19. Penerimaan terhadap Nilai Keluarga
Komunikasi antarpribadi antara orangtua dan anak dengan tujuan untuk menanamkan nilai keluarga tentang pemilihan pasangan hidup yang telah dilakukan
oleh orangtua seperti yang terlihat pada tabel 26 pada akhirnya ada 23 orang 57,5 sangat menerima nilai tersebut dan hanya 3 orang saja 7,5 yang tidak bisa
menerima.
Tabel 25 Penerimaan terhadap Nilai Keluarga
No Penerimaan terhadap nilai
keluarga f
1 Sangat menerima
23 57.5
2 Bisa menerima
14 35
3 Tidak bisa menerima
3 7.5
Total 40
100 Sumber : P.26FC.30
Penerimaan ini bukan karena paksaan ataupun tekanan dari orang tua tetapi anak telah memiliki keinginan sendiri untuk dapat melaksanakan keinginan tersebut
seperti pengakuan dari beberapa responden “nanti kepinginnya memang sama Sayid, gimana ya soalnya memang udah kewajiban untuk melestarikan keturunan Sayid –
Syarifah. Aku udah netapin di hati sendiri kalo nanti memang pengennya sama Sayid” atau “Ya pengen sama Syarifahlah, selain itu kewajiban kita tapi juga
memang inginnya gitu”. Dan pengakuan lain seperti “karena udah dikasih tau dari kecil jadi mungkin udah tertanam kali ya, memang pengen sama Sayid, kan masih
bisa milih Sayid yang mana”. Ada juga yang mengaku bahwa ia mulai dapat menerima setelah mendapatkan penjelasan ketika pertemuan HIRA berlangsung,
karena dalam pertemuan HIRA ada ceramah yang temanya mengenai masalah nilai keluarga ini atau saat topik yang dibahas berbeda penjelasannya berupa jawaban dari
pertanyaan yang diajukan oleh anggota HIRA.
Universitas Sumatera Utara
Hukum tentang masalah perkawinan mengacu pada UU No.1 tahun 1974. UU ini sangat dipengaruhi oleh konsep hukum perkawinan Islam yang khusus bagi
penganut agama Islam aturan perkawinannya juga diperluas dalam bentuk Kompilasi Hukum Islam Indonesia yang didasari oleh Inpres No. 11991.
Kehendak dan persetujuan kedua mempelai menjadi dasar untuk menikah karena dalam UU No.11974 sebagaimana yang termuat dalam Pasal 6 ayat 1 UU
no 11974 yang berbunyi Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Karena itu tidak ada satupun pihak termasuk orang tua kedua calon
mempelai yang boleh menolak perkawinan apabila kedua calon itu sendiri sudah setuju. Dan bila tidak didasari persetujuan dari salah satu atau kedua calon mempelai
maka negara juga wajib menolak menikahkannya. Sedangkan KHI mengatur persetujuan mempelai itu dalam pasal 16 ayat 1
dan 2. Bila wali nasab enggan menikahkan ia harus mampu memberikan alasan yang sah menurut pertimbangan agama seperti gila atau idiot, tidak beragama Islam, masih
di bawah umur, sementara alasan latar belakang atau tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan keturunan tidak dianggap sebagai sebuah alasan yang dapat
diterima. Pada dasarnya konsepsi hukum negara yang sejalan dengan hukum Islam
memberikan hak dan kewenangan mutlak terhadap kehendak nikah kepada kedua calon pasangan secara merdeka. Sehingga penolakan ataupun pemaksaan nikah oleh
orang tua pasangan atau salah satu pasangan tidak dianggap sebagai penghalang bagi kehendak nikah bahkan negara dianggap bertanggung jawab penuh untuk
menikahkan mereka dengan atau tanpa persetujuan orang tua.
Universitas Sumatera Utara
Nilai keluarga yang tidak mengizinkan adanya Syarifah yang memilih non Sayid tetapi berbeda dari hukum negara membuat adanya peluang bagi yang tidak
menerima nilai tersebut. Bagi yang tidak menerima nilai keluarga ini juga mempunyai alasan tersendiri misalnya “pasangan hidup kan ga harus Sayid, yang penting baik
dan bertanggung jawab”. Disonansi atas dua paham antara nilai keluarga dan konsep hukum negara ini bisa terjadi. Apalagi adanya pendapat bahwa wali nasab anak
perempuan bukan hanya ayah tetapi seluruh Habaib di dunia yang juga berbeda dengan ketentuan hukum serta adanya kesan membeda-bedakan sesama manusia
padahal secara agama perbedaan itu hanyalah berdasarkan ketakwaan saja dapat membuat disonansi semakin besar.
Namun keyakinan anak bahwa nantinya orang tua akan menerima juga walaupun dalam waktu yang lama. Jika tidak diterima ketika sebelum menikah maka
akan diterima juga setelah beberapa tahun atau setelah memiliki anak menjadikan ada yang tetap ingin mengambil keputusan yang berbeda dari nilai keluarga. Hal ini juga
didasari oleh pengalaman teman atau salah satu anggota keluarga mereka sehingga ada asumsi bahwa hal yang sama akan terjadi dan kemarahan orang tua tidak akan
berlangsung lama jika memilih pasangan yang bukan Sayid atau Syarifah
4.2. Pembahasan