Pengaruh Filosofi Moral Etika dan Emosi terhadap Ethical Judgement Akuntan: Studi Empiris dengan Menggunakan Multidimensional Ethics Scale Pada PT Bank BRI dan PT Telkom di Medan

(1)

SKRIPSI

PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN

MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN

OLEH

Devi Agustia Ardani 080503129

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN

MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada akuntan internal perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian pada uji parsial menunjukkan hanya ada satu variabel filosofi moral etika yaitu variabel moral egoisme dan satu variabel emosi yaitu emosi penyesalan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan pada kasus pengiriman barang lebih awal. Uji parsial untuk kasus penyisihan piutang tak tertagih menunjukkan hanya satu variabel filosofi moral etika yaitu moral utilitarianisme dan satu variabel emosi yaitu emosi kepuasan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan.

Kata kunci : Etika, Emosi, Ethical Judgement, dan Multidimensional Ethics Scale


(3)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF THE PHILOSOPHY OF ETHICS AND EMOTION TO ETHICAL JUDGEMENT OF ACCONTANTS : EMPHIRICAL STUDY

BY USING MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE FROM PT BANK BRI AND PT TELKOM IN MEDAN

The formulation of problem in this study is how philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction affect ethical judgement for accountants. The purpose of this study is to know and analyze the influence of philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction to ethical judgement for accountants.

Hypothesis in this research is the philosophy of ethics consist of justice; deontology; relativism; egoism; and utilitarianism, and emotion consist of regret; relief; and satisfaction affect accountant’s decision. Primary data collected through questionaire that scattered to internal accountant of the company. Analysis method that is used is descriptive quantitative by using multiple regression analysis.

Result of the research on partial test shows only one independent variable of philosophy of ethics that is egoism and one independent variable of emotion that is regret affect ethical judgement of accountants for early shipment scenario. Partial test for bad debt scenario shows only one independent variabel of philosophy of ethics that is utilitarianism and one independent variabel of emotion that is satisfaction; affect ethical judgement of accontants.

Keyword : Ethics, Emotion, Ethical Judgement, and Multidimensional Ethics Scale


(4)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Filosofi Moral Etika dan Emosi terhadap Ethical Judgement Akuntan: Studi Empiris dengan Menggunakan Multidimensional Ethics Scale Pada PT Bank BRI dan PT Telkom di Medan”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak. Dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing penulis yang sangat banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini dan Bapak Drs. H. Mhd. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak. selaku Dosen Pembaca Pnilai yang telah banyak memberi masukan kepada skripsi penulis.

5. Orang tua penulis yang tercinta, ayahanda Ardianto dan Ibunda Kamaleni yang telah mendidik dan membesarkan penulis serta Abang


(5)

penulis Saldinata Bobby Ardani dan adik penulis Desy Rahayu Ardani.

6. Teman-teman Akuntansi angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dari awal kuliah sampai sama-sama berjuang menulis skripsi, Desi Yasnita, Rudi Manasye Sembiring, David Chanjaya, Ranap O.Y.Nainggolan, dan Joshua.

7. Bapak yang ada di PT Bank BRI wilayah Medan dan PT Telkom Wilayah Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan data dan informasi yang sangat dibutuhkan penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, kemampuan lain yang ada pada diri penulis pada saat penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya, bagi almamater, dan bagi ilmu pengetahuan akuntansi.

Medan, Oktober 2012 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR GAMBAR………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……….. 5

1.3. Tujuan Penelitian ……… 5

1.4. Manfaat Penelitian ………...………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Etika ……… 7

2.1.1. Definisi Etika………. 7

2.1.2. Fungsi Etika………... 9

2.1.3. Tuntutan Akan Etika Dan Tolok Ukur Etika ……….. 9

2.1.4. Etika Profesi ………. 10

2.1.5. Perilaku Etis ………. 13

2.2. Emosi ……….. 16

2.2.1. Pengertian Emosi ……….. 16

2.2.2. Fungsi Emosi ……… 16

2.2.3. Teori- Teori Emosi ………... 17

2.2.3.1. Teori Emosi Dua Faktor Schachter-Singer…... 17

2.2.3.2. Teori Emosi James-Lange ……… 17

2.2.3.3. Teori “Emergency” Canon ……….. 18

2.2.4. Pengelompokkan Emosi ……… 18

2.3. 2.2.5. Emosi dan Rasionalitas ………. 19

Ethical Judgement ……….. 20

2.4. Manajemen Laba ……… 21

2.4.1. Pengertian Manajemen Laba ……… 21

2.5. 2.4.2. Bentuk-Bentuk Manajemen Laba ………. 22

2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu ………... 23

Hipotesis ……… 29

2.6.1.Multidimensional Ethics Scale ………. 29


(7)

2.6.1.2. Filosofi Deontologi ………. 30

2.6.1.3. Filosofi Moral Relativisme ……….. 31

2.6.1.4. Filosofi Moral Egoisme ……… 32

2.6.1.5. Filosofi Moral Utilitarianisme ……….. 33

2.6.2.Emosi ………. 34

2.6.2.1.Penyesalan ………. 34

2.6.2.2.Kelegaan ……… 35

2.7. 2.6.2.3.Kepuasan ………... 36

Kerangka Konseptual ……….. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. 3.2. Variabel Penelitian ……….. 39

Jenis Penelitian ……… 38

3.3. Jenis Data ……… 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ……… 42

3.5. Metode Analisis Data ………. 44

3.5.1. Analisis Kuantitatif ………... 44

3.5.1.1. Uji Kualitas Data ……… 44

1. Uji Validitas………. 44

2. Uji Reliabilitas ………. 44

3.5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik ………. 45

1. Uji Normalitas ………. 45

2. Uji Multikolinearitas ……….... 45

3. Uji Heteroskedastisitas ……….... 45

3.5.1.3. Analisis Regresi Linear Berganda …………. 46

3.5.1.4. Pengujian Hipotesis ……… 47

1. Koefisien Determinasi (R2 2. Uji Parsial (Uji T) ………... 48

) ……….. 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ……… 49

4.2. Hasil Penelitian ………. 51

4.2.1. Analisis Indeks Jawaban Responden Per Variabel …. 51

1. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Keadilan ……… 52

2. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Deontologi ……… 55

3. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Relativisme ………. 58

4. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Egoisme ……… 61

5. Indeks Jawaban Responden Mengenai Moral Utilitarianisme ……… 63 6. Indeks Jawaban Responden Mengenai Emosi


(8)

Penyesalan ……….. 66

7. Indeks Jawaban Responden Mengenai Emosi Kelegaan ……….. 67

8. Indeks Jawaban Responden Mengenai Emosi Kepuasan ………. 68

9. Indeks Jawaban Responden Mengenai Ethical Judgement ……….. 70

4.3. Analisis Data ………... 72

4.3.1. Uji Kualitas Data ………... 72

1. Uji Validitas ………... 72

2. Uji Reliabilitas ……….... 75

4.3.2. Uji Asumsi Klasik ……….. 76

1. Uji Normalitas ………. 77

2. Uji Multikolinearitas ……….. 79

3.Uji Heteroskedastisitas ………. 81

4.3.3. Analisis Regresi Linear Berganda ……….. 83

4.3.4. Pengujian Hipotesis ……… 86

1. Koefisien Determinasi (R2 2. Uji Parsial (Uji T) ……… 88

) ………. 86

4.4.Pembahasan ………... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 98

5.2. Saran ……….. 101

DAFTAR PUSTAKA ……….... 103


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu………….……….. 24

3.1 Variabel Penelitian dan Indikator……….. 40

4.1 Daftar Kuesioner ……….. 49

4.2 Profil Responden……… 50

4.3 Indeks Moral Keadilan Kasus 1 ……… 52

4.4 Indeks Moral Keadilan Kasus 2………. 52

4.5 Indeks Moral Deontologi Kasus 1……….. 55

4.6 Indeks Moral Deontologi Kasus 2 ………. 56

4.7 Indeks Moral Relativisme Kasus 1 ……… 58

4.8 Indeks Moral Relativisme Kasus 2………. 58

4.9 Indeks Moral Egoisme Kasus 1……….. 61

4.10 Indeks Moral Egoisme Kasus 2……….. 61

4.11 Indeks Moral Utilitarianisme Kasus 1……… 63

4.12 Indeks Moral Utilitarianisme Kasus 2……… 64

4.13 Indeks Emosi Penyesalan Kasus 1………. 66

4.14 Indeks Emosi Penyesalan Kasus 2………. 66

4.15 Indeks Emosi Kelegaan Kasus 1……… 67

4.16 Indeks Emosi Kelegaan Kasus 2……… 67

4.17 Indeks Emosi Kepuasan Kasus 1………... 69

4.18 Indeks Emosi Kepuasan Kasus 2………... 69

4.19 Indeks Ethical Judgement Kasus 1……… 70

4.20 Indeks Ethical Judgement Kasus 2……… 70

4.21 Hasil Uji Validitas Kasus 1……… 73

4.22 Hasil Uji Validitas Kasus 2……… 74

4.23 Hasil Uji Reliabiltas Kasus 1………. 76

4.24 Hasil Uji Reliabilitas Kasus 2……… 76

4.25 Hasil Uji Multikolinearitas Kasus 1………... 80

4.26 Hasil Uji Multikolinearitas Kasus 2………... 80

4.27 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda Kasus1 …. 83

4.28 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda Kasus2 …. 84

4.29 Hasil Koefisien Determinasi Kasus 1………. 87

4.30 Hasil Koefisien Determinasi Kasus 2………. 87

4.31 Hasil Uji Parsial Kasus 1……… 89


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual………. 37

4.1 Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram Kasus 1... 78 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram Kasus 2... 78 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kasus 1…………... 82 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kasus 2…………... 82


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ……….. 110 2 Tabel Jawaban Responden ……….. ……... 117 3 Nilai Indeks Per Variabel ………… ……... 121 4 Hasil Pengujian Reliabiltas dan Validitas.. 125 5 Hasil Pengujian Normalitas ……… 130 6 Hasil Uji Multikolinearitas ………. 131 7 Hasil Uji Heteroskedastisitias ……… 132 8 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda 133 9 Hasil Koefisien Determinasi ……….. 134 10 Hasil Uji Parsial ……….. 135


(12)

ABSTRAK

PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN

MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan terhadap ethical judgement akuntan.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah filosofi moral etika dan emosi yang terdiri dari: keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, dan kepuasan berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada akuntan internal perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian pada uji parsial menunjukkan hanya ada satu variabel filosofi moral etika yaitu variabel moral egoisme dan satu variabel emosi yaitu emosi penyesalan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan pada kasus pengiriman barang lebih awal. Uji parsial untuk kasus penyisihan piutang tak tertagih menunjukkan hanya satu variabel filosofi moral etika yaitu moral utilitarianisme dan satu variabel emosi yaitu emosi kepuasan yang berpengaruh terhadap ethical judgement akuntan.

Kata kunci : Etika, Emosi, Ethical Judgement, dan Multidimensional Ethics Scale


(13)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF THE PHILOSOPHY OF ETHICS AND EMOTION TO ETHICAL JUDGEMENT OF ACCONTANTS : EMPHIRICAL STUDY

BY USING MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE FROM PT BANK BRI AND PT TELKOM IN MEDAN

The formulation of problem in this study is how philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction affect ethical judgement for accountants. The purpose of this study is to know and analyze the influence of philosophy of ethics and emotion which consist of justice, deontology, relativism, egoism, utilitarianism, regret, relief, and satisfaction to ethical judgement for accountants.

Hypothesis in this research is the philosophy of ethics consist of justice; deontology; relativism; egoism; and utilitarianism, and emotion consist of regret; relief; and satisfaction affect accountant’s decision. Primary data collected through questionaire that scattered to internal accountant of the company. Analysis method that is used is descriptive quantitative by using multiple regression analysis.

Result of the research on partial test shows only one independent variable of philosophy of ethics that is egoism and one independent variable of emotion that is regret affect ethical judgement of accountants for early shipment scenario. Partial test for bad debt scenario shows only one independent variabel of philosophy of ethics that is utilitarianism and one independent variabel of emotion that is satisfaction; affect ethical judgement of accontants.

Keyword : Ethics, Emotion, Ethical Judgement, and Multidimensional Ethics Scale


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Praktek dalam dunia bisnis sering dianggap sudah menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia bisnis merupakan dunia yang tidak lagi mempertimbangkan etika. Padahal pertimbangan etika penting bagi status profesional dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini disebabkan karena tujuan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga setiap orang maupun perusahaan saling bersaing dalam mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan aspek-aspek tersebut.

Permasalahan profesi akuntan sekarang ini banyak dipengaruhi masalah kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Kasus kegagalan akuntansi dan auditing yang terkenal belakangan ini meliputi Worldcom, Enron, Microsoft, Peregrine Systems, Rite Aid, Sunbeam, Tyco, Waste Management, W.R. Grace, dan Xerox. Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan, Chief Financial


(15)

Officer (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham. Dalam kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Mengingat peranan akuntan sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha, maka mendorong para akuntan ini untuk memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya. Memasuki abad 21, ICCA mengeluarkan satuan tugas khusus “The Skill for 21 century task force” untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan perubahan kualifikasi para akuntan di abad 21. Satuan tugas tersebut menemukan bahwa di abad 21 ini para akuntan yang dibutuhkan, haruslah memiliki beberapa kompetensi dan kualifikasi antara lain, sebagai berikut (Bulo, 2002:22) :

• Keterampilan akuntansi mencakup kemampuan untuk menganalisa data keuangan, pengetahuan perpajakan, audit, sistem teknologi informasi dan pengetahuan tentang pasar modal.

• Keterampilan komunikasi mencakup kesanggupan mendengar dengan efektif, berbicara dan menulis dengan jelas, mengerti kebutuhan orang lain, kemampuan mengungkapkan, mendiskusikan, mempertahankan pandangan, memiliki empati dan mampu berhubungan dengan orang dari negara, budaya dan latar belakang sosio ekonomi yang berbeda.

• Keterampilan negosiasi.

• Keterampilan interpersonal meliputi kemampuan memotivasi dan mengembangkan orang lain, mendelegasikan tugas, menyelesaikan


(16)

konflik, kepemimpinan, mengelola hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dengan berbagai macam orang.

• Kemampuan intelektual meliputi kemampuan logika, deduktif dan pemikiran abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup menyelesaikan dilema etis.

• Pengetahuan manajemen dan organisasi mencakup kemampuan untuk memahami aktivitas organisasi bisnis pemerintah, organisasi nirlaba, memahami budaya bisnis, dinamika kelompok, serta manajemen sumber daya.

• Atribut personel mencakup integritas, keadilan etika dan komitmen untuk belajar seumur hidup karena product life cycle pengetahuan yang semakin pendek.

Selain itu, seorang akuntan harus memiliki kecerdasan emosi karena tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan. Goleman (2000) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Sama seperti yang dikemukakan oleh Patton (1998) bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab, produktif, dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal-hal tersebut sangat dibutuhkan di dalam lingkungan kerja. Peter (2006) dan Loewenstein dan Lerner (2003), dan bisa dibilang sebagian besar peneliti lain di bidang pengambilan keputusan mengemukakan bahwa emosi atau perasaan digambarkan sebagai kekuatan eksternal yang mempengaruhi sebuah proses non-emosional. Diasumsikan bahwa domain emosi secara kualitatif berbeda dan secara fungsional terpisah dari domain kognisi. Pengambilan


(17)

keputusan terlihat sebagai proses dasar kognitif yang tidak selalu berarti emosi, emosi mungkin memiliki pengaruh pada pembuatan keputusan, tetapi keputusan mungkin juga dilanjutkan tanpa emosi.

Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan. Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker, 1984; Bebeau et.al, 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. Penilaian atas sesuatu yang baik dan buruk, yang harus ditentukan pada situasi tertentu berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu disebut dengan ethical judgement. Penilaian etis tiap individu dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Rest (1999) menyatakan bahwa ethical judgement secara statistikal terkait dengan beratus-ratus ukuran perilaku. Hal ini memerlukan suatu metodologi yang menangkap komponen perilaku moral lainnya. Multidimensional Ethics Scale (MES) secara spesifik mengidentifikasi rasionalisasi dibalik alasan moral dan mengapa responden percaya bahwa suatu tindakan adalah etis.


(18)

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH FILOSOFI MORAL ETIKA DAN EMOSI TERHADAP ETHICAL JUDGEMENT

AKUNTAN: STUDI EMPIRIS DENGAN MENGGUNAKAN

MULTIDIMENSIONAL ETHICS SCALE PADA PT BANK BRI DAN PT TELKOM DI MEDAN”

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh filosofi moral etika dan emosi terhadap ethical judgement akuntan mengenai manajemen laba dengan menggunakan multidimensional ethics scale ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan yang pertama, untuk memahami evaluasi etika, emosi, dan orientasi akuntan profesional dalam melakukan pertimbangan etis (ethical judgement) yang berkaitan dengan manajemen laba. Pertimbangan etis (ethical judgement) adalah klasifikasi responden dari suatu tindakan sebagai etis atau tidak etis yang merupakan kesediaan responden untuk melakukan suatu tindakan yang ditentukan. Tujuan kedua adalah untuk memvalidasi Multidimensional Ethics Scale (MES) yang digunakan oleh Cohen et.al (1998) dalam pengaturan internasional.

1.4. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:


(19)

1. Bagi Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai kecerdasan emosional dan perilaku etis terhadap ethical judgement akuntan.

2. Bagi Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian - penelitian yang terkait etika profesi, kecerdasan emosional, dan ethical judgement.

3. Bagi Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan agar memperhatikan faktor kecerdasan emosional dan etika profesi dalam ethical judgement yang berpengaruh pada proses pengambilan keputusan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etika

2.1.1.Definisi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), “Etika adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”.

Menurut Maryani dan Ludigdo (2001), “Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur prilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.

Menurut Solomon (2000), “Etika adalah (1) karakter individu, termasuk pengertian orang baik, (2) hukum sosial yang mengatur, mengendalikan, membatasi perilaku kita”. Menurut Suseno (1985), “Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral”.

“Etika bukan merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruk bagi tingkah laku manusia, memang apa yang tertemukan oleh etika mungkin jadi pedoman


(21)

seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk memberi pedoman, melainkan untuk tahu”. (Poedjawiyatna, 2003)

“Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok”. (Keraf, 1998)

Etika merupakan aturan yang mengikat secara moral hubungan manusia yang dapat dituangkan dalam aturan hukum, pedoman maupun etika profesional. Beberapa ahli filsafat memandang moralitas sebagai hukum benar salah yang terkait dengan nilai dan prilaku manusia, dan etika adalah studi di bidang tersebut. Etika atau moral sering dipertukarkan, merupakan bidang ilmu filsafat dan psikologi, yang digunakan pula dalam dunia bisnis dan profesi akuntan.

Menurut Suseno (1985) etika normatif terbagi atas 2 yaitu, tolok ukur pertanggungjawaban moral dan menuju kebahagiaan. Tolok ukur pertanggungjawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi, dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme, pengembangan diri, dan utilitarianisme. Di samping itu, Hardjoeno (2002) membagi jenis etika atas 4 kelompok yaitu, etika normatif, etika peraturan, etika situasi dan relativisme.

Pengelompokkan etika normatif dan jenis etika tersebut, juga terdapat dalam multidimensional ethics scale (Cohen et al. 1993) yang


(22)

mengembangkan atas 4 dimensi yaitu dimensi justice / relativist, dimensi egoism, dimensi utilitarian, dan dimensi contractualism.

2.1.2.Fungsi Etika Fungsi etika sebagai :

a. sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.

b. etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

c. orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

2.1.3.Tuntutan Akan Etika Dan Tolok Ukur Etika

Menurut Hoesada (1997), tuntutan akan etika dan tolok ukur etika meningkat disebabkan oleh :

1. Pengungkapan etika pada publik, pengumuman dan media massa (pengaruh terbesar, menurut suatu survei).

2. Kepedulian publik meningkat, kewaspadaan publik meningkat, kesadaran publik meningkat, tekanan sosial baik dalam maupun luar negeri (pengaruh besar).

3. Regulasi pemerintah, intervensi pemerintah dan tuntutan pengadilan akan malpraktek (pengaruh besar).

4. Jumlah dan mutu manajer profesional dan terdidik meningkat.

5. Pengharapan baru akan suatu peran sosial suatu profesi. 6. Kesadaran dunia usaha dan para CEO akan etika bisnis

meningkat (pengaruh besar).

Menurut Hoesada (1997), tuntutan akan etika dan tolok ukur etika menurun disebabkan oleh :


(23)

1. Kerusakan sosial, masyarakat yang longgar, materialisme dan hedoisme meningkat, hilangnya atau menurunnya pengaruh agama, kebutuhan akan kecepatan dan kuantitas, bukan kualitas.

2. Persaingan bertambah berat, gaya hidup, stress merebut sukses.

3. Korupsi, hilangnya kepercayaan dan rasa hormat pada pemerintah, etika sebagai sarana politik.

4. Pengetahuan akan tindakan non etikal meningkat dan menjadi terbiasa oleh media massa. Media massa menjadi penyebab meningkatnya kejahatan.

5. Haus harta, sukses diukur dengan materi, egoisme, dan individualisme.

6. Tekanan laba dari investor dan penyandang dana, harus bertahan untuk tetap hidup.

2.1.4. Etika Profesi

Suatu profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada fungsi akuntansi sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002).

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode Etik adalah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara akuntan dengan sejawat,


(24)

dan antara profesi dengan masyarakat (Sihwajoeni, 2000). Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik yaitu: pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).

Menurut Keraf, prinsip etika profesi adalah (1) tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan, (2) tanggung jawab terhadap dampak kemasyarakatan umum, (3) keadilan, tak melanggar hak orang lain, (4) otonomi berkode etik.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), prinsip etika profesi adalah :

1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.


(25)

3. Integritas

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

4. Obyektivitas

Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

6.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.


(26)

7. Prilaku Profesional

8.

Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Fakta mengatakan bahwa berprilaku profesional diperlukan bagi semua profesi, agar profesi yang telah menjadi pilihan mendapat kepercayaan dari masyarakat (Media Akuntansi 2002). Hunt dan Vitell (1986:5-16) mengatakan bahwa kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya.

2.1.5.

Krench dan Krutchfield (1983) dalam Maryani dan Ludigdo (2001), mengatakan bahwa sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak, menyertai manusia dengan


(27)

perasaan tertentu dalam menanggapi objek yang terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Sikap pada diri seseorang akan menjadi corak atau warna pada tingkah laku orang tersebut.

Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karakteristik tersebut meliputi sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik-karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Maryani dan Ludigdo, 2001).

Perilaku etis juga didefinisikan sebagai pelaksanaan tindakan fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan (Steiner dalam Reiss dan Mitra, 1998). Perilaku etis sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan. Pengembangan etika merupakan hal yang penting bagi kesuksesan individu sebagai pemimpin suatu organisasi (Morgan dalam Nugrahaningsih, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi : 1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu

2. Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik kelompok yang diikuti


(28)

3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang Menurut Hoesada (1997) dalam jurnal yang berjudul “Etika Bisnis dan Etika Profesi dalam Era Globalisasi” faktor yang mempengaruhi pada keputusan tidak etis adalah (1) kebutuhan keuangan individu, (2) tak ada pedoman, (3) EQ, perilaku dan kebiasaan, (4) lingkungan tidak etis, dan (5) perilaku atasan.

Dari survei tersebut, ternyata pedoman etika (butir 2) menduduki tempat urutan kedua terpenting. Pedoman disini adalah hukum, aturan, berupa petunjuk dan pelatihan pengenalan etika.

Lingkungan tidak etis (butir 4) terkait pada teori psikologi sosial, dimana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok. Kepercayaan artinya bila ditemukan perbedaan, ia memutuskan dirinya keliru, kelompoknya benar.

Etika tidak terlepas dari hukum urutan kebutuhan (needs theory). Mengambil kerangka berpikir Maslow, maka kebutuhan jasmaniah pokok terpenuhi dahulu, agar dapat merasakan urgensi kebutuhan estrem dan aktualisasi diri sebagai profesional. Para responden Kohlberg menunjukkan menipu, mencuri, berbohong adalah tindakan etis apabila untuk melanjutkan hidup. Kendala yang mempengaruhi adalah, di satu pihak Kode Etik tak mempersoalkan urutan kebutuhan dalam penerapannya, di lain pihak kebutuhan jasmani dapat tak terpuaskan dan dapat dikonversi menjadi bentuk estrem lain.


(29)

2.2.Emosi

2.2.1. Pengertian Emosi

Crow & Crow (1963) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan hidup.

Menurut English & English dalam Yusuf (2003) emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar motoris).

Sarwono (1999) mengatakan emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Dari definisi tersebut diatas jelas bahwa emosi tidak selalu jelek. Emosi meminjam ungkapan Rakhmat (1994), merupakan bumbu kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang.

2.2.2. Fungsi Emosi

1.

Berhubungan dengan fungsi emosi, Coleman dan Mammen (1974, dalam Rakhmat, 1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi :

2.

Emosi adalah sebagai pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi, kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, dan sebagainya.

Emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat diketahui dari emosi kita. Jika marah, kita


(30)

mengetahui bahwa kita dihambat atau diserang orang lain, sedih berarti kita kehilangan sesuatu yang kita senangi, bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau menghindar dari hal yang dibenci.

3.

4.

Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga membawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Ungkapan emosi dapat diketahui secara universal. Emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

2.2.3. 2.2.3.1.

Teori-Teori Emosi

Teori Emosi Dua- Faktor Schachter-Singer

2.2.3.2.

Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi favorit-emosi yang ditimbulkan dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan (misalnya, melihat ular berbisa), emosi yang dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.

Teori Emosi James-Lange

Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah melihat ular.

Selanjutnya menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai


(31)

respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Emosi menurut teori ini terjadi karena adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Dengan kata lain, James-Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.

2.2.3.3. Teori “Emergency” Canon

Teori ini dikemukakan oleh Cannon (1929), seorang fisiologi dari Harvard University. Cannon dalam teorinya menyebutkan bahwa emosi (sebagai pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dengan fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya).

2.2.4.

Teori Cannon ini selanjutnya diperkuat oleh Bard, sehingga kemudian lebih dikenal teori Cannon-Bard atau teori “emergency”. Teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sakral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatis aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.

Pengelompokkan Emosi

1.

Emosi dapat dikelompokkan menjadi (Yusuf: 2008,117) :

Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.


(32)

2. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, diantaranya :

a. Perasaan Intelektual, yaitu emosi yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : 1) rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hal karya ilmiah, 2) rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, 3) rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.

b. Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perseorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini, seperti a) rasa solidaritas, b) persaudaraan, c) simpati, d) kasih sayang dan sebagainya. c. Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan

nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya; a) rasa tanggung jawab, b) rasa bersalah apabila melanggar norma, c) rasa tentram dalam mentaati norma.

d. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.

e. Perasaan Ketuhanan. Manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, manusia dijuluki sebaga Homo Divinans dan Homo Religius, yaitu sebagai makhluk yang berkeTuhanan atau makhluk beragama.

2.2.5. Emosi dan Rasionalitas

Pengambilan keputusan adalah proses mental rasional tanpa emosi. Emosi merupakan hal yang mengganggu dan membahayakan proses rasional. Dalam penelitian keputusan, rasionalitas sebagian besar dipahami sebagai konsistensi formal yaitu sesuai dengan hukum-hukum probabilitas


(33)

dan aksioma-aksioma teori utilitas. Jika orang bersikap rasional, mereka akan membuat pilihan yang optimal (Bechara, Damasio, Tranel, & Damasio, 2000). Namun, bukti yang terkumpul bahwa konsepsi ini mungkin palsu.

2.3.

Tanpa keterlibatan emosi, pengambilan keputusan bahkan tidak mungkin atau mungkin jauh dari optimal (Damasio, 1994). Rasionalitas pengambilan keputusan mungkin benar-benar tergantung pada kemampuan orang untuk membentuk emosi yang sesuai (de Sousa, 1987).

Ethical Judgement

Ethical judgement menyangkut penilaian dari tindakan - tindakan etika seperti yang dibuktikan oleh komponen sensitivitas moral yang lebih dapat dibenarkan secara moral (cukup atau hanya atau secara moral benar atau bagus). Pertimbangan moral adalah mengarah pada pembuatan sebuah keputusan mengenai apakah kebenaran yang pasti dari tindakan secara moral, seperti apa yang seharusnya dilakukan. Proses dari tahapan ini meliputi pemikiran perspektif dari pertimbangan profesionalnya dalam sebuah pemecahan yang ideal untuk sebuah dilema etika (Jones,1991). Perkembangan penalaran moral (cognitive moral development), sering disebut juga kesadaran moral (moral reasoning, moral judgement, moral thinking), merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral dalam pembuatan keputusan etis, sehingga untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku


(34)

moral yang tampak, tetapi harus melihat kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut (Jones, 1991).

2.4. Manajemen Laba ( Earnings Management ) 2.4.1. Pengertian Manajemen Laba

Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.

1.

Manajemen laba (earnings management) didefinisikan sebagai berikut :

Menurut Scott (2000) , manajemen laba adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau nilai pasar perusahaan.

2. Healy dan Wahlen (1999) manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga


(35)

menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu. 3. Schipper (1989) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang

fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

2.4.2. Bentuk – Bentuk Manajemen Laba

a.

Bentuk-bentuk pengaturan laba yang dikemukakan oleh Scott (2000) yaitu :

Taking Bath

b.

Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya pergantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan.

Income Minimization

Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimumkan pajak. Cara ini dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan


(36)

yang diambil dapat berupa penghapusan (write off ) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.

c. Income Maximization

d.

Memaksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income Smoothing

e.

Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.

Timing Revenue dan Expense Recognation

2.5.

Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan premature atas pendapatan.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti berpedoman dari tinjauan teori-teori, jurnal-jurnal nasional maupun internasional mengenai kecerdasan emosi dan perilaku etis. Peneliti juga menelaah beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Kecerdasan Emosi dan Etika seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:


(37)

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

Frey 2000 The impact of

moral intensity on decision making in a business context

Suatu keputusan akan lebih rendah intensitas moralnya jika keputusan tersebut memiliki konsekuensi negatif jika kebanyakan orang setuju bahwa suatu keputusan itu beretika

Maryani dan Ludigdo

2001 Survei atas faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan Religiusitas adalah faktor yang berpengaruh dominan terhadap perilaku etis akuntan, kecerdasan emosional juga berpengaruh

terhadap sikap etis akuntan.

May dan Pauli 2002 The role of moral intensity in ethical decision making Dimensi dari itensitas moral berhubungan dengan pengakuan isu moral, evaluasi moral (utilitarian, deontological, keadilan prosedural dan keadilan distributif) dan intensi moral.

Lindawati 2003 The moral

reasoning of public

Moral development merupakan


(38)

accountants in the development of a code of ethics

komponen penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik.

Rubiyo 2003 Analisis

multidimensional terhadap

pertimbangan etika bagi praktisi pajak

Unsur-unsur

kejujuran, keadilan, moralitas, secara budaya, tradisi dan struktur

Multidimensional Ethics Scale (MES)

yang lainnya mendukung terhadap

dimensi etika sesuai model Cohen et.al yaitu filosofi moral equity, relativisme, kontraktualisme, egoisme, dan utilitarianisme Tikollah, Triyuwono dan Ludigdo

2006 Pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi, tetapi secara parsial hanya kecerdasan intelektual yang berpengaruh signifikan serta berpengaruh dominan terhadap sikap etis mahasiswa


(39)

akuntasi. Rissyo dan

Nurna Aziza

2006 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, dan kepercayaan diri

Hasil penelitian tersebut

menghasilkan

kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman

akuntansi.

Frey (2000) melakukan penelitian yang menginvestigasi pengaruh intensitas moral dalam pembuatan keputusan pada para manajer bisnis di New Zealand. Dua skenario digunakan untuk menciptakan manipulasi pada keenam komponen intensitas moral (tinggi atau rendah). Pada penelitiannya dilakukan manipulasi terhadap tiga komponen dari enam elemen intensitas moral, dan menghasilkan fakta bahwa tidak terdapat interaksi yang besar diantara komponen-komponen intensitas moral atau variasi lintas skenario. Suatu keputusan akan lebih rendah intensitas moralnya jika keputusan tersebut memiliki konsekuensi negatif jika kebanyakan orang setuju bahwa suatu keputusan itu beretika.


(40)

Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan.

May dan Pauli (2002) melakukan riset pada sembilan kelas bisnis di Universitas Midwestern. Setiap partisipan diberikan skenario dan menjawab setiap pertanyaan untuk melihat intensitas moral, proses evaluasi moral, dimensi intensitas moral, dan pengakuan moral. Hasilnya diketahui bahwa dimensi dari itensitas moral berhubungan dengan pengakuan isu moral, evaluasi moral (utilitarian, deontological, keadilan prosedural dan keadilan distributif) dan intensi moral. Konsisten dengan kerangka pembuatan keputusan moral ditemukan bahwa: 1) hubungan intensitas moral - evaluasi moral secara parsial dimediasi oleh pengakuan moral untuk keadilan distribusi dan evaluasi utilitarian, 2) hubungan


(41)

pengakuan moral-intensi moral sepenuhnya dimediasi oleh keadilan distribusi dan evaluasi utilitarian, serta 3) hubungan intensitas moral-intensi moral secara parsial dimediasi oleh kombinasi dari pengakuan moral dari setiap proses evaluasi moral.

Lindawati (2003) menguji peran moral reasoning akuntan publik dalam pengembangan kode etik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa moral development merupakan komponen penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik. Hasil lainnya menyatakan bahwa derajat profesionalisme seorang akuntan publik ditentukan oleh tingkat perkembangan moralnya (moral development).

Rubiyo (2003) menguji keandalan model penelitian MES dalam menguji perilaku etis praktisi pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur faktor MES memperkuat keberadaan filosofi dimensi etis (moral equity, relativisme, kontraktiualisme, egoisme, dan utilitarianisme) dalam konteks praktek pajak serta mempengaruhi pertimbangan etis para praktisi pajak.

Tikollah, Triyuwono, dan Ludigdo (2006) menguji pengaruh langsung komponen-komponen (IQ, EQ, dan SQ) terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi pada Universitas Negeri Makassar dan mahasiswa jurusan akuntansi pada Universitas Hasannudin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komponen kecerdasan IQ, EQ dan SQ secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Walaupun demikian,


(42)

secara parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa, sedangkan EQ maupun SQ secara parsial tidak berpengaruh.

2.6.

Rissyo dan Aziza (2006) mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri sebagai variabel pemoderasi. Dalam penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, yaitu regresi linear berganda; moderating regression analysis; dan independent sample T-Test. Hasil penelitian tesebut menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Pada penelitian ini, terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa dengan kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variabel pengendalian diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.

Hipotesis

2.6.1. Multidimensional Ethics Scale

MES menyajikan wawasan mengenai filosofi atau dasar pemikiran yang melatarbelakangi pertimbangan etis. Penggunaan skala ini didasarkan pada premis bahwa individu-individu menggunakan lebih dari satu dasar pemikiran dalam membuat pertimbangan-pertimbangan moral (moral judgements), dan bahwa signifikasi dasar-dasar pemikiran ini berbeda-beda


(43)

pada situasi yang berbeda. Penggunaan MES ini menuntut adanya investigasi tidak hanya pada apa yang responden percayai, namun juga pada mengapa dia mempercayainya (Reidenbach dan Robin, 1990).

Dalam konteks akuntansi, Cohen et.al (1993) telah memodifikasi skala MES Reidenbach dan Robin menjadi 12 item menggambarkan 5 filosofi moral yaitu : (1) moral equity, (2) deontologi, (3) relativisme, (4) egoisme, dan (5) utilitarianisme. Jadi, lima filosofi tersebut mencakup instrumen Cohen, yang terdiri dari 3 konstruk yang dikemukakan oleh Reidenbach dan Robin (1990), ditambah item-item yang berkaitan dengan egoisme dan utilitarianisme.

2.6.1.1. Filosofi Moral Equity

Moral equity menyangkut moral yang ada pada diri seseorang, didasarkan pada konsep jujur (fairness) dan adil (justice) secara keseluruhan dan sangat berpengaruh terhadap pemikiran moral kontemporer (Rest, 1979). Keadilan (justice) mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa persepsi keadilan dan kejujuran mempengaruhi keinginan akuntan terhadap pertimbangan saran apabila menjumpai pelaporan yang agresif bagi kliennya (Larue dan Reckers, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa dimensi moral keadilan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertimbangan


(44)

etis (Rubiyo, 2003). Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H1 : Terdapat pengaruh moral keadilan terhadap ethical judgement akuntan

2.6.1.2. Filosofi Deontologi

Filosofi ini memfokuskan pada prinsip-prinsip kebenaran dan kesalahan secara universal dengan mempertimbangkan moralitas suatu tindakan ketimbang tugas-tugas individu, kontrak-kontrak tak tertulis atau kewajiban-kewajiban tak tertulis. Adanya fakta bahwa profesi akuntansi tergantung pada kepercayaan masyarakat membuat para akuntan publik mempunyai suatu kewajiban untuk memperhatikan kepentingan masyarakat. Deontologi berkaitan dengan tanggung jawab terhadap sesama. Pada penelitian Rustiana (2006) mengenai persepsi etika auditor dalam situasi dilema etis akuntansi. Dilema etis dalam penelitian tersebut berupa dua kasus etika yang dikembangkan oleh Cohen et al. (1998) dan digunakan oleh Landry et al. (2004). Kasus pertama mengenai pengakuan volume penjualan oleh manajer penjualan sehingga dapat memperoleh bonus. Kasus kedua mengenai manajer kredit yang menyetujui adanya pinjaman kredit tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus pertama auditor memiliki persepsi bahwa tindakan manajer tersebut cenderung melanggar aturan yang tidak tertulis dan melanggar kebijakan yang dianjurkan. Bagi auditor yang telah berpengalaman dan terlatih dalam mengaudit klien, tindakan manajer tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya fraud yang dilakukan oleh pihak manajemen.


(45)

Manajemen kurang menjalankan etika yang menjadi kewajiban moralnya sebagai pimpinan perusahaan (aspek deontologi). Pada kasus kedua menunjukkan bahwa para auditor berpersepsi bahwa tindakan manajer kredit tersebut cenderung melanggar kebijakan yang dianjurkan. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H2 : Terdapat pengaruh moral deontologi terhadap ethical judgement akuntan

2.6.1.3. Filosofi Moral Relativisme

Filosofi ini mendasarkan pertimbangan-pertimbangan pada diterimanya suatu tindakan pada norma-norma kultural atau sosial. Oleh karena itu etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya memiliki aturan yang berbeda-beda. Relativisme mengukur suatu sikap seseorang yang mengarah ke prinsip moral dan aturan secara universal. Relativists menolak prinsip dan aturan moral secara universal dan merasakan bahwa tindakan moralitas tersebut tergantung pada individu dan situasi yang dilibatkan (Forsyth, 1992). Mereka menyatakan bahwa filosofi moral berdasarkan pada skepticism/ keragu-raguan (Forsyth, 1992). Seseorang yang rendah relativisme-nya menetapkan bahwa moralitas memerlukan tindakan dalam cara-cara yang konsisten dengan prinsip moral (Ziegenfuss,1999). Shaub, et al (1993) menyatakan bahwa seorang individu yang berorientasi lebih relativisme memberi toleransi peraturan moral yang disepakati bersama dan menganggap masalah etika dapat diinterprestasikan dari persepsi yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, relativist yang tinggi mungkin sedikit menyalahkan


(46)

kepada individu yang terlibat dalam skandal itu, mengenali perilaku mereka yang mungkin telah dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H3 : Terdapat pengaruh moral relativisme terhadap ethical judgement akuntan

2.6.1.4. Filosofi Moral Egoisme

Filosofi ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan adalah etis jika tindakan-tindakan tersebut memperhatikan kepentingan terbaik jangka panjang seseorang. Egoisme merupakan tindakan berusaha memaksimumkan kesejahteraan individu. Penerapan filosofi egoisme ini tampak agak ekstrim, ketika mengarah pada kesimpulan bahwa setiap tindakan adalah etis sepanjang meningkatkan kepentingan pelaku itu sendiri. Penelitian terdahulu mengenai pertimbangan etika bagi praktisi pajak menyatakan bahwa agresivitas wajib pajak terutama memfokuskan pada pengaruh pertimbangan ekonomi seperti kepentingan klien dan sanksi yang mungkin timbul (Brandy et al., 1994, Cuccia, 1994; Duncan et.al., 1989) yang mencerminkan sebuah asumsi pertimbangan egois (diri sendiri) mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dalam membela klien. Penelitian Cruz (2000) di Amerika berbeda latar belakang dengan budaya di Indonesia, dimana pada umumnya di negara itu lebih menonjol individualisme. Tidak selalu filosofi egoisme mendapatkan simpulan bahwa setiap tindakan adalah etis sepanjang meningkatkan kepentingan pelaku itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan:


(47)

H4 : Terdapat pengaruh moral egoisme terhadap ethical judgement akuntan

2.6.1.5. Filosofi Moral Utilitarianisme

Utilitarianisme menilai tindakan pada apakah tindakan-tindakan tersebut efisien dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Sama halnya dengan egoisme, utilitarianisme menilai tindakan-tindakan didasarkan pada hasil (atau konsekuensi) suatu tindakan; walaupun demikian berdasar filosofi ini, manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (bukan bagi praktisi secara individu) benar-benar dipertimbangkan. Baik utilitarianisme dan egoisme adalah bertentangan dengan filosofi moral equity, deontologi, dan relativisme, yang menilai tindakan-tindakan berdasar hasil-hasil mereka secara sendiri-sendiri. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa orientasi utilitarianisme merupakan moralitas suatu tindakan yang diturunkan dari konsekuensinya. Moralitas adalah fungsi dari manfaat yang diperoleh dan biaya yang timbul dari masyarakat. Oleh karena itu, tindakan moral diarahkan untuk memaksimalkan kesejahteraan sebesar-besarnya dan meminimalkan cost (Muthmainnah, 2006). Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H5 : Terdapat pengaruh moral utilitarianisme terhadap ethical judgement akuntan

2.6.2. Emosi 2.6.2.1. Penyesalan


(48)

Penyesalan merupakan reaksi sadar dan emosi negatif terhadap tindakan masa lalu pribadi dan perilaku. Penyesalan sering dinyatakan dengan istilah “maaf”. Penyesalan sering merupakan perasaan sedih, malu, jengkel, depresi, atau rasa bersalah dan tidak akan dilakukan lagi. Penyesalan dapat menggambarkan tidak hanya tidak suka untuk suatu tindakan yang telah dilakukan, tetapi juga yang penting, penyesalan dapat menggambarkan menyesal tidak bertindak. Banyak orang menemukan diri mereka berharap bahwa mereka telah melakukan sesuatu dalam situasi terakhir. Pengaruh penyesalan terhadap pilihan telah diangkat pada area perilaku konsumen (Inmam et al. 1997 ; Simonson 1992; Tsiros & Mittal 2000). Conolly dan Reb (2004) mengungkapkan bahwa penyesalan mempengaruhi pembuatan keputusan dalam area pilihan perawatan medis. Khususnya, orang tua memilih untuk melakukan vaksinasi atau tidak terhadap anaknya karena rasa penyesalan responden diharapkan untuk merasakan apakah dengan vaksinasi atau tidak vaksinasi menyebabkan hasil yang buruk. Pieters dan Zeelenberg (2005) mempergunakan sebuah studi tiga bagian longitudinal dari pemilih dalam pemilihan nasional di Belanda dan mencatat bahwa penyesalan berdampak pada keputusan voting. Coughlan dan Connolly (2008) mengungkapkan bahwa setidaknya dalam beberapa situasi, penyesalan yang diharapkan berhubungan dengan tindakan tidak tepat yang dapat membantu dalam membuat keputusan untuk memilih alternatif etis. Studi ini mempelajari akibat dua masalah


(49)

manipulasi manajemen laba. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H6 : Terdapat pengaruh rasa penyesalan terhadap ethical judgement akuntan

2.6.2.2. Kelegaan

Kelegaan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang tidak lagi dibebani oleh situasi yang penuh tekanan (Ortony et.al. 1988). Perasaan lega memotivasi individu untuk bertindak dengan cara tertentu, terutama dalam situasi yang melibatkan ketakutan atau kecemasan, seperti dilema etis. Coye (1986) mengungkapkan bahwa para pengambil keputusan mengalami kecemasan karena mereka menimbang alternatif dan hasil potensial dalam dilema etis. Levy dan Dubinsky (1983) mengungkapkan bahwa mengurangi atau menghindari kecemasan dalam membuat pilihan dapat mengarahkan pada perasaan lega. Coughlan dan Conolly (2008) menemukan bahwa setidaknya dalam beberapa situasi, kelegaan yang diharapkan berhubungan dengan tindakan yang tepat yang dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan untuk memilih alternatif etis. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :

H7 : Terdapat pengaruh rasa kelegaan terhadap ethical judgement akuntan 2.6.2.3. Kepuasan

Oliver (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Oliver (1997) menyatakan


(50)

bahwa kepuasan menggambarkan pemenuhan, mungkin sampai ambang efek yang tidak diinginkan. Menurut Robbins (2007) kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Viator dalam Kusmaningrum (2011) menemukan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan kerja dan pengorbanan tinggi. Penelitian Coughlan dan Conolly (2008,350) tidak dapat mendukung bahwa emosi kepuasan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk memilih alternatif etis, meskipun mereka mengandaikan bahwa “nilai dari hasil yang diantisipasi jelas memainkan peran yang substansial dalam banyak keputusan, dan peranan kepuasan yang diantisipasi tidak boleh diabaikan”. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis yang diajukan :

H8 : Terdapat pengaruh kepuasan terhadap ethical judgement akuntan

2.7. Kerangka Konseptual

H1

H2

H3

H4

FILOSOFI MORAL ETIKA

MORALKEADILAN MORAL DEONTOLOGI

MORAL RELATIVISME

MORAL EGOISME

MORAL UTILITARIANISME

ETHICAL JUDGEMENT


(51)

H

5

H6

H7

H8

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Ada beberapa jenis penelitian yaitu : a. Penelitian Deskriptif

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau

EMOSI

PENYESALAN KELEGAAN KEPUASAN


(52)

hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung. Analisis deskriptif dapat menggunakan analisis distribusi frekuensi yaitu menyimpulkan berdasarkan hasil rata-rata. Hasil penelitian deskriptif yang sering digunakan, atau dilanjutkan dengan melakukan penelitian analitik.

b. Penelitian Studi Kasus

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit, jumlah variabel yang diteliti sangat luas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian. Penggalian data dapat melalui kuesioner, wawancara, observasi maupun data dokumen.

c. Penelitian Survei

Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi,1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Survei mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan, kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai.


(53)

Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data dokumen.

d. Penelitian Hubungan / Korelasional

Penelitian korelasional dimaksudkan untuk mencari atau menguji hubungan antara variabel. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada. Desain yang sering digunakan adalah cross-sectional.

Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian survei. 3.2. Variabel Penelitian

Menurut Sekaran (2003), variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif ataupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah :

1. Filosofi moral etika yang terdiri dari moral keadilan, moral deontologi, moral relativisme, moral egoisme, moral utilitarianisme.

2. Emosi yang terdiri dari penyesalan, kelegaan, dan kepuasan.

Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertimbangan etis ( ethical judgement ) akuntan.

Tabel 3.1

Variabel Penelitian dan Indikator Variabel Definisi

Operasional

Indikator Pengukuran

Moral Keadilan (X1)

• Adil / Tidak Adil (X Kewajiban untuk

memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain

11 • Pantas/ Tidak

pantas (X ) 12 • Secara moral

benar / Secara )

Menggunakan skala interval 1-5


(54)

yang berada dalam situasi yang sama dan untuk

menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. moral salah (X13) Moral Deontologi (X2) Berkaitan dengan tanggung jawab terhadap sesama.

• Melanggar/ tidak melanggar kontrak tak tertulis (X21 • Melanggar/

tidak melanggar janji tak terucap (X ) 22 Menggunakan skala interval 1-5 ) Moral

Relativisme (X3)

• Dapat/ tidak dapat diterima bagi keluarga saya (X Filosofi ini mendasarkan pertimbangan-pertimbangan pada diterimanya suatu tindakan pada norma-norma kultural atau sosial 31 • Secara budaya

dapat diterima / tidak dapat diterima (X

)

32 • Secara

tradisional dapat diterima/ tidak dapat diterima (X ) 33 Menggunakan skala interval 1-5 ) Moral Egoisme (X4)

• Menguntungka n bagi pelaku/ merugikan bagi pelaku (X Filosofi ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan adalah etis jika tindakan-41

• Secara pribadi memuaskan bagi pelaku/ ) Menggunakan skala interval 1-5


(55)

tindakan tersebut memperhatikan kepentingan terbaik jangka panjang seseorang tidak memuaskan bagi pelaku (X42) Moral Utilitarianisme (X5)

• Menghasilkan utilitas terbesar/ Menghasilkan utilitas terkecil (X Utilitarianisme menilai tindakan-tindakan pada apakah tindakan-tindakan tersebut efisien dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan 51

• Meminimalkan manfaat

sekaligus memaksimalka n kerugian / memaksimalka n manfaat sekaligus meminimalkan kerugian (X ) 52 Menggunakan skala interval 1-5 ) Emosi Penyesalan (X6)

• Menyesal/ tidak menyesal Penyesalan

merupakan reaksi sadar dan emosi negatif terhadap tindakan masa lalu pribadi dan perilaku

Menggunakan skala interval 1-5

Emosi Kelegaan (X7)

• Lega/ tidak lega

Kelegaan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang tidak lagi dibebani oleh situasi yang menyebabkan stres Menggunakan skala interval 1-5


(56)

Emosi Kepuasan (X8)

• Puas/ tidak puas Kepuasan menggambarkan pemenuhan, mungkin sampai ambang efek yang tidak diinginkan Menggunakan skala interval 1-5 Ethical Judgement (Y)

• Etis/ tidak etis (Y Mengarah pada pembuatan sebuah keputusan mengenai apakah kebenaran yang pasti dari tindakan secara moral, seperti apa yang seharusnya dilakukan.

1

• Setuju atas tindakan pelaku / tidak setuju atas tindakan pelaku (Y ) 2 Menggunakan skala interval 1-5 )

3.3.Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data ini adalah dengan melalui kuesioner yang diberikan kepada para responden. Data primer yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan tanggapan responden terhadap variabel-variabel penelitian yang akan diuji.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode survei yaitu kuesioner secara personal (personally administered questionnaries), yaitu untuk mengetahui seberapa besar peran moral etika dan emosi dalam ethical judgement bagi seorang


(57)

akuntan. Penelitian ini dimulai dengan studi yang dilakukan oleh Cohen et.al. (1992, 1993a, 1996). Studi yang dilakukan oleh Cohen et.al. ini berfokus pada lima konstruk moral yang diambil dari filosofi moral: justice, relativism, utilitarianism, deontologi, dan egoism. Moral konstruksi ini tercermin dalam Multidimensional Ethics Scale (MES), yang dikembangkan oleh Reidenbach dan Robin (1988, 1990, 1993) dan digunakan dalam akuntansi oleh Flory et.al. (1992) dan Cohen et.al. (1993a, 1996). Skipper dan Hyman (1993) menyatakan bahwa skala ini telah menjadi populer sejak awal dan tampaknya menjadi standar de facto di antara para peneliti bisnis.

Kuesioner ini menggunakan garis dengan dua kutub positif dan kutub negatif dimana responden dapat menempatkan tanda sesuai dengan respon yang diinginkan. Prosedur ini memungkinkan untuk menangkap intensitas respon subjek. Kuesioner ini menilai pertimbangan etis dari akuntan yaitu klasifikasi responden dari suatu tindakan sebagai etis atau tidak etis yang merupakan kesediaan responden untuk melakukan suatu tindakan yang ditentukan dan apakah pelaku dalam skenario harus melakukan tindakan tersebut. Kuesioner ini juga menilai emosi rekan kerja responden : rasa lega, penyesalan, dan kepuasan terhadap situasi tertentu. Kuesioner ini menggunakan dua skenario kasus mengenai earnings management . Kasus pertama berjudul “Pengiriman barang lebih awal” dan kasus kedua berjudul “Penyisihan piutang tak tertagih”


(58)

3.5.Metode Analisis Data 3.5.1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah suatu analisa data yang diperoleh dari daftar pertanyaan yang sudah diolah dalam bentuk angka-angka dan pembahasannya melalui perhitungan statistik. Analisis kuantitatif terdiri dari :

3.5.1.1. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dan kuesioner mampu mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005). Uji validitas dilakukan dengan cara menguji korelasi antara skor item dengan skor total masing-masing variabel.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Teknik pengujian reliabilitas ini menggunakan teknik uji statistik Cronbach Alpha, hasil perhitungan menunjukkan reliable bila koefisien alphanya (α) lebih besar dari 0,6 artinya kuesioner dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penelitian (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2001).


(59)

3.5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan metode grafik histogram.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk apakah model ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama atau nol. (Ghozali, 2005).

Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) Nilai tolerance dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas dan sebaliknya bila VIF kurang dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) tidak terjadi persoalan multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang


(60)

lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang lebih baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas karena data cross section mengandung berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar) (Ghozali, 2005).

Adapun cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode grafik yaitu dengan grafik Scatterplot.

Apabila dari grafik tersebut menunjukkan titik-titik menyebar secara acak serta tersebar, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.

3.5.1.3. Analisis Regresi Linear Berganda

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hal ini menunjukkan hubungan (korelasi) antara kejadian satu dengan kejadian yang lainnya. Karena terdapat lebih dari dua variabel, maka hubungan linier dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berganda.

Menurut Sudjana (1993) dalam Much. Djaelani (2008), analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya variabel independen terhadap variable dependen, dengan asumsi variabel lain konstan, dimana rumusnya:


(61)

y =b0 +b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 +b7X7 +b8X8 Keterangan :

+e

y = ethical judgement akuntan b0

b

= konstanta

1, b2 = koefisien regresi untuk X1 dan X X

2 1

X

= moral keadilan 2

X

= moral deontologi 3

X

= moral relativisme 4

X

= moral egoisme 5

X

= moral utilitarianisme 6

X

= emosi penyesalan 7

X

= emosi kelegaan 8

e = error term = emosi kepuasan

3.5.1.4. Pengujian Hipotesis

1. Koefisien Determinasi (R2 Koefisien determinasi (R

) 2

) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam memvariasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependen. Secara umum koefisien


(62)

determinasi untuk data silang (cross section) relative rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.

2. Uji Parsial (Uji T)

Yaitu suatu uji yang digunakan untuk mengetahui secara parsial pengaruh variabel independen dengan variabel dependen.

• Penentuan Nilai Kritis (t tabel)

Untuk menguji hipotesis menggunakan uji-t dengan tingkat signifikasi (α) 5% dengan sampel (n).

• Kriteria hipotesis Ho

H

; β = 0 ; tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

a

• Kriteria pengujian :

; β > 0 ; ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Jika nilai t hitung > t tabel, Ho ditolak dan Ha

Jika nilai t hitung < t tabel, H

diterima hal ini berarti bahwa ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

o diterima dan Ha ditolak hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah akuntan yang bekerja di beberapa perusahaan di kota Medan. Dari sejumlah perusahaan tersebut, hanya ada 2 perusahaan yang bersedia memberikan ijin dalam penelitian ini.

Jumlah kuesioner yang dibagikan untuk setiap kantor berkisar 40 kuesioner. Dari jumlah total kuesioner yang disebar yaitu 80 kuesioner, jumlah kuesioner yang diisi dan dikembalikan adalah sebanyak 70 kuesioner. Masing-masing kuesioner berisi dua kasus skenario yaitu kasus pertama mengenai pengiriman barang yang lebih awal dan kasus kedua mengenai penyesuaian piutang tak tertagih.

Tabel 4.1 Daftar Kuesioner

No Keterangan Jumlah

1. Kuesioner yang disebarkan 80

2. Kuesioner yang tidak dikembalikan (10) Total Kuesioner Yang Bisa Diolah 70


(1)

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 Keadilan .580 1.724

Deontologi .639 1.566

Relativisme .474 2.108

Egoisme .448 2.234

Utilitarianisme .431 2.318

Penyesalan .558 1.793

Kelegaan .512 1.955

Kepuasan .539 1.854

a. Dependent Variable: Ethical Judgement

Kasus 2 Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 Keadilan .645 1.551

Deontologi .579 1.727

Relativisme .614 1.629

Egoisme .525 1.905

Utilitarianisme .584 1.711

Penyesalan .678 1.476

Kelegaan .715 1.399

Kepuasan .646 1.548

a. Dependent Variable: Ethical Judgement

Lampiran 7

Hasil Uji Heteroskedastisitas


(2)

Kasus 2 Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Lampiran 8

Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda

Kasus 1 Pengiriman Barang Lebih Awal


(3)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.200 .689 1.742 .086

Keadilan .002 .058 .003 .028 .978 .580 1.724 Deontologi .100 .084 .126 1.183 .241 .639 1.566 Relativisme .071 .086 .103 .829 .410 .474 2.108 Egoisme .205 .104 .251 1.971 .053 .448 2.234 Utilitarianisme -.103 .127 -.105 -.810 .421 .431 2.318 Penyesalan .685 .178 .440 3.853 .000 .558 1.793 Kelegaan .086 .189 .054 .453 .652 .512 1.955 Kepuasan .220 .203 .126 1.083 .283 .539 1.854 a. Dependent Variable: Ethical Judgement

Kasus 2 Penyesuaian Piutag Tak Tertagih

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.178 .778 1.515 .135

Keadilan .043 .062 .084 .695 .490 .645 1.551 Deontologi .131 .098 .169 1.327 .190 .579 1.727 Relativisme .014 .066 .027 .218 .829 .614 1.629 Egoisme .077 .107 .096 .719 .475 .525 1.905 Utilitarianisme .237 .129 .233 1.839 .071 .584 1.711 Penyesalan .138 .178 .091 .776 .441 .678 1.476 Kelegaan .093 .139 .077 .669 .506 .715 1.399 Kepuasan .363 .163 .268 2.230 .029 .646 1.548


(4)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.178 .778 1.515 .135

Keadilan .043 .062 .084 .695 .490 .645 1.551 Deontologi .131 .098 .169 1.327 .190 .579 1.727 Relativisme .014 .066 .027 .218 .829 .614 1.629 Egoisme .077 .107 .096 .719 .475 .525 1.905 Utilitarianisme .237 .129 .233 1.839 .071 .584 1.711 Penyesalan .138 .178 .091 .776 .441 .678 1.476 Kelegaan .093 .139 .077 .669 .506 .715 1.399 Kepuasan .363 .163 .268 2.230 .029 .646 1.548 a. Dependent Variable: Ethical Judgement

Lampiran 9

Hasil Koefisien Determinasi

Kasus 1 Pengiriman Barang Lebih Awal

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .746a .556 .498 1.144

a. Predictors: (Constant), keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, kepuasan

b. Dependent Variable: Ethical Judgement

Kasus 2 Penyesuaian Piutang Tak Tertagih


(5)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .655a .429 .354 1.206

a. Predictors: (Constant), keadilan, deontologi, relativisme, egoisme, utilitarianisme, penyesalan, kelegaan, kepuasan

b. Dependent Variable: Ethical Judgement

Lampiran 10

Hasil Uji Parsial

Kasus 1 Pengiriman Barang Lebih Awal

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.200 .689 1.742 .086

Keadilan .002 .058 .003 .028 .978 .580 1.724 Deontologi .100 .084 .126 1.183 .241 .639 1.566 Relativisme .071 .086 .103 .829 .410 .474 2.108 Egoisme .205 .104 .251 1.971 .053 .448 2.234 Utilitarianisme -.103 .127 -.105 -.810 .421 .431 2.318 Penyesalan .685 .178 .440 3.853 .000 .558 1.793 Kelegaan .086 .189 .054 .453 .652 .512 1.955 Kepuasan .220 .203 .126 1.083 .283 .539 1.854 a. Dependent Variable: Ethical Judgement


(6)

Kasus 2 Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.178 .778 1.515 .135

Keadilan .043 .062 .084 .695 .490 .645 1.551 Deontologi .131 .098 .169 1.327 .190 .579 1.727 Relativisme .014 .066 .027 .218 .829 .614 1.629 Egoisme .077 .107 .096 .719 .475 .525 1.905 Utilitarianisme .237 .129 .233 1.839 .071 .584 1.711 Penyesalan .138 .178 .091 .776 .441 .678 1.476 Kelegaan .093 .139 .077 .669 .506 .715 1.399 Kepuasan .363 .163 .268 2.230 .029 .646 1.548 a. Dependent Variable: Ethical Judgement