisien korelasi r = 0,701 dengan p = 0,00 > α = 0,05. Artinya, kemampuan komunikasi mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan efektif.

Penelitian ini memberi saran-saran yaitu kepala ruangan di RSUP. H. Adam Malik Medan agar mengikuti pelatihan komunikasi agar mampu menerapkan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan produktivitas kerja, pengembangan ilmu keperawatan terkait komunikasi dan kepemimpinan bagian dari manajemen keperawatan, dan dilakukannya uji content validity terhadap kuesioner untuk penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Kepemimpinan Efektif, Kemampuan Komunikasi, Kepala Ruangan


(4)

Prakata

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan“.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Salbiah, SKp, MKep selaku dosen pembimbing, Bapak Achmad Fathi S.Kep Ns, selaku penguji I, dan Ibu Ana Kasfi SKp, selaku penguji II yang dengan kesabaran telah memberikan banyak waktu dalam membimbing dan mengarahkan serta memberikan saran, sumbang pikiran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis banyak mendapat masukan dan dukungan dari berbagai pihak dalam menyesaikan skripsi ini oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara, ibu Erniyati, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta seluruh staf dan dosen yang mengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(5)

Pada kesempatan ini juga saya sampaikan terima kasih kepada Ibu Liberta M.Kep selaku staf bidang keperawatan RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah membantu penulis dan seluruh kepala ruangan RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

Terkhusus buat keluargaku terkasih Bapak, Mama, Indra Punguan Halasan Simanjuntak, Christina Novianti Simanjuntak dan teman dekatku terkasih yang selalu memberikan bantuan moril, materil maupun dukungan dan doa setulus hati.

Sahabat-sahabatku yang terkasih Lisa, Mimi, Septi, Kholilah, Fauziah, Minah, Desi, Sihol, Saiful, Ibas dan Muis yang selalu dengan setia memberikan dukungan dan semangat menyelesaikan skripsi ini. Serta teman-teman PSIK-2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan serta pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Pertanyaan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

4.1. Pendidikan Keperawatan. ... 5

4.2. Praktek Keperawatan ... 5

4.3. Penelitian Keperawatan ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Kepemimpinan Efektif ... 6

1.1. Definisi Kepemimpinan ... 6

1.2. Unsur-Unsur Kepemimpinan ... 7

1.3. Keterampilan dan Sifat Kepemimpinan ... 8

1.4. Kepemimpinan Efektif ... 9

1.5. Komponen Kepemimpinan Efektif ... 11


(7)

2. Kemampuan Komunikasi ... 24

2.1. Defenisi Komunikasi ... 24

2.2. Jenis-Jenis Komunikasi ... 25

2.3. Unsur-Unsur Komunikasi………... 28

2.4. Proses Komunikasi ... 29

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi………… 30

2.6. Komunikasi Interpersonal……… 34

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 47

1. Kerangka Konseptual ... 47

2. Definisi Operasional ... 50

3. Hipotesa... 51

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 52

1. Desain Penelitian ... 52

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

2.1. Populasi ... 52

2.2. Sampel ... 52

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

4. Pertimbangan Etik ... 53

5. Instrumen Penelitian ... 54

6. Uji Instrumen Penelitian………. 56

6.1. Validitas……….. 56

6.2. Reliabilitas ... 57

7. Pengumpulan Data ... 58

8. Pengolahan dan Analisa Data ... 59 v


(8)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

1. Hasil Penelitian ... 62

2. Pembahasan ... 63

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

1. Kesimpulan ... 77

2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA……….. 79

LAMPIRAN 1. Lembar Informed Consent………... 80

2. Taksasi Dana………. 81

3. Instrumen Penelitian……… 84

4. Hasil Uji Reliabilitas ……….. 85

5. Daftar Riwayat Hidup………. 86


(9)

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Demografi Kepala Ruangan di RSUP. Haji Adam Malik Medan Tahun 2010... 58 Tabel 5.2. Distribusi Kemampuan Komunikasi Kepala Ruangan di RSUP. Haji

Adam Malik Medan Tahun 2010... 59 Tabel 5.3. Distribusi Kemampuan Komunikasi Kepala Ruangan Berdasarkan Sub

Variabel di RSUP. Haji Adam Malik Medan Tahun 2010... 60 Tabel 5.4. Data Deskriptif Nilai-Nilai Central Tendency Kemampuan

Komunikasi Kepala Ruangan di RSUP. Haji Adam Malik Medan Tahun 2010... 61 Tabel 5.5. Distribusi Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di RSUP. HAM Medan Tahun 2010... 61 Tabel 5.6. Distribusi Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan Berdasarkan Sub

Variabel di RSUP. HAM Medan Tahun 2010... 62 Tabel 5.7. Data Deskriptif Nilai- Nilai Central Tendency Kepemimpinan

Efektif Kepala Ruangan di RSUP. Haji Adam Malik Medan Tahun 2010... 63 Tabel 5.8. Korelasi Pengaruh Komunikasi Terhadap Kepemimpinan Efektif

Kepala Ruangan... 64 Tabel 5.9. Distribusi Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap

Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di RSUP. HAM Medan Tahun 2010………... 64


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Proses Komunikasi ... 28 Skema 2. Kerangka Konsep Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap Kepemimpinan Efektif... 46


(11)

Judul : Pengaruh Kemampuan Komunikasi Terhadap

Kepemimpinan Efektif Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Murniaty Adongma Simanjuntak

NIM : 081121037

Jurusan : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2008 / 2010

ABSTRAK

Kepemimpinan efektif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, mengarahkan keinginan dan mampu melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Untuk dapat mempengaruhi dan mengarahkan staf pada pencapaian tujuan bersama dalam praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit maka kepala ruangan seharusnya mampu berkomunikasi secara efektif dengan memperhatikan kemampuan komunikasi interpersonal. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari kepala ruangan karena kepala ruangan bekerjasama dengan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan.

Desain penelitian yang digunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Total sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang digunakan pada studi ini berjumlah 32 responden (total sampling). Instrumen yang digunakan adalah modifikasi teori kemampuan komunikasi (komunikasi interpersonal) dan kepemimpinan efektif. Uji validitas dengan korelasi produk mommen (r table > r hitung = 0,361) dan diperoleh 30 item kemampuan komunikasi sahih dengan koefisien reabilitas a = 0,966; serta 28 item kepemimpinan efektif sahih dengan koefisien reabilitas a = 0,957. Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah perempuan (100%), suku batak (50%), pendidikan sarjana keperawatan (78,1%), lama kerja <15 tahun (75%), mengikuti pelatihan (100%). Umur tertua 50 tahun dan termuda 32 tahun, umur >40 tahun (59,4%). Hasil analisa data didapatkan 50% masing-masing kepala ruangan berkomunikasi dan memimpin cukup efektif. Untuk mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan kepala ruangan digunakan Product Moment Pearsons Correlation. Hasil analisis penelitian menunjukkan koefisien korelasi r = 0,701 dengan p = 0,00 > α = 0,05. Artinya, kemampuan komunikasi mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan efektif.

Penelitian ini memberi saran-saran yaitu kepala ruangan di RSUP. H. Adam Malik Medan agar mengikuti pelatihan komunikasi agar mampu menerapkan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan produktivitas kerja, pengembangan ilmu keperawatan terkait komunikasi dan kepemimpinan bagian dari manajemen keperawatan, dan dilakukannya uji content validity terhadap kuesioner untuk penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Kepemimpinan Efektif, Kemampuan Komunikasi, Kepala Ruangan


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang sangat kompleks karena sumber daya manusia yang bekerja terdiri dari multi disiplin dan berbagai jenis keahlian. Sumber daya manusia yang merupakan terpenting dan terbesar di rumah sakit adalah perawat dari seluruh jumlah tenaga kesehatan yang ada di RS, karena perawat memberikan pelayanan dan mempunyai kontak dengan pasien selama 24 jam. Gillies (1994), menyatakan bahwa 60-70% sumber daya manusia di rumah sakit adalah perawat. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang memiliki visi dan misi dalam pengembangan rumah sakit. Pencapaian tujuan suatu institusi sangat ditentukan oleh seorang pemimpin yang dapat memimpin suatu kelompok. Para manajer dapat memperjuangkan pencapaian tujuan organisasi dengan keterampilan manajerial yaitu kepemimpinan yang efektif (Monica, 1998).

Pemimpin efektif adalah pemimpin yang mengetahui bahwa pemimpin memiliki pengikut, pemimpin harus ada dan terlihat serta memberi contoh, popularitas bukan semata-mata hasil kepemimpinan. Pemimpin juga harus mampu membangkitkan semangat anggotanya melalui refleksi sifat-sifatnya seperti percaya kepada anggota, membangun suasana saling membantu dan berprestasi, mau menerima kritik dan mampu membimbing anggotanya serta menjadi penasihat yang baik (Gymnastiar, 2002). Begitu pentingnya fungsi kepemimpinan sehingga diasumsikan bahwa kegagalan atau keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinannya untuk menggerakkan anggota sehingga


(13)

dapat berjalan dengan efektif dan efisien (Folley, 2003 dikutip dari Huff, 2004). Kepemimpinan efektif dapat diperoleh melalui implementasi moto Ki Hajar Dewantoro yaitu “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” (Depkes, 1990). Maksudnya seorang pemimpin sudah selayaknya harus mampu memberikan contoh yang baik kepada anggota kelompoknya melalui refleksi sifat-sifatnya antara lain cakap, kuat, dinamis, lincah, jujur, terus terang dan berwatak lembut.

Menurut Henry Clay Lindgren dalam bukunya “Effective Leadership in Human Communication” bahwa “effective leadership means effective communication”. Jika seorang manajer ingin menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin, ia harus dapat melaksanakan kepemimpinannya secara efektif. Untuk itu ia harus mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang manajer berkomunikasi efektif bila ia mampu membuat para karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan dan kegembiraan (Effendy, 2004). Kondisi ini tentu saja berlaku pada semua bentuk dan jenis organisasi, termasuk organisasi keperawatan.

Kompetensi yang harus dimiliki manajer keperawatan berdasarkan hasil penelitian di Australia pada 313 tenaga kesehatan dan hasilnya diperoleh 7 kompetensi yang dikategorikan sebagai berikut : kepemimpinan, pengambilan keputusan dan perencanaan, hubungan masyarakat/komunikasi, anggaran, pengembangan, personality/perilaku, dan negoisasi (Harris dan Belakley, 1995).

Selain itu komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktivitas manajer keperawatan dan sebagai bagian yang selalu ada dalam proses


(14)

manajemen keperawatan bergantung pada posisi manajer dalam struktur organisasi. Komunikasi sangat penting dilakukan demi tercapainya kesepahaman antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya (Arwani, 2003). Melalui praktik keperawatan yang berorientasi pada kelompok/hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang keterampilan manajer dalam berkomunikasi. Menurut Siagian (1990) salah satu syarat menjadi pemimpin yang baik adalah keterampilan berkomunikasi. Hasil penelitian Swansburg (1990) menunjukkan bahwa lebih dari 80% waktu digunakan manajer untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca, dan 9% untuk menulis (Nursalam, 2007). Mengingat banyaknya waktu yang digunakan oleh manajer untuk berkomunikasi (mendengar dan berbicara), sehingga jelas bahwa manajer harus mempunyai keterampilan komunikasi interpersonal yang baik.

Keterampilan komunikasi seringkali dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan diterima begitu saja. Bagaimana seorang manajer berkomunikasi dengan staf dan apa yang dikomunikasikannya terhadap staf adalah faktor-faktor yang sangat menentukan efektivitas kerja manajer. Monica (1998) menjelaskan bahwa efektifitas kepemimpinan sangat berkaitan dengan keharmonisan hubungan kerja pemimpin dan staf. Gillies (1994) mengemukakan bahwa ciri kepemimipinan secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produktifitas kerja staf, yang merupakan salah satu indikator kepemimpinan efektif.


(15)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik dan perlu untuk melakukan suatu penelitian yang dapat mengidentifikasi seberapa besar pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

2.1. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2.2. Untuk mengetahui kepemimpinan efektif kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2.3. Untuk mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut “bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan?”

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberi banyak manfaat kepada semua pihak, yaitu :

4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan tentang kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan dalam peningkatan produktivitas kerja perawat .


(16)

4.2. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk mengevaluasi dan pengembangan manajemen keperawatan guna meningkatkan produktivitas kerja perawat.

4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan penerapan model komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan dalam meningkatkan produktivitas kerja perawat.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepemimpinan Efektif

1.1. Defenisi Kepemimpinan

Menurut Gillies (1994, dalam Arwani, 2006) mendefenisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead yang berarti beragam, seperti untuk memandu (to guide), untuk menjalankan arahan tertentu (to run in specific direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan di depan menjadi yang pertama dan cenderung ke hasil yang pasti. Yulk (1994) mengungkapkan kepemimpinan secara luas sebagai suatu proses mempengaruhi interpretasi mengenai kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran-sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan tim kerja serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berbeda di luar kelompok atau organisasi. Sedangkan Fleishman (1973, dalam Arwani, 2006) mengartikan kepemimpinan juga dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai salah satu kegiatan yang menggunakan proses komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu.

Black (1994) dalam bukunya Management, A guide to Executive Command mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu (Irawati,


(18)

2004). Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai tujuan (Robbin, 2002).

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan tiap pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya dengan menggunakan proses komunikasi sehingga bawahan mampu bekerjasama secara efektif untuk mencapai suatu tujuan.

1.2. Unsur-Unsur Kepemimpinan

Menurut Azwar (1996) bahwa kepemimpinan dapat muncul jika ditemukan sekurang-kurangnya empat unsur pokok yaitu:

1.2.1. Adanya pemimpin

Unsur pertama dari kepemimpinan adalah adanya pemimpin yakni seseorang yang mendorong dan atau mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga tercipta hubungan kerja yang serasi dan menguntungkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang diinginkan.

1.2.2. Adanya pengikut

Pengikut adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan dorongan atau pengaruh sehingga bersedia dan dapat melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1.2.3. Adanya sifat atau perilaku tertentu

Perilaku atau sifat tertentu yang dimiliki oleh pemimpin dapat dimanfaatkan untuk mendorong dan ataupun mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang.


(19)

1.2.4. Adanya situasi dan kondisi tertentu

Situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terlaksananya kepemimpinan. Situasi dan kondisi dibedakan atas dua macam yaitu pertama situasi dan kondisi yang terdapat dalam organisasi dan kedua situasi dan kondisi yang terdapat diluar organisasi dan kedua situasi yakni lingkungan secara keseluruhan.

1.3. Keterampilan dan Sifat Kepemimpinan

Menurut Koontz (1989, dikutip dari Monica, 1998) terdapat tiga keterampilan yang menjadi syarat mutlak untuk efektivitas kepemimpinan seseorang dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin terutama dalam sebuah organisasi. Ketiga keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu : (1) keterampilan teknik : kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk penampilan tugas-tugas khusus didapat dari pengalaman, pendidikan dan latihan; (2) keterampilan manusiawi : kemampuan dan pengambilan keputusan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, termasuk suatu pemahaman motivasi dan suatu penerapan kepemimpinan efektif; (3) keterampilan konseptual : kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan.

Karakter dan sifat pemimpin yang baik perlu dipahami oleh setiap pemimpin, baik sebagai induvidu maupun pemimpin organisasi. Menurut Rivai (2008) sifat-sifat yang berhubungan erat dengan kepemimpinan adalah kecerdasan, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk


(20)

memotivasi diri sendiri dengan orang lain, kestabilan emosi dan kontrol pribadi, keterampilan teknis dalam bidangnya, keterampilan perencanaan dan pengorganisasian.

Ki Hajar Dewantoro, merumuskan tiga tingkah laku kepemimpinan yaitu (1) Ing ngarso sung tulodo, yang berarti kalau pemimpin itu berada didepan, ia memberikan teladan, (2) Ing madyo mangun karso, yang berarti bilamana pemimpin berada di tengah, ia membangkitkan tekad dan semangat, dan (3) Tut wuri handayani, yang berarti bilamana pemimpin itu berada di belakang, ia berperanan kekuatan pendorong dan penggerak (Rivai, 2008).

1.4. Kepemimpinan Efektif

Kepemimpinan yang efektif menurut Chemers (1985, dikutip dari Siswanto 2005) banyak bergantung pada beberapa variabel, seperti kultur organisasi, sifat dari tugas dan aktivitas kerja, dan nilai serta pengalaman manajerial. Selain itu, Siagian (1982) juga mengungkapkan kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasional, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan.

Menurut Lindgren (1993, dikutip dari Effendy, 2004) dalam bukunya “Effective Leadership in Human Communication” bahwa “effective leadership means effective communication”. Jika seorang pemimpin ingin menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin, pemimpin harus dapat melaksanakan kepemimpinannya secara efektif. Sehingga pemimpin harus


(21)

mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin berkomunikasi efektif bila pemimpin mampu membuat bawahan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan dan kegembiraan.

Merton (1969, dikutip dari Swansburg & Swansburg, 2001) menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif dengan empat kondisi primer yaitu: (1) seseorang yang menerima komunikasi memahaminya; (2) orang ini mempunyai sumber-sumber untuk melakukan apa yang diminta dalam komunikasi tersebut; (3) orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta sifatnya konsisten dengan minat dan nilai yang dianutnya; (4) orang ini percaya bahwa perilaku tersebut konsiten dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi.

Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif. Komponen kepemimpinan efektif terdiri dari pemimpin, pengetahuan, kesadaran diri, komunikasi, bersemangat, tujuan/sasaran, kegiatan konkrit. Kepemimpinan efektif terjadi manakala bawahan merespon karena ingin melakukan tugas dan menemukan kompensasinya, tetapi dari otoritas yang mempribadi, lalu bawahan menghormati, patuh, dan taat kepada pemimpin, dan senang hati bekerja sama, kemudian merealisasikan bahwa permintaan pemimpin konsisten dengan beberapa tujuan pribadi bawahan (Siswanto, 2005).

Sehingga dapat disimpulkan, kepemimpinan efektif adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengarahkan keinginan dan mampu melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan bersama


(22)

dengan memperhatikan beberapa variabel seperti : mampu memotivasi diri sendiri, menggerakkan staf, pengetahuan, kepekaan yang tinggi, intelegensi, kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, percaya diri; semangat, komunikatif, nilai dan pengalaman manajerial, pemimpin, kesadaran diri, tujuan, kegiatan konkrit, kultur organisasi, sifat tugas, aktivitas kerja.

1.5. Komponen Kepemimpinan Efektif

Menurut Tappen (1995), komponen kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin keperawatan yang efektif adalah sebagai berikut :

1.5.1. Pengetahuan

Sebagai seorang pemimpin perawat yang efektif harus memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan maupun pengetahuan tentang keperawatan.

a. Pengetahuan tentang kepemimpinan

Pimpinan harus mengetahui tentang kebutuhan manusia, motivasi dan pengaruhnya terhadap perilaku. Pemimpin berinteraksi dengan manusia baik kepada induvidu maupun kelompok. Dalam berinteraksi dengan manusia, pemimpin mempunyai banyak kesibukan dan tanggung jawab, sehingga emosi turut mempengaruhi hasil pekerjaannya. Pengetahuan tentang teori dan konsep kepemimpinan akan meningkatkan kemampuan sebagai pemimpin untuk memilih tindakan yang


(23)

lebih spesifik terhadap situasi dan keterampilan kepemimpinan secara spesifik.

b. Pengetahuan tentang keperawatan

Substansi dan keterampilan praktik keperawatan adalah penting untuk pemimpin perawat. Merencanakan dan mengorganisir asuhan keperawatan adalah tanggung jawab kepemimpinan dari perawat profesional. Pengetahuan dan kemampuan melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosa adalah penting, juga keahlian lainnya, sehingga pemimpin dapat membimbing perawat pelaksana dalam melakukan keterampilan keperawatan. Pemimpin harus selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui pendidikan, seminar, praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu dalam praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu dalam membentuk harga diri sebab dapat memberikan kuasa personal (empowerment) terhadap seseorang bila digunakan dengan tepat.

c. Berfikir krisis

Berfikir krisis diartikan sebagai ujian rasional terhadap ide-ide, asumsi, keyakinan dan tindakan. Hanya dengan meningkatkan pengetahuan saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, tetapi membuat pilihan tentang apa yang dipelajari, memilih untuk menerima atau


(24)

menolak pengetahuan yang ditawarkan menjadi bagian yang penting. Berdasarkan teori atau hasil penelitian petugas kesehatan seringkali gagal untuk bertanya tentang validitas dari praktik umum atau tindakan tersebut dalam praktik.

1.5.2. Kesadaran diri

Pengenalan akan diri sendiri adalah langkah yang penting untuk menjadi pemimpin yang efektif, (Pagonis, 1992 dalam Tappen 1995). Kesadaran diri merupakan pengetahuan dan pemahaman tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dalam berinteraksi dengan dunia yang selalu berubah, pengetahuan secara penuh tentang emosi baik suka dan duka, kesenangan dan cinta. Pemimpin harus menyadari gejala-gejala kecemasan, dan mengenalinya. Jika gejala tersebut sudah meningkat, bagaimana mengatasinya, apakah mengetahui respon terhadap situasi sulit, dan bagaimana menggunakan koping yang sesuai. Di samping itu apakah pemimpin dapat mengenali dan mengekspresikan perasaan secara konstruktif, seperti mengekspresikan perasaan marah, hangat atau pengakuan positif kepada orang lain.

Pentingnya kesadaran diri sebagai pemimpin berguna untuk mengevaluasi kemampuan secara realistik. Objektif terhadap kemampuan diri sendiri sehingga dapat mengidentifikasi area yang perlu untuk dikembangkan dan membangun kekuatan. Selanjutnya mempengaruhi perkembangan hubungan interpersonal yang efektif, membangun untuk memotivasi yang


(25)

mempengaruhi perilaku. Pengenalan diri berguna untuk membantu mengembangkan empati dan akhirnya membangkitkan rasa percaya.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri adalah mengembangkan pemahaman terhadap perilaku manusia, terutama peran dan emosi, kebutuhan manusia dan perilaku koping. Selanjutnya White (2004) menyatakan pemimpin yang efektif dapat mengembangkan kesadaran diri dengan mengidentifikasi, mengakui dan memahami kekuatan dan kelemahan, percaya pada diri sendiri, kompetensi dan kemampuan.

1.5.3. Komunikasi

Tappen (1995) menjelaskan komunikasi merupakan inti dari kepemimpinan, komunikasi dapat verbal dan non verbal, tertulis atau lisan. Kepemimpinan tidak terjadi kecuali dalam hubungan dengan orang lain. Pesan mempunyai tingkat arti yang berbeda, meliputi informasi, emosi dan tingkat hubungan. Emosi seringkali tampak pada komunikasi non verbal dan kadang-kadang sangat jelas dan halus. Dalam berkomunikasi seorang pemimpin harus dapat:

a. Mendengarkan secara aktif

Kehadiran dan respon adalah dasar keterampilan komunikasi yang berguna untuk membangun hubungan kerja yang baik. Kalau tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang lain, kita


(26)

tidak akan memahami mereka. Mendengarkan secara aktif membutuhkan konsentrasi untuk menangkap tingkat dari arti komunikasi. Kurang perhatian, atau mendengarkan pada permukaan, seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Kondisi psikologis bising, ansietas tinggi dapat juga mengganggu kemampuan untuk mendengarkan secara penuh, sehingga pembicara penting melakukan klarifikasi (Mullholland, 1991 dalam Tappen 1995).

b. Saluran komunikasi

Saluran komunikasi yang adekuat antara seseorang dengan orang lain yang bekerja bersama (perawat primer, perawat asosiate) adalah penting karena dapat terjadi salah paham dan kesalahan.

c. Asertif

Komunikasi yang sering, jelas dan langsung adalah merupakan hal penting untuk efektivitas kepemimpinan. Hindari pesan yang tidak langsung, kurang jelas karena akan gagal menyampaikan pesan. Umpan balik negatif sekalipun disampaikan secara jelas dan konstruktif tanpa menyakiti.

d. Memberikan umpan balik

Anggota tim membutuhkan umpan balik sama seperti pemimpin untuk meningkatkan kesadaran diri, menghindari asumsi yang salah tentang perilaku seseorang dan menerima bimbingan untuk tumbuh dan berubah. Umpan balik negatif


(27)

pun harus dikomunikasikan tanpa menyalahkan atau menyerang pribadinya karena fokus dari komunikasi adalah perilakunya. Membuat dialog terbuka dengan orang lain untuk menyelesaikan masalah dan menghindari respon yang bersifat defensif yang mengakibatkan terjadinya konflik, tetapi untuk kondisi yang menuntut pengembilan keputusan segera dapat dilakukan perbaikan sesegera mungkin.

e. Membuat hubungan (linking) dan jaringan (networking)

Linking adalah memciptakan hubungan dengan sesama karyawan dimana informasi yang didapat dalam kelompok dikomunikasikan kepada seluruh karyawan sehingga masing-masing karyawan dalam kelompok dapat memahami informasi tersebut dan bersama-sama untuk melaksanakannya

f. Komunikasi visi

Visi harus dikomunikasikan untuk mencapai tujuan kelompok. Komunikasi visi akan meningkatkan motivasi dan menambah semangat tim, dan yang paling penting memberikan pengarahan dan gairah terhadap pekerjaan (Bryman, 1992 dalam Tappen 1995)

1.5.4. Semangat

Pemimpin membutuhkan semangat dalam melakukan tindakan , jadi harus dapat menggunakan energi dengan baik. Semangat pemimpin terkait dengan fisik, emosional, dan antusias. Semangat pemimpin dalam bekerja mempunyai pengaruh


(28)

potensial yang kuat terhadap orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang seseorang, tingkat energi akan berpengaruh saat memberikan respon. Semangat yang tinggi akan meningkatkan kepemimpinan yang kurang efektif.

1.5.5. Menentukan tujuan

Kepala ruangan membuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai diruangan, sehingga staf perlu dilibatkan untuk membuat rencana kerja. Agar tujuan dapat tercapai, maka kepala ruangan harus dapat memahami tingkatan tujuan, penyamaan tujuan, mulai dari kelompok yang ada dan aktivitas prifesi.

a. Tingkatan tujuan

Pemimpin harus menyadari tiga tingkat tujuan, yaitu tujuan induvidu, kelompok dan lingkungan (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1974 dalam Tappen 1995). Tujuan tingkat individual, disebut juga sebagai tujuan personal. Ada beberapa alasan mengapa seseorang ingin melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Walaupun setiap orang berbeda dalam kelompok, mereka mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan juga dapat membuat konflik dengan tujuan personal. Tujuan berikut adalah tujuan tingkat kelompok sebagai keseluruhan. Kelompok memiliki karakteristik termasuk perbedaan tujuan. Tujuan kelompok juga dapat menimbulkan konflik bagi pemimpin jika dia memisahkan tujuan personal dengan tujuan kelompok.


(29)

b. Menyamakan tujuan

Tindakan pemimpin paling efektif, jika tujuan pada tingkat yang berbeda disamakan agar bermakna bagi kelompok termasuk pemimpin dapat bergerak ke arah yang sama. Pemimpin akan lebih efektif jika kelompok melihat pemimpin sebagai seseorang yang dapat mengenal mereka dan mempunyai perhatian yang menarik terhadap mereka (Hollander, 1974 dalam Tappen 1995).

c. Mulai dari kelompok berada

Dalam membuat tujuan kelompok, perlu dipertimbangkan tentang: siapa yang terlibat dalam pencapaian tujuan, atau siapa yang memiliki tujuan; apa target dari tujuan, dapat berupa orang atau objek; dan hasil akhir yang diinginkan.

d. Aktivitas profesi

Pemimpin harus mengembangkan diri, tidak menunggu seseorang untuk memberitahukan kepadanya apa yang harus dilakukan. Perawat harus memiliki kemampuan kepemimpinan dan ide-ide yang jelas tentang keperawatan. Perawat sebagai pemimpin dapat berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya, harus memiliki identitas profesional yang kuat dan memiliki percaya diri atau tepatnya disebut sebagai ahli ketika dibutuhkan.


(30)

e. Membuat keputusan

Pemimpin yang efektif biasanya berfikir dulu sebelum melakukan tindakan. Pemimpin dalam mengatasi masalah dihadapkan dengan situasi yang sulit. Pemecahan masalah adalah proses sistematik untuk membantu pemimpin dalam menganalisa situasi dan memilih tindakan. Pemecahan masalah terdiri dari langkah-langkah, pengumpulan data, menentukan masalah, memilih strategi, menentukan tindakan dan evaluasi hasil, memerlukan petunjuk untuk mengatasi masalah atau tugas yang sulit. Pemimpin merencanakan dan mengorganisir kegiatan untuk melaksanakan usaha secara efektif dan efesien.

f. Bekerjasama dengan orang lain

Pemimpin membimbing orang lain, membagikan pengetahuan dan pengalaman dengan mereka. Sejumlah petunjuk dan arahan diperlukan sesuai dengan situasi. Perawat baru membutuhkan bimbingan dari perawat berpengalaman, tetapi sebagai pemimpin tidak hanya memberikan bimbingan termasuk juga terbuka terhadap perubahan, menerima saran-saran dari orang lain, ingin untuk belajar dari pengetahuan dan pengalaman dari orang lain.

1.5.6. Memprakarsai / memulai tindakan

Pemimpin efektif memprakarsai tindakan, ide-ide, saran-saran, dan perencanaan yang harus dilaksanakan. Pemimpin


(31)

mengambil tindakan untuk mengatasi masalah. Pemimpin harus mengetahui waktu yang tepat untuk memulai tindakan. Sebagai pemimpin, berani mengambil resiko, karena setiap tindakan pemimpin memiliki resiko, memperbaiki seseorang jika mereka salah, dan membantu orang lain. Dalam melakukan perannya, pemimpin memilih apakah bertindak atau tidak harus membuat keputusan. Jika memilih untuk memimpin, berarti memiliki resiko untuk kecaman, konfrontasi dan menantang kepemimpinan. Tetapi memilih tidak menjadi pemimpin juga menanggung resiko, kehilangan otonami, kesempatan berkurang untuk mengaktualisasikan diri, dan kehilangan harga diri. Menghadapi resiko dalam kepemimpinan adalah pilihan untuk membuka kesempatan lebih memuaskan interaksi induvidu terhadap induvidu dan untuk penghargaan yang lebih besar terhadap kehidupan pribadi dan dalam karir.

1.6. Fungsi Kepemimpinan Efektif

Kepemimpinan efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok organisasi masing-masing dan pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi. Oleh karena itu, fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar induvidu di dalam situasi sosial suatu organisasi.


(32)

Menurut Tappen (1998); Nawawi dan Hadari (2000) fungsi kepemimpinan efektif memiliki dua dimensi yaitu dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan aktivitas memimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya, dan dimensi yang berhubungan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui kebijakan-kebijakan pemimpin.

Berdasarkan dua dimensi tersebut dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan efektif, yaitu :

1.6.1. Fungsi instruktif

Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaan pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin menentukan isi perintah, cara mengerjakan perintah, waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya dan dimana tempat-tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Perintah yang jelas dari segi kepemimpinan berarti juga sebagai perwujudan proses bimbingan dan pengarahan, yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan kelompok/organisasi. Jadi kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah.


(33)

1.6.2. Fungsi konsultatif

Pada tahap pertama dalam menetapkan keputusan, pemimpin berkonsultasi dengan orang yang dipimpinnya untuk mendapatkan informasi. Selanjutnya pada pelaksanaan keputusan, konsultasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang ditetapkan.

1.6.3. Fungsi partisipasi

Fungsi ini mewujudkan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan dan sesama orang yang dipimpin. Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Pemimpin tidak boleh hanya sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

1.6.4. Fungsi delegasi

Pemimpin memberikan pelimpahan wewenang, menetapkan keputusan, mengevaluasi tugas pokok yang dapat dilimpahkan kepada orang yang dapat dipercayai, karena fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan organisasi tidak mungkin diwujudkan sendiri.


(34)

1.6.5. Fungsi pengendalian

Kepemimpinan yang efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan, dalam hal ini pemimpin harus aktif dengan mengikutsertakan kelompok.

2. Kemampuan Komunikasi 2.1. Defenisi Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa Inggris “communication” dan bahasa Latin “communicatio” yang bersumber dari kata “communis” yang artinya sama. Pengertian komunikasi sering didasarkan pada arti kata bahwa komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat (Nurhidayah, 2009). Kata komunikasi juga berasal dari kata “to commune,” yang berarti “menjadikan milik bersama ” (Tamsuri, 2005).

Sunarto (2007) mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu ke orang lain agar informasinya dapat dipahami. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengiriman dari seseorang kepada orang lain (Rivai, 2008).

Selain itu, komunikasi juga adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam


(35)

komunikasi terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi sehingga mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993). Koont & O’Donell (1996) menyatakan bahwa komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang lain terlepas percaya atau tidak, tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima.

Sehingga kemampuan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu dan mengubah sikap, pendapat atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan maupun tidak langsung melalui media.

2.2. Jenis-jenis Komunikasi

Tamsuri (2005) mengungkapkan bahwa jenis-jenis komunikasi diklasifikasikan berdasarkan bentuk, konteks, umpan balik, dan jumlah peserta.

2.2.1. Komunikasi Berdasarkan Bentuk

Berdasarkan bentuk komunikasi antar induvidu, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. a. Komunikasi verbal, merupakan pertukaran informasi dengan

menggunakan kata-kata, baik dalam bentuk tulisan maupun tertulis. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa.

b. Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa/kata-kata. Komunikasi nonverbal disebut juga bahasa tubuh (body language). Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata,


(36)

ekspresi, wajah, postur tubuh, kinesik (bahasa isyarat dengan gerakan tubuh), posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan keadaan diam (senyap).

2.2.2. Komunikasi Berdasarkan Konteks

Selain berdasarkan bentuk, komunikasi dapat dibedakan atas konteks formal dan informal yaitu :

a. Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi dalam lingkungan (setting) peran formal, misalnya hubungan guru dengan murid, petugas kesehatan di rumah sakit dan sebagainya. b. Komunikasi informal terjadi dalam lingkungan sosial, misalnya

pembicaraan di antara anak-anak, pembicaraan antara suami dan istri dan sebagainya.

2.2.3. Komunikasi Berdasarkan Umpan Balik

Komunikasi juga dapat dibedakan berdasarkan umpan balik yang timbul dalam suatu komunikasi, yaitu komunikasi satu arah dan dua arah.

a. Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang tidak memerlukan umpan balik dari komunikan. Contoh komunikasi ini adalah media elektronik, seperti; televisi, melalui media cetak, seperti; seperti buku dan koran, dan kadangkala dalam komunikasi antarinduvidu secara langsung.

b. Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang memerlukan umpan balik. Model komunikasi ini banyak digunakan. Komunikasi bentuk ini memungkinkan unsur-unsur manusia


(37)

yang terlibat saling memberi umpan balik atas informasi yang dikomunikasikan.

2.2.4. Komunikasi Berdasarkan Jumlah Peserta Komunikasi

Berdasarkan jumlah orang yang terlibat, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi perorangan, komunikasi kelompok, komunikasi massa.

a. Komunikasi perorangan adalah komunikasi yang melibatkan dua orang saja dalam suatu setting komunikasi.

b. Komunikasi kelompok adalah proses pertukaran informasi yang melibatkan lebih dari dua orang; umumnya tiga sampai sepuluh orang.

c. Komunikasi massa adalah komunikasi yang melibatkan banyak orang, misalnya; komunikasi dari radio, spanduk dan iklan, ceramah dan sebagainya.

2.3. Unsur-Unsur Komunikasi

Unsur-unsur dalam proses komunikasi terdiri dari 9 yaitu sender (komunikator), encoding (penyandian), message (pesan), channel (saluran), decoding (pengawasandian), receiver (penerima), response (tanggapan), feedback (umpan balik) dan noise atau gangguan tak terencana (Effendy, 2004). Rivai (2008) menyatakan bahwa unsur atau elemen pokok di dalam proses komunikasi ada delapan yaitu :

2.3.1. Sender/source (pengirim/sumber) adalah orang yang mempunyai ide atau nisiatif untuk mengadakan komunikasi.


(38)

2.3.2. Encoding (penyandian) adalah lambang informasi agar dapat diteruskan dengan menterjemahkan informasi ke dalam serangkaian simbol atau isyarat.

2.3.3. Message (pesan) adalah informasi yang telah dikirimkan oleh pengirim kepada penerima.

2.3.4. Channel (saluran) adalah media komunikasi formal antara seorang pengirim dan seorang penerima.

2.3.5. Receiver (penerima/komunikan) adalah induvidu yang menanggapi pesan dari pengirim.

2.3.6. Decoding (pengartian) adalah proses interpretasi yang dilakukan oleh penerima terhadap suatu pesan menjadi informasi yang berarti.

2.3.7. Noise (suara/kebisingan) adalah faktor yang menimbulkan gangguan, kebingungan terhadap komunikasi.

2.3.8. Feedback (umpan balik) adalah balikan dari proses komunikasi sebagai suatu reaksi terhadap informasi yang disampaikan oleh pengirim.

2.4. Proses Komunikasi

Proses komunikasi dimulai saat seorang komunikator yang mengembangkan ide membuat lambang-lambang kemudian menyampaikan lambang dan menyampaikan pesan yang dimilikinya. Komunikator membaca lambang/kode dan menggunakannya kemudian komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator (Purwanto, 1998). Effendy (2004)


(39)

mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat dinyatakan dalam bentuk skema.

Pengirim  Sandi  Pesan  Pengartian  Penerima Media

 gangguan  Feedback Response Skema 1. Proses komunikasi

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi

Potter & Perry (2005) mengindikasikan ada sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya proses komunikasi yaitu :

2.5.1. Perkembangan

Sebagaian besar anak-anak lahir dengan mekanisme fisik dan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Tingkat perkembangan berbicara bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan perkembangan neurologi dan intelektual (Whaley & Wong, 1995, dikutip dari Potter & Perry, 2005). Lingkungan yang disediakan oleh orangtua memberikan pengaruh terhadap kemampuan untuk berkomunikasi. Agar perawat dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak-anak,


(40)

perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir.

2.5.2. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Persepsi terbentuk oleh apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan dalam persepsi antar induvidu yang berinteraksi dapat menjadi kendala dalam komunikasi.

2.5.3. Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi tingkah laku. Nilai adalah apa yang dianggap penting dalam hidup oleh seseorang dan pengaruh dari ekspresi pemikiran dan ide. Nilai juga mempengaruhi interpretasi pesan. Karena nilai adalah panduan umum tingkah laku, sangat penting bagi perawat untuk mengembangkan kepekaan dalam nilai. Perawat sebaiknya tidak membiarkan nilai pribadi mempengaruhi hubungan profesional. Gerakan tubuh yang menghakimi akan menghancurkan kepercayaan dan mengganggu komunikasi yang efektif.

2.5.4. Emosi

Emosi adalah perasaan subjektif seseorang mengenai peristiwa tertentu. Cara seseorang bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh emosi. Emosi mempengaruhi kemampuan untuk menerima pesan dengan sukses. Emosi juga dapat menyebabkan seseorang salah menginterpretasikan sesuatu atau tidak mendengar pesan. Perawat dapat mengkaji emosi klien


(41)

dengan mengamati interaksinya dengan dokter, perawat dan keluarga. Selain itu, perawat juga harus dapat mewaspadai dan menghindari emosi diri sendiri ketika mengasuh klien.

2.5.5. Latar Belakang Sosiokultural

Budaya adalah jumlah total dari mempelajari cara berbuat, berpikir dan merasakan. Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukkan dirinya melalui tingkah laku. Budaya mempengaruhi cara klien dan perawat melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai situasi, yang direfleksikan asal budayanya seperti bahasa, pembawaan, nilai, dan gerakan tubuh.

2.5.6. Pengetahuan

Komunikasi dapat menjadi sulit ketika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Pesan akan menjadi tidak jelas jika kata-kata dan ungkapan yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar.

2.5.7. Peran dan Hubungan

Sesorang yang berkomunikasi dengan orang lain menggunakan pola peran dan hubungan yang tepat sesuai dengan peran dan pola hubungan yang dipunyai lawan bicaranya. Akan tetapi, dapat pula terjadi peran dan hubungan diantara seseorang dengan yang lainnya sangat berbeda. Sehingga peran dan pola hubungan yang dimiliki lawan bicara dapat diidentifikasi.


(42)

2.5.8. Lingkungan

Proses komunikasi akan menjadi lebih efektif jika dilakukan pada kondisi yang nyaman dan kondusif. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat mengakibatkan kebingungan, ketegangan dan ketidaknyamanan dalam komunikasi. Gangguan lingkungan dapat mengganggu pesan yang dikirimkan antara dua orang.

2.5.9. Jender

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi proses komunikasi. Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama lain saling mempengaruhi proses komunikasi yang unik. Tannen (1990, dikutip dari Potter & Perry) menyatakan bahwa friksi antara kedua jenis kelamin bangkit karena pria dan waanita tumbuh dalam budaya yang secara esensial berbeda, maka akibatnya percakapan tersebut mengalami lintas kultural. Perawat perlu mewaspadai perbedaan ini ketika bekerja dengan klien atau dengan anggota tim kesehatan lainnya yang berlawanan jenis. Aktif menyimak dan mencari kejelasan akan membantu mencegah salah persepsi dan salah paham (Ebersole dan Hess, 1994)

2.5.10. Ruang dan teritorial

Teritorial menetapkan makna dari hak seseorang pada suatu area dan sekitarnya. Teritorial membuat orang merasa memiliki identitas, keamanan dan kontrol. Seseorang merasa terancam ketika orang lain memasuki teritorialnya karena akan mengganggu


(43)

homeostatis psikologis, menimbulkan kecemasan, dan menyebabkan munculnya perasaan kehilangan kontrol. Ketika ruang personal terancam oleh karena gangguan, respon yang bersifat defensif akan muncul, menghalangi komunikasi efektif. Jika jarak fisik ditingkatkan, akan lebih mudah bagi klien dan perawat untuk berkomunikasi karena perawat menjadi tidak berperan. Komunikasi pada jarak sosial tidak terlalu mengancam jika dibandingkan komunikasi pada jarak personal atau intim karena saling berbagi pikiran secara intim jarang terjadi.

2.6. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan dan penerima dapat menerima pesan secara langsung (Hardjana, 2003). Komunikasi interpersonal menurut Joseph De Vito, dapat diartikan ”is the communication that takes place between two person who have an established relationships (De Vito, 2004). Kemampuan komunikasi interpersonal pemimpin memegang peranan penting karena pemimpin akan berhadapan dengan bermacam pribadi yang berbeda, watak maupun latar belakangnya. Dalam berkomunikasi interpersonal, tentunya kita memerlukan keterbukaan diri. Menurut Altman & Taylor (1973), keterbukaan diri adalah suatu pertukaran sosial sebagai dasar membangun hubungan. Berkaitan dengan keterbukaan diri ini, terdapat sebuah penelitian dari Hansen & Schuldt (1984, dalam Brehm & Kassin, 1996) bahwa:


(44)

2. Kita suka terhadap orang yang mampu membuka diri 3. Kita suka terhadap informasi yang terbuka

Dalam keterbukaan diri, terdapat beberapa penelitian yang mengacu terhadap perbedaan individu dalam menyampaikan keterbukaan diri, yaitu:

a. Usia.

Semasa kecil manusia mempunyai keterbukaan diri yang lebih tinggi daripada ketika dewasa. Kemudian menginjak usia tua, manusia kembali mempunyai keterbukaan diri yang lebih besar. Contoh, sewaktu kecil sering membuka diri terhadap apa yang kita lakukan kepada orang tua. Setelah menginjak remaja hingga dewasa, kembali menutup diri kepada lingkungan sosial. Namun setelah tua, kembali membuka informasi tentang diri kita kepada orang lain. Hal ini dapat diasumsikan dengan kurve U.

b. Perbedaan gender

Dindia & Allen (1992, dalam Brehm & Kassin, 1996) mempunyai penelitian dengan hasil sebagai berikut: (1) Perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap perempuan, (2) perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap sesama laki, (3) perempuan membuka diri terhadap laki-laki akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki-laki-laki membuka diri terhadap perempuan, (4) perempuan membuka diri terhadap laki-laki sama-sama bisa terbuka antara laki-laki membuka dirinya terhadap laki-laki.


(45)

Hasil penelitian-penelitian tersebut (setting budaya barat) belum tentu sama jika dilakukan di setting budaya timur, seperti di Indonesia, sebagaimana dipahami bahwa budaya dapat mempengaruhi proses komunikasi.

c. Budaya

E.B. Taylor (1973, dikutip Koentjaraningrat 2005) menyatakan kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan adat istiadat.Kedudukan budaya dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal yaitu: menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur akan mengundang perbedaan persepsi terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul; menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan dalam bahasa. Oleh karena berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketika menggunakan kata yang sama. Misalnya kata ”awak” untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu. Sehingga dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal, selain hambatan dalam bahasa juga terdapat hambatan semantik, yaitu perbedaan peristilahan


(46)

dalam masing-masing bahasa; menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan pesan non-verbal mungkin akan mengundang penafsiran berbeda hingga tujuan penyampaian pesan tidak akan tersampaikan; menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan adat / kebisaannya, norma-normanya, maka akan terjadi penolakan komunikasi interpersonal (Jalaludin, 1994)..

d.Pengalaman

Pengalaman adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang perjalanan hidup. Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang dibesarkan sama-sama dalam lingungan keluarga yang sama pengalamannya tidak akan persis sama bahkan mungkin akan berbeda. Perbedaan pengalaman antara individu (bahkan antar anak kembar) ini bermula dari perbedaan persepsi masing-masing tentang sesuatu hal. Perbedaan persepsi tersebut banyak disebabkan karena perbedaan kemampuan kognitif antara individu termasuk anak kembar tersebut, sedangkan bagi individu yang saling berbeda budaya tentu saja perbedaan persepsi tersebut karena perbedaan budaya. Perbedaan persepsi tersebut kemudian ditambah dengan perbedaan kemampuan penyimpanan hal yang dipersepsi tadi dalam strorage sirkit otak masing-masing individu tersebut menjadi long-term memorinya. Setelah itu perbedaan akan berlanjut dalam hal perbedaan kemampuan memanggil memori jika diperlukan.


(47)

Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam komunikasi interpersonal (Jalaludin, 1994).

e. Pendidikan

Pendidikan keperawatan bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komunikasi diruangan, tidak semua kepala ruangan yang mempunyai pendidikan keperawatan yang tinggi menganut komunikasi yang efektif. Selain itu pengalaman kerja juga bisa mempengaruhinya. Tetapi manajemen ruangan akan tercapai secara maksimal apabila pemegang manajemen itu sendiri mempunyai latar belakang standart mutu pendidikan yang telah ditetapkan, sebab standar mutu pendidikan sebagai salah satu dalam memberikan tanggung jawab, kewenangan dan kompetensi yang diberikan oleh rumah sakit (Wulandari, 2005).

f. Pelatihan Manajerial/Kepemimpinan

Pemimpin dalam memanajemen ruangannya, pemimpin harus dapat menciptakan iklim kerja yang menyenangkan sehingga kreativitas staf berkembang. Staf diarahkan agar dapat menghayati makna visi dan misi ruangan sehingga tujuan pribadi sejalan dengan tujuan kelompok/organisasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pelayanan praktik kesehatan diruangan, perlu diadakannya pelatihan kepemimpinan/manajerial bagi pemimpin (Swansburg, 2000).

Menurut Robbin (2007) manajer berkomunikasi langsung bertatapan wajah dengan anggota lain pada organisasi besar adalah hal yang mustahil bagi diri manajer. Sehingga manajer harus mengembangkan keterampilan komunikasi


(48)

interpersonal yaitu komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar.

2.6.1. Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. (Hardjana, 2005). Robbin (2007) menyatakan terdapat tujuh bagian sebagai petunjuk nonverbal yang dapat terjadi dengan atau tanpa komunikasi verbal :

a. Tempat

Tempat antara pengirim dan penerima mempengaruhi apa yang dikomunikasikan. Meskipun jarak termasuk sebuah kekurangan kepercayaan atau kehangatan, tidak adekuatnya tempat, didefenisikan dengan normamembudaya, dapat membuat induvidu merasa diancam atau terintimidasi.

b. Lingkungan

Area dimana tempat komunikasi berlangsung adalah bagian penting dari proses komunikasi. Komunikasi yang berlangsung di kantor besar secara umum lebih serius dari pada komunikasi yang berlangsung di kantin. Lingkungan merupakan tempat dilaksanakannya komunikasi (Nursalam, 2008).

c. Penampilan luar

Banyak yang dikomunikasikan dengan pakaian , gaya rambut, kosmetik dan menarik (cantik). Frasa “pakaian untuk sukses” secara


(49)

langsung mengartikan pengaruh pakaian dan penampilan pada persepsi peran dan kekuatan. Pakaian, kosmetik dan sesuatu yang menarik merupakan bagian dari komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi (Nursalam, 2008).

d. Kontak mata

Petunjuk nonverbal ini sering diasosiasikan dengan ketulusan. Payne (1987, Robbin 2007) mengungkapkan bahwa kontak mata merupakan sebuah undangan atau kesiapan untuk saling mempengaruhi. Demikian juga, perubahan kontak mata mengindikasikan secara nonverbal bahwa interaksi tersebut berhenti. Bagaimanapun, manajer harus menyadarinya, seperti tempat, timbul atau ketidaktimbulan kontak mata dipengaruhi secara kuat oleh standar budaya. Kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan seseorang untuk berkomunikasi (Nursalam, 2008). Tatapan yang tajam kepada seseorang bisa berarti kekaguman atau bentuk perlawanan (Mundakir, 2006).

e. Postur tubuh / Gesture

Beratnya sebuah pesan ditingkatkan jika wajah si pengirim bertatap wajah dengan penerima, berdiri atau duduk dengan tepat dan dengan kepala tegak lurus, bersandar ke depan menghadap penerima. Ketika berkomunikasi dengan postur tubuh sedikit membungkuk, berdiri tegak atau dengan menopang tangan di pinggang memberikan arti dan suasana komunikasi yang berbeda


(50)

(Mundakir, 2006). Postur tubuh adalah bobot suatu pesan bisa ditunjukkan dengan orang yang menudingkan telunjukkny, berdiri atau duduk (Nursalam, 2007).

f. Gerak isyarat

Sebuah pesan ditekan dengan gerak isyarat yang tepat mendapat perhatian. Misalnya, gerakan tangan saat bicara, anggukan kepala sebagai ungkapan persetujuan dan gelengan kepala sebagai ungkapan penolakan. Terlampau banyak gerak isyarat, bagaimanapun, menjadi membingungkan. Contoh, pergerakan tangan dapat memberi tekanan atau mengalihkan pesan.

g. Ekspresi wajah

Komunikasi efektif membutuhkan ekspresi wajah setuju dengan pesan yang diterima. Manajer memberikan sebuah kesenangan dan ekspresi terbuka diterapkan oleh staf sebagai sesuatu yang mudah dijumpai. Demikian juga, ekspresi wajah seorang perawat dapat berefek dengan baik dan klien sudi menjalin hubungan. Leathers (1976, dikutip dari Jalaludin, 1994) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah yaitu: wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tidak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan; wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi-situasi; wajah


(51)

mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian. Menurut Roger dkk (2000, dikutip dari Mundakir, 2006) bahwa ungkapan perasaan seseorang dapat dilihat dari ekspresi wajahnya terutama dari lokasi sekitar mata dan mulut.

h. Waktu

Keragu-raguan sering mengurangi efek pada pernyataan atau penuh dengan ketidakbenaran.

i. Petunjuk vokal

Petunjuk vokal sebagai nada, volume, dan infleksi. Semua petunjuk ini ditambahkan ke pesan agar dapat di transmisikan. Pemimpin efektif memiliki kesesuaian komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal. Pemimpin harus lebih sensitif terhadap pesan verbal dan nonverbal dari bawahan dan melihat ketidakkonsistenan, yang dapat menunjukkan masalah yang belum terselesaikan.

2.6.2. Komunikasi asertif (tegas)

Tingkah laku asertif adalah sebuah cara komunikasi yang mengizinkan induvidu untuk mengekspresikan diri secara langsung, jujur, dan tepat, serta tidak melanggar hak-hak pribadi orang lain. Stewart dan Sylvia (dari Spector, 1973) mengungkapkan bahwa ketegasan menunjukkan pengungkapan perasaan, pendapat dan keyakinan secara langsung, jujur dan tepat. Belajar bersikap tegas bagi seseorang yang tidak biasa bersikap


(52)

tegas, terasa tidak menyenangkan. Stewart dan Sylvia (dari Berko, 1985) menjelaskan beberapa prinsip ketegasan penting untuk diperhatikan, yaitu: (1) mengubah reaksi terhadap aksi seseorang, menjelaskan dan meminta apa yang menjadi keinginan, kebiasaan bukan alasan untuk melakukan sesuatu, perasaan merupakan tanggung jawab masing-masing, berusaha menerima penolakan dalam setiap hubungan, tegas bukan berarti kekerasan; (2) tidak sedikit perilaku seseorang dalam mempertahankan haknya dilakukan dengan cara agresif, yaitu menyerang. Perilaku tegas, menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan hak tanpa melanggar dan merampas hak orang lain. Untuk menjadi sukses pada fase kepemimpinan dalam manajemen, pemimpin harus memiliki keterampilan komunikasi asertif yang dikembangkan dengan baik. Terdapat empat kesalahpahaman tentang komunikasi asertif yaitu :

a. Semua komunikasi adalah baik asertif ataupun pasif.

Kenyataannya, terdapat empat kemungkinan untuk keberadaan komunikasi: pasif, agresif, agresif secara tidak langsung atau pasif-agresif, atau asertif. Komunikasi pasif terjadi ketika seorang induvidu diam, meskipun induvidu tersebut merasakan dengan kuat tentang isu. Induvidu yang agresif mengekspresikan diri sendiri melanggar hak-hak induvidu lain; tingkah laku ini secara umum diorientasikan terhadap “ menang pada seluruh biaya” atau mendemonstrasikan diri-unggul. Komunikasi pasif-agresif adalah sebuah pesan yang dipresentasikan dengan cara pasif. Secara umum meliputi perubahan verbal yang dibatasi (dengan tingkah laku


(53)

nonverbal yang tidak sesuai) oleh induvidu yang merasakan situasi. Induvidu tersebut berpura-pura mengambil kembali usaha untuk memanipulasi situasi.

b. Siapa yang berkomunikasi atau berkelakuan asertif memperoleh segalanya yang diinginkan.

Ini tidak benar, karena menjadi asertif meliputi hak-hak dan tanggung jawab. Cheneveut (1988, Robbin, 2007) hak-hak dan tanggung jawab asertif induvidu. Hak-hak ini terdiri dari hak untuk berbicara, memperoleh, memiliki masalah, bahagia, bekerja, membuat kesalahan, tertawa, memiliki teman, kritis, imbalan atas usaha, kebebasan, menangis, dan dicintai. Sedangkan tanggung jawab tersebut terdiri dari mendengar, memberi, menemukan solusi, memberi kenyamanan orang lain, melakukan yang terbaik, mengoreksi kesalahan, membuat yang lain bahagia, menjadi teman, berdoa, memberikan imbalan terhadap usaha lain, mampu bergantung, mengeringkan air mata, mencintai yang lain.

c. Ketegasan adalah sesuatu yang tidak lemah gemulai (lembut). Luke (1992, dikutip dari Robbin, 2007) percaya bahwa kekurangan suara wanita pada masyarakat Amerika adalah sebuah konsekuensi dari sejarah. Meskipun peran wanita pada masyarakat secara umum telah mengalami perubahan besar pada 100 tahun terakhir, perawat secara terus menerus menemukan kesulitan pada penerimaan


(54)

dimana perawat berkecimpung pada asertif, aktif, peran membuat dan memutuskan.

d. Kesalahpahaman konsep tentang bentuk asertif dan agresif

Menjadi asertif adalah tidak menjadi agresif. Meskipun ketika diketemukan dengan seseorang yang agresif, komunikator asertif tidak menjadi agresif.

2.6.3. Keterampilan mendengar

Kerfoot (1998, dikutip dari Robbin, 2007) mengungkapkan bahwa mendengar apa yang disampaikan orang adalah sebuah ilmu dan seni. Untuk menjadi seorang pendengar yang baik, pemimpin harus mengetahui atau sadar akan bagaimana pengalaman, nilai, tingkah laku pemimpin dan efek prasangka, bagaimana pemimpin menerima dan menerapkan pesan. Kemudian pemimpin harus menguasai informasi dan komunikasi berlebihan yang melekat pada pertengahan peran manajemen. Akhirnya, pemimpin secara terus-menerus harus bekerja untuk mengembangkan keterampilan mendengar. Pemimpin yang aktif mendengar ikhlas memberikan waktu dan memperhatikan pengirim, memfokuskan pada komunikasi verbal dan nonverbal.


(55)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan variabel dependent dipengaruhi oleh variabel independen, dimana kemampuan kepemimpinan secara efektif dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi kepala ruangan.

Kepala ruangan sebagai seorang manajer merupakan salah satu objek utama yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, evaluasi, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian aktivitas keperawatan pada unit atau departemen keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kepala ruangan dalam menjalankan tugasnya tersebut adalah kemampuan komunikasi.

Kemampuan komunikasi kepala ruangan adalah kesanggupan kepala ruangan untuk melakukan pertukaran informasi ke komunikan sehingga informasi tersebut menimbulkan makna atau arti dan dapat dimengerti oleh penerima. Kemampuan komunikasi dalam hal ini adalah kesanggupan melakukan keterampilan komunikasi interpersonal yang terdiri dari komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar.

Kepemimpinan efektif merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif. Komponen kepemimpinan yang efektif terdiri dari pengetahuan,kesadaran diri, komunikasi dengan staf, semangat, menentukan tujuan, dan memulai tindakan.


(56)

Komunikasi merupakan satu kesatuan pada variabel kemampuan komunikasi maksudnya adalah suatu kesanggupan / keterampilan kepala ruangan untuk melakukan keterampilan komunikasi interpersonal yaitu komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar (Robbin, 2007). Sedangkan komunikasi dengan staf sebagai unsur kepemimpinan efektif adalah mendengarkan secara aktif, saluran komunikasi, asertif, memberikan umpan balik, membuat hubungan (linking) dan jaringan (networking) dan komunikasi visi (Tappen, 1995).

Komponen komunikasi pada variabel dependen atau kepemimpinan efektif memeliki kesamaan materi dengan kemampuan komunikasi sebagai variabel independen, sehingga dalam penelitian ini komponen komunikasi pada kepemimpinan efektif tidak dicantumkan. Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :


(57)

Skema 2. Kerangka konsep pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan

Keterangan : : Diteliti

: Tidak diteliti

Kepemimpinan Efektif : • Pengetahuan

• Kesadaran diri • Semangat • Tujuan • Tindakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi : - Perkembangan - Peran dan Hubungan - Persepsi - Pengetahuan

- Nilai - Jender

- Emosi - Ruang dan Teritorial - Lingkungan - Latar belakang sosialkultural Kemampuan Komunikasi :

• Komunikasi nonverbal • Komunikasi asertif • Keterampilan mendengar


(58)

2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Skala Ukur Skor Kemampuan

komunikasi

Kesanggupan melakukan keterampilan komunikasi interpersonal terdiri dari: a. komunikasi nonverbal b. komunikasi asertif c. keterampilan mendengar

Skala ordinal Skala ordinal Skala ordinal

1. Kurang baik jika total skor ≤ µ

2. Cukup baik jika total skor = µ

3. Baik jika total skor ≥ µ Kepemimpinan

efektif

Kemampuan menggerakkan dan

memotivasi diri/staf untuk melakukan kegiatan tertentu melalui

komponenkepemimpinan efektif, yaitu :

a. pengetahuan b. kesadaran diri c. semangat

d. menentukan tujuan e. memulai tindakan

Skala ordinal Skala ordinal Skala ordinal Skala ordinal Skala ordinal

1. Kurang baik jika total skor ≤ µ 2. Cukup baik jika

total skor = µ 3. Baik jika total

skor ≥ µ

3. Hipotesa

Kemampuan komunikasi berpengaruh secara positif terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan.


(59)

(60)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional, untuk melihat pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala ruangan yang ada di ruangan rawat inap dan ruangan poli Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, terdapat 32 kepala ruangan. Data ini diambil pada bulan April 2010 (Sumber, Kepala Bidang Keperawatan RSUP Haji Adam Malik Medan).

2.2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan total sampling. Total sampling adalah keseluruhan jumlah populasi yang dijadikan sebagai sampel (Arikunto, 1998). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Bersedia menjadi responden

b. Memiliki pengalaman c. Dalam masa jabatan


(61)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di ruangan rawat inap dan ruang poli RSUP Haji Adam Malik Medan yang kepala ruangannya tercakup dalam kriteria penelitian. Adapun pertimbangan pemilihan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan karena lokasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dekat dengan lokasi kampus, dan lokasi ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh kemampuan komunikasi kepala ruangan terhadap kepemimpinan efektif. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2010.

4. Pertimbangan Etik

Pada penelitian ini juga dilakukan pertimbangan etik, yaitu peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Jika responden tidak bersedia, peneliti tetap menghargai hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner yang diisi oleh responden), lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Penelitian ini juga tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi responden. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dan dikembangkan dari tinjauan literatur.


(62)

Instrumen penelitian ini terdiri atas 3 kuesioner yaitu:

(1). Kuesioner data demografi (Kuesioner A) meliputi 5 item yaitu: umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, dan lama kerja. Pada penelitian ini, tidak dilihat hubungannya sebagai variabel pengganggu (Confounding), tetapi hanya sebagai kuesioner pembuka yang akan dilihat sebarannya.

(2). Kuesioner kemampuan komunikasi untuk mengukur kemampuan komunikasi kepala ruangan (Kuesioner B) yang dikembangkan dari 3 komponen keterampilan komunikasi interpersonal (Robbin, 2007) yaitu komunikasi nonverbal (pernyataan 1-10), komunikasi asertif (pernyataan 11-22), dan keterampilan mendengar (pernyataan 23-34). Peneliti menilai jawaban responden pada kuesioner dengan menggunakan skala Likert, dimana responden diminta untuk memberikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai. Pilihan jawaban dengan 4 alternatif pilihan, yakni: a) SS: Sangat Setuju, b) S: Setuju, c) TS: Tidak Setuju, d) STS: Sangat Tidak Setuju. Kuesioner disusun dalam dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan positif (P) dan pernyataan negatif (N), untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel I

Skor Option Kuesioner

Keterangan SS S TS STS

Pernyataan positif (P) Pernyataan negatif (N)

4 1

3 2

2 3

1 4


(63)

Tabel II

Skor Option Kuesioner

Uraian Jumlah Item Nomor Item P N

Keterampilan Komunikasi 1. Komunikasi Nonverbal 2. Komunikasi Asertif 3. Keterampilan Mendengar

10 12 12

1-10 11-22 23-34

5 6 6

5 6 6

Jumlah 34 17 17

(3) Kuesioner kepemimpinan efektif untuk mengukur kepemimpinan efektif kepala ruangan (Kuesioner C) yang dikembangkan dari 6 komponen kepemimpinan efektif (Tappen, 1995) yaitu pengetahuan (pernyataan 1-6), kesadaran diri (pernyataan 7-12) , semangat (pernyataan 13-18), penentuan tujuan (pernyataan 19-24) dan tindakan ( 25-30). Peneliti menilai jawaban responden pada kuesioner dengan menggunakan skala Likert, dimana responden diminta untuk memberikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai. Pilihan jawaban dengan 4 alternatif pilihan, yakni: a) SS: Sangat Setuju, b) S: Setuju, c) TS: Tidak Setuju, d) STS: Sangat Tidak Setuju. Kuesioner disusun dalam dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan positif (P) dan pernyataan negative (N), untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:


(64)

Tabel I

Skor Option Kuesioner

Keterangan SS S TS STS

Pernyataan positif (P) Pernyataan negatif (N)

4 1 3 2 2 3 1 4 Tabel II

Skor Option Kuesioner

Uraian Jumlah

Item

Nomor Item P N Kepemimpinan Efektif

1. Pengetahuan 2. Kesadaran Diri 3. Semangat 4. Tujuan 5. Tindakan

6 6 6 6 6 1-10 11-22 23-34 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Jumlah 30 15 15

6. Uji Instrumen Penelitian 6.1. Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2002). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi dan mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 1998).

Uji validitas kuesioner adalah dengan menggunakan uji korelasi product moment. Menurut Machfoedz (2005) uji coba instrumen sebaiknya paling sedikit 30 responden. Pengujian instrumen ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi


(65)

Kota Medan. Uji validitas dilakukan dengan mendistribusikan skor tiap-tiap pernyataan terhadap 30 responden. Kemudian skor masing-masing pernyataan dihitung korelasinya dengan skor total. Untuk responden sebanyak 30 orang, taraf signifikansi adalah 0,361. Instrumen dikatakan valid jika nilai hasil uji lebih besar dari taraf signifikannya 0,361 (Arikunto,2006). Hasil uji validitas kuesioner penelitian ini jika nilai corrected item total correlation setiap item lebih besar dari r tabel yaitu 0,361 (lampiran 3) . Dengan demikian kuesioner sudah valid sehingga layak digunakan dalam penelitian ini.

6.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat, unsur, dan sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek (Ritonga, 1997).

Menurut Nursalam (2002) uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 orang. Pengujian instrumen ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Uji reabilitas untuk kuesioner kemampuan komunikasi dan kepemimpinan efektif menggunakan formula Cronbach Alpha dalam versi SPSS 12,0. Reabilitas dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach Alpha 0,7. Hasil uji reabilitas kuesioner kemampuan komunikasi dan kepemimpinan efektif adalah jika nilai r Alpha > r Corrected Item Total Correction. Dengan demikian kuesioner sudah reliabel sehingga layak digunakan dalam penelitian ini.


(66)

7. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah pengumpulan data, yaitu dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara), dan mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian (RSUP Haji Adam Malik Medan) untuk mendapatkan izin melaksanakan penelitian. Surat ini diajukan ke direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data kepada setiap kepala ruangan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sebelumnya peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden. Bagi responden yang bersedia menjadi subjek penelitian, peneliti memberikan informed consent untuk dibaca dan ditandatangani. Jika responden tidak bersedia ikut serta, peneliti menghargai hak-haknya dan tidak melakukan pemaksaan. Setelah informed consent ditandatangani oleh responden maka peneliti melakukan pengumpulan data sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemudian peneliti menyebarkan lembar kuesioner. Pada tahap ini yang dilakukan adalah: menentukan responden dari kepala ruangan yang memenuhi kriteria, mengadakan pendekatan dan meminta persetujuan dari responden dengan menandatangani surat pernyataan persetujuan, membagikan kuesioner penelitian, memberi kesempatan pada responden untuk mengisi kuesioner serta memberikan penjelasan pada pertanyaan yang tidak dipahami responden dan mengumpulkan kuesioner kembali.


(67)

8. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data yang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut ( Hastono, 2001) :

a. Editing data : memeriksa ulang kelengkapan, kejelasan, relevansi dan

konsistensi jawaban kuesioner.

b. Koding data : mengkonversi jawaban dalam angka dan diberi kode untuk

setiap kelompok pertanyaan, sehingga memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.

c. Processing data : memproses data, dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke paket program komputer agar dapat dianalisis.

d. Cleaning data : mengecek data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan,

misalnya terdapat data yang hilang atau tidak konsisten.

e. Analisa data

Pengolahan dan analisa data dilakukan untuk menghasilkan informasi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian serta menguji hipotesis. Analisa data yang akan dilakukan secara statistik ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini digunakan untuk menganalisis distribusi frekwensi dan sentral tendensi masing-masing variabel, baik variabel dependen maupun variabel independen (Hastono, 2001).


(68)

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel independen dan dependen. Melalui uji korelasi dapat diketahui derajat/keeratan hubungan dan arah hubungan dua variabel numerik. Koefisien korelasi merupakan suatu indeks yang bermanfaat untuk menggambarkan taraf hubungan antara satu variabel atau lebih. Koefisien korelasi biasanya berkisar antara t 0,00 s/d 1,00 (tanda t menunjukkan arah hubungan). Kriteria penafsirannya adalah sebagai berikut :

Tabel Koefisien Korelasi Besarnya Nilai r Interpretasi Antara 0,800 s/d 1,000

Antara 0,600 s/d 0,799 Antara 0,400 s/d 0,599 Antara 0,200 s/d 0,399 Antara 0,000 s/d 0,199

Sangat kuat Kuat Sedang Rendah Sangat rendah (Sugiyono, 2007)

Uji koefisien korelasi digunakan untuk menguji arah hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Interpretasi nilai koefisien korelasi: Jika nilai koefisien korelasi positif, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah hubungan yang seara. Jika nilai koefisien korelasi negatif, maka ada hubungan berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui lebih tepat/derajat hubungan akan digunakan korelasi pearson product mommen (Hastono, 2001).


(69)

(1)

Sangat Setuju 4 12.5 12.5 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan18

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 24 75.0 75.0 75.0

Tidak Setuju 7 21.9 21.9 96.9

Setuju 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepimpinan19

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 23 71.9 71.9 71.9

Tidak Setuju 8 25.0 25.0 96.9

Setuju 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan20

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak


(2)

Tidak Setuju 2 6.2 6.2 40.6

Setuju 13 40.6 40.6 81.2

Sangat Setuju 6 18.8 18.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan21

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 11 34.4 34.4 34.4

Tidak Setuju 3 9.4 9.4 43.8

Setuju 10 31.2 31.2 75.0

Sangat Setuju 8 25.0 25.0 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan22

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 25 78.1 78.1 78.1

Tidak Setuju 7 21.9 21.9 100.0


(3)

kepemimpinan23

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 13 40.6 40.6 40.6

Tidak Setuju 2 6.2 6.2 46.9

Setuju 10 31.2 31.2 78.1

Sangat Setuju 7 21.9 21.9 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan24

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 21 65.6 65.6 65.6

Tidak Setuju 11 34.4 34.4 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan25

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 7 21.9 21.9 21.9

Tidak Setuju 4 12.5 12.5 34.4

Setuju 15 46.9 46.9 81.2


(4)

kepemimpinan25

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 7 21.9 21.9 21.9

Tidak Setuju 4 12.5 12.5 34.4

Setuju 15 46.9 46.9 81.2

Sangat Setuju 6 18.8 18.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan26

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 22 68.8 68.8 68.8

Tidak Setuju 8 25.0 25.0 93.8

Setuju 2 6.2 6.2 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan27

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 8 25.0 25.0 25.0


(5)

Setuju 11 34.4 34.4 78.1

Sangat Setuju 7 21.9 21.9 100.0

Total 32 100.0 100.0

kepemimpinan28

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat Tidak

Setuju 21 65.6 65.6 65.6

Tidak Setuju 7 21.9 21.9 87.5

Setuju 2 6.2 6.2 93.8

Sangat Setuju 2 6.2 6.2 100.0


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Murniaty Adongma Simanjuntak

Tempat/Tanggal Lahir : Pajak Negeri / 09 Desember 1986

Agama : Kristen Protestan

Alamat Rumah : Dusun V, Simp. Pajak Negeri, Perdagangan Riwayat Pendidikan : 1. (1991-1993) TK St. Lucia Perdagangan

2. (1993-1999) SD Abdi Sejati Perdagangan 3. (1999-2002) SLTP Methodis Perdagangan 4. (2002-2005) SMA Negeri 1 Perdagangan 5. (2005-2008) D3 Keperawatan FK USU Medan 6. (2008-2010) Sarjana Keperawatan USU Medan