Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik dan perlu untuk melakukan suatu penelitian yang dapat mengidentifikasi seberapa besar pengaruh
kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan.
2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 2.1.
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2.2. Untuk mengetahui kepemimpinan efektif kepala ruangan di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 2.3.
Untuk mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut “bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi terhadap
kepemimpinan efektif kepala ruangan?”
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberi banyak manfaat kepada semua pihak, yaitu :
4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan tentang kemampuan
komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan dalam peningkatan produktivitas kerja perawat .
Universitas Sumatera Utara
4.2. Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk mengevaluasi dan pengembangan manajemen keperawatan guna
meningkatkan produktivitas kerja perawat. 4.3.
Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk
penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan penerapan model komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan
dalam meningkatkan produktivitas kerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kepemimpinan Efektif 1.1.
Defenisi Kepemimpinan
Menurut Gillies 1994, dalam Arwani, 2006 mendefenisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead yang berarti beragam,
seperti untuk memandu to guide, untuk menjalankan arahan tertentu to run in specific direction, untuk mengarahkan to direct, berjalan di depan
menjadi yang pertama dan cenderung ke hasil yang pasti. Yulk 1994 mengungkapkan kepemimpinan secara luas sebagai suatu proses
mempengaruhi interpretasi mengenai kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran-
sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan tim kerja serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berbeda di luar kelompok
atau organisasi. Sedangkan Fleishman 1973, dalam Arwani, 2006 mengartikan kepemimpinan juga dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai
salah satu kegiatan yang menggunakan proses komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian tujuan
dalam situasi tertentu. Black 1994 dalam bukunya Management, A guide to Executive
Command mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai
suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu Irawati,
Universitas Sumatera Utara
2004. Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai tujuan Robbin, 2002.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan tiap pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan
bawahannya dengan menggunakan proses komunikasi sehingga bawahan mampu bekerjasama secara efektif untuk mencapai suatu tujuan.
1.2. Unsur-Unsur Kepemimpinan
Menurut Azwar 1996 bahwa kepemimpinan dapat muncul jika
ditemukan sekurang-kurangnya empat unsur pokok yaitu:
1.2.1. Adanya pemimpin
Unsur pertama dari kepemimpinan adalah adanya pemimpin yakni seseorang yang mendorong dan atau mempengaruhi
seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga tercipta hubungan kerja yang serasi dan menguntungkan untuk
melakukan aktivitas-aktivitas yang diinginkan. 1.2.2.
Adanya pengikut Pengikut adalah seseorang atau sekelompok orang yang
mendapatkan dorongan atau pengaruh sehingga bersedia dan dapat melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. 1.2.3.
Adanya sifat atau perilaku tertentu Perilaku atau sifat tertentu yang dimiliki oleh pemimpin dapat
dimanfaatkan untuk mendorong dan ataupun mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang.
Universitas Sumatera Utara
1.2.4. Adanya situasi dan kondisi tertentu
Situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terlaksananya kepemimpinan. Situasi dan kondisi dibedakan atas dua macam
yaitu pertama situasi dan kondisi yang terdapat dalam organisasi dan kedua situasi dan kondisi yang terdapat diluar organisasi
dan kedua situasi yakni lingkungan secara keseluruhan.
1.3. Keterampilan dan Sifat Kepemimpinan
Menurut Koontz 1989, dikutip dari Monica, 1998 terdapat tiga keterampilan yang menjadi syarat mutlak untuk efektivitas kepemimpinan
seseorang dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin terutama dalam sebuah organisasi. Ketiga keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu : 1 keterampilan teknik : kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk
penampilan tugas-tugas khusus didapat dari pengalaman, pendidikan dan latihan; 2 keterampilan manusiawi : kemampuan dan pengambilan keputusan
dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, termasuk suatu pemahaman motivasi dan suatu penerapan kepemimpinan efektif; 3 keterampilan
konseptual : kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan.
Karakter dan sifat pemimpin yang baik perlu dipahami oleh setiap pemimpin, baik sebagai induvidu maupun pemimpin organisasi. Menurut
Rivai 2008 sifat-sifat yang berhubungan erat dengan kepemimpinan adalah kecerdasan, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
memotivasi diri sendiri dengan orang lain, kestabilan emosi dan kontrol pribadi, keterampilan teknis dalam bidangnya, keterampilan perencanaan dan
pengorganisasian. Ki Hajar Dewantoro, merumuskan tiga tingkah laku kepemimpinan
yaitu 1 Ing ngarso sung tulodo, yang berarti kalau pemimpin itu berada didepan, ia memberikan teladan, 2 Ing madyo mangun karso, yang berarti
bilamana pemimpin berada di tengah, ia membangkitkan tekad dan semangat, dan 3 Tut wuri handayani, yang berarti bilamana pemimpin itu berada di
belakang, ia berperanan kekuatan pendorong dan penggerak Rivai, 2008. 1.4. Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan yang efektif menurut Chemers 1985, dikutip dari Siswanto 2005 banyak bergantung pada beberapa variabel, seperti kultur
organisasi, sifat dari tugas dan aktivitas kerja, dan nilai serta pengalaman manajerial. Selain itu, Siagian 1982 juga mengungkapkan kepemimpinan
yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan
organisasional, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan.
Menurut Lindgren 1993, dikutip dari Effendy, 2004 dalam bukunya “Effective Leadership in Human Communication” bahwa “effective leadership
means effective communication”. Jika seorang pemimpin ingin menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin, pemimpin harus dapat
melaksanakan kepemimpinannya secara efektif. Sehingga pemimpin harus
Universitas Sumatera Utara
mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin berkomunikasi efektif bila pemimpin
mampu membuat bawahan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan dan kegembiraan.
Merton 1969, dikutip dari Swansburg Swansburg, 2001 menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif dengan empat kondisi primer yaitu:
1 seseorang yang menerima komunikasi memahaminya; 2 orang ini mempunyai sumber-sumber untuk melakukan apa yang diminta dalam
komunikasi tersebut; 3 orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta sifatnya konsisten dengan minat dan nilai yang dianutnya; 4 orang ini
percaya bahwa perilaku tersebut konsiten dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi.
Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif. Komponen
kepemimpinan efektif terdiri dari pemimpin, pengetahuan, kesadaran diri, komunikasi, bersemangat, tujuansasaran, kegiatan konkrit. Kepemimpinan
efektif terjadi manakala bawahan merespon karena ingin melakukan tugas dan menemukan kompensasinya, tetapi dari otoritas yang mempribadi, lalu
bawahan menghormati, patuh, dan taat kepada pemimpin, dan senang hati bekerja sama, kemudian merealisasikan bahwa permintaan pemimpin
konsisten dengan beberapa tujuan pribadi bawahan Siswanto, 2005. Sehingga dapat disimpulkan, kepemimpinan efektif adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengarahkan keinginan dan mampu melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan bersama
Universitas Sumatera Utara
dengan memperhatikan beberapa variabel seperti : mampu memotivasi diri sendiri, menggerakkan staf, pengetahuan, kepekaan yang tinggi, intelegensi,
kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, percaya diri; semangat, komunikatif, nilai dan pengalaman manajerial, pemimpin,
kesadaran diri, tujuan, kegiatan konkrit, kultur organisasi, sifat tugas, aktivitas kerja.
1.5. Komponen Kepemimpinan Efektif
Menurut Tappen 1995, komponen kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin keperawatan yang efektif adalah sebagai berikut :
1.5.1. Pengetahuan Sebagai seorang pemimpin perawat yang efektif harus memiliki
pengetahuan tentang kepemimpinan maupun pengetahuan tentang keperawatan.
a. Pengetahuan tentang kepemimpinan Pimpinan harus mengetahui tentang kebutuhan manusia,
motivasi dan pengaruhnya terhadap perilaku. Pemimpin berinteraksi dengan manusia baik kepada induvidu maupun
kelompok. Dalam berinteraksi dengan manusia, pemimpin mempunyai banyak kesibukan dan tanggung jawab, sehingga
emosi turut mempengaruhi hasil pekerjaannya. Pengetahuan tentang teori dan konsep kepemimpinan akan meningkatkan
kemampuan sebagai pemimpin untuk memilih tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih spesifik terhadap situasi dan keterampilan kepemimpinan secara spesifik.
b. Pengetahuan tentang keperawatan Substansi dan keterampilan praktik keperawatan adalah
penting untuk pemimpin perawat. Merencanakan dan mengorganisir asuhan keperawatan adalah tanggung jawab
kepemimpinan dari perawat profesional. Pengetahuan dan kemampuan melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosa
adalah penting, juga keahlian lainnya, sehingga pemimpin dapat membimbing perawat pelaksana dalam melakukan
keterampilan keperawatan. Pemimpin harus selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
melalui pendidikan, seminar, praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu
dalam praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu dalam membentuk harga diri
sebab dapat memberikan kuasa personal empowerment terhadap seseorang bila digunakan dengan tepat.
c. Berfikir krisis Berfikir krisis diartikan sebagai ujian rasional terhadap ide-
ide, asumsi, keyakinan dan tindakan. Hanya dengan meningkatkan pengetahuan saja tidak cukup untuk menjadi
seorang pemimpin yang efektif, tetapi membuat pilihan tentang apa yang dipelajari, memilih untuk menerima atau
Universitas Sumatera Utara
menolak pengetahuan yang ditawarkan menjadi bagian yang penting. Berdasarkan teori atau hasil penelitian petugas
kesehatan seringkali gagal untuk bertanya tentang validitas dari praktik umum atau tindakan tersebut dalam praktik.
1.5.2. Kesadaran diri Pengenalan akan diri sendiri adalah langkah yang penting untuk
menjadi pemimpin yang efektif, Pagonis, 1992 dalam Tappen 1995. Kesadaran diri merupakan pengetahuan dan pemahaman
tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dalam berinteraksi dengan dunia yang selalu berubah, pengetahuan secara penuh
tentang emosi baik suka dan duka, kesenangan dan cinta. Pemimpin harus menyadari gejala-gejala kecemasan, dan
mengenalinya. Jika gejala tersebut sudah meningkat, bagaimana mengatasinya, apakah mengetahui respon terhadap situasi sulit,
dan bagaimana menggunakan koping yang sesuai. Di samping itu apakah pemimpin dapat mengenali dan mengekspresikan
perasaan secara konstruktif, seperti mengekspresikan perasaan marah, hangat atau pengakuan positif kepada orang lain.
Pentingnya kesadaran diri sebagai pemimpin berguna untuk mengevaluasi kemampuan secara realistik. Objektif terhadap
kemampuan diri sendiri sehingga dapat mengidentifikasi area yang perlu untuk dikembangkan dan membangun kekuatan.
Selanjutnya mempengaruhi perkembangan hubungan interpersonal yang efektif, membangun untuk memotivasi yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi perilaku. Pengenalan diri berguna untuk membantu mengembangkan empati dan akhirnya
membangkitkan rasa percaya. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri adalah
mengembangkan pemahaman terhadap perilaku manusia, terutama peran dan emosi, kebutuhan manusia dan perilaku
koping. Selanjutnya White 2004 menyatakan pemimpin yang efektif dapat mengembangkan kesadaran diri dengan
mengidentifikasi, mengakui dan memahami kekuatan dan kelemahan, percaya pada diri sendiri, kompetensi dan
kemampuan. 1.5.3. Komunikasi
Tappen 1995 menjelaskan komunikasi merupakan inti dari kepemimpinan, komunikasi dapat verbal dan non verbal, tertulis
atau lisan. Kepemimpinan tidak terjadi kecuali dalam hubungan dengan orang lain. Pesan mempunyai tingkat arti yang berbeda,
meliputi informasi, emosi dan tingkat hubungan. Emosi seringkali tampak pada komunikasi non verbal dan kadang-
kadang sangat jelas dan halus. Dalam berkomunikasi seorang pemimpin harus dapat:
a. Mendengarkan secara aktif Kehadiran dan respon adalah dasar keterampilan komunikasi
yang berguna untuk membangun hubungan kerja yang baik. Kalau tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang lain, kita
Universitas Sumatera Utara
tidak akan memahami mereka. Mendengarkan secara aktif membutuhkan konsentrasi untuk menangkap tingkat dari arti
komunikasi. Kurang perhatian, atau mendengarkan pada permukaan, seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Kondisi
psikologis bising, ansietas tinggi dapat juga mengganggu kemampuan untuk mendengarkan secara penuh, sehingga
pembicara penting melakukan klarifikasi Mullholland, 1991 dalam Tappen 1995.
b. Saluran komunikasi Saluran komunikasi yang adekuat antara seseorang dengan
orang lain yang bekerja bersama perawat primer, perawat asosiate adalah penting karena dapat terjadi salah paham dan
kesalahan. c. Asertif
Komunikasi yang sering, jelas dan langsung adalah merupakan hal penting untuk efektivitas kepemimpinan.
Hindari pesan yang tidak langsung, kurang jelas karena akan gagal menyampaikan pesan. Umpan balik negatif sekalipun
disampaikan secara jelas dan konstruktif tanpa menyakiti. d. Memberikan umpan balik
Anggota tim membutuhkan umpan balik sama seperti pemimpin untuk meningkatkan kesadaran diri, menghindari
asumsi yang salah tentang perilaku seseorang dan menerima bimbingan untuk tumbuh dan berubah. Umpan balik negatif
Universitas Sumatera Utara
pun harus dikomunikasikan tanpa menyalahkan atau menyerang pribadinya karena fokus dari komunikasi adalah
perilakunya. Membuat dialog terbuka dengan orang lain untuk menyelesaikan masalah dan menghindari respon yang bersifat
defensif yang mengakibatkan terjadinya konflik, tetapi untuk kondisi yang menuntut pengembilan keputusan segera dapat
dilakukan perbaikan sesegera mungkin. e. Membuat hubungan linking dan jaringan networking
Linking adalah memciptakan hubungan dengan sesama karyawan dimana informasi yang didapat dalam kelompok
dikomunikasikan kepada seluruh karyawan sehingga masing- masing karyawan dalam kelompok dapat memahami informasi
tersebut dan bersama-sama untuk melaksanakannya f. Komunikasi visi
Visi harus dikomunikasikan untuk mencapai tujuan kelompok. Komunikasi visi akan meningkatkan motivasi dan menambah
semangat tim, dan yang paling penting memberikan pengarahan dan gairah terhadap pekerjaan Bryman, 1992
dalam Tappen 1995 1.5.4. Semangat
Pemimpin membutuhkan semangat dalam melakukan tindakan , jadi harus dapat menggunakan energi dengan baik. Semangat
pemimpin terkait dengan fisik, emosional, dan antusias. Semangat pemimpin dalam bekerja mempunyai pengaruh
Universitas Sumatera Utara
potensial yang kuat terhadap orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang seseorang, tingkat energi akan berpengaruh saat
memberikan respon. Semangat yang tinggi akan meningkatkan kepemimpinan yang kurang efektif.
1.5.5. Menentukan tujuan Kepala ruangan membuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai
diruangan, sehingga staf perlu dilibatkan untuk membuat rencana kerja. Agar tujuan dapat tercapai, maka kepala ruangan harus
dapat memahami tingkatan tujuan, penyamaan tujuan, mulai dari kelompok yang ada dan aktivitas prifesi.
a. Tingkatan tujuan Pemimpin harus menyadari tiga tingkat tujuan, yaitu tujuan
induvidu, kelompok dan lingkungan Tannenbaum, Weschler Massarik, 1974 dalam Tappen 1995. Tujuan tingkat
individual, disebut juga sebagai tujuan personal. Ada beberapa alasan mengapa seseorang ingin melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Walaupun setiap orang berbeda dalam kelompok, mereka mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan
juga dapat membuat konflik dengan tujuan personal. Tujuan berikut adalah tujuan tingkat kelompok sebagai keseluruhan.
Kelompok memiliki karakteristik termasuk perbedaan tujuan. Tujuan kelompok juga dapat menimbulkan konflik bagi
pemimpin jika dia memisahkan tujuan personal dengan tujuan kelompok.
Universitas Sumatera Utara
b. Menyamakan tujuan Tindakan pemimpin paling efektif, jika tujuan pada tingkat
yang berbeda disamakan agar bermakna bagi kelompok termasuk pemimpin dapat bergerak ke arah yang sama.
Pemimpin akan lebih efektif jika kelompok melihat pemimpin sebagai seseorang yang dapat mengenal mereka dan
mempunyai perhatian yang menarik terhadap mereka Hollander, 1974 dalam Tappen 1995.
c. Mulai dari kelompok berada Dalam membuat tujuan kelompok, perlu dipertimbangkan
tentang: siapa yang terlibat dalam pencapaian tujuan, atau siapa yang memiliki tujuan; apa target dari tujuan, dapat
berupa orang atau objek; dan hasil akhir yang diinginkan. d. Aktivitas profesi
Pemimpin harus mengembangkan diri, tidak menunggu seseorang untuk memberitahukan kepadanya apa yang harus
dilakukan. Perawat harus memiliki kemampuan kepemimpinan dan ide-ide yang jelas tentang keperawatan.
Perawat sebagai pemimpin dapat berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya, harus memiliki identitas
profesional yang kuat dan memiliki percaya diri atau tepatnya disebut sebagai ahli ketika dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Membuat keputusan Pemimpin yang efektif biasanya berfikir dulu sebelum
melakukan tindakan. Pemimpin dalam mengatasi masalah dihadapkan dengan situasi yang sulit. Pemecahan masalah
adalah proses sistematik untuk membantu pemimpin dalam menganalisa situasi dan memilih tindakan. Pemecahan
masalah terdiri dari langkah-langkah, pengumpulan data, menentukan masalah, memilih strategi, menentukan tindakan
dan evaluasi hasil, memerlukan petunjuk untuk mengatasi masalah atau tugas yang sulit. Pemimpin merencanakan dan
mengorganisir kegiatan untuk melaksanakan usaha secara efektif dan efesien.
f. Bekerjasama dengan orang lain Pemimpin membimbing orang lain, membagikan pengetahuan
dan pengalaman dengan mereka. Sejumlah petunjuk dan arahan diperlukan sesuai dengan situasi. Perawat baru
membutuhkan bimbingan dari perawat berpengalaman, tetapi sebagai pemimpin tidak hanya memberikan bimbingan
termasuk juga terbuka terhadap perubahan, menerima saran- saran dari orang lain, ingin untuk belajar dari pengetahuan dan
pengalaman dari orang lain. 1.5.6. Memprakarsai memulai tindakan
Pemimpin efektif memprakarsai tindakan, ide-ide, saran-saran, dan perencanaan yang harus dilaksanakan. Pemimpin
Universitas Sumatera Utara
mengambil tindakan untuk mengatasi masalah. Pemimpin harus mengetahui waktu yang tepat untuk memulai tindakan. Sebagai
pemimpin, berani mengambil resiko, karena setiap tindakan pemimpin memiliki resiko, memperbaiki seseorang jika mereka
salah, dan membantu orang lain. Dalam melakukan perannya, pemimpin memilih apakah bertindak atau tidak harus membuat
keputusan. Jika memilih untuk memimpin, berarti memiliki resiko untuk kecaman, konfrontasi dan menantang
kepemimpinan. Tetapi memilih tidak menjadi pemimpin juga menanggung resiko, kehilangan otonami, kesempatan berkurang
untuk mengaktualisasikan diri, dan kehilangan harga diri. Menghadapi resiko dalam kepemimpinan adalah pilihan untuk
membuka kesempatan lebih memuaskan interaksi induvidu terhadap induvidu dan untuk penghargaan yang lebih besar
terhadap kehidupan pribadi dan dalam karir.
1.6. Fungsi Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial
dalam kehidupan kelompok organisasi masing-masing dan pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi. Oleh karena itu, fungsi kepemimpinan
merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar induvidu di dalam situasi sosial suatu organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tappen 1998; Nawawi dan Hadari 2000 fungsi kepemimpinan efektif memiliki dua dimensi yaitu dimensi yang berkenaan
dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan aktivitas memimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya, dan dimensi
yang berhubungan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi, yang
dijabarkan dan dimanifestasikan melalui kebijakan-kebijakan pemimpin. Berdasarkan dua dimensi tersebut dapat dibedakan lima fungsi pokok
kepemimpinan efektif, yaitu : 1.6.1. Fungsi instruktif
Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaan pada orang-orang yang dipimpin.
Pemimpin menentukan isi perintah, cara mengerjakan perintah, waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya dan
dimana tempat-tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Perintah yang jelas dari segi
kepemimpinan berarti juga sebagai perwujudan proses bimbingan dan pengarahan, yang dapat meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pencapaian tujuan kelompokorganisasi. Jadi kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan
menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Fungsi konsultatif Pada tahap pertama dalam menetapkan keputusan, pemimpin
berkonsultasi dengan orang yang dipimpinnya untuk mendapatkan informasi. Selanjutnya pada pelaksanaan
keputusan, konsultasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan yang ditetapkan. 1.6.3. Fungsi partisipasi
Fungsi ini mewujudkan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan dan sesama orang yang
dipimpin. Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Pemimpin tidak boleh hanya sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan
pelaksanaannya. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
1.6.4. Fungsi delegasi Pemimpin memberikan pelimpahan wewenang, menetapkan
keputusan, mengevaluasi tugas pokok yang dapat dilimpahkan kepada orang yang dapat dipercayai, karena fungsi delegasi
pada dasarnya berarti kepercayaan. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan
perkembangan organisasi tidak mungkin diwujudkan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
1.6.5. Fungsi pengendalian Kepemimpinan yang efektif mampu mengatur aktivitas
anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan,
dalam hal ini pemimpin harus aktif dengan mengikutsertakan kelompok.
2. Kemampuan Komunikasi 2.1. Defenisi Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa Inggris “communication” dan bahasa Latin “communicatio” yang bersumber dari kata “communis” yang
artinya sama. Pengertian komunikasi sering didasarkan pada arti kata bahwa komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak
yang terlibat Nurhidayah, 2009. Kata komunikasi juga berasal dari kata “to commune,” yang berarti “menjadikan milik bersama ” Tamsuri, 2005.
Sunarto 2007 mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu ke orang lain agar informasinya dapat dipahami.
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi juga diartikan
sebagai proses penyampaian informasi atau pengiriman dari seseorang kepada orang lain Rivai, 2008.
Selain itu, komunikasi juga adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam
Universitas Sumatera Utara
komunikasi terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi sehingga mendapatkan pengetahuan Taylor, 1993. Koont
O’Donell 1996 menyatakan bahwa komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang lain terlepas percaya atau tidak, tetapi informasi
yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima. Sehingga kemampuan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu dan mengubah sikap, pendapat atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan
maupun tidak langsung melalui media.
2.2. Jenis-jenis Komunikasi
Tamsuri 2005 mengungkapkan bahwa jenis-jenis komunikasi diklasifikasikan berdasarkan bentuk, konteks, umpan balik, dan jumlah
peserta.
2.2.1. Komunikasi Berdasarkan Bentuk Berdasarkan bentuk komunikasi antar induvidu, komunikasi dapat
dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. a.
Komunikasi verbal, merupakan pertukaran informasi dengan menggunakan kata-kata, baik dalam bentuk tulisan maupun
tertulis. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. b.
Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasakata-kata. Komunikasi nonverbal disebut
juga bahasa tubuh body language. Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan
berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata,
Universitas Sumatera Utara
ekspresi, wajah, postur tubuh, kinesik bahasa isyarat dengan gerakan tubuh, posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya
berpakaian, suara, dan keadaan diam senyap. 2.2.2. Komunikasi Berdasarkan Konteks
Selain berdasarkan bentuk, komunikasi dapat dibedakan atas konteks formal dan informal yaitu :
a. Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi dalam
lingkungan setting peran formal, misalnya hubungan guru dengan murid, petugas kesehatan di rumah sakit dan sebagainya.
b. Komunikasi informal terjadi dalam lingkungan sosial, misalnya
pembicaraan di antara anak-anak, pembicaraan antara suami dan istri dan sebagainya.
2.2.3. Komunikasi Berdasarkan Umpan Balik Komunikasi juga dapat dibedakan berdasarkan umpan balik yang
timbul dalam suatu komunikasi, yaitu komunikasi satu arah dan dua arah.
a. Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang tidak
memerlukan umpan balik dari komunikan. Contoh komunikasi ini adalah media elektronik, seperti; televisi, melalui media
cetak, seperti; seperti buku dan koran, dan kadangkala dalam komunikasi antarinduvidu secara langsung.
b. Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang memerlukan
umpan balik. Model komunikasi ini banyak digunakan. Komunikasi bentuk ini memungkinkan unsur-unsur manusia
Universitas Sumatera Utara
yang terlibat saling memberi umpan balik atas informasi yang dikomunikasikan.
2.2.4. Komunikasi Berdasarkan Jumlah Peserta Komunikasi Berdasarkan jumlah orang yang terlibat, komunikasi dapat
dibedakan atas komunikasi perorangan, komunikasi kelompok, komunikasi massa.
a. Komunikasi perorangan adalah komunikasi yang melibatkan
dua orang saja dalam suatu setting komunikasi. b.
Komunikasi kelompok adalah proses pertukaran informasi yang melibatkan lebih dari dua orang; umumnya tiga sampai
sepuluh orang. c.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang melibatkan banyak orang, misalnya; komunikasi dari radio, spanduk dan iklan,
ceramah dan sebagainya.
2.3. Unsur-Unsur Komunikasi
Unsur-unsur dalam proses komunikasi terdiri dari 9 yaitu sender komunikator, encoding penyandian, message pesan, channel saluran,
decoding pengawasandian, receiver penerima, response tanggapan, feedback umpan balik dan noise atau gangguan tak terencana Effendy,
2004. Rivai 2008 menyatakan bahwa unsur atau elemen pokok di dalam proses komunikasi ada delapan yaitu :
2.3.1. Sendersource pengirimsumber adalah orang yang mempunyai ide atau nisiatif untuk mengadakan komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Encoding penyandian adalah lambang informasi agar dapat diteruskan dengan menterjemahkan informasi ke dalam
serangkaian simbol atau isyarat. 2.3.3. Message pesan adalah informasi yang telah dikirimkan oleh
pengirim kepada penerima. 2.3.4. Channel saluran adalah media komunikasi formal antara seorang
pengirim dan seorang penerima. 2.3.5.
Receiver penerimakomunikan adalah induvidu yang
menanggapi pesan dari pengirim. 2.3.6. Decoding pengartian adalah proses interpretasi yang dilakukan
oleh penerima terhadap suatu pesan menjadi informasi yang berarti.
2.3.7. Noise suarakebisingan adalah faktor yang menimbulkan gangguan, kebingungan terhadap komunikasi.
2.3.8. Feedback umpan balik adalah balikan dari proses komunikasi sebagai suatu reaksi terhadap informasi yang disampaikan oleh
pengirim.
2.4. Proses Komunikasi
Proses komunikasi dimulai saat seorang komunikator yang mengembangkan ide membuat lambang-lambang kemudian menyampaikan
lambang dan menyampaikan pesan yang dimilikinya. Komunikator membaca lambangkode dan menggunakannya kemudian komunikan memberikan
umpan balik kepada komunikator Purwanto, 1998. Effendy 2004
Universitas Sumatera Utara
mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat dinyatakan dalam bentuk skema.
Pengirim Sandi Pesan Pengartian Penerima
Media
gangguan Feedback
Response Skema 1. Proses komunikasi
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Potter Perry 2005 mengindikasikan ada sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya proses komunikasi yaitu :
2.5.1. Perkembangan
Sebagaian besar anak-anak lahir dengan mekanisme fisik dan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan
berbahasa. Tingkat perkembangan berbicara bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan perkembangan neurologi dan
intelektual Whaley Wong, 1995, dikutip dari Potter Perry, 2005. Lingkungan yang disediakan oleh orangtua memberikan
pengaruh terhadap kemampuan untuk berkomunikasi. Agar perawat dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak-anak,
Universitas Sumatera Utara
perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir.
2.5.2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Persepsi terbentuk oleh apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan
dalam persepsi antar induvidu yang berinteraksi dapat menjadi kendala dalam komunikasi.
2.5.3. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi tingkah laku. Nilai adalah apa yang dianggap penting dalam hidup oleh seseorang dan
pengaruh dari ekspresi pemikiran dan ide. Nilai juga mempengaruhi interpretasi pesan. Karena nilai adalah panduan umum tingkah laku,
sangat penting bagi perawat untuk mengembangkan kepekaan dalam nilai. Perawat sebaiknya tidak membiarkan nilai pribadi
mempengaruhi hubungan profesional. Gerakan tubuh yang menghakimi akan menghancurkan kepercayaan dan mengganggu
komunikasi yang efektif. 2.5.4.
Emosi Emosi adalah perasaan subjektif seseorang mengenai peristiwa
tertentu. Cara seseorang bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh emosi. Emosi mempengaruhi
kemampuan untuk menerima pesan dengan sukses. Emosi juga dapat menyebabkan seseorang salah menginterpretasikan sesuatu
atau tidak mendengar pesan. Perawat dapat mengkaji emosi klien
Universitas Sumatera Utara
dengan mengamati interaksinya dengan dokter, perawat dan keluarga. Selain itu, perawat juga harus dapat mewaspadai dan
menghindari emosi diri sendiri ketika mengasuh klien. 2.5.5.
Latar Belakang Sosiokultural Budaya adalah jumlah total dari mempelajari cara berbuat, berpikir
dan merasakan. Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukkan dirinya melalui tingkah laku. Budaya mempengaruhi
cara klien dan perawat melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai situasi, yang direfleksikan asal budayanya seperti bahasa,
pembawaan, nilai, dan gerakan tubuh. 2.5.6.
Pengetahuan Komunikasi dapat menjadi sulit ketika orang yang berkomunikasi
memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Pesan akan menjadi tidak jelas jika kata-kata dan ungkapan yang digunakan tidak
dikenal oleh pendengar. 2.5.7. Peran dan Hubungan
Sesorang yang berkomunikasi dengan orang lain menggunakan pola peran dan hubungan yang tepat sesuai dengan peran dan pola
hubungan yang dipunyai lawan bicaranya. Akan tetapi, dapat pula terjadi peran dan hubungan diantara seseorang dengan yang lainnya
sangat berbeda. Sehingga peran dan pola hubungan yang dimiliki lawan bicara dapat diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.5.8. Lingkungan Proses komunikasi akan menjadi lebih efektif jika dilakukan pada
kondisi yang nyaman dan kondusif. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat mengakibatkan kebingungan,
ketegangan dan ketidaknyamanan dalam komunikasi. Gangguan lingkungan dapat mengganggu pesan yang dikirimkan antara dua
orang. 2.5.9. Jender
Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi proses komunikasi. Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama
lain saling mempengaruhi proses komunikasi yang unik. Tannen 1990, dikutip dari Potter Perry menyatakan bahwa friksi antara
kedua jenis kelamin bangkit karena pria dan waanita tumbuh dalam budaya yang secara esensial berbeda, maka akibatnya percakapan
tersebut mengalami lintas kultural. Perawat perlu mewaspadai perbedaan ini ketika bekerja dengan klien atau dengan anggota tim
kesehatan lainnya yang berlawanan jenis. Aktif menyimak dan mencari kejelasan akan membantu mencegah salah persepsi dan
salah paham Ebersole dan Hess, 1994 2.5.10. Ruang dan teritorial
Teritorial menetapkan makna dari hak seseorang pada suatu area dan sekitarnya. Teritorial membuat orang merasa memiliki
identitas, keamanan dan kontrol. Seseorang merasa terancam ketika orang lain memasuki teritorialnya karena akan mengganggu
Universitas Sumatera Utara
homeostatis psikologis, menimbulkan kecemasan, dan menyebabkan munculnya perasaan kehilangan kontrol. Ketika
ruang personal terancam oleh karena gangguan, respon yang bersifat defensif akan muncul, menghalangi komunikasi efektif.
Jika jarak fisik ditingkatkan, akan lebih mudah bagi klien dan perawat untuk berkomunikasi karena perawat menjadi tidak
berperan. Komunikasi pada jarak sosial tidak terlalu mengancam jika dibandingkan komunikasi pada jarak personal atau intim
karena saling berbagi pikiran secara intim jarang terjadi.
2.6. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan dan penerima dapat
menerima pesan secara langsung Hardjana, 2003. Komunikasi interpersonal menurut Joseph De Vito, dapat diartikan ”is the communication that takes place
between two person who have an established relationships De Vito, 2004. Kemampuan komunikasi interpersonal pemimpin memegang peranan penting
karena pemimpin akan berhadapan dengan bermacam pribadi yang berbeda, watak maupun latar belakangnya.
Dalam berkomunikasi interpersonal, tentunya kita memerlukan keterbukaan diri. Menurut Altman Taylor 1973, keterbukaan
diri adalah suatu pertukaran sosial sebagai dasar membangun hubungan. Berkaitan dengan keterbukaan diri ini, terdapat sebuah penelitian dari Hansen Schuldt
1984, dalam Brehm Kassin, 1996 bahwa:
1. Kita terbuka dengan apa yang kita suka
Universitas Sumatera Utara
2. Kita suka terhadap orang yang mampu membuka diri
3. Kita suka terhadap informasi yang terbuka
Dalam keterbukaan diri, terdapat beberapa penelitian yang mengacu terhadap perbedaan individu dalam menyampaikan keterbukaan diri, yaitu:
a. Usia. Semasa kecil manusia mempunyai keterbukaan diri yang lebih tinggi
daripada ketika dewasa. Kemudian menginjak usia tua, manusia kembali mempunyai keterbukaan diri yang lebih besar. Contoh, sewaktu kecil
sering membuka diri terhadap apa yang kita lakukan kepada orang tua. Setelah menginjak remaja hingga dewasa, kembali menutup diri kepada
lingkungan sosial. Namun setelah tua, kembali membuka informasi tentang diri kita kepada orang lain. Hal ini dapat diasumsikan dengan
kurve U.
b. Perbedaan gender Dindia Allen 1992, dalam Brehm Kassin, 1996 mempunyai
penelitian dengan hasil sebagai berikut: 1 Perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki
membuka diri terhadap perempuan, 2 perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka
diri terhadap sesama laki-laki, 3 perempuan membuka diri terhadap laki- laki akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap
perempuan, 4 perempuan membuka diri terhadap laki-laki sama-sama bisa terbuka antara laki-laki membuka dirinya terhadap laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian-penelitian tersebut setting budaya barat belum tentu sama jika dilakukan di setting budaya timur, seperti di Indonesia, sebagaimana
dipahami bahwa budaya dapat mempengaruhi proses komunikasi.
c. Budaya E.B. Taylor 1973, dikutip Koentjaraningrat 2005 menyatakan
kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang dipelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan
adat istiadat.Kedudukan budaya dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal yaitu: menyampaikan pesan pada orang yang berlainan
kultur akan mengundang perbedaan persepsi terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul; menyampaikan pesan verbal pada
orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan dalam bahasa. Oleh karena berbagai kelompok manusia dengan budaya dan
subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang kebetulan sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau
kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami
kesalahpahaman ketika menggunakan kata yang sama. Misalnya kata ”awak” untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam
bahasa Melayu di Palembang dan Malaysia berarti kamu. Sehingga dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal, selain hambatan dalam
bahasa juga terdapat hambatan semantik, yaitu perbedaan peristilahan
Universitas Sumatera Utara
dalam masing-masing bahasa; menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan pesan non-verbal
mungkin akan mengundang penafsiran berbeda hingga tujuan penyampaian pesan tidak akan tersampaikan; menyampaikan pesan pada
orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan adat kebisaannya, norma-normanya, maka akan terjadi penolakan komunikasi interpersonal
Jalaludin, 1994..
d.Pengalaman Pengalaman adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang
perjalanan hidup. Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang
dibesarkan sama-sama dalam lingungan keluarga yang sama pengalamannya tidak akan persis sama bahkan mungkin akan berbeda.
Perbedaan pengalaman antara individu bahkan antar anak kembar ini bermula dari perbedaan persepsi masing-masing tentang sesuatu hal.
Perbedaan persepsi tersebut banyak disebabkan karena perbedaan kemampuan kognitif antara individu termasuk anak kembar tersebut,
sedangkan bagi individu yang saling berbeda budaya tentu saja perbedaan persepsi tersebut karena perbedaan budaya. Perbedaan persepsi tersebut
kemudian ditambah dengan perbedaan kemampuan penyimpanan hal yang dipersepsi tadi dalam strorage sirkit otak masing-masing individu tersebut
menjadi long-term memorinya. Setelah itu perbedaan akan berlanjut dalam hal perbedaan kemampuan memanggil memori jika diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam komunikasi interpersonal Jalaludin, 1994.
e. Pendidikan Pendidikan keperawatan bukan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi komunikasi diruangan, tidak semua kepala ruangan yang mempunyai pendidikan keperawatan yang tinggi menganut komunikasi yang
efektif. Selain itu pengalaman kerja juga bisa mempengaruhinya. Tetapi manajemen ruangan akan tercapai secara maksimal apabila pemegang
manajemen itu sendiri mempunyai latar belakang standart mutu pendidikan yang telah ditetapkan, sebab standar mutu pendidikan sebagai salah satu
dalam memberikan tanggung jawab, kewenangan dan kompetensi yang diberikan oleh rumah sakit Wulandari, 2005.
f. Pelatihan ManajerialKepemimpinan Pemimpin dalam memanajemen ruangannya, pemimpin harus dapat
menciptakan iklim kerja yang menyenangkan sehingga kreativitas staf berkembang. Staf diarahkan agar dapat menghayati makna visi dan misi
ruangan sehingga tujuan pribadi sejalan dengan tujuan kelompokorganisasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pelayanan praktik kesehatan
diruangan, perlu diadakannya pelatihan kepemimpinanmanajerial bagi pemimpin Swansburg, 2000.
Menurut Robbin 2007 manajer berkomunikasi langsung bertatapan wajah dengan anggota lain pada organisasi besar adalah hal yang mustahil bagi diri
manajer. Sehingga manajer harus mengembangkan keterampilan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
interpersonal yaitu komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar.
2.6.1. Komunikasi nonverbal Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas
dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Hardjana, 2005. Robbin 2007 menyatakan terdapat tujuh bagian sebagai petunjuk nonverbal
yang dapat terjadi dengan atau tanpa komunikasi verbal :
a. Tempat
Tempat antara pengirim dan penerima mempengaruhi apa yang dikomunikasikan. Meskipun jarak termasuk sebuah kekurangan
kepercayaan atau kehangatan, tidak adekuatnya tempat, didefenisikan dengan normamembudaya, dapat membuat induvidu
merasa diancam atau terintimidasi.
b. Lingkungan
Area dimana tempat komunikasi berlangsung adalah bagian penting dari proses komunikasi. Komunikasi yang berlangsung di kantor
besar secara umum lebih serius dari pada komunikasi yang berlangsung di kantin. Lingkungan merupakan tempat
dilaksanakannya komunikasi Nursalam, 2008.
c. Penampilan luar
Banyak yang dikomunikasikan dengan pakaian , gaya rambut, kosmetik dan menarik cantik. Frasa “pakaian untuk sukses” secara
Universitas Sumatera Utara
langsung mengartikan pengaruh pakaian dan penampilan pada persepsi peran dan kekuatan. Pakaian, kosmetik dan sesuatu yang
menarik merupakan bagian dari komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi Nursalam, 2008.
d. Kontak mata
Petunjuk nonverbal ini sering diasosiasikan dengan ketulusan. Payne 1987, Robbin 2007 mengungkapkan bahwa kontak mata
merupakan sebuah undangan atau kesiapan untuk saling mempengaruhi. Demikian juga, perubahan kontak mata
mengindikasikan secara nonverbal bahwa interaksi tersebut berhenti. Bagaimanapun, manajer harus menyadarinya, seperti
tempat, timbul atau ketidaktimbulan kontak mata dipengaruhi secara kuat oleh standar budaya. Kontak mata memberikan makna
terhadap kesediaan seseorang untuk berkomunikasi Nursalam, 2008. Tatapan yang tajam kepada seseorang bisa berarti
kekaguman atau bentuk perlawanan Mundakir, 2006.
e. Postur tubuh Gesture
Beratnya sebuah pesan ditingkatkan jika wajah si pengirim bertatap wajah dengan penerima, berdiri atau duduk dengan tepat dan
dengan kepala tegak lurus, bersandar ke depan menghadap penerima. Ketika berkomunikasi dengan postur tubuh sedikit
membungkuk, berdiri tegak atau dengan menopang tangan di pinggang memberikan arti dan suasana komunikasi yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
Mundakir, 2006. Postur tubuh adalah bobot suatu pesan bisa ditunjukkan dengan orang yang menudingkan telunjukkny, berdiri
atau duduk Nursalam, 2007.
f. Gerak isyarat
Sebuah pesan ditekan dengan gerak isyarat yang tepat mendapat perhatian. Misalnya, gerakan tangan saat bicara, anggukan kepala
sebagai ungkapan persetujuan dan gelengan kepala sebagai ungkapan penolakan. Terlampau banyak gerak isyarat,
bagaimanapun, menjadi membingungkan. Contoh, pergerakan tangan dapat memberi tekanan atau mengalihkan pesan.
g. Ekspresi wajah
Komunikasi efektif membutuhkan ekspresi wajah setuju dengan pesan yang diterima. Manajer memberikan sebuah kesenangan dan
ekspresi terbuka diterapkan oleh staf sebagai sesuatu yang mudah dijumpai. Demikian juga, ekspresi wajah seorang perawat dapat
berefek dengan baik dan klien sudi menjalin hubungan. Leathers 1976, dikutip dari Jalaludin, 1994 menyimpulkan penelitian-
penelitian tentang wajah yaitu: wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tidak senang, yang menunjukkan
apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat
pada orang lain atau lingkungan; wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi-situasi; wajah
Universitas Sumatera Utara
mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan
adanya atau kurang pengertian. Menurut Roger dkk 2000, dikutip dari Mundakir, 2006 bahwa ungkapan perasaan seseorang dapat
dilihat dari ekspresi wajahnya terutama dari lokasi sekitar mata dan mulut.
h. Waktu
Keragu-raguan sering mengurangi efek pada pernyataan atau penuh dengan ketidakbenaran.
i. Petunjuk vokal
Petunjuk vokal sebagai nada, volume, dan infleksi. Semua petunjuk ini ditambahkan ke pesan agar dapat di transmisikan. Pemimpin
efektif memiliki kesesuaian komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal. Pemimpin harus lebih sensitif terhadap pesan verbal dan
nonverbal dari bawahan dan melihat ketidakkonsistenan, yang dapat menunjukkan masalah yang belum terselesaikan.
2.6.2. Komunikasi asertif tegas Tingkah laku asertif adalah sebuah cara komunikasi yang mengizinkan
induvidu untuk mengekspresikan diri secara langsung, jujur, dan tepat, serta tidak melanggar hak-hak pribadi orang lain. Stewart dan Sylvia dari
Spector, 1973 mengungkapkan bahwa ketegasan menunjukkan pengungkapan perasaan, pendapat dan keyakinan secara langsung, jujur
dan tepat. Belajar bersikap tegas bagi seseorang yang tidak biasa bersikap
Universitas Sumatera Utara
tegas, terasa tidak menyenangkan. Stewart dan Sylvia dari Berko, 1985 menjelaskan beberapa prinsip ketegasan penting untuk diperhatikan, yaitu:
1 mengubah reaksi terhadap aksi seseorang, menjelaskan dan meminta apa yang menjadi keinginan, kebiasaan bukan alasan untuk melakukan
sesuatu, perasaan merupakan tanggung jawab masing-masing, berusaha menerima penolakan dalam setiap hubungan, tegas bukan berarti
kekerasan; 2 tidak sedikit perilaku seseorang dalam mempertahankan haknya dilakukan dengan cara agresif, yaitu menyerang. Perilaku tegas,
menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan hak tanpa melanggar dan merampas hak orang lain. Untuk menjadi sukses pada fase
kepemimpinan dalam manajemen, pemimpin harus memiliki keterampilan komunikasi asertif yang dikembangkan dengan baik. Terdapat empat
kesalahpahaman tentang komunikasi asertif yaitu :
a. Semua komunikasi adalah baik asertif ataupun pasif.
Kenyataannya, terdapat empat kemungkinan untuk keberadaan komunikasi: pasif, agresif, agresif secara tidak langsung atau pasif-
agresif, atau asertif. Komunikasi pasif terjadi ketika seorang induvidu diam, meskipun induvidu tersebut merasakan dengan kuat
tentang isu. Induvidu yang agresif mengekspresikan diri sendiri melanggar hak-hak induvidu lain; tingkah laku ini secara umum
diorientasikan terhadap “ menang pada seluruh biaya” atau mendemonstrasikan diri-unggul. Komunikasi pasif-agresif adalah
sebuah pesan yang dipresentasikan dengan cara pasif. Secara umum meliputi perubahan verbal yang dibatasi dengan tingkah laku
Universitas Sumatera Utara
nonverbal yang tidak sesuai oleh induvidu yang merasakan situasi. Induvidu tersebut berpura-pura mengambil kembali usaha untuk
memanipulasi situasi.
b. Siapa yang berkomunikasi atau berkelakuan asertif memperoleh
segalanya yang diinginkan.
Ini tidak benar, karena menjadi asertif meliputi hak-hak dan tanggung jawab. Cheneveut 1988, Robbin, 2007 hak-hak dan
tanggung jawab asertif induvidu. Hak-hak ini terdiri dari hak untuk berbicara, memperoleh, memiliki masalah, bahagia, bekerja,
membuat kesalahan, tertawa, memiliki teman, kritis, imbalan atas usaha, kebebasan, menangis, dan dicintai. Sedangkan tanggung
jawab tersebut terdiri dari mendengar, memberi, menemukan solusi, memberi kenyamanan orang lain, melakukan yang terbaik,
mengoreksi kesalahan, membuat yang lain bahagia, menjadi teman, berdoa, memberikan imbalan terhadap usaha lain, mampu
bergantung, mengeringkan air mata, mencintai yang lain.
c. Ketegasan adalah sesuatu yang tidak lemah gemulai lembut.
Luke 1992, dikutip dari Robbin, 2007 percaya bahwa kekurangan suara wanita pada masyarakat Amerika adalah sebuah konsekuensi
dari sejarah. Meskipun peran wanita pada masyarakat secara umum telah mengalami perubahan besar pada 100 tahun terakhir, perawat
secara terus menerus menemukan kesulitan pada penerimaan
Universitas Sumatera Utara
dimana perawat berkecimpung pada asertif, aktif, peran membuat dan memutuskan.
d. Kesalahpahaman konsep tentang bentuk asertif dan agresif
Menjadi asertif adalah tidak menjadi agresif. Meskipun ketika diketemukan dengan seseorang yang agresif, komunikator asertif
tidak menjadi agresif.
2.6.3. Keterampilan mendengar Kerfoot 1998, dikutip dari Robbin, 2007 mengungkapkan bahwa
mendengar apa yang disampaikan orang adalah sebuah ilmu dan seni. Untuk menjadi seorang pendengar yang baik, pemimpin harus
mengetahui atau sadar akan bagaimana pengalaman, nilai, tingkah laku pemimpin dan efek prasangka, bagaimana pemimpin menerima dan
menerapkan pesan. Kemudian pemimpin harus menguasai informasi dan komunikasi berlebihan yang melekat pada pertengahan peran
manajemen. Akhirnya, pemimpin secara terus-menerus harus bekerja untuk mengembangkan keterampilan mendengar. Pemimpin yang aktif
mendengar ikhlas memberikan waktu dan memperhatikan pengirim, memfokuskan pada komunikasi verbal dan nonverbal.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan variabel dependent dipengaruhi oleh variabel independen, dimana kemampuan kepemimpinan secara
efektif dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi kepala ruangan.
Kepala ruangan sebagai seorang manajer merupakan salah satu objek utama yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, evaluasi,
pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian aktivitas keperawatan pada unit atau departemen keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kepala ruangan dalam menjalankan tugasnya tersebut adalah kemampuan komunikasi.
Kemampuan komunikasi kepala ruangan adalah kesanggupan kepala ruangan untuk melakukan pertukaran informasi ke komunikan sehingga informasi
tersebut menimbulkan makna atau arti dan dapat dimengerti oleh penerima. Kemampuan komunikasi dalam hal ini adalah kesanggupan melakukan
keterampilan komunikasi interpersonal yang terdiri dari komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar.
Kepemimpinan efektif merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif. Komponen kepemimpinan yang efektif terdiri dari pengetahuan,kesadaran
diri, komunikasi dengan staf, semangat, menentukan tujuan, dan memulai tindakan.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi merupakan satu kesatuan pada variabel kemampuan komunikasi maksudnya adalah suatu kesanggupan keterampilan kepala ruangan
untuk melakukan keterampilan komunikasi interpersonal yaitu komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar Robbin, 2007.
Sedangkan komunikasi dengan staf sebagai unsur kepemimpinan efektif adalah mendengarkan secara aktif, saluran komunikasi, asertif, memberikan umpan balik,
membuat hubungan linking dan jaringan networking dan komunikasi visi Tappen, 1995.
Komponen komunikasi pada variabel dependen atau kepemimpinan efektif memeliki kesamaan materi dengan kemampuan komunikasi sebagai variabel
independen, sehingga dalam penelitian ini komponen komunikasi pada kepemimpinan efektif tidak dicantumkan. Berdasarkan tujuan penelitian maka
dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Skema 2. Kerangka konsep pengaruh kemampuan komunikasi terhadap kepemimpinan efektif kepala ruangan
Keterangan : : Diteliti
: Tidak diteliti Kepemimpinan Efektif :
• Pengetahuan
• Kesadaran diri
• Semangat
• Tujuan
• Tindakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi : -
Perkembangan - Peran dan Hubungan -
Persepsi - Pengetahuan -
Nilai - Jender -
Emosi - Ruang dan Teritorial
- Lingkungan - Latar belakang sosialkultural
Kemampuan Komunikasi : •
Komunikasi nonverbal •
Komunikasi asertif •
Keterampilan mendengar
Universitas Sumatera Utara
2. Defenisi Operasional