f. Setiap hari keterlambatan pemasukan bahan makanan
dikenakan denda sebesar 1
o oo
permil dari harga borongan dan jumlah sebesar-besarnya 5 dari harga borongan.
3. Perselisihan Kontrak
Dalam Surat Perjanjian Borongan Tentang Pengadaan Bahan Makanan Keperluan NarapidanaTahanan Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara Rumah
Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra dan Dalam Surat Perjanjian Borongan Pengadaan Bahan Makanan Keperluan NarapidanaTahanan
pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 adalah Nomor: W2.E20.PL.02.02.03-122 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli
dengan CV. Warga Jaya, ketentuan mengenai perselisihan kontrak adalah, ”Perselisihan yang timbul karena salah satu pihak ingkar janji akan diselesaikan
secara musyawarah, bila tidak dapat diselesaikan maka kedua belah pihak memilih diselesaikan dan diputuskan oleh pengadilan setempat”.
B. Force Majeure
Yang dimaksud dengan force majeure adalah suatu keadaan di luar kekuasaan manusia mengakibatkan salah satu pihak dalam perjanjian tidak dapat
memenuhi prestasinya.
175
Dengan kata lain terjadinya suatu keadaan di luar kehendak para pihak sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi
tidak dapat dipenuhi.
175
Djumialdji, Human Bangunan, Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm. 17
Bona Hotman Situngkir : Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana Tahanan Studi Rutan Klas II B
Labuhan Deli, 2009
Yang digolongkan force majeure adalah
176
: a.
Peperangan b.
Kerusuhan c.
Revolusi d.
Bencana alam: banjir, gempa bumi, badai, gunung meletus, tanah longsor, wabah penyakit dan angin topan
e. Pemogokan
f. Kebakaran
g. Gangguan industri lainnya
Dikecualikan dari force majeure adalah hal-hal yang merugikan akibat perbuatan atau kelalaian para pihak.
Kausa-kausa force majeure berdasarkan KUH Perdata adalah: 1.
Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga Dalam hal ini menurut pasal 1244, jika terjadi hal-hal yang tidak terduga yang
menyebabkan terjadinya kegagalan dalam melaksanakan kontrak, hak tersebut bukan termasuk dalam kategori wanprestasi kontrak, melainkan termasuk dalam
kategori force majeure, yang pengaturan hukumnya lain sama sekali. Kecuali jika debitur beritikad jahat, dimana dalam hal ini debitur tetap dapat dimintakan
tanggung jawabnya.
176
Pedoman Pengadaan BarangJasa Prakualifikasi Pascakualifikasi, Jakarta: Citra Utama, 2007, hlm. 142
Bona Hotman Situngkir : Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana Tahanan Studi Rutan Klas II B
Labuhan Deli, 2009
2. Force majeure karena keadaan memaksa
Sebab ini mengapa seorang debitur dianggap dalam keadan force majeure sehingga dia tidak perlu bertanggung jawab atas tidak dilaksanakannya kontrak
adalah jika tidak dipenuhinya kontrak tersebut disebabkan oleh keadaan memaksa. pasal 1245 KUH Perdata.
3. Force majeure
Apabila ternyata perbuatan prestasi yang harus dilakukan oleh debitur ternyata dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku, maka kepada debitur tersebut
tidak terkena kewajiban membayar gantir ugi pasal 1245 KUH Perdata. Apabila dilihat dari sasaran yang terkena force majeure, maka force majeure
sering dibeda-beda sebagai berikut
177
: 1.
Force Majeure yang objektif Force majeure yang bersifat objektif terjadi atas benda yang merupakan objek
kontrak tersebut. Artinya keadaan benda tersebut sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dipenuhi prestasi sesuai kontrak, tanpa adanya unsur kesalahan dair
pihak debitur. Misalnya, benda tersebut terbakar. Karena itu, pemenuhan prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan. Karena yang terkena adalah benda yang
merupakan objek dari kontrak, maka force majeure seperti ini disebut juga dengan physical impossibility.
2. Force Majeure Impossiblity
Force majeure yang bersifat subjektif terjadi manakalah force majeure tersebut terjadi bukan dalam hubungannya dengan objek yang merupakan benda dari
kontrak yang bersangkutan, tetapi dalam hubungannya dengan perbuatan atau kemampuan debitur itu sendiri. Misalnya, si debitur sakit berat sehingga tidak
mungkin berprestasi lagi.
Selanjutnya jika dilihat dari segi kemungkinan pelaksanaan prestasi dalam kontrak, suatu force majeure dapat dibedakan kedalam
178
:
177
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandangan Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 115.
Bona Hotman Situngkir : Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana Tahanan Studi Rutan Klas II B
Labuhan Deli, 2009
1. Force majeure yang absolute
Yang dimaksud dengan force majeure yang absolut adalah suatu force majeure yang terjadi sehingga prestasi dari kontrak sama sekali tidak mungkin dilakukan.
Misalnya, barang yang merupakan objek dari kontrak musnah. Dalam hal ini kontrak tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan.
2. Force majeure yang relatif
Force majeure yang bersifat relatif adalah suatu force majeure dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan, sungguhpun secara
tidak normal masih mungkin dilakukan.
Ada 2 dua teori yang membahas tentang force majure, yaitu
179
: 1.
Teori ketidakmungkinan onmogelijkehed Tidak ketidakmungkinan berpendapat bahwa keadaan memaksa adalah suatu
keadaan yang tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi:
a. Ketidakmungkinan absolut atau objektif, yaitu suatu ketidakmungkinan sama
sekali dari debitur untuk melakukan prestasinya pada debitur. b.
Ketidakmungkinan relatif atau ketidakmungkinan subjektif, yaitu suatu ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi prestasinya.
2. Teori penghapusan atau peniadaan kesalahan afwesighedi van schuld
Teori ini mengatakan bahwa dengan adanya overmachi terhapuslah kesalahan debitur atau overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat kesalahan yang
telah ditiadakan tadi tidak bolehbisa dipertanggungjawabkan.
Dalam Surat Perjanjian Borongan Tentang Pengadaan Bahan Makanan Keperluan NarapidanaTahanan Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara
Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra dan Dalam Surat Perjanjian Borongan Pengadaan Bahan Makanan Keperluan
NarapidanaTahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 adalah Nomor: W2.E20.PL.02.02.03-122 antara Rumah Tahanan Negara Klas
178
Ibid., hlm. 116.
179
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 84.
Bona Hotman Situngkir : Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana Tahanan Studi Rutan Klas II B
Labuhan Deli, 2009
II B Labuhan Deli dengan CV. Warga Jaya, ketentuan mengenai force majure tidak diatur sama sekali, hal ini sangat menguntungkan pihak penyedia barangjasa.
C. Faktor-Faktor Penghambat Lainnya