Tabel 4.15 menunjukan bahwa terdapat 3 indikator kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diukur yaitu memfokuskan
pertanyaan, mengidentifikasi asumsi, menentukan tindakan. Setiap indikator memiliki skor yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan setiap
indikator diwakili oleh soal yang jumlahnya berbeda. Terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II telah mengalami
peningkatan.Peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut terlihat dalam indikator memfokuskan pertanyaan pada siklus I dengan presentase
sebesar 69 menjadi 76 . Sedangkan indikator mengidentifikasi masalaha pada siklus I sebesar 25 menjadi 58 pada siklus II, dan
indikator menentukan tindakan pada siklus I sebesar 65 menjadi 66 pada siklus II. Hal ini menunjukan bahwa indikator kemampuan berpikir
kritis matematis siswa dalam memberikan alternatif jawaban yang berbeda-beda maupun bervariasi dan mengerjakan dengan langkah-
langkah terperinci meningkat. Oleh karena itu pendekatan Open Ended efektif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
c. Analisis jurnal harian
Pada setiap akhit pertemuan, peneliti memberikan jurnal harian dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan. Jurnal yang diberikan kepada siswa berisi 2 pertanyaan mengenai penggunaaan pendekatan Open Ended yang telah
dilaksanakan. Tanggapan siswa yang diberikan beragam, ada siswa yang memberikan respon positif misalnya: seru, menyenangkan, ada siswa
yang memberikan komentar negatif membosankan, susah dll dan ada juga siswa yang memberikan respon netral misalnya biasa saja. Berikut
ini hasil jurnal harian selama siklus I dan siklus II yang dsajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 4.16 Rata-rata prosentase tanggapan siswa
Jenis komentar Rata-rata prosentase siklus
Siklus I Siklus II
Positif 46,6
71,60 Negatif
38,6 21,59
Netral 14,8
6,81
Adapun rata-rata prosentase tanggapan siswa pada siklus I dan II disajikan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:
Grafik 4.8 Hasil perbandingan tanggapan siswa pada siklus I dan siklus II
Berdasarkan tabel dan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata prosentase tanggapan positif dari siklus I ke siklus II,
dimana pada siklus I rata-rata prosentase tanggapan positif hanya 46,6 meningkat menjadi 71,60 pada siklus II. Sedangkan rata-rata prosentase
tanggapan negatif pada siklus I sebesar 38,6 menurun menjadi 21,59 pada siklus II. Begitupun tanggapan netral, pada siklus I sebesar 14,8
menurun menjadi 6,81 pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahawa siswa memberikan tanggapan postif
terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan Open Ended.
positif negatif
netral positif
negatif netral
siklus I siklus II
46.60 38.90
14.80 71.60
21.59 6.81
C. Pembahasan
Sebelum penerapan pendekatan Open Ended kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong rendah, hal ini didasarkan pada hasil
wawancara dengan guru menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis belum begitu bagus atau dengan kata lain masih rendah. Selanjutnya dari
hasil pengamatan guru kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika.Soal-soal yang diberikan guru
tergolong mudah dan kurang bervariasi atau soal-soal rutin saja sehingga siswa tidak terbiasa dan mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal
yang sulit dan berbeda dari contoh yang guru berikan. Sehingga dari cara mengerjakanpun siswa belum menunjukan kemampuan berpikir kritisnya.
Sikap siswa cenderung masih banyak yang bercanda dan mengobrol dengan temannya saat pembelajaran.Sehingga peneliti menghendaki untuk
memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Open Ended agar kemampuan berpikir kritis matematis siswa
meningkat.Berikut pembahasan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I ke siklus II.
1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open Ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Dengan menerapkan pendekatan Open Ended, dimana pembelajaran dimulai dengan memberikan pertanyaan terbuka kepada
siswa. Pertanyaan terbuka ini diharpakan siswa mampu menjawab permasalahan tersebut dengan banyak cara sehingga mangundang
kemampuan berpikir kritis siswa untuk menemukan cara yang baru. Pembelajaran seperti ini diharapkan dapat membuat siswa lebih
kreatif dalam dan berguna bagi siswa dalam menyelesaikan masalah.Sebab dalam praktiknya siswa harus terlebih dahulu
mengidentifikasi informasi-informasi yang ada dalam soal.Lalu menganalisisnya dan kemudian siswa memodifikasi informasi yang
ada atau diketahui tersebut hingga menjadi jawaban yang diselesaikan melalui ide-ide yang muncul.
Pada pelaksanaan tindakan siklus I pengkondisian kelas belum berjalan dengan baik, masih terdapat siswa yang mengobrol, bermain
bahkan berjalan-jalan di kelas. Beberapa siswa masih malu dan enggan bertanya untuk mengeluarkan pendapatnya.
Perolehan rata-rata tes siklus I belum sesuai intervensi yang diharapkan, jawaban yang diberikan masih sedikit yang menunjukan
kemampuan berpikir kritisnya.Siswa masih ragu, bingung dan kesulitan menggunakan pendekatan dalam menyelesaikan soal dengan
menghasilkan cara atau jawaban yang beragam. Pada siklus II, peneliti dan kolabator memperbaiki timdakan
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. sehingga diharapkan siswa sudah terbiasa dan mampu menyelesaikan soal terbuka.Peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa terlihat dari hasil rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dari siklus I
sebesar 60,86 menjadi 65,5 pada siklus II. Berikut ini beberapa contoh jawaban siswa yang memenuhi
aspek kemampuan berpikir kritis siswa dengan pendekatan Open Ended dalam menyelesaikan masalah pada Tes Siklus II berdasarkan
indikator-indikatornya: 1. Indikator memfokuskan pertanyaan.
10. Diketahui sebuah tangga lantai memiliki 10 anak tangga. Nyoman dan Santi berada di anak tangga ke-2, kemudian mereka naik 7 tangga ke atas.
Karena ada buku yang terjatuh, Nyoman dan Santi turun 5 tangga ke bawah. Di anak tangga berapakah mereka sekarang?
Gambar 4.6 Hasil jawaban siswa
Berdasarkan gambar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa siswa dapat memfokuskan pertanyaan dan menemukan konsep yang digunakan
untuk penyelesaian. 2. Indikator mengidentifikasi asumsi
7. Sebatang bambu tegak, yang panjangnya 18 cm, telah dipatahkan oleh angin. Ujungnya menyentuh tanah 6 meter dari pangkalnya. Berapa
tinggi tempat patah tersebut?
Gambar 4.7 Hasil jawaban siswa
8. Seekor siput terperosok ke dalam lubang yang dalamnya 10 m. ia dapat merayap ke atas setiap 2 meter tiap hari, namun tiap malam akan
terperosok 1 meter ke bawah. Perlu berapa harikah siput itu dapat keluar dari lubang?
Gambar 4.8 Hasil jawaban tes siklus II
Berdasarkan gambar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa siswa dapat menjawab soal sesuai konteks permasalahan, dapat mengungkapkan
situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal matematika aplikasi.
6. Indikator menentukan tindakan
6. Jarak Kota A dan Kota B 40 km. Jika Kota C terletak di antara Kota A dan B, sedangkan jaraknya 25 km dari Kota B, berapakah jarak Kota C
dari Kota A?
Gambar 4.9 Hasil jawaban tes siklus II
9. Harga tunai sebuah sepeda Rp 500.000,00. Untuk kredit ditentukan uang muka sebesar Rp 50.000,00. Sisanya dapat diangsur selama 3 bulan
sebesar Rp 200.000,00 per bulan. Berapa rupiah lebih mahal harga sepeda itu jika kredit?
Gambar 4.10 Hasil jawaban siswa
Berdasarkan gambar 4.10, maka dapat disimpulkan bahwa siswa mampu
menentukan tindakan atau cara untuk menyelesaikan soal.
2. Aktivitas pembelajaran matematika siswa meningkat dengan menggunakan pendekatan Open Ended.
Hasil keseluruhan rata-rata presentase aktivitas siswa telah masuk pada kategori sangat baik.Selama siklus II, siswa mulai
menunjukan sikap antusias dalam belajar, siswa mulai merespon pembelajaran yang dberikan peneliti dengan memperhatikan
penjelasan peneliti, memberi tanggapan pada kelompok lain, tidak malu dan takut untuk bertanya ketika mengalami kesulitan
mengerjakan soal. Salah satu hal yang menarik bagi siswa dalam pembelajaran
menggunakan strategi ini adalah aktivitas belajar yang lebih menyenangkan, siswa bisa saling bekerja sama saling membantu
dalam mengerjakan soal, diskusi, pemberian reward atas apa yang mereka kerjakan sehingga membuat lebih bersemangat. Pada siklus II
metode pembagian kelompok secara heterogen mampu memfasilitasi keinginan siswa untuk bertukar pikiran dan mampu bekerja sama
dengan baik bersama kelompoknya dalam mencari alternatif jawaban