Proses Jalannya Gugatan di Pengadilan

kemungkinan bisa juga ditunjuk Tim Ahli yang ada di BAPEDAL atau BAPEDALDA setempat. Sementara itu, gugatan oleh organisasi lingkungan hidup ataupun orang perorangan dapat dilakukan langsung ke Pengadilan, baik didampingi atau tidak didampingi pengacara. Kesemua gugatan tersebut nantinya akan di proses di persidangan oleh Majelis Hakim yang akhirnya menghasilkan putusan dikabulkan atau tidak seluruh atau sebagian gugatan penggugat, baik dalam bentuk ganti kerugian, melakukan tindakan tertentu, dll. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa ada beberapa pihak yang bisa mengajukan gugatan perdata dalam perkara lingkungan hidup, yakni orang perorang, masyarakat melalui gugatan perwakilan, pemerintah kejaksaan serta organisasi lingkungan hidup.

2. Proses Jalannya Gugatan di Pengadilan

Adapun proses gugatan yang dilalui di pengadilan adalah 146 : a. Gugatan yang telah dibuat tersebut kemudian dimasukkandidaftarkan ke Pengadilan melalui Panitera Pengadilan Negeri. Menurut Pasal 118 KUHPerdata, gugatan harus diajukan dengan Surat Permintaan Surat Gugatan yang ditandatangani oleh penggugat atau wakil kuasanya. Artinya gugatan harus tertulis. Walaupun demikian bagi pihak yang buta huruf di buka 146 Bapedaldasu, Op Cit, hal. 22-38. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 kemungkinan mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, dan mohon agar dibuatkan Surat Gugatan berdasarkan ketentuaan Pasal 120 HIR. b. Seringkali untuk berperkara di Pengadilan termasuk untuk kasus lingkungan hidup pengguat biasanya didampingi oleh pengacara dengan Surat Kuasa Khusus. Terhadap gugatan perwakilan, konsultan hukumpengacara masyarakat cukup dilengkapi dengan Surat Kuasa Biasa. Ketika mengajukan gugatan, penggugat biasanya juga mengajukan permohonan Sita Jaminan conservaloir beslag atas benda-benda bergerak danatau tidak bergerak milik penggugat untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari. Untuk kasus lingkungan hidup, sita jaminan bisa dimohonkan oleh penggugat, tetapi hal ini jarang dilakukan. Yang sering terjadi adalah penggugat memohon kepada Hakim agar aktivitas industri yang bersangkutan dihentikan untuk sementara waktu hingga putusan dibacakan. Tetapi seringkali permohonan itu tidak dikabulkan oleh Hakim. Jika segala persyaratan pengajuan gugatan sudah dipenuhi dan Majelis Hakim sudan ditetapkan, maka persidangan bisa di laksananakan, yang didahului dengan pemanggilan kepada pihak-pihak yang berperkara. Tetapi adakalanya sebelum persidangan dimulai penggugat mencabut gugatannya jika menurut pertimbangannya gugatannya tersebut tidak berdasar. c. Pada sidang pertama pemeriksaan perkara tergugat atau penggugat tidak hadir, maka akan menimbulkan dua akibat hukum yaitu : Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 1 Gugatan gugur, Jika sipenggugat walaupun telah dipanggil secara patut tidak menghadap Pengadilan pada hari yang ditentukan dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap sebagai wakilnya, maka gugatannya dipandang gugur dan penggugat dihukum membayar biaya perkara; akan tetapi si penggugat sesudah membayar biaya tersebut dapat memasukkan gugatannya sekali lagi. 2 Verstek, Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan apabila pihak tergugat kesemuanya tidak dapat datang pada sidang pertama, dan apabila perkara diundurkan juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi. Dengan demikian putusan verstek adalah putusan yang mengabulkan gugatan dengan ketidakhadiran pihak tergugat. d. Manakala pada sidang pertama seluruh pihak yang berperkara hadir, maka Hakim sebelum gugatan dibacakan akan memulai pemeriksaan perkara dengan upaya perdamaian. Suatu perkara yang sudah masuk ke Pengadilan termasuk perkara lingkungan hidup, tidak langsung diproses dengan acara pembacaan gugatan, tetapi hakim diharuskan mengupayakan perdamaian diantara para pihak. Upaya damai ini sangat baik terutama untuk kasus lingkungan hidup. Hal ini demi menghentikan berlanjutnya kerugian yang dihadapi oleh para penggugat masyarakat. Jika tidak maka para penggugat harus menunggu waktu yang lama sampai putusan dibacakan. Apabila Hakim berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dibuatlah akta perdamaian, dan kedua belah Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 pihak dihukum untuk mentaati isi dari akta perdamaian tersebut. Perdamaian melalui forum Hakim ini dikenal dengan istilah dading. e. Proses selanjutnya adalah jawab menjawab, jawab-menjawab dilakukan apabila upaya perdamaian tidak bisa dicapai. Acara jawab menjawab didahului dengan pembacaan gugatan oleh penggugatnya atau wakilnya. Kemudian diikuti dengan jawabantangkisan eksepsi oleh tergugat. Selanjutnya jawabaneksepsi tergugat itu akan dibalas dengan jawaban dari penggugat replik, dan seterusnya kembali jawaban berikutnya dari tergugat duplik. Masing-masing fase jawab-menjawab di atas eksepsi, replik, dan duplik biasanya dilakukan dalam persidangan yang berbeda, dengan rentang waktu paling cepat seminggu kemudian. Dalam proses persidangan berlangsung, pada saat tergugat menyampaikan eksepsinya atau sebelum meyampaikan eksepsinya, ada kemungkinan munculnya gugatan balik dari tergugatgugat rekonvensi. Tetapi untuk kasus lingkungan hidup hal ini jarang terjadi, bahkan untuk kasus perdata biasa pun demikian. f. Tahap berikutnya adalah pembuktian, Dari keseluruhan tahap persidangan perkara tuntutan ganti kerugian dalam kasus lingkungan hidup, maka pembuktian merupakan tahap yang sangat menentukan. Ada beberapa jenis macam alat bukti Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg serta Pasal 1866 KUHPerdata yang harus diketahui dan dibutuhkan oleh seorang tergugat dalam kasus pencemaran lingkungan hidup, yaitu : 1 alat bukti surat surat biasa, akta otentik, dan akta di bawah tangan Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 2 alat bukti saksi; 3 persangkaan; 4 pengakuan; dan 5 sumpah g. Setelah tahap pembuktian di atas, tahap selanjutnya adalah penyusunan putusanputusan.Eksistensi putusan Hakim lazimnya disebut dengan istilah “Putusan Pengadilan” sangat diperlukan imtuk menyelesaikan perkara perdata. Para pihak diharapkan dapat menerima putusan sehingga yang merasa dan dirasa haknya telah dilanggar oleh orang lain mendapatkan haknya kembali dan orang merasa dan dirasa telah melanggar hak orang lain harus mengembalikan hak tersebut. Apabila ditinjau visi Hakim yang memutus perkara, maka putusan merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan-kebenaran, penguasaan hukum dan fakta, etika serta moral dari Hakim bersangkutan. Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksudkan dengan putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengkta antara para pihak. Bagi para pihak berperkara, bahagian yang sangat perlu dari putusan hakim adalah “amar putusan”. Berdasarkan amar putusan tersebut, pihak yang merasa tidak puas dapat melakukan perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk upaya hukum biasa berupa banding. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 h. Bandingrevisi, Peradilan tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggri yang merupakan peradilan “ulangan atau revisi” dari putusan Pengadilan Negeri. Konkretnya sebagai peradilan ulangan maka Pengadilan Tinggi memeriksa kembali perkara perdata lingkungan hidup dalam kesehuruhan baik mengenai fakta maupun penerapan hukumnya sehingga dengan demikian peradilan tingkat banding lazim juga disebut dengan istilah “Peradilan Tingkat Kedua” atau “Yudex Facti. Pada asasnya, eksistensi upaya hukum banding ideal dilakukan oleh para pihak yang merasa dirugikanpihak yang dikalahkan oleh Putusan Pengadilan Negeri. i. Permohonan banding dalam perkara perdata lingkungan hidup seperti halnya perkara perdata biasa dapat diajukan dalam waktu 14 empat belas hari setelah putusan diucapkan. Permohonan banding tersebut harus dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, kemudian pembanding menandatangani akta pernyataan banding dan pengadilan selanjutnya mencatat permohonan banding tersebut dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata. Pembanding pun kemudian membayar lunas biaya banding yang ditaksir dalam Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM. j. Kasasi, adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak puas atau dikalahkan danatau dirugikan dalam putusan banding Pengadilan Tinggi, sehingga dapat mengajukan perlawanan berikutnya yakni “kasasi”. Kasasi merupakan salah satu tindakan Mahkamah Agung RI sebagai pengawas Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain di bawahnya, tetapi bukan berarti merupakan pemeriksaan tingkat ketiga. Hal ini dikarenakan dalam tingkat kasasi tidak dilakukan suatu pemeriksaan kembali perkara tersebut akan tetapi hanya diperiksa masalah hukumnyapenerapan hukumnya. Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali terhadap perkara yang telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh undang- undang, dan permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 empat belas hari setelah putusan diucapkan. Permohonan pengajuan kasasi dilakukan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dan pernyataan kasasi dapat diterima apabila pemohon kasasi telah membayar lunas panjar biaya kasasi yang ditaksir dalam Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM oleh Meja Pertama Urusan Kepaniteraan Perdata. k. Pada dasarnya setelah putusan dibacakan, pihak yang dikalahkan dapat mengizinkan eksekusi secara sukarela. Tetapi jika mungkin, bahkan sering terjadi bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela sehingga diperlukan bantuan pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa. Pihak yang dimenangkan dalam hal ini dapat mengajukan permohonan eksekusi, yang kemudian oleh pengadilan eksekusi dilaksanakan secara paksa. l. Jika pada awal pengajuan gugatan disertai dengan permohonan sita jaminan, maka ketika pemohon dimenangkan, sita jaminan akan berubah kedudukannya menjadi sita eksekutorial. Tetapi dalam praktek, eksekusi biasanya terhalang Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 atau ditunda jika pihak yang dikalahkan segera mengajukan upaya perlawanan, banding maupun kasasi, walaupun dalam hukum acara dikenal istilah upaya hukum tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi. Andaikata proses eksekusi dapat dilakukan dengan lancar, maka barang-barangbenda- benda yang diletakkan dalam sita eksekutorial selanjutnya dapat dijual melalui perantaraan Kantor Lelang. m. Setelah proses penjualan berjalan lancar maka masuklah tahap pembagian. Dengan, demikian tuntutan berupa permohonan ganti kerugian melakukan tindakan tertentu Pasal 34 ayat 1; hak untuk melakukan tindakan tertentu, penggantian biayapengeluaran riil Pasal 38 ayat 2 ataupun uang paksa yang ditetapkan oleh hakim Pasal134 ayat 2 dapat direalisasikan. Pentingnya tahap pembuktian di dalam perkara perdata lingkungan hidup yang sedikit berbeda dengan gugatan perkara perdata biasa. Gugatan perdata biasanya didasarkan pada perbuatan melawan hukum Pasal 1243 dan Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 1243 menyatakan sebagai berikut : Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang hanis diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Sedangkan Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 Prinsip yang digunakan dalam kedua pasal tersebut adalah liabilily based on foult dengan beban pembuktian yang memberatkan penderita yang biasanya disebut penggugat. Ia baru akan memperoleh ganti kerugian apabila ia berhasil membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak tergugat. Asas penggugat harus membuktikan dapat dilihat pada Pasal 1865 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa barang siapa mengajukan perisiwa-peristiwa atas mana ia mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna membantah hak orang lain diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu. Sementara itu, gugatan perdata lingkungan hidup, di samping didasarkan pada perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHPerdata, juga diperkuat oleh aturan khusus pada Pasal 35 ayat 1 UUPLH. Asas tanggungjawab mutlak strict liability dalam Pasal 35 ayat 1 ini, di samping sebagai dasar pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi, sekaligus juga merupakan asas di dalam pembuktian yang melimpahkan beban pembuktian kepada tergugat pencemar. Penggugat dalam hal ini tidak perlu membuktikan adanya unsur kesalahan sebagai dasar pembayaran ganti kerugian, tetapi unsur kesalahan ini harus dibuktikan sendiri oleh tergugat. Penerapan asas tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa beban pembuktian seyogyanya diserahkan kepada pihak yang mempunyai kemampuan terbesar. Karena apabila terjadi kerusakan danatau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 kegiatan industri, maka pihak yang mempunyai kemampuan terbesar untuk melakukan pembuktian adalah pihak pengusaha. Pada hakikatnya, masalah pembuktian dalam bidang lingkungan hidup merupakan hal yang sangat penting dan tidak jarang justru disinilah letak kompleksitasnya, sehingga merupakan problematik tersendiri perkaranya. Salah satu masalah yang bisa bersifat problematik tersebut adalah tentang pembuktian adanya kerugian lingkungan. Hakim dalam hal ini harus bisa menemukan unsur kausalitas antara pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup dengan kerugian yang ditimbulkan melalui pembuktian di persidangan. Oleh karena itu, di samping pembuktian dari pihak tergugat atau pencemar, hal yang sangat penting dan bahkan sangat menentukan adalah hadir atau dihadirkannya seorang atau beberapa orang saksi ahli untuk memberikan keterangan berdasarkan kapasitas ilmu yang dimilikinya dan yang lebih penting lagi adalah dalam rangka menguji kebenaran alat bukti yang dikemukakan oleh tergugatpencemar. Dengan demikian, saksi ahli inilah yang memilki kapasitas untuk membuktikan adanya unsur kausalitas antara pencemaran dan dampakkerugian yang ditimbulkan. Menurut Paulus Lotulung 1993 : 38 ada 3 tiga elemen utama yang harus dibuktikan dalam perkara lingkungan hidup : 1. fakta bahwa memang telah timbul kerugian terhadap lingkungan 2. faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kerugian tersebut; Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 3. bertanggungjawabnya orang tertentu atau badan hukum tertentu mengenai kedua elemen di atas. 147

C. Penerapan Sanksi Perdata Terhadap Korporasi Dalam Pengelolaan