moral yang tampak, tetapi harus melihat kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran
moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut Jones, 1991.
2.4. Manajemen Laba Earnings Management
2.4.1. Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan
perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept SFAC Nomor 2 merupakan unsur utama
dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat
pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.
1. Manajemen laba earnings management didefinisikan sebagai
berikut : Menurut Scott 2000 , manajemen laba adalah suatu tindakan
manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimisasi kesejahteraan pihak
manajemen dan atau nilai pasar perusahaan. 2. Healy dan Wahlen 1999 manajemen laba terjadi ketika para
manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga
menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak
yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
3. Schipper 1989 mengartikan manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure
management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak
eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
2.4.2. Bentuk – Bentuk Manajemen Laba
a. Bentuk-bentuk pengaturan laba yang dikemukakan oleh Scott
2000 yaitu : Taking Bath
b. Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi
tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya pergantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya
yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi
tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan. Income Minimization
Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimumkan pajak. Cara ini dilakukan pada
saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan
yang diambil dapat berupa penghapusan write off atas barang- barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran
iklan, riset, dan pengembangan yang cepat. c. Income Maximization
d. Memaksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang
lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
Income Smoothing
e. Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend
pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.
Timing Revenue dan Expense Recognation
2.5.
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan
premature atas pendapatan.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti berpedoman dari tinjauan teori-teori, jurnal-jurnal nasional maupun internasional mengenai
kecerdasan emosi dan perilaku etis. Peneliti juga menelaah beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Kecerdasan Emosi dan Etika
seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Tahun
Penelitian Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Frey 2000
The impact of moral intensity on
decision making in a business context
Suatu keputusan akan lebih rendah
intensitas moralnya jika keputusan
tersebut memiliki konsekuensi negatif
jika kebanyakan orang setuju bahwa
suatu keputusan itu beretika
Maryani dan Ludigdo
2001 Survei atas faktor-
faktor yang mempengaruhi
sikap dan perilaku etis akuntan
Religiusitas adalah faktor yang
berpengaruh dominan terhadap
perilaku etis akuntan, kecerdasan
emosional juga berpengaruh
terhadap sikap etis akuntan.
May dan Pauli 2002
The role of moral intensity in ethical
decision making Dimensi dari
itensitas moral berhubungan dengan
pengakuan isu moral, evaluasi
moral utilitarian, deontological,
keadilan prosedural dan keadilan
distributif dan intensi moral.
Lindawati 2003
The moral reasoning of public
Moral development merupakan
accountants in the development of a
code of ethics komponen penting
yang mempengaruhi moral reasoning
seorang akuntan publik.
Rubiyo 2003
Analisis multidimensional
terhadap pertimbangan etika
bagi praktisi pajak Unsur-unsur
kejujuran, keadilan, moralitas, secara
budaya, tradisi dan struktur
Multidimensional Ethics Scale MES
yang lainnya mendukung terhadap
dimensi etika sesuai model Cohen et.al
yaitu filosofi moral equity, relativisme,
kontraktualisme, egoisme, dan
utilitarianisme
Tikollah, Triyuwono dan
Ludigdo 2006
Pengaruh kecerdasan
intelektual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan
spiritual terhadap sikap etis
mahasiswa akuntansi
Kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
sikap etis mahasiswa akuntansi, tetapi
secara parsial hanya kecerdasan
intelektual yang berpengaruh
signifikan serta berpengaruh
dominan terhadap sikap etis mahasiswa
akuntasi. Rissyo dan
Nurna Aziza 2006
Pengaruh kecerdasan
emosional terhadap tingkat
pemahaman akuntansi, dan
kepercayaan diri Hasil penelitian
tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan
emosional yang terdiri dari
pengenalan diri, pengendalian diri,
motivasi, empati dan keterampilan sosial
dalam penelitian ini yang memiliki
pengaruh positif terhadap tingkat
pemahaman akuntansi.
Frey 2000 melakukan penelitian yang menginvestigasi pengaruh intensitas moral dalam pembuatan keputusan pada para manajer bisnis di
New Zealand. Dua skenario digunakan untuk menciptakan manipulasi pada keenam komponen intensitas moral tinggi atau rendah. Pada
penelitiannya dilakukan manipulasi terhadap tiga komponen dari enam elemen intensitas moral, dan menghasilkan fakta bahwa tidak terdapat
interaksi yang besar diantara komponen-komponen intensitas moral atau variasi lintas skenario. Suatu keputusan akan lebih rendah intensitas
moralnya jika keputusan tersebut memiliki konsekuensi negatif jika kebanyakan orang setuju bahwa suatu keputusan itu beretika.
Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo 2001 bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan
perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang
diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap
dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga,
pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka
menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor
religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. May dan Pauli 2002 melakukan riset pada sembilan kelas bisnis
di Universitas Midwestern. Setiap partisipan diberikan skenario dan menjawab setiap pertanyaan untuk melihat intensitas moral, proses
evaluasi moral, dimensi intensitas moral, dan pengakuan moral. Hasilnya diketahui bahwa dimensi dari itensitas moral berhubungan dengan
pengakuan isu moral, evaluasi moral utilitarian, deontological, keadilan prosedural dan keadilan distributif dan intensi moral. Konsisten dengan
kerangka pembuatan keputusan moral ditemukan bahwa: 1 hubungan intensitas moral - evaluasi moral secara parsial dimediasi oleh pengakuan
moral untuk keadilan distribusi dan evaluasi utilitarian, 2 hubungan
pengakuan moral-intensi moral sepenuhnya dimediasi oleh keadilan distribusi dan evaluasi utilitarian, serta 3 hubungan intensitas moral-
intensi moral secara parsial dimediasi oleh kombinasi dari pengakuan moral dari setiap proses evaluasi moral.
Lindawati 2003 menguji peran moral reasoning akuntan publik dalam pengembangan kode etik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
moral development merupakan komponen penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik. Hasil lainnya menyatakan bahwa
derajat profesionalisme seorang akuntan publik ditentukan oleh tingkat perkembangan moralnya moral development.
Rubiyo 2003 menguji keandalan model penelitian MES dalam menguji perilaku etis praktisi pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
struktur faktor MES memperkuat keberadaan filosofi dimensi etis moral equity, relativisme, kontraktiualisme, egoisme, dan utilitarianisme dalam
konteks praktek pajak serta mempengaruhi pertimbangan etis para praktisi pajak.
Tikollah, Triyuwono, dan Ludigdo 2006 menguji pengaruh langsung komponen-komponen IQ, EQ, dan SQ terhadap sikap etis
mahasiswa akuntansi. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi pada Universitas Negeri Makassar dan mahasiswa jurusan akuntansi pada
Universitas Hasannudin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komponen kecerdasan IQ, EQ dan SQ secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Walaupun demikian,
secara parsial hanya IQ yang berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa, sedangkan EQ maupun SQ secara parsial
tidak berpengaruh.
2.6.
Rissyo dan Aziza 2006 mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri sebagai variabel
pemoderasi. Dalam penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, yaitu regresi linear berganda; moderating regression analysis; dan independent
sample T-Test. Hasil penelitian tesebut menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman
akuntansi. Pada penelitian ini, terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki
kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa dengan kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variabel pengendalian diri, empati, dan keterampilan
sosial tidak terdapat perbedaan.
Hipotesis 2.6.1. Multidimensional Ethics Scale
MES menyajikan wawasan mengenai filosofi atau dasar pemikiran yang melatarbelakangi pertimbangan etis. Penggunaan skala ini didasarkan
pada premis bahwa individu-individu menggunakan lebih dari satu dasar pemikiran dalam membuat pertimbangan-pertimbangan moral moral
judgements, dan bahwa signifikasi dasar-dasar pemikiran ini berbeda-beda
pada situasi yang berbeda. Penggunaan MES ini menuntut adanya investigasi tidak hanya pada apa yang responden percayai, namun juga pada
mengapa dia mempercayainya Reidenbach dan Robin, 1990. Dalam konteks akuntansi, Cohen et.al 1993 telah memodifikasi
skala MES Reidenbach dan Robin menjadi 12 item menggambarkan 5 filosofi moral yaitu : 1 moral equity, 2 deontologi, 3 relativisme, 4
egoisme, dan 5 utilitarianisme. Jadi, lima filosofi tersebut mencakup instrumen Cohen, yang terdiri dari 3 konstruk yang dikemukakan oleh
Reidenbach dan Robin 1990, ditambah item-item yang berkaitan dengan egoisme dan utilitarianisme.
2.6.1.1. Filosofi Moral Equity
Moral equity menyangkut moral yang ada pada diri seseorang, didasarkan pada konsep jujur fairness dan adil justice secara
keseluruhan dan sangat berpengaruh terhadap pemikiran moral kontemporer Rest, 1979. Keadilan justice mengungkapkan kewajiban
untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak
yang bersangkutan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa persepsi keadilan dan kejujuran mempengaruhi keinginan akuntan terhadap
pertimbangan saran apabila menjumpai pelaporan yang agresif bagi kliennya Larue dan Reckers, 1989. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi
moral keadilan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertimbangan
etis Rubiyo, 2003. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H1 : Terdapat pengaruh moral keadilan terhadap ethical judgement
akuntan
2.6.1.2. Filosofi Deontologi
Filosofi ini memfokuskan pada prinsip-prinsip kebenaran dan kesalahan secara universal dengan mempertimbangkan moralitas suatu
tindakan ketimbang tugas-tugas individu, kontrak-kontrak tak tertulis atau kewajiban-kewajiban tak tertulis. Adanya fakta bahwa profesi akuntansi
tergantung pada kepercayaan masyarakat membuat para akuntan publik mempunyai suatu kewajiban untuk memperhatikan kepentingan
masyarakat. Deontologi berkaitan dengan tanggung jawab terhadap sesama. Pada penelitian Rustiana 2006 mengenai persepsi etika auditor
dalam situasi dilema etis akuntansi. Dilema etis dalam penelitian tersebut berupa dua kasus etika yang dikembangkan oleh Cohen et al. 1998 dan
digunakan oleh Landry et al. 2004. Kasus pertama mengenai pengakuan volume penjualan oleh manajer penjualan sehingga dapat memperoleh
bonus. Kasus kedua mengenai manajer kredit yang menyetujui adanya pinjaman kredit tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
kasus pertama auditor memiliki persepsi bahwa tindakan manajer tersebut cenderung melanggar aturan yang tidak tertulis dan melanggar kebijakan
yang dianjurkan. Bagi auditor yang telah berpengalaman dan terlatih dalam mengaudit klien, tindakan manajer tersebut mengindikasikan
kemungkinan adanya fraud yang dilakukan oleh pihak manajemen.
Manajemen kurang menjalankan etika yang menjadi kewajiban moralnya sebagai pimpinan perusahaan aspek deontologi. Pada kasus kedua
menunjukkan bahwa para auditor berpersepsi bahwa tindakan manajer kredit tersebut cenderung melanggar kebijakan yang dianjurkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan : H2 : Terdapat pengaruh moral deontologi terhadap ethical judgement
akuntan
2.6.1.3. Filosofi Moral Relativisme
Filosofi ini mendasarkan pertimbangan-pertimbangan pada diterimanya suatu tindakan pada norma-norma kultural atau sosial. Oleh
karena itu etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya memiliki aturan yang berbeda-beda. Relativisme mengukur suatu
sikap seseorang yang mengarah ke prinsip moral dan aturan secara universal. Relativists menolak prinsip dan aturan moral secara universal
dan merasakan bahwa tindakan moralitas tersebut tergantung pada individu dan situasi yang dilibatkan Forsyth, 1992. Mereka menyatakan
bahwa filosofi moral berdasarkan pada skepticism keragu-raguan Forsyth, 1992. Seseorang yang rendah relativisme-nya menetapkan
bahwa moralitas memerlukan tindakan dalam cara-cara yang konsisten dengan prinsip moral Ziegenfuss,1999. Shaub, et al 1993 menyatakan
bahwa seorang individu yang berorientasi lebih relativisme memberi toleransi peraturan moral yang disepakati bersama dan menganggap
masalah etika dapat diinterprestasikan dari persepsi yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, relativist yang tinggi mungkin sedikit menyalahkan
kepada individu yang terlibat dalam skandal itu, mengenali perilaku mereka yang mungkin telah dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Berdasarkan
penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan : H3 : Terdapat pengaruh moral relativisme terhadap ethical judgement
akuntan
2.6.1.4. Filosofi Moral Egoisme
Filosofi ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan adalah etis jika tindakan-tindakan tersebut memperhatikan kepentingan
terbaik jangka panjang seseorang. Egoisme merupakan tindakan berusaha memaksimumkan kesejahteraan individu. Penerapan filosofi egoisme ini
tampak agak ekstrim, ketika mengarah pada kesimpulan bahwa setiap tindakan adalah etis sepanjang meningkatkan kepentingan pelaku itu
sendiri. Penelitian terdahulu mengenai pertimbangan etika bagi praktisi pajak menyatakan bahwa agresivitas wajib pajak terutama memfokuskan
pada pengaruh pertimbangan ekonomi seperti kepentingan klien dan sanksi yang mungkin timbul Brandy et al., 1994, Cuccia, 1994; Duncan et.al.,
1989 yang mencerminkan sebuah asumsi pertimbangan egois diri sendiri mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dalam membela klien.
Penelitian Cruz 2000 di Amerika berbeda latar belakang dengan budaya di Indonesia, dimana pada umumnya di negara itu lebih menonjol
individualisme. Tidak selalu filosofi egoisme mendapatkan simpulan bahwa setiap tindakan adalah etis sepanjang meningkatkan kepentingan
pelaku itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan:
H4 : Terdapat pengaruh moral egoisme terhadap ethical judgement akuntan
2.6.1.5. Filosofi Moral Utilitarianisme
Utilitarianisme menilai tindakan-tindakan pada apakah tindakan- tindakan tersebut efisien dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara
keseluruhan. Sama halnya dengan egoisme, utilitarianisme menilai tindakan-tindakan didasarkan pada hasil atau konsekuensi suatu
tindakan; walaupun demikian berdasar filosofi ini, manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan bukan bagi praktisi secara individu benar-
benar dipertimbangkan. Baik utilitarianisme dan egoisme adalah bertentangan dengan filosofi moral equity, deontologi, dan relativisme,
yang menilai tindakan-tindakan berdasar hasil-hasil mereka secara sendiri- sendiri. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa orientasi utilitarianisme
merupakan moralitas suatu tindakan yang diturunkan dari konsekuensinya. Moralitas adalah fungsi dari manfaat yang diperoleh dan biaya yang timbul
dari masyarakat. Oleh karena itu, tindakan moral diarahkan untuk memaksimalkan kesejahteraan sebesar-besarnya dan meminimalkan cost
Muthmainnah, 2006. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan :
H5 : Terdapat pengaruh moral utilitarianisme terhadap ethical judgement akuntan
2.6.2. Emosi