Pertanggungjawaban Korporasi Gambaran Umum Tentang Korporasi 1. Pengertian Korporasi

yang dijalankan seorang diri, serta dapat membagi resiko kerugian secara bersama. 37 Oleh karena itu, eksistensi korporasi sebagai subjek hukum dalam perkembangan sejarah diakui pula oleh bidang hukum di luar bidang hukum perdata, misalnya hukum pajak, 38 hukum administrasi negara dan hukum pidana. 39 Uraian di atas menunjukkan bahwa korporasi merupakan badan usaha yang keberadaannya dan status hukumnya disamakan dengan manusia. Badan usaha yang berbentuk badan hukum ini dapat memiliki kekayaan dan uang, mempunyai kewajiban dan hak serta dapat bertindak menurut hukum, melakukan gugatan dan dituntut di depan pengadilan. Suatu badan hukum adalah buatan manusia, yang usahanya dijalankan oleh pengurus atau pengelola. Dengan demikian dalam praktek, istilah korporasi lazim dipergunakan untuk menyebut perseroan terbatas sebagai badan hukum.

2. Pertanggungjawaban Korporasi

Pertama-tama perlu diperhatikan yang dimaksud dalam hal ini adalah korporasi sendiri yang mempertanggungjawabkan tindak pidananya. Latar belakang 37 Prasetya, Rudhy ,Op. Cit., hal. 3. 38 Pengakuan hukum pajak terhadap korporasi tercantum dalam Undang-Undang tentanng Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU No. 6 Tahun 1983. Pada bab I Ketentuan Umum, Pasal I butir a disebutkan bahwa wajib pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 2 ayat 1 butir b dirumuskan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komenditer, badan usaha milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap. 39 Hetrik, Hamzah, Op. Cit., hal.4. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 dari diperkenalkannya sistem ini adalah didasarkan kepada perkembangan akhir-akhir ini terutama di bidang ekonomi dan lingkungan hidup. Ternyata untuk beberapa tindak pidana tertentu, ditetapkannya pengurus saja sebagai pihak yang dapat dipidana, ternyata tidaklah cukup. Bukan mustahil keuntungan yang telah diterima oleh badan hukum yang melakukan tindak pidana itu lebih besar jika dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan terhadap pengurusnya, atau dalam tindak pidana lingkungan hidup, dimana masyarakat suatu negara akan menerima akibat perbuatan itu lebih besar jika dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan kepada pengurusnya. Di samping itu dipidananya pengurus pidana penjara, tidak memberikan cukup jaminan bahwa korporasi tidak lagi melakukan tindak pidana, dengan kata lain “detterent effect” nya tidak dapat diharapkan dengan baik apabila hanya pengurus saja yang dipidana. Ternyata dipidananya pengurus saja tidak cukup untuk melihat delik-delik yang dilakukan oleh suatu korporasi, karenanya diperlukan pula untuk dimungkinkan memidana korporasi dan pengurus, atau pengurusnya saja. 40 Roling berpendapat bahwa badan hukum dapat diperlakukan sebagai pelaku tindak pidana bilamana perbuatan yang terlarang itu dilakukan dalam rangka petaksanaan tugas dan atau pencapaian tujuan-tujuan badan hukum tersebut. Tidak perlu lagi dilihat apakah perilakuperbuatan itu merupakan hasil dari kebijakan atau manajemen pengelolaan usaha badan hukum. Tujuan dan tugas resmi badan hukum dapat dilihat pada anggaran dasarnya. Namun pendapat inipun mengandung suatu 40 Saleh, Roeslan, Op Cit, hal. 52. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 titik lemah, di mana dalam kenyataan seringkali tujuan yang tercantum dalam anggaran dasarnya sangatlah umum. Masalah pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum dari badan hukum merupakan persoalan yang perlu diketahui dan sangat penting bagi badan hukum. Bahwa badan hukum adalah bertanggungjawab aansprakelijkheid, artinya dapat digugat untuk perbuatan-perbuatannya yang melawan hukum yang dilakukan oleh organnya sebagai organ als zodening door de orgaan. Karena apabila seorang Direksi dari suatu organ melakukan suatu perbuatan, maka dia bisa berbuat sebagai organ, dapat juga secara prive, dimana badan hukum itu berbuat secara privepribadi, maka badan hukum itu tidak terikat. Mengenai pertanggungjawaban ini dasarnya kalau menurut Theorie Juridische Realiteit daripada badan hukum Paul Scholten dan Meyers, soal pertanggungjawab aansprakelijkheid ini dasar pendapatnya adalah : Bahwa segala yang diperbuat oleh pengurus dalam fungsinya in fuctie dapat dipertanggungjawabkan terhadap badan hukum itu sendiri. Dalam melakukan perbuatannya itu tentu ada kemungkinan untuk melakukan onrechtmatige daad. Untuk mempertanggungjawabkan onrechtmatige daad dari badan hukum itu sebenarnya tidak masuk akal karena badan hukum itu tidak memerintahkan atau memberi mandat pada organ itu untuk melakukan perbuatan hukum lainnya. Sebuah penelitian di Belanda pada tahun 1991, menemukan bahwa ternyata sebagian besar perusahaan pengangkut limbah tidak mempunyai izin khusus bagi pengangkutan limbah. Tetapi usaha itu legal, karena dalam anggaran dasar jelas Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 dinyatakan bahwa usaha perusahaan bergerak dalam bidang pengangkutan dan mereka memiliki izin dari departemen perdagangan untuk usaha pengangkutan tersebut. 41 Tidak mudah untuk membedakan antara pertanggungjawaban pengurus selaku wakil atau organ korporasi, atau dimana korporasilah yang bertanggungjawab atas perbuatan pengurus atau organnya. Apabila suatu korporasi harus mempertanggungjawabkan suatu perbuatan yang sebetulnya dilakukan oleh organ atau wakilnya, maka dasar dari tanggungjawab itu adalah Anggaran Dasar korporasi itu sendiri yang menjadikan organ tersebut mempunyai fungsi yang penting atau esensial misalnya : Direktur, Komisaris, RUPS. Untuk organ yang memegang fungsi tersebut hubungan hukum antara korporasi dan organ, bukanlah suatu hubungan majikan buruh atau hubungan kerja biasa, tetapi berdasarkan hubungan fiduciary duty. Selain itu masih ada wakil yang juga bersifat organ, tetapi dasar tanggungjawabnya itu berdasarkan pengangkatan atau perjanjian kerja, misainya seorang pemimpin suatu cabang korporasi, dan pegawai lainnya dalam korporasi tersebut. Tetapi hampir semua undang-undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut apakah asas-asas umum dalam hukum pidana tentang pertanggungjawaban pidana manusia pribadi juga dapat berlaku terhadap korporasi. Sebab bagaimanapun juga 41 van Strien, Mr. Ali, Dalam Sitorus, Robinson, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pemilihan Umum, Tesis Medan : 2007 hal. 58. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 korporasi tidak sama dengan manusia. Juga mengenai kapan suatu badan hukum dapat dinyatakan melakukan tindak pidana itu serta bagaimana menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban korporasi tersebut. 42 Apa yang diungkapkan oleh Roeslan Saleh secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa di dalam pertanggungjawaban pidana korporasi, terdapat kondisi atau keadaan tertentu di mana asas adanya kesalahan dapat dikecualikan untuk tindak pidana tertentu. Sistem pertanggungjawaban tersebut dalam negara-negara Common Law dikenal dengan istilah Strict Liability dan Vicarious Liability. Sistem pertanggungjawaban tersebut penting karena untuk membuktikan unsur delik pidana yang mensyaratkan adanya kesalahan Schuld, Culpa dan atau kesengajaan opzet, dolus bagi korporasi tenyata sulit sekali. Sebab itulah Hukum Lingkungan di Australia, mengenal sistem pertanggungjawaban pidana yang bertingkat-tingkat dan disesuaikan dengan rumusan delik, misalnya: 1. Tingkat Pertama, yaitu : merupakan pelanggaran yang serius, dimana pertanggungjawabannya harus mengandung unsur kesalahan mens rea; Kelalaian; 2. Tingkat Kedua, yaitu : merupakan pelanggaran menengah, pertanggungjawaban harus mengandung unsur-unsur strict liability, tidak selalu dipersyaratkan unsur kessalahan mens rea; 42 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1986, hal. 48. Sriwaty: Penerapan Sanksi Perdata Terhadap korporasi Dalam Sengketa Lingkungan hidup, 2007. USU e-Repository © 2008 3. Tingkat Ketiga, yaitu : merupakan pelanggaran ringan, pertanggungjawaban hanya menggunakan unsur strict liability, terkadang absolute liability. Kesalahan sama sekali tidak perlu. 43

3. Pertanggungjawaban Pengurus Korporasi