Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Prilaku Profesional

3. Integritas Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. 4. Obyektivitas Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

6. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Prilaku Profesional

8. Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Fakta mengatakan bahwa berprilaku profesional diperlukan bagi semua profesi, agar profesi yang telah menjadi pilihan mendapat kepercayaan dari masyarakat Media Akuntansi 2002. Hunt dan Vitell 1986:5-16 mengatakan bahwa kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya. 2.1.5. Krench dan Krutchfield 1983 dalam Maryani dan Ludigdo 2001, mengatakan bahwa sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan- Perilaku Etis perasaan tertentu dalam menanggapi objek yang terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Sikap pada diri seseorang akan menjadi corak atau warna pada tingkah laku orang tersebut. Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karakteristik tersebut meliputi sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik-karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan Maryani dan Ludigdo, 2001. Perilaku etis juga didefinisikan sebagai pelaksanaan tindakan fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan Steiner dalam Reiss dan Mitra, 1998. Perilaku etis sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan. Pengembangan etika merupakan hal yang penting bagi kesuksesan individu sebagai pemimpin suatu organisasi Morgan dalam Nugrahaningsih, 2005 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi : 1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu 2. Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik kelompok yang diikuti 3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang Menurut Hoesada 1997 dalam jurnal yang berjudul “Etika Bisnis dan Etika Profesi dalam Era Globalisasi” faktor yang mempengaruhi pada keputusan tidak etis adalah 1 kebutuhan keuangan individu, 2 tak ada pedoman, 3 EQ, perilaku dan kebiasaan, 4 lingkungan tidak etis, dan 5 perilaku atasan. Dari survei tersebut, ternyata pedoman etika butir 2 menduduki tempat urutan kedua terpenting. Pedoman disini adalah hukum, aturan, berupa petunjuk dan pelatihan pengenalan etika. Lingkungan tidak etis butir 4 terkait pada teori psikologi sosial, dimana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok. Kepercayaan artinya bila ditemukan perbedaan, ia memutuskan dirinya keliru, kelompoknya benar. Etika tidak terlepas dari hukum urutan kebutuhan needs theory. Mengambil kerangka berpikir Maslow, maka kebutuhan jasmaniah pokok terpenuhi dahulu, agar dapat merasakan urgensi kebutuhan estrem dan aktualisasi diri sebagai profesional. Para responden Kohlberg menunjukkan menipu, mencuri, berbohong adalah tindakan etis apabila untuk melanjutkan hidup. Kendala yang mempengaruhi adalah, di satu pihak Kode Etik tak mempersoalkan urutan kebutuhan dalam penerapannya, di lain pihak kebutuhan jasmani dapat tak terpuaskan dan dapat dikonversi menjadi bentuk estrem lain.

2.2. Emosi