Metode Bimbingan dan Penyuluhan SMAIT Al-Madinah, Bogor Terhadap Siswai Bermasalah

3. Faktor sekolah. Sekolah merupakan tempat memberi pengajaran dan pendidikan kedua kepada anak selepas ibu bapa. Faktor sekolah yang boleh mempengaruhi anak ialah: a. Disiplin sekolah yang longgar. b. Ibu bapa tidak mengambil tahu kemajuan dan pencapaian anak di sekolah. b. Guru tidak mengambil tahu masalah yang dihadapi oleh murid-murid. 4. Faktor Lingkungan Faktor persekitaran adalah merujuk kepada peranan masyarakat, multi- media dan pusat-pusat hiburan yang menyediakan pelbagai produk yang boleh menggalakkan dan meningkatkan rangsangan seksual. Saat wawancara dengan guru BP di SMAIT Al-Madinah, Bogor rumah merupakan slah satu faktor penyebab seorang siswai membuat masalah di sekolah. 50 Karena itu, seorang guru dan orang tua harus bersinergis dalam menangani masalah siswai di sekolah guna menghasilkan penyelesaian masalah siswai secara masif dan total sampai pada akar permasalahannya.

3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan SMAIT Al-Madinah, Bogor Terhadap Siswai Bermasalah

Seorang siswai dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Bentuk penyimpangan ini ada yang bentuknya sederhana misal: mengantuk di kelas, terlambat datang kesekolah, suka menyendiri, dan ada 50 Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008. juga yang ekstrim misal: bolos sekolah, membawa narkoba ke sekolah, tidak sopan kepada guru dan temannya. Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan oleh siswai dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu regresif dan agresif. Bentuk-bentuk yang bersifat regresif antara lain; suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, dan semacamnya. Sedangkan yang bersifat agresif antara lain; berbohong, membuat onar di kelas, memeras teman, beringas, dan berperilaku yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan oleh anak-anak dengan kepribadian introvert tertutup dan yang bersifat agresif biasanya ditunjukkan oleh anak-anak yang berkepribadian extrovert terbuka. Meskipun demikian, ini tak bisa dijadikan patokan yang final. Apabila kita sinkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan dan faktor-faktor penyebabnya, maka kita akan dapati bahwa ada hubungan yang kolektif antara keduanya. Pemahaman terhadap keduanya akan membuat penanganan terhadap masalahnya menjadi semakin mudah. Sebagai suatu contoh ada seorang siswai yang suka melanggar peraturan sekolah. Untuk menangani masalah ini seorang wali kelas atau petugas BP terlebih dahulu harus melihat sebab dari siswai tersebut. Membolos misalnya, bukan pada hukuman apa yang pantas diberikan kepada siswai tersebut, tetapi apa penyebabnya. Karena seorang siswai membolos pasti ada beberapa faktor kemungkinan, apakah dia tidak suka kepada cara guru mengajar, tidak suka terhadap sikap guru yang terlalu keras, atau yang lainnya. Pemahaman terhadap faktor-faktor penyebab akan memudahkan seorang wali kelas atau guru BP dalam penyelesaian masalah. 51 Metode ini merupakan nalar kausalitas, sebab-akibat. Maka untuk mencari penyelesaian atau 51 Dalam memberikan hukuman punishment kepada siswa bermasalah, biasanya pihak sekolah memberlakukan skorsing dan di keluarkan. Selain itu, pihak sekolah juga kadang menggunakan tindakan represif kepada siswai yang bermasalah. Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008. solusinya, seorang wali kelas atau petugas BP harus melacak sebab apa seorang siswai sampai bisa melakukan hal demikian. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa urgensinya meliputi ada pemahaman secara lebih menyeluruh dan mendalam tentang perbedaan-perbedaan individual, pengenalan diri apabila ada kecenderungan penyimpangan perilaku di antara para siswai serta keuntungan lain bagi seorang guru, terutama guru BP, untuk mengetahui teknik-teknik menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Hal ini juga dianjurkan oleh Drs. Dalyono dalam menangani siswai bermasalah sebagai berikut: 52 a Memanggil dan menerima anak yang bermasalah dengan penuh kasih sayang. b Dengan wawancara yang dialogis diusahakan dapat ditemukannya sebab- sebab utama yang menimbulkan masalah. c Memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya. d Menunjukkan cara penyelesaian masalah yang tepat untuk direnungkan oleh anak kemudian untuk dikerjakannya. e Menemukan segi-segi kelebihan anak agar kelebihan itu diaktualisir guru untuk mengatasi kekurangannya. f Menanamkan nilai-nilai spiritual yang benar. Dalam disiplin psikologi banyak seklai aliran-aliran pemikiran yang bisa kita jadikan obat dalam menangani penyakit-penyakit jiwa seorang siswai bermasalah. Dalam konteks SMAIT Al-Madinah, Bogor metode bimbingan yang mereka gunakan untuk menangani masalah ini adalah psikoanalisa dan transpersonal. Seperti yang penulis bahas pada sub bab terdahulu bahwa persoalan kenakalan siswai di SMAIT Al-Madinah, Bogor yang terjadi adalah masalah pubertas, seperti 52 Drs. Dalyono, “Psikologi Pendidikan,” h. 266-267. pacaran, ketakutan, ragu-ragu, manja, emosional yang keseluruhannya kemudian mempengaruhi prestasi dan perilaku perserta didik. Untuk menangani semua masalah ini, SMAIT Al-Madinah, Bogor menerapkan bimbingan dan penyuluhan ala psikoanalisa dan transpersonal. 53 Metode bimbingan dan penyuluhan ini merupakan bagian dari aliran-aliran dalam ilmu psikologi yang berkembang di abad 19. Psikoanalisa dipelopori pertama kali oleh Sigmund Freud 1856-1939, seorang psikolog dari Austria. Secara sistematis dan empiris Freud telah menunjukkan bahwa pergolakan jiwa manusia itu tidak hanya melibatkan kelangsungan- kelangsungan yang sadar bagi diri orang yang bersangkutan, tetapi juga melibatkan pergolakan yang tidak sadar atau bawah sadar pada diri orang tersebut. 54 Teori psikoanalisa Freud yang sangat terkenal adalah pembagian mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Freud mengembangkan konsep struktur mind di atas dengan mengembangkan ‘mind apparatus’, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego. 55 Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan anxiety. Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, all repression. 53 Dalam menerapkan metode psikoanalisa dan transpersonal, guru BP menggunakan pendekatan psiko-sosial dan budaya. Wawancara pribadi dengan Bapak Heru Dayatullah, S. Fil. I, Bogor, Rabu, 04 Mei 2008. 54 Lihat W. A. Gerungan, Dipl. Psych, “Psikologi Sosial,” Bandung: PT. Refika Aditama, 2004, Cet. Ke-1, h 16. 55 Isbandi Rukminto Adi, MPH, “Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial; Dasar-dasar Pemikiran,” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Cet. Ke-1, h. 211-214. Dalam pandangan Psikoanalisa Freud agama bukan merupakan inti perilaku manusia, melainkan merupakan salah satu cara manusia dalam menyesuaikan diri pada lingkungannya atau dalam istilah psikologi dinamakan coping behavior. 56 Pengalaman spritual dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya. Sehingga beberapa pelopor gerakan ”New Age”, menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang memandang rendah dan negatif pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran Altered States of Consciousness . Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni transpersonal. Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich” transpersonal yang artinya kurang lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif diri, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman- pengalaman spiritual. Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang psikologi itu sendiri dideklarasikan oleh Abraham Maslow. 57 Di tahun 1968, ia mengatakan, ”Saya melihat, psikologi humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi sedang mengalami 56 Sarlito Wirawan Sarwono, “Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,” h. 242-243. 57 Pada paham psikologi humanisme, Abraham Maslow melihat bahwa manusia adalah suatu keutuhan yang lebih menyeluruh yang mempunyai kebutuhan berjenjang lima. Yaitu, i kebutuhan fisiologis tubuh, ii kebutuhan akan keamanan, iii kebutuhan akan kebersamaan, iv kebutuhan akan penghargaan dan yang terakhir adalah v kebutuhan akan aktualisasi diri. transisi, sedang mengalami persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal, transhuman, yang lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri dan semacamnya.” Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada beberapa orang memiliki frekuensi puncak atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak. Ini menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan transendensi diri. Inilah alasaan mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi transpersonal. Ada dua buku Maslow yang membahas masalah ini, yakni “Toward a Psychologhy of Being” 1968 dan “The Farther Reaches of Human Nature” 1971. Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat ketuhanan. Ada sekian banyak definisi yang diajukan untuk psikologi transpersonal ini. Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans artinya di atas beyond, over dan personal adalah diri self. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual. Di tahun 1992, setelah melakukan penelaahan atas kurang lebih 40 definisi, maka Lajoie dan Saphiro, dua orang pionir utama psikologi transpersonal, merangkum dan merumuskan pengertian psikologi transpersonal yang lebih sesuai untuk kondisi saat ini: ”Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness”. Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan spiritual dan transenden . Transformasi kesadaran merupakan tinjauan pokok dari psikologi transpersonal, yakni studi mengenai pengalaman-pengalaman yang mendalam, perasaan keterhubungan dengan pusat kesadaran semesta, dan penyatuan dengan alam. Ada kesepakatan umum dari para tokoh cabang psikologi ini, untuk tidak mengidentikkan mazhab ini dengan keagamaan secara formal. Psikologi transpersonal bukanlah agama, bukan ideologi, bukan juga metafisika dan bahkan bukan New Age seperti praktik aura, crsytal, aromatherapy, kajian UFO, dll meskipun ada sedikit irisan dengannya. 58

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Metode Bimbingan dan Penyuluhan