Artinya : “Tak ada pemberian untuk guru-guru tarekat atas kamu. Maka akulah
wasithah perantaramu dan pemberi pembimbingmu. Karena itu, tinggalkanlah se
mua yang kamu ambil dari semua tarekat”
.
12
Pada bulan Muharram tahun 1214 H1794 M, Syekh Ahmad Al-Tijani telah sampai pada martabat kutub teragung al-Quthbaniyat al-
‘udhma yang artinya ia telah memperoleh derajat tertinggi diantara yang tinggi dalam hirarki
wali yang ada. Pada tanggal 18 tahun 1214 H, ia juga di anugrahi sebagai al- Khatmu al-Auliya al-Maktum penutup para wali yang tersembunyi. Kedudukan
ini menyiratkan bahwa tidak ada lagi wali yang lebih tinggi dari pada dirinya. Peristiwa inilah yang diperingati setiap tahun sekali yang lazim disebut Iedul
Khatmi al-Tijani. Akhirnya Syekh Ahmad Al-Tijani melakukan perjalanan ke kota Fez kemudian tinggal disana sampai meninggal dunia pada tanggal 12
Syawal 1230 H22 September 1815 pada usia 80 tahun dan dimakamkan di Fez, Maroko.
B. Sejarah Masuknya Tarekat Tijaniyah Di Cempaka Putih
Keberadaan tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm Cempaka Putih Kecamatan Ciputat erat kaitannya dengan hadirnya K.H. Misbahul Anam
13
sejak tahun 1994 sampai sekarang. Sebelum menjadi Muqaddam, beliau sempat belajar berbagai ilmu dzahir seperti tafsir, hadits, fikih, kalam dan ilmu-ilmu
bahasa arab. Ia pernah belajar di Pondok Pesantren al-Islah Semarang pada tahun
12
A.Fauzan Adhiman Fathullah, Thariqah Tijaniyah: Mengemban Amanat Lil ‘Alamin.
Kalimantan Selatan: Yayasan Al-Ansari Banjarmasin, 2007, hal. 108.
13
Nama lengkapnya adalah Misbahul Anam bin Tirmidzi al- Syafi’i. Lahir di Jatirokeh,
Jatibarang Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 4 Maret 1966. Sejak kecil dalam asuhan langsung ayahnya, K.H. Turmudzi. Baik dalam ibadah, berakhlak maupun memahami kitab-kitab salaf.
1987 dan di Institut Agama Islam Negeri IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1991. Dari berbagai keilmuan yang ia peroleh, K.H. Misbahul Anam mulai
mengajarkan dan mengembangkan tarekat Tijaniyah di Tangerang, Ciputat dan Jakarta. Keyakinan yang kuat dan usaha keras membuat tarekat ini dapat diterima
oleh masyarakat dan mendapat sambutan yang positif dalam berbagai kegiatan ketarekatan, khususnya Desa Cempaka Putih.
Perkembangan tarekat ini berawal dari diangkatnya K.H. Misbahul Anam menjadi muqaddam
14
atau dalam istilah lain disebut Mursyid. Beliau dib ai’at atau
ditalqin menjadi muqaddam oleh K.H. Syaikh Muhammad bin Ali Basalamah dari Jatibarang Brebes. Berbagai pengalaman spiritual dan amanat yang diperoleh
memberikan motivasi untuk lebih banyak mengamalkan dan mengembangkan tarekatnya. Hal ini tidak disia-siakan oleh K.H. Misbahul Anam ketika beliau
mulai tinggal dan menetap di desa Cempaka Putih beserta keluarganya. Tarekat Tijaniyah disebar luaskan dengan cara pendekatan-pendekatan
secara personal terhadap orang yang dikenal dengan baik, memberikan berbagai tausiah di berbagai tempat, dari berbagai pengajian, dari masjid ke masjid, dan
mushalla ke mushalla. Ketika beliau menyampaikan ceramah dalam berbagai kesempatan, kerap kali memberikan ajaran-ajaran Syeikh Ahmad al-Tijani dan
dilanjutkan dengan gerakan keagamaan yang lain. Cara seperti ini sangat efektif untuk menarik perhatian dan secara cepat menarik banyak pengikut.
Kehadiran K.H. Misbahul Anam memberikan warna baru dalam dunia tasawuf dengan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah. Sehingga masyarakat merasa ada
14
Muqaddam adalah seseorang yang diberi otoritas sebagai Syaikh. Maksudnya muqaddam memiliki otoritas untuk membai’at para penempuh awal jalan spiritual baru murid ke
dalam tarekat yang dipimpinnya dan memberikan amalan spiritual.
sesuatu yang berbeda dan mulai tumbuh rasa ingin tahu tentang tarekat Tijaniyah hingga akhirnya mereka tertarik dan melakukan
bai’at dibai’at. Perkembang tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat
15
tetapi tidak dipungkiri bahwa perjalanannya juga mendapatkan hambatan dari kalangan yang kurang respek
pada ajaran-ajaran al-Tijani. Beliau kerap kali mendapatkan isu-isu yang kurang menyenangkan. Salah satunya adalah tarekat Tijaniyah dianggap sangatlah mistis
dan tidak masuk akal. Tarekat Tijaniyah dicurigai sebagai gerakat tarekat yang diindikasi sebagai ajaran sesat. Tetapi prasangka itu akhirnya dapat dicairkan
manakala diketahui bahwa tarekat Tijaniyah adalah bagian dari tarekat mu’tabarah yang diakui oleh para ulama NU.
16
Hal ini disebabkan adanya perbedaan ide pemikiran dan masyarakat Cempaka Putih yang mulai berfikir secara kritis dan berintelektualitas yang cukup
tinggi. Pemahaman tentang tasawuf atau tentang tarekat yang berbeda menambah kesenjangan pada setiap kalangan. Faktor wilayah dan tradisi kebudayaan juga
sangat menentukan adanya permasalahan, apalagi Desa Cempaka Putih tergolong daerah perkotaan yang jauh dari hal-hal mistik dan wilayah yang diselimuti oleh
pendidikan banyaknya perguruan tinggi. Problem-problem yang muncul tidak terlalu ditanggapi oleh K.H.
Misbahul Anam karena menurutnya hal itu adalah bentuk respon masyarakat dan efek dari munculnya tarekat Tijaniyah yang terbilang baru di kalangan masyarakat
15
Perkembang tarekat Tijaniyah terbilang cukup cepat karena dalam kurun waktu 3 tahun, K.H. Misbahul Anam dapat merekrut pengikutnya dan mendirikan Pondok Pesantren al-
Umm yang notabennya beliau masih tergolong muda, baru berumur 28 tahun.
16
Keputusan muktamar NU ke-6 di Cirebon pada bulan Agustus 1931 dan dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa tarekat Tijaniyah dengan segala bentuk prakteknya
dinyatakan mu’tabarah atau sah. Keputusan ini didukung oleh ulama lain seperti KH. Wahab Khasbullah, KH. Ma’sum dari Lasem, dan KH. Ali Ma’sum mantan Rais Am NU.
mereka. Ia hanya melakukan pendekatan secara pribadi dan memberikan penjelasan-penjelasan yang secara logika dapat diterima atau masuk akal. Lambat
laun, mereka mulai memahami apa itu tarekat Tijaniyah dan menerimanya. Bahkan, mereka ikut serta dalam kegiatan ketarekatan yang dilakukan secara
rutin. Perjalanan tarekat Tijaniyah pun terus dilakukan bahkan semakin gencar sampai ke wilayah-wilayah yang lain.
Menurut K.H. Misbahul Anam, penyebaran ajaran tarekat Tijaniyah dilakukan tiga tahun sebelum berdirinya Pondok Pesantren al-Umm.
17
Dengan kata lain masuknya tarekat Tijaniyah di Desa Cempaka Putih tiga tahun lebih awal
ketimbang berdirinya Pondok Pesantren al-Umm yang kini menjadi pusat pendidikan gerakan tarekat Tijaniyah.
K.H. Misbahul Anam selain sebagai muqaddam, beliau juga dikenal luas sebagai pengasuh banyak Maj
lis Ta’lim yang diselenggarakan masyarakat. Misalnya, Maj
lis Ta’lim Masjid Ittihad al-Muslimin Ancol Jakarta Utara, Masjid al-Inayah Ciganjur, Masjid Halimah al-
Sa’diyah Cikokol, Masjid Baitur Rahim Ciputat dan lain-lain. Sehingga pengajian rutin ini mampu menjadi wadah
pengembangan ajaran tarekat Tijaniyah. Perkembangan selanjutnya barulah mendirikan Pondok Pesantren al-Umm.
Sejak tanggal 17 Agustus 1997, Pondok Pesantren al-Umm didirikan dan menjadi pusat tarekat Tijaniyah yang saat ini memiliki pengaruh di lingkungan
masyarakat Ciputat, bahkan Jabodetabek. Dari pengamatan penulis, Pondok
17
Menurut K.H. Misbahul Anam, ia sempat mengajar dan menyebarkan tarekat Tijaniyah ke berbagai tempat, misalnya di Masjid al-Ikhlas Tanah Abang tiga tahun sebelum berdirinya
Pondok Pesantren al-Umm, wawancara pribadi dengan pimpinan Pondok Pesantren al-Umm, Tangerang, 12 April 2011.
Pesantren al-Umm berdiri di atas tanah seluas 600 meter persegi akan tetapi memegang pimpinan sentral tarekat ini di wilayah tersebut. Hal ini didasarkan
pada beberapa faktor, seperti model kepemimpinan K.H. Misbahul Anam yang sangat progresif, letak Pondok Pesantren al-Umm yang sangat strategis, tarekat
yang terbuka, merespon perkembangan dan tidak ekslusif.
C. Perkembangan Tarekat Tijaniyah di Cempaka Putih