Unsur-Unsur Dakwah Ruang Lingkup Dakwah

Quraish Shihab berpendapat, bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan kepada jalan keinsyapan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. 21 Sedangkan dakwah menurut H.N.S Nasrudin Latif, dakwah artinya setiap usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariah serta akhlak islamiyah.

2. Unsur-Unsur Dakwah

a. Dai Da’i secara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa’il dari asal kata da’a-yad’u-da’watan, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf akil baligh dengan kewajiban dakwah. 22 Seorang da’i tidak hanya harus mengetahi dan hapal berbagai macam hadits melainkan seorang da’i dituntut harus menguasai ajaran- ajaran Islam, penuh kewibawaan dan wawasan yang tinggi karena selayaknya da’i memahami berabagai aspek sendi kehidupan. Menurut DR. Musthafa Ar-rafi’i dalam bukunya yang berjudul potret juru dakwah. Syarat-syarat dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah, pertama, Amal dan kegiatannya harus ikhlas karena mencari ridha Allah dan karena ingin meraih pahalanya. Kedua, Seorang juru dakwah harus menjadi teladan dalam amal soleh. Ketiga, Menempuh cara hikmah bijaksana terhadap orang-orang terpelajar dan intelek, dan melakukan metode “mauizhah hasanah” nasihat yang baik dalam mengahadapi orang awam dan orang biasa. Keempat, 21 Quraish Shihab,Membumikan Al-Quran Fungsi Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999, Cet. Ke, .XIX, hal. 194 22 Idris A Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, Uin Syarif Hidayatulloh Jakarta, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, 2004, hal.6 Seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai dengan jamannya dan menguasai teori dari berbagai aliran pemikiran. Kelima, Seorang juru dakwah harus lembut dalm menyampaikan nilai-nilai dan pandangan serta lembut dalam mengingkari kesesatan. Keenam, Dalam dakwahnya ia bertujuan menarik manfaat dan menghilangkan kemudharatan. Ketujuh, Harus sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kedelapan, Harus mengetahui tabiat kejiwaan jama’ahnya. Kesembilan, Sang juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila cara hikmah, jidal dan mauizhah hasanah tidak mempan. 23 Dewasa ini banyak para da’i yang menyiarkan agama Allah dengan cara yang bermacam-macam, dengan satu tujuan amar ma’ruf nahyi munkar.banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang pentingnya amar maruf nahyi munkar, seperti yang tertera dalam surat al-Imron ayat 104. ☺ ☺ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.al-Imron:104 Setiap muslim berkewajiban melakukan dakwah dengan caranya masing- masing, karena ayat di atas menjelaskan agar kita menyeru orang lain terhadap kebaikan. Menyeru terhadap yang ma’ruf dan mencegah terhadap yang munkar. Pentingnya subjek dakwah dalam mendidik diri pribadi dengan kesabaran dan keteguhan hati serta kemauan yang keras untuk berbuat baik dan berupaya agar selalu kembali kepada Allah SWT, mendidik diri supaya berbudi luhur, baik hati, bersifat murah hati, dermawan dan lebih mementingkan diri orang lain dan berinfak dengan ikhlas tanpa dilingkupi keragu-raguan dan kebimbangan sama sekali. 23 Mustthafa ar-Rafi’I,Potret Juru Dakwah, Jakarta: CV. Pustaka al-Kautsar, 2002, hal. 38-50 b. Mad’u Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. 24 Objek dakwah adalah manusia yang dijadikan sasaran untuk menerima dakwah yang sedang dilakukan oleh da’i. Keberadaan objek dakwah yang sering dikenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideologi, pendidikan, status sosial, kesehatan dan sebagainya. 25 Menurut Muhammad Abduh dalam buku manajemen dakwah karangan M. Munir dan Wahyu Ilahi mad’u menjadi tiga golongan 26 , yaitu: a Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan b Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian- pengertian yang tinggi c Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahas secara mendalam. Sedangkan mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokan dalam delapan rumpun, yaitu 27 : 24 M.Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, edisi ke-1, Cet. Ke-2, hal.23 25 Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta, Grafindo,2005, Cet. Ke-1, hal.107 26 Muhammad Munir Dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 23-24 a. Para ulama b. Ahli zuhud dan ahli ibadah c. Penguasa dan pemerintah d. Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya e. Fakir miskin dan orang lemah f. Anak, istri dan kaum hamba g. Orang awam yang taat dan berbuat maksiat h. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan rasulnya c. Materi Dakwah Seorang da’i yang bijaksana adalah orang yang dapat mempelajari realitas masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya masing-masing, kemudian ia mengajak mereka bedasarkan kemampuan akal, pemahaman, tabiat, tingkat keilmuan dan status sosial mereka, dan seorang da’i yang bijak adalah yang mengetahui metode yang akan dipakainya. 28 Materi maddah dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i dan mad’u, pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan hadits sebagai sumber utama yang meliputi akidah, syari’ah, dan akhlak. 29 Yang perlu dipahami dakwah tidak hanya berkaitan dengan eksistensi dan wujud Allah, akan tetapi lebih dari itu, bagaimana memberikan kesadaran yang dalam agar mad’u dapat mengaktualisasikan akidah, syari’ah, dan akhlak dalam kehidupan sehari- hari. 27 Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, Jakarta, Prenada Media,2006, Cet. Ke-2, ed.rev, hal. 106. 28 Sa’id al-Qathani, Menjadi Da’i Sukses, Jakarta:Qisthi Press, 2005, Cet Ke-1, Hal. 97. 29 Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, hal. 109. Seyogyannya seorang da’i harus mampu membaca kondisi dan situasi mad’u agar materi yang disampaikan mudah dipahami dan dilaksanakan oleh mad’u. di sinilah. Peran materi sangat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan dalam berdakwah. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu. 30 Pertama, masalah akidah keimanan, masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah aqidah islamiyah, aspek akidah ini yang akan membentuk moral manusia. Karena akidah bersifat sentral pada diri manusia dan sangat erat hubungannya dengan rukun iman maka yang dibahas pada akidah tidak hanya tertuju iman akan teteapi mencakup apa yang dilarang seperti syirik. Kedua, masalah syari’ah, hukum atau syariah disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Materi dakwah yang menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan atau memberika informasi yang jelas di bidang hukum dalam bentuk status hukum yang berifat wajib, mubah, makruh, dan haram. Ketiga, masalah mu’amalah, Islam merupakan agama yang melakukan urusan mu’amalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Ibadah dalam mu’amalah di sini, diartkan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah SWT dalam rangka mengabdi padanya. 30 M.Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 24-30 Keempat, masalah akhlak. Islam mengajarkan agar manusia berbuat baik dengan ukuran yang bersumber pada Allah. Sebagaimana telah diaktualisasikan oleh Rasulluloh SAW. Apa yang menjadi sifat dan digariskan baik olehnya dapat dipastikan baik secara esensial oleh akal manusia. Dalam al-Quran dikemukakan bahwa kriteria baik itu, antara lain bertumpu pada sifat Allah SWT. d. Metode Dakwah Metode adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Efektif artinya antara biaya, tenaga, dan waktu dapat seimbang. Sedangkan efisien atau sesuatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil. Jadi metode dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara berdakwah untuk mencapai suatu tujuan dakwah yang efektif dan efisien. 31 Sekurang-kurangnnya ada tiga metode yang digambarkan dalam al-Quran yang tertera dalam surat an-Nahl: ☺ ☺ ☺ ☺ “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.an-Nahl: 125 31 Asmuni Syakir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas,1993, hal.21 Dakwah dengan hikmah, menurut pendapat M. Abduh dalam buku metode dakwah yang dikarang oleh Munzier Suparta dan Harjani Hefni 32 bahwa. Hikmah adalah mengetahui rahasia-rahasia dan faedah di dalam arti ucapan yang sedikit lafazh akan tetapi banyak makna ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya. Dakwah dengan nasehat yang baik, menurut para pakar bahasa, nasehat mengandung arti teguran atau peringatan. Menurut Ashfani, dengan mengutip pendapat Imam Khalil yang ditulis oleh A. Ilyas Ismail 33 , menyatakan bahwa nasehat adalah memberikan peringatan al-tadzkir dengan kebaikan yang dapat menyentuh hati. Jadi, makna terpenting dari nasehat adalah mengingatkan tadzkir dan membuat peringatan dzikra kepada umat manusia. Menurut Sayyid Qutub nasehat yang baik adalah, nasehat yang dapat masuk dalam jiwa manusia serta dapat menyejukan hati, bukan nasehat yang dapat memerahkan telinga karena penuh dengan kecaman dan caci-maki yang tidak pada tempatnya. Dakwah dengan dialog yang baik, perdebatan dengan cara yang baik dengan bertujuan mencari kebenaran bukan kemenangan. Yaitu diskusi terbatas pada ide. Dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan argumentasi- argumentasi yang bathil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi yang jitu dan benar. 34 Menurut Qutub, dakwah yang baik jadal husna adalah jadal yang tidak mengandung unsur penganiayaan karena adanya unsur pemaksaan kehendak, juga tidak mengandung unsur merendahkan dan melecehkan lawan dialog. 32 Munzier Suparta dan Harjani, Hefni metode dakwah, hal. 8 33 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Qutub, Jakarta, Pemadani, 2006, Cet. Ke- 1, hal. 249-250 34 Anonim, Islam,Dakwah Dan Politik, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002, Cet. Ke- 1, hal. 33-36 e. Media Dakwah Media dakwah menjadi salah satu unsur dalam berdakwah, karena bagaimanapun media dapat membantu da’i dalam menyampaikan isi pesannya agar menjadi efektif. Banyak media yang dapat dimanfaatkan oleh juru dakwah, termasuk di dalamnya adalah semua jenis media masa, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah dan sebagainya. Di samping itu masih banyak lagi media dakwah yang lainnya mengingat media itu dapat berupa orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya. 35 Pada saat ini masih banyak para da’i yang menggunakan media dakwahnya dengan menggunakan mimbar, dan tabligh akbar, walaupun cara ini terbilang tradisional namun cukup efektif dan masih dipertahankan sampai saat ini. Dalam buku yang berjudul studi tentang ilmu dakwah, karangan Anwar Mas’ari. Dia menyebutkan beberapa media dan sarana yang diperlukan oleh juru dakwah antara lain: a Mimbar dalam khitabah b Qalam dalam khitabah c Pementasan dan drama d Seni suara dan bahasa e Medan dakwah f Alat bantu perlengkapan 35 Asmuni Syakir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, hal. 163 f. Tujuan Dakwah Unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah tujuan dakwah, bagaimanapun dakwah merupakan suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, karena tanpa tujuan dakwah yang disampaikan akan sia-sia. Menurut Asmuni Syukir dalam buku dasar-dasar strategi dakwah Islam, tujuan dakwah terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1 Tujuan Umum Dakwah Tujuan umum dakwah adalah mengajak manusia meliputi orang mu’min maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT. Agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia maupun di akhirat merupakan titik tujuan hidup manusia, maka dakwah pun mengajak kita untuk mengarah kepada kebajikan. 2 Tujuan Khusus Dakwah Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian daripada tujuan umum. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktifitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagaimana secara terperinci. Di bawah ini disajikan beberapa tujuan khusus dakwah a. Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatlan taqwanya kepada Allah SWT. Tujuan ini pun dibagi lagi kedalam tujuan yang lebih khusus a Menganjurkan dan menunjukan perintah-perintah Allah b Menunjukan larangan-larangan Allah c Menunjukan keuntungan-keuntungan bagi kaum yang mau bertaqwa kepada Allah d Menunjuakan ancaman Allah bagi kaum yang ingkar kepadanya b. Membina mental agama Islam bagi kaum yang masih muallaf. Tujuan ini pun dibagi menjadi beberapa tujuan yang lebih khusus a Menunjukan bukti-bukti ke-Esaan Allah b Menunjukan keuntungan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah c Menunjukan ancaman bagi orang yang ingkar kepadanya d Menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat kejahatan e Mengajarkan sareat Allah dengan cara bijaksana f Memberikan beberapa tauladan dan contoh yang baik kepada muallaf c. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. Tujuan ini pun masih dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus, yaitu: a Menanamkan rasa keagamaan pada anak b Memperkenalkan ajaran-ajaran Islam c Membiasakan berakhlak mulia d Mengajarkan Al-Qur’an. 36

3. Bentuk-Bentuk Dakwah