yang dilakukan oleh remaja bermasalah, misalnya, berbohong, menyontek, bolos sekolah, dan lain sebagainya. Hanya saja pelanggaran yang dilakukan siswa
bermasalah sifatnya lebih serius dan luas dari siswa yang tidak bermasalah. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa bermasalah yang
dimaksud di sini adalah peserta didik yang mempunyai masalah dan yang sering melakukan pelanggaran-pelanggaran di dalam masa pertumbuhan, perkembangan, dan
perbuatan yang dilakukan siswa bertentangan dengan norma-norma, baik norma agama, susila, serta norma yang berlaku di masyarakat yang dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain.
2. Faktor-faktor Penyebab Siswa Bermasalah
Pada dasarnya siswa bermasalah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal adalah faktor yang bersifat intern yang berasal dari dalam
diri sendiri, baik dari dampak pertumbuhan dan perkembangan, maupun dari jenis penyakit mental atau kejiwaan yang ada pada diri siswa tersebut.
Pendapat M. Arifin tentang siswa bermasalah yang berasal dari intern adalah cacat jasmani atau rohani akibat dari keturunan, pembawaan negatif yang
sulit dikendalikan serta mengarahkan pada perbuatan nakal atau masalah, pemenuhan kebutuhan yang kurang terpenuhi, kontrol terhadap diri sendiri,
serta menilai sesuatu selalu dengan negatif, perasaan rendah diri dan perasaan yang selalu tertekan.
33
b. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri yang
bersangkutan, diantaranya:
33
Arifin, “Psikologi dan Beberapa Aspek KEhidupan ROhani Manusia,” h. 85.
1. Faktor Keluarga Keluarga adalah organisasi terkecil di dalam masyarakat, tetapi
mempunyai kedudukan yang primer dan fundamental.
34
Sebab itu, keluarga mempunyai peranan vital dalam mempengaruhi perilaku anak terutama
dalam tahap awal. Menurut Agus Sujanto bahwa keluarga yang baik adalah kelurga yang
berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang kurang baik adalah keluarga yang memberikan pengaruh negatif bagi
perkembangan anak. Karena itu, keluarga merupakan wilayah awal yang menentukan perilaku anak, apakah anak akan menjadi baik atau
sebaliknya.
35
Hal yang demikian sangat relevan dengan hadis Nabi yang artinya ”setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah
yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, dan majusi”. 2. Faktor Sekolah
Dalam rangka pembinaan anak atau siswa ke arah yang lebih baik, kadang-kandang sekolah dapat menjadi sebab timbulnya siswa bermasalah.
Hal ini terjadi karena sekolah sering tidak peduli terhadap siswa tersebut. a.
Latar belakang remaja yang berbeda, tetapi dengan sistem persekolahan yang memiliki pengaturan yang sama, mereka
dituntut untuk dapat berbaur dengan yang lainnya. b.
Menurut Prof. DR. Zakiah Darajat pengaruh negatif yang menangani langsung proses pendidikan antara lain kesulitan
ekonomi yang dialami pendidik dapat mengurangi perhatian
34
Bambang Mulyono, “Kenakalan Remaja,” Yogyakarta: Andi Offset, 1986, Cet. Ke-1. h. 40.
35
Agus Sujanto, ”Psikologi Perkembangan,” Jakarta: Aksara Baru, 1981, Cet. Ke-1, h. 226.
terhadap anak didiknya, misal: pendidik sering tidak masuk yang mengakibatkan siswa terlantar, bahkan sering adanya perlakuan
guru yang kurang adil, hukuman yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tidak putus-
putusnya, serta disiplin yang terlalu ketat, disharmonis antara guru dan siswa, serta kurangnya belajar di rumah.
c. Hal tersebut juga sering terjadi karena adanya impotensi dalam
pendidikan yang disebabkan oleh komunikasi anti dialog, penggunaan metode pengajaran yang dapat mematikan kreativitas
siswa. 3. Faktor Masyarakat
Dadang Hawari Mengatakan bahwa masyarakat juga bisa menjadi faktor utama juga. Keadaan masyarakat yang bermasalah dan lingkungan
yang kurang baik merupakan faktor penyebab siswa berbuat menyimpang. Faktor ini dikelompokan Dadang Hawari menjadi dua kelompok, yaitu:
36
1. Faktor kerawanan masyarakat lingkungan antara lain, tempat
tinggal, hiburan yang buka terlalu malam, peredaran obat-obatan terlarang, pengangguran yang semakin meningkat dan anak-anak
yang putus sekolah. 2.
Daerah rawan gangguan kamtibnas antara lain: penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat adaktif lainnya, tawuran, kebut-kebutan,
pencurian dan
perampokan, pembunuhan,
pemerkosaan, pengrusakan, dan lainnya.
36
Dadang Hawari, “Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,” Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Jasa, 1997, Cet. Ke-3, h. 198-199.
Sedangkan menurut Sudarsono pengaruh yang dominan dari masyarakat sebagai pendukung siswa bermasalah adalah perubahan sosial
yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan ekonomi, pengangguran, media massa, dan
fasilitas rekreasi.
37
3. Usaha-Usaha Dalam Mengatasi Siswa Bermasalah