organisasi, layanan atau produk yang digunakan, dan organisasi sebagai sebuah sistem. Kepuasan melibatkan beberapa variabel, diantaranya:
1. Pertemuan dengan ekspektasiharapan
2. Harga, waktu, dan perjuangan—kemauan untuk membayar, dan
3. Kemauan untuk kembali pada pegawai yang sama, layanan yang sama, dan
organisasi itu sendiri.
2.1.2. Pengertian Kualitas Layanan
Service menurut ISO 9004-2 dalam V. Octavia I.K 2003 adalah “The result
generated by activities at the interface between the supplier and the customer, and by supplier internal activities, to meet customer needs.”
Keseluruhan hasil dari suatu aktivitas langsung antara penyedia dan pengguna, dan dari aktivitas
penyedia itu sendiri, untuk dapat memenuhi kebutuhan pengguna. Melengkapi pendapat diatas, Endar 1999 mengemukakan bahwa
pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain
yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani. Dalam hal ini terjadi komunikasi batin antara kedua pihak,
dan kepuasan yang diperoleh bergantung pada situasi saat terjadinya interaksi pelayanan tersebut. Jika dalam upaya saling memuaskan tersebut tidak terjadi
hubungan timbal balik, kesinambungan pada interaksi berikutnya dapat terhambat.
Agar bernilai tinggi, suatu pelayanan harus memiliki kualitas. Menurut Goetsh Davis, 1994 dalam Endar 1999, kualitas adalah kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Pada ISO 9004-2 E dalam V. Octavia I.K 2003, kualitas didefinisikan sebagai “The totality of features and characteristics of a product or service that
bear on its ability to satisfy stated or implied needs”. Keseluruhan ciri-ciri dan
karakteristik dari suatu produk atau jasa yang memusatkan kemampuannya untuk memuaskan baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Kualitas jasa sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan Wyckof dan Lovelock, 1988 dalam Endar, 1999. Endar 1999 juga mengatakan kualitas atau mutu dalam industri jasa
pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan
yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Service quality
kualitas layanan menurut V. Octavia I.K 2003 dalam artikelnya yang berjudul Penerapan Service Quality dalam Usaha Meningkatkan
Kualitas Perpustakaan didefinisikan sebagai suatu service yang sesuai dengan
harapan pengguna dan memenuhi kebutuhan dan keperluan penggunanya.
Dalam model Servqual, kualitas jasa didefinisikan sebagai penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa Parasuraman, et al, 1985
dalam Fandy Tjiptono, 2007. Definisi ini didasarkan pada tiga landasan konseptual utama, yakni:
1. Kualitas jasa lebih sukar dievaluasi konsumen daripada kualitas barang
2. Persepsi terhadap kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara
harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa, dan 3.
Evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.
Dengan demikian faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service
dan perceived service Parasuraman et al., 1985. Jika jasa yang diterima atau dirasakan perceived service sesuai dengan yang diharapkan,
kualitas jasa tersebut akan dianggap baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan, kualitas jasa tersebut dipandang ideal. Sebaliknya, jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, kualitas jasa itu akan dianggap buruk. Jadi baik buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten Endar, 1999.
Atau bisa juga dikatakan suatu mutukualitas disebut sangat baik jika penyedia jasa memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan. Mutu
atau kualitas disebut baik jika penyedia jasa memberikan pelayanan yang setara dengan yang diharapkan oleh pelanggan. Sedangkan mutu disebut jelek jika
pelanggan memperoleh pelayanan yang lebih rendah dari harapannya. Dengan demikian, pencapaian kepuasan pelanggan memerlukan keseimbangan antara
kebutuhan dan keinginan need want dan apa yang diberikan given Endar, 1999.
Bila nilai pelayanan dari suatu perusahaan melebihi pelayanan yang diharapkan, pelanggan cenderung menggunakan penyedia jasa itu lagi.
Keberhasilan mempertahankan pelanggan mungkin merupakan ukuran terbaik untuk mutu dan kemampuan perusahaan jasa, untuk mempertahankan
pelanggannya, tergantung pada sejauh mana konsistensi perusahaan itu menyampaikan nilai kepada mereka M. N. Nasution, 2005.
Hal tersebut juga berlaku bagi perpustakaan. Jika perpustakaan hendak meningkatkan kualitasnya maka layanan yang dilakukan perpustakaan hendaknya
dibuat sedemikian rupa agar perpustakaan benar-benar mampu memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta harapan penggunanya V. Octavia I.K, 2003.
Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa consumer perceived service quality
merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa dari sudut pandang konsumen. Namun, perlu diperhatikan bahwa sifat jasa yang tidak nyata
intangible menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk menilai jasa sebelum dia mengalaminya, bahkan setelah dia konsumsi jasa tertentupun, sulit bagi
pelanggan untuk menilai kualitas jasa tersebut Farida Jasfar, 2009. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry 1985 dalam Farida Jasfar 2009
berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor yang dinilai konsumen dan merupakan
faktor utama yang menentukan kualitas jasa, yaitu access, communication, competence, courtesy, credibility, reliability, responsiveness, security,
understanding, dan tangibles. Namun pada perkembangannya kesepuluh dimensi
tersebut diringkas lagi menjadi lima dimensi pada tahun 1988, menjadi reliability kehandalan, responsiveness daya tanggap, assurance jaminan, empathy
empati, dan tangible produk-produk fisik atau lebih dikenal dengan nama Servqual Service Quality.
2.1.2.1. Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan adalah suatu kesatuan unit kerja yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian pengembangan koleksi, bagian pengolahan koleksi, bagian pelayanan
pengguna, dan bagian pemeliharaan sarana-prasarana F. Rahayuningsih, 2007. Sedangkan Sutarno N.S. 2003 menyatakan bahwa perpustakaan adalah
suatu ruangan, bagian dari gedungbangunan, atau gedung itu sendiri, yang berisi buku-buku koleksi, yang disusun dan diatur demikian rupa, sehingga mudah untuk
dicari dan dipergunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh pembaca. Lebih lanjut Sutarno N.S. 2003 juga menambahkan bahwa perpustakaan
dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana, seperti ruang baca, rak buku, rak majalah, meja-kursi baca, kartu-kartu katalog, sistem pengelolaan tertentu, dan
ditempatkan petugas yang menjalankan perpustakaan agar dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Definisi lain diungkapkan oleh IFLA International Federation of Library Association and Institutions
dalam Sulistyo Basuki 2009. IFLA menyatakan bahwa perpustakaan merupakan kumpulan bahan tercetak dan non cetak dan atau
sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk kepentingan pemakai.
Kegiatan layanan perpustakaan, menurut Sutarno N.S. 2003 umumnya berbentuk jasa, bukan barang. Oleh karena itu perpustakaan perlu memperhatikan
sejumlah faktor agar kegiatannya dapat berjalan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Layanan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
b. Diusahakan agar pelanggan merasa senang dan puas.
c. Prosesnya mudah, sederhana, dan efisien.
d. Caranya cepat dan tepat waktu dan tepat sasaran.
e. Diciptakan suasana ramah, supel, dan menarik.
f. Bersifat membimbing, namun tidak terkesan menggurui.
g. Dapat menimbulkan perasaan ingin tahu lebih jauh untuk pelanggan.
h. Menimbulkan kesan baik, sehingga terdorong ingin sering ke perpustakaan.
Adapun kriteria layanan perpustakaan yang baik atau efektif menurut Sutarno N.S. 2005 adalah yang dapat memenuhi keinginan pemakai dalam hal:
a penyediaan informasi yang sesuai dengan keinginan pemakai; b waktu yang tepat, leluasa, memadai, dan tidak terlalu mengikat, termasuk kesempatan sore
dan malam untuk kelompok masyarakat pekerja yang tidak memiliki aktivitas atau
sedang libur; c kebebasan, tata cara, dan akses informasi tidak kaku dengan pengawasan longgar, tidak terlalu ketat, tertib, kondusif, dan simpatik; d suasana
yang menyenangkan, aman, tenang, tentram, jauh dari kegaduhan, dan kebisingan; e sikap dan perilaku petugas yang penuh perhatian, ramah, santun, bersifat
membimbing, memandu, penuh perhatian, menguasai masalah; f tata tertib yang sederhana, mudah dipahami dan diikuti, dan dilaksanakan; g adanya fasilitas dan
kemudahan yang lain seperti panduan, petunjuk, informasi singkat atau yang lain; h menimbulkan kesan yang baik, menyenangkan, dan memuaskan, sehingga
orang ingin kembali lagi; i berorientasi kepada pelanggankonsumen dan bersifat mandiri.
2.1.2.2. Dimensi Kualitas Layanan Perpustakaan
Terdapat konsep pengukuran kualitas layanan perpustakaan yang dikenal dengan nama Library Quality atau disingkat LibQUAL+®. Konsep LibQUAL+®
dikembangkan berdasarkan konsep tentang pengukuran kualitas layanan yang telah ada sebelumnya yaitu ServQual yang diperkenalkan oleh Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry. Atau bisa dikatakan ServQual sebagai dasar pengembangan LibQUAL+®.
LibQUAL+® adalah suatu layanan yang digunakan perpustakaan untuk mengumpulkan, menelusuri, memahami, dan bersikap sesuai dengan opini
pengguna mengenai kualitas layanan. Layanan ini ditawarkan kepada komunitas perpustakaan oleh Association of Research Libraries ARL. Fokus program ini
adalah secara teliti mengetes setumpuk survei berbasis web melalui training yang membantu perpustakaan menilai dan meningkatkan layanan perpustakaan,
mengganti budaya organisasi, dan memasarkan perpustakaan tersebut. Tujuan LibQUAL+® antara lain untuk:
1. Membantu perkembangan budaya keunggulan dalam menyediakan
layanan perpustakaan 2.
Membantu perpustakaan untuk lebih mengerti persepsi pengguna terhadap kualitas layanan perpustakaan
3. Mengumpulkan dan menginterpretasi umpan balik dari pengguna
perpustakaan secara sistematis sepanjang waktu 4.
Menyediakan perpustakaan dengan informasi pengukuran perbandingan dari institusi yang setara
5. Mengidentifikasi langkah terbaik dalam layanan perpustakaan
6. Meningkatkan kemampuan analisis anggota staff perpustakaan untuk
menginterpretasikan dan menindaklanjuti data. www.libqual.org
Dimensi-dimensi kualitas layanan perpustakaan menurut konsep LibQUAL+® diantaranya:
1. Dampak layanan Affect of Service,
Dampak layanan mengukur dimensi interpersonal layanan perpustakaan dan termasuk di dalamnya aspek-aspek seperti empathy, responsiveness,
assurance , dan reliability.
Dimensi dampak layanan adalah dimensi manusia atas kualitas layanan. Berhubungan dengan siapa pengguna berinteraksi, dan rasa membantu
serta kompetensi umum dari staff perpustakaan. 2.
Kontrol Informasi Information Control, Kontrol informasi mengukur kualitas layanan baik dari segi isikonten
maupun akses ke sumber-sumber informasi yang mengukur cakupan isikonten yang ditawarkan oleh perpustakaan, yaitu convenience, ease of
navigation , timeliness, equipment availability, and self-reliance.
Kontrol informasi berhubungan dengan bagaimana pengguna dapat menemukan informasi yang dibutuhkan dalam perpustakaan dalam format
pemilihan mereka, dengan cara mereka sendiri. 3.
Perpustakaan sebagai tempat Library as Place, Perpustakaan sebagai tempat, mengukur bagaimana lingkungan fisik
dipersepsikan baik dalam istilah pragmatis, utilitarian, maupun simbolis yang meliputi aspek-aspek perpustakaan sebagai tempat berlindung yang
aman. Dimensi perpustakaan sebagai tempat berhubungan dengan lingkungan
fisik perpustakaan sebagai tempat untuk belajar individu, kerja kelompok, dan inspirasi.
2.1.2.3. Gambaran Singkat Kualitas Layanan Perpustakaan Utama UIN
Berdasarkan dimensi-dimensi kualitas layanan perpustakaan LibQUAL, Perpustakaan Utama UIN memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Dampak Layanan Affect of Service, dimana perpustakaan utama UIN
diharapkan memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kepada
lam mengakses
tempat yang aman dan nyaman pengguna. Hal ini coba diterapkan dengan pelayanan yang baik dan ramah
dari para petugasnya, dan kesediaan membantu pengguna. b.
Kontrol Informasi Information Control, dimana perpustakaan utama UIN diharapkan mampu memberikan pengguna kemudahan da
informasi. Hal tersebut telah dibuktikan dengan menerapkan sistem layanan terbuka, dimana pengguna bebas mencari sendiri informasi yang
dibutuhkannya. Juga termasuk dengan memberikan jam layanan yang sudah cukup maksimal dengan membuka layanan hingga hari sabtu.
Namun ada satu kendala yang sering dikeluhkan yakni keterbatasan koleksi dan referensi, diantara 32.400 judul koleksi buku, mayoritas
didominasi oleh koleksi-koleksi Islam dan dari 1300 judul buku rujukan koleksi referens juga didominasi oleh referensi-referensi Islam seperti
kajian Islam, tafsir, hadits, dan lain-lain. c.
Perpustakaan sebagai Tempat Library as Place, dimana perpustakaan utama UIN diharapkan mampu menjadi
untuk kegiatan belajar dan penelitian penggunanya. Hal itu telah diterapkan dengan menempatkan penyejuk ruangan, tata meja dan kursi
yang nyaman, penerangan yang memadai.
2.1.2.4. Cara Meningkatkan Kualitas Layanan Perpustakaan
tafford 1994 dalam Hernon Altman 1996 mengajukan model umum untuk eskipun
katan kualitas dan mengkomunikasikan komitmen tersebut kepada
n pada program dan berpartisipasi penuh pada proses.
p tahap
akan untuk memastikan informasi yang konstan dan tepat yang
n kepedulian mereka untuk
adi, baik kualitatif maupun kuantitatif. S
meningkatkan kualitas layanan bagi penyedia layanan, yaitu 10 tahap, m bersambung, bukan berarti mengalir dari satu ke yang lainnya. 10 tahap tersebut
diantaranya: 1.
Stage 1: Management Commitment. Manajemen harus berkomitmen untuk pening
karyawan. 2.
Stage 2: Employee Commitment and Participation. Karyawan harus berkomitme
3. Stage 3: Employee Education and Training. Karyawan harus berfikir
peranannya dalam peningkatan kualitas dan mempelajari setia program.
4. Stage 4: Employee Communication. Channel komunikasi harus didirikan
dan digun bergulir di antara karyawan dan manajemen.
5. Stage 5: Internal Organization. Pengarah kualitas quality director harus
dipilih dan setiap individu harus menentuka meningkatkan kualitas.
6. Stage 6: Objective Setting. Setiap karyawan harus membentuk objek
peningkatan kualitas prib
7. Stage 7: Assessment and Modification Processes. Evaluasi terhadap
tingkat kualitas harus diukur, dan modifikasi untuk mempertahankan prosedur harus dikembangkan dan diimplementasikan.
8. Stage 8: Control. Kontrol harus didirikan untuk memastikan perubahan
yang sukses dan berkelanjutan. 9.
Stage 9: Integration. Tahapan-tahapan ini harus bergabung bersama untuk memastikan sistem pengoperasian yang halus.
10. Stage 10: Continuation. Peningkatan kualitas adalah proses yang
berkelanjutan. Selain itu, V. Octavia I.K 2003 dalam artikelnya yang berjudul
“Penerapan Service Quality dalam Usaha Meningkatkan Kualitas Perpustakaan”,
menuliskan beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk meningkatkan kualitasnya, dalam rangka memenuhi
kebutuhan pengguna, antara lain: 1.
Secara kelembagaan dan manajemen: a.
Mengkaji ulang dan memperbaharui peraturan-peraturan yang telah dibuat, apakah peraturan-peraturan tersebut masih sesuai dengan
kondisi dan situasi di perpustakaan dan apakah pengguna merasa nyaman dan terbantu dengan peraturan tersebut. Jika peraturan
tersebut sudah tidak cocok lagi, lebih baik peraturannya diperbaharui. b.
Meningkatkan komunikasi antar perpustakaan dengan lembaga induknya, sehingga kebijakan-kebijakan lembaga induk dapat
mendukung peningkatan kualitas perpustakaan.
c. Meningkatkan manajemen dan pengelolaan perpustakaan dengan
memperbaiki sistem dan alur kerja, serta keorganisasiannya sehingga pengguna dapat lebih mudah dan cepat dalam mencari dan
menemukan informasi di perpustakaan. d.
Bekerja sama dengan perpustakaan atau pusat informasi lain. e.
Melengkapi perpustakaan dengan fasilitas yang dibutuhkan pengguna. 2.
Secara personal Meningkatkan kualitas sumber daya manusia perpustakaan sehingga
mampu memberikan pelayanan sesuai yang dibutuhkan pengguna. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan, seminar, kursus, studi
lanjutan, forum diskusi dialog antar perpustakaan maupun antar pustakawan, banyak membaca, serta melakukan pemilihan tenaga
perpustakaan dengan lebih ketat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kepuasan Pengguna atas Kualitas Layanan Perpustakaan adalah evaluasi pengguna atas kualitas layanan
perpustakaan setelah mereka memperoleh dan menggunakannya, dimana persepsinya atas kualitas layanan perpustakaan yang diterima tersebut merupakan
cerminan dari kepuasannya.
2.2. Trait Kepribadian Big Five Big 5 Personality Trait