BAB II URAIAN TEORITIS
2.1. Komunikasi Antarpribadi
Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi
secara tatap muka face to face antara dua individu. Dalam pengertian tersebut mengandung tiga aspek:
1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus.
2. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi
terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.
Dari ketiga aspek tersebut maka komunikasi antarpribadi menurut Judy C. Pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi self. Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita. 2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada
pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan.
Universitas Sumatera Utara
3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang
berkomunikasi. 4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang
berkomunikasi. 5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu
sama lainnya dalam proses komunikasi. 6. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah
mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan.
http:kuliah.dagdigdug.com20080422
Lunandi 1992 menjelaskan bahwa yang dimaksud komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang mempunyai sifat keterbukaan, kepekaan, dan
bersifat umpan balik. Individu merasa puas dalam berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya.
Lunandi menekankan pentingnya komunikasi antarpribadi dibedakan dari bentuk komunikasi di muka umum dan komunikasi di dalam kelompok kecil. Komunikasi
antarpribadi dibatasi pada komunikasi antara orang dengan orang dalam situasi tatap muka. Jadi, sama sekali tidak meliputi telekomunikasi jarak jauh telepon, telegram,
telex dan komunikasi massa, yang ditujukan kepada sejumlah orang besar orang sekaligus surat kabar, radio, televisi.
Pentingnya hubungan yang terjadi antar sesama manusia dikemukakan oleh Klinger 1977 yang mengatakan bahwa hubungan dengan manusia lain ternyata
Universitas Sumatera Utara
sangat mempengaruhi manusia itu sendiri. Manusia tergantung terhadap manusia lain karena orang lain juga berusaha mempengaruhi melalui pengertian yang diberikan,
informasi yang dibagi, dan semangat yang disumbangkan. Semuanya membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan, dan meneguhkan perilaku manusia.
Meskipun demikian banyak ahli akhirnya berpendapat bahwa semua yang menjadi tekanan dalam komunikasi antarpribadi yang akhirnya menuju pada
perspektif situasi. Perspektif situasi menurut Miller dan Steinberg Liliweri, 1991 merupakan situasi suatu perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya
komunikasi antarpribadi sangat sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap muka antara dua individu atau sebagian kecil individu dengan
mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain pada saat itu juga. Berdasarkan pendapat Miller dan Steinberg di atas, maka
kedudukan komunikator yang dapat bergantian dengan komunikan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang terlibat di
dalamnya.
Komunikasi antarpribadi berlangsung antardua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman
mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan
dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu
dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan
pada persepsi si pengamat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian aspek psikologis mencakup pengamatan pada dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal
tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang
dapat diamati. Proses interpretasi ini setiap individu berbeda. Karena setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda
pula.
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam komunikasi antarpribadi
Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman
terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Realita
komunikasi antarpribadi dianalogikan seperti fenomena gunung es the communication iceberg. Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang
mempengaruhi atau yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi. Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang
teramati atau terlihat visibleobservable aspect yaitu:
1. Interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis, pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang
berbeda. 2. Simbol ,terdiri dari simbol huruf, angka, kata-kata, tindakan dan symbolic
language bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan lain – lain
Universitas Sumatera Utara
3. Media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.
Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible unobservable
aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul menyembul kepermukaan air.
Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati atau tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:
1. Meaning makna. Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata dan gambar
merupakan simbol yang mewakili suatu makna. 2. Learning. Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola
komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan
mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna
yang kita berikan merupakan hasil belajar. Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan atau genetik, tapi makna dan informasi
merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya. Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan
formal.Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil belajar dari lingkungan.
3. Subjectivity. Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode menyusun atau merancang dan men-
Universitas Sumatera Utara
decode menerima dan mengartikan pesan tidak ada yang benar-benar sama. Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang
sama. 4. Negotiation. Komunikasi merupakan pertukaran simbol. Pihak-pihak yang
berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna
sehingga tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu
sama lain. 5.
Culture. Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat.
Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya
yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang point of view.
6. Interacting levels and context. Komunikasi antarmanusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat
beragam mulai dari komunikasi antarpribadi, kelompok, organisasi, dan massa.
7. Self reference. Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita
katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan
kita.
Universitas Sumatera Utara
8. Self reflexivity. Kesadaran diri self-cosciousnes merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri cermin diri sebagai bagian dari
lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh
pada komunikasi. 9. Inevitability. Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak
melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.
Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita melihat pola komunikasi
yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang sederhana.
Dalam sudut pandang psikologis komunikasi antarpribadi merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri.
Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak
memperluas diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis
mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi. Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti memiliki
kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan
.
Universitas Sumatera Utara
Fisher mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran
tersebut akan berkaitan dengan situasi antarpribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai
pandangan orang lain tentang kita. Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal
yang sama dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses psikologis. Meskipun demikian
proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antarpribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antarpribadi.
Untuk memprediksi suatu bentuk komunikasi termasuk komunikasi antarpribadi atau bukan perlu dilakukan pemahaman terhadap identifikasi 3 data
tingkat informasi, yaitu :
1. Data tingkat kebudayaan cultural level-data. Kebudayaan merupakan sekumpulan keteraturan, norma, institusi sosial, kebiasaan, dan ide-ide yang dimiliki
oleh sekumpulan orang. Terkadang kebudayaan didefinisikan sebagai lokasi geografis, etnis, pola religius. Para ahli menganggap bahwa orang yang termasuk
kelompok kebudayaan yang sama mempunyai kesamaan cara bertingkah laku dan tampak memiliki sikap dan nilai tertentu. Dengan demikian, kebudayaan dapat
memberi petunjuk bagaimana anggota kelompok kebudayaan tertentu akan berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Dengan data kebudayaan yang ada, dapat
dibuat prediksi atau perkiraan bagaimana anggota dalam kebudayaan tertentu akan berkomunikasi dan merespon orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Masalah yang mungkin terjadi ketika seseorang yang hanya mempunyai data tingkat kebudayaan berhadapan dengan orang lain adalah kesalahpahaman. Ketika
berhadapan dengan individu yang spesifik, seseorang harus berhati-hati untuk menerapkan perkiraan tentang orang tersebut berdasar data tingkat kebudayaan.
Masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok kebudayaan mempunyai kepribadian sendiri-sendiri. Para ahli komunikasi berpendapat bahwa
dengan hanya menggunakan strategi yang memiliki data tingkat kebudayaan saja, belum cukup untuk dapat dikatakan mampu berkomunikasi secara interpersonal atau
pribadi. Dengan demikian berarti seseorang hanya menggeneralisasi data yang diambil dari sebuah kelompok kebudayaan dan tidak membedakan serta
menyesuaikan komunikasi dengan individu yang berbeda-beda.
2. Data tingkat sosiologis sociological-level data. Analisis data tingkat sosiologis didasarkan pada pertimbangan yang dibuat tentang orang lain dengan
mengetahui kelompok tempat orang tersebut termasuk. Ada pertimbangan untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok tertentu berdasar keanggotaannya
pada bentuk kelompok sosial yang dipilihnya. Namun ada juga keanggotaan kelompok yang tidak dipilih sendiri oleh yang bersangkutan, misalnya termasuk ke
dalam kelompok orang tua, dewasa, dan remaja. Bagaimanapun juga, anggota yang termasuk kelompok tertentu, baik yang dipilih sendiri maupun tidak mempunyai
kesamaan dengan anggota lainnya dalam satu kelompok. Antar kelompok itu sendiri mempunyai perbedaan yang merupakan ciri dari masing-masing bentuk
kelompoknya. Membuat prediksi berdasar pada analisis data tingkat sosiologis ternyata sulit bila seseorang berkomunikasi dengan yang lainnya. Data tingkat
sosiologis merupakan generalisasi dari tingkah laku yang ditemui pada keanggotaan
Universitas Sumatera Utara
setiap kelompok, yang tidak dapat begitu saja diterapkan pada setiap anggota kelompok.
3. Data tingkat psikologis psychological-level data Untuk lebih dapat mengenal perbedaan-perbedaan individu dibutuhkan strategi mengenai data tingkat
psikologis. Data tingkat psikologis menuntut adanya saling mengenal antar individu yang terlibat di dalam transaksi komunikasi. Walaupun individu mempunyai
sekumpulan data mengenai kebudayaan dan sosiologis seseorang tidak dapat memperkirakan perilaku khusus seseorang yang dihadapinya. Informasi mengenai
data tingkat psikologis tidak dapat dipisahkan dari proses keintiman yang terjalin, terkadang seseorang memberikan informasi mengenai dirinya sendiri kepada orang
lain, dan mendapatkan informasi balik dari orang lain mengenai dirinya. Memperoleh informasi data tingkat psikologis sangat dibutuhkan untuk mengembangkan
komunikasi antar pribadi yang terjalin.
Dapat dibayangkan bila seseorang menggunakan waktunya untuk terlibat dalam komunikasi antar pribadi dengan orang lain dan tetap merasa hanya memiliki
data yang sedikit tentang orang tersebut, maka komunikasi yang dilakukannya tidak dapat melibatkan emosi yang mampu mencerminkan kehangatan, keterbukaan, dan
dukungan. Di dalam mengembangkan transaksi komunikasi, individu cenderung untuk lebih banyak menggunakan data tingkat psikologis. Dengan kata lain, strategi
komunikasi yang dilakukan individu didasarkan pada pengetahuan tentang perbedaan individu-individu yang dihadapi. Setiap individu memiliki karakteristik yang unik
dan tidak dapat digeneralisasikan begitu saja. Jadi, di dalam komunikasi antarpribadi yang lebih ditekankan adalah strategi komunikasi yang berdasar pada data tingkat
psikologis. Data tingkat kebudayaan dan sosiologis digunakan sebagai pelengkap di
Universitas Sumatera Utara
dalam mengumpulkan data tentang seseorang yang sedang dihadapi. Selain kemampuan menganalisis data tingkat psikologis seseorang, di dalam melakukan
transaksi komunikasi antarpribadi, juga dibutuhkan kemampuan- kemampuan khusus.
Bochner dan Kelly mengemukakan lima kemampuan khusus di dalam menjalin komunikasi antarpribadi, yaitu :
1. Empati, atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di dalam komunikasi dengan orang lain melalui analisis isi pembicaraan, nada suara,
ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan.
2. Diskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit, spesifik, dan diskriptif.
3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya menyalahkan orang lain
terhadap perasaan yang dialami. 4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan pribadi.
5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru dialami.
Burgoon dan Ruffner 1978 dalam Human Communication menjelaskan hambatan komunikasi communication apprehension sebagai bentuk reaksi negatif
dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang ketika berkomunikasi, baik komunikasi antarpribadi, komunikasi di depan umum, maupun komunikasi massa.
Individu yang mengalami hambatan komunikasi communication apprehension akan merasa cemas bila berpartisipasi dalam komunikasi bentuk yang lebih luas, tidak
sekedar cemas berbicara di muka umum. Individu tidak mampu untuk mengantisipasi
Universitas Sumatera Utara
perasaan negatifnya, dan sedapat mungkin berusaha untuk menghindari berkomunikasi. Individu yang mengalami kecemasan dalam berbagai bentuk,
termasuk cemas ketika berkomunikasi antarpribadi sebenarnya berada dalam kondisi emosi yang sama sekali tidak menyenangkan Spielberger, dalam Post dkk.,1978.
Burgoon dan Ruffner 1978 mengemukakan tentang ciri-ciri kecemasan komunikasi antar pribadi, yaitu ;
a. Tidak berminat untuk berprestasi dalam berkomunikasi unwillingness. Individu tidak berminat berkomunikasi disebabkan adanya rasa cemas, sifat introvert.
b. Penghindaran avoiding. Individu cenderung menghindar terlibat dalam berkomunikasi, dapat disebabkan adanya kecemasan, atau kurang informasi
mengenai situasi komunikasi yang akan dihadapi. c. Skill acquisition atau syarat ketrampilan.
http: library.usu.ac.iddownloadfkpsikologi-lita.pdf
2.2. Komunikasi Keluarga