Materi merupakan salah satu unsur dalam tujuan pendidikan. Materi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan anak didik memberikan
pengaruh terhadap pengetahuan dan pemahaman yang disampaikan seorang pendidik.
Secara garis besar materi bidang pendidikan agama itu terdiri dari bidang Aqidah, Ibadah dan Akhlak.
1. Bidang Aqidah: ini merupakan bidang yang sangat prinsipil bagi ajaran Islam, yaitu bertugas untuk mengajarkan makhluk untuk
percaya iman kepada Allah. 2. Bidang Ibadah: bidang ini merupakan implementasi dari pengakuan
iman seorang hamba kepada Tuhannya dan cenderung untuk diartikan sebagai bagian ritual ibadah mahdahlangsung bentuknya
berupa shalat, puasa, zakat, dan haji. 3. Bidang Akhlak: bidang ini menekankan pada ketinggian perilaku
moral seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari dimana hal ini dapat dikatakan sebagai cermin dari kualitas iman seseorang.
16
Dari seluruh materi pendidikan agama Islam diharapkan bahwa peserta didik dapat meyakini, memahami, serta mengamalkan
segala ajaran Islam dan menjauhi segala larangannya. Dan diharapkan bahwa mereka dapat menjadi manusia yang berprilaku dan bersikap
sesuai dengan ajaran Islam.
2. Ketaatan Menjalankan Ajaran Agama Islam
a. Pengertian Ketaatan Menjalankan Ajaran Agama Islam Ketaatan berasal dari kata taat, yang diberi awalan ke dan akhiran
an. Taat mempunyai pengertian yang sama dengan takwa, akar katanya adalah w.q.y., artinya antara lain: takut, menjaga diri, memelihara,
tanggung jawab dan memenuhi kewajiban.
17
16
Dirjen Bimbaga, Buku Petunjuk Pelaksanaan KurikulumGBPP Pendidikan Agama Islam Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta: Departemen Agama RI, 1998 h.4
17
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.3, h.361
Takwa ialah keadaan yang diliputi rasa takut kepada Allah Swt. Takwa ialah keadaan yang mendorong seseorang menjauhi dosa dan
kesalahan.
18
Karena itu orang yang bertakwa adalah orang yang patuh menjalankan aturan agama, terutama ibadah seperti: shalat, puasa,
membayar zakat, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, dan memenuhi kewajiban.
Takwa tidaknya seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari. Bagi orang yang takwa segala ajaran yang bersumber dari
kitab suci Al-Quran dan Hadits Nabi dilaksanakan dengan baik, sehingga tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari merupakan
realisasi dari ajaran yang dianutnya. Seseorang yang takwa mampu mengontrol dan memerangi hawa nafsunya.
Glock dan Stark
19
berpendapat, untuk melihat tingkat ketakwaan seseorang dalam menjalankan ajaran agama dapat dilihat dari lima
dimensi, yaitu: 1. Keterlibatan Ritual Ritual Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka. 2. Keterlibatan ideologis ideological Involvement, yaitu tingkatan
sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka masing-masing.
3. Keterlibatan intelektual Intellectual Involvement, yaitu sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh
aktivitasnya di dalam menambah pengetahuan agamanya. 4. Keterlibatan pengalaman Experiential Involvment, yaitu dimensi
yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan.
18
Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menyukseskan Pergaulan Anda, Ter. Dari Kaifa Tata’amal Ma’a an-Nas Oleh Ahmad Subandi, Jakarta: Lentera, 1998, h. 45
19
Djamaludin Ancok, Teknik Penyusunan Skala Pengukur, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 1989, h.11
5. Keterlibatan secara konsekuen Consequential Involvment, yaitu mengukur sejauh mana seseorang dimotifikasikan oleh ajaran
agamanya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa individu yang
taat ialah menjalankan segala ajaran agama yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadits Nabi dilaksanakan dengan baik, sehingga
tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari merupakan realisasi dari ajaran yang dianutnya. Dan seseorang yang taat tidak saja dapat
dilihat dan dianalisis dari aspek ibadah saja, seperti shalat, puasa, membayar zakat, melainkan juga dari aspek-aspek yang lain, seperti
tingkah lakunya sehari-hari apakah mencerminkan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
Mengenai pengertian agama, Menurut Harun Nasution kata agama dikenal juga dengan kata din dari bahasa Arab dan kata religi dari
bahasa Eropa. Salah satu pendapat mengatakan bahwa kata agama tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya
tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci.
Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntunan. Karena memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup
bagi penganutnya.
20
Zakiah Darajat mengatakan bahwa agama yaitu keyakinan kepada ajaran agama yang meliputi akidah dan syari’ah serta kesediaan
mengamalkan ajarannya. Tanpa agama, hidup itu akan rusak dan tidak beres menurut keyakinan yang diajarkan Islam.
21
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk
dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang
20
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 2008, h. 1.
21
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996, Cet.1, h. 75.
nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya.
Agama sebagai sumber sistem nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai
masalah hidupnya seperti dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, tujuan hidup dan
prilaku manusia yang menuju kepada keridhaan Allah Akhlak.
22
Dapat disimpulakan bahwa agama Islam adalah Agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada
seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan Aqidah dan ketentuan-
ketentuan ibadah dan mu’amalah syari’ah, dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi
manusia agar mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat. Sedangkan mengenai pengertian Islam, Moh. Toriquddin
mengatakan bahwa Islam bahasa arab adalah bentuk masdar dari kata kerja fi’il. Di dalam Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah dikatakan Islam
berarti tunduk dan menyerah atau penyerahan diri. Dapat disimpulkan bahwa Islam itu ialah tunduk dan taat, yakni tunduk dan taat kepada
perintah Allah dan kepada larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah itu tertuang dalam ajaran Islam.
23
Dari segi terminologi, Harun Nasution mengatakan bahwa ”Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia”.
24
22
Abu Ahmadi Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet. 4, h. 4.
23
Moh. Toriquddin, Spekularitas Tasawuf, Malang: UIN-Malang Press, 2008, Cet.1, h. 60.
24
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya….. h. 17.
Menurut Abudin Nata Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Allah Swt. Nama Islam itu memiliki perbedaan yang luar
biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari
suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan Tuhan sendiri.
25
Hal tersebut dapat dipahami dari petunjuk ayat Al-Quran yang ditunjukan oleh Allah Swt. Dalam surat Al- Imran Ayat 19 yang
berbunyi:
..........
”Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam”. Q.S Al-Imran: 19
26
Dari pengertian ketaatan ketakwaan serta pengertian agama Islam, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang taat menjalankan
ajaran agama Islam dapat dilihat dari aspek ibadah saja, seperti shalat, puasa, membayar zakat, selain itu melainkan juga dari aspek-aspek yang
lain, seperti tingkah lakunya merupakan realisasi dari ajaran yang dianutnya, . Seseorang yang takwa mampu mengontrol dan memerangi
hawa nafsunya. b. Nilai-nilai Dalam Ajaran Islam
Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman. Keabadian dan keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya,
dimana setiap kurun waktu dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui Al-
quran sebagai landasannya. Keuniversalan ajaran Islam pada hakikatnya terwujud dari hal yang paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep
Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah.
25
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam ,Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2003, cet.8. h.65.
26
Al-quran dan terjemahannya, Bandung: Mizan Pustaka, 2010, cet.5, h 60.
Sebagai sumber nilai, agama Islam memberikan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia dalam menciptakan dan
mengembangkan budaya serta memberikan pemecahan terhadap segala persoalan hidup dan kehidupan. Di dalamnya mengandung ketentuan-
ketentuan keimanan, ibadah, mu’amalah dan pola tingkah laku dalam berhubungan dengan sesama makhluk yang menentukan proses berfikir,
merasa dan pembentukan kata hati. Di dalam Islam terdapat beberapa aspek penting yang mendasari
nilai-nilai sebagai pedoman umat manusia selaku penerimanya, yaitu aqidah, Ibadah dan akhlak. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan
dibahas mengenai aqidah, ibadah dan akhlak. 1. Aqidah
Dari segi bahasa, Aqidah berasal dari al ’aqdu yang berarti
ikatan, kepastian, penetapan, pengukuhan, pengencangan. Sedangkan menurut istilah, terdapat dua pengertian yaitu pengertian secara umum
dan secara khusus: a.
Secara umum, aqidah adalah hukum yang qath’i tanpa keragunan lagi, baik
berdasarkan syar’i naqli maupun hasil pemikiran yang sehat aqli, seperti i’tikad yang benar atau salah.
b.Secara khusus, aqidah adalah pokok-pokok ajaran din Islam dan hukum-
hukumnya yang qath’i.
27
Seperti mengimani terhadap enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman, yang tertuang dalam
firman Allah dalam surat Annisa ayat 136 sebagai berikut:
.
27
Saefuddaulah Ahmad Basyuni, Akhlak Ijtima’iyyah,Jakarta: PT Pamator, 1998,
h. 5
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-
jauhnya.Q.S An-Nisa:36 .
28
Dengan demikian, aqidah itu meliputi Rukun Iman yang enam yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat, Iman kepada kitab,
Iman kepada Rasul, Iman kepada hari kiamat dan Ima n kepada Qada’
dan Qadar. Aqidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun
prosesnya yang diyakini dan diakui sebagai Tuhan yang wajib disembah hanya Allah. Keyakinan tersebut sedikitpun tidak boleh
diberikan kepada yang lain, karena akan berakibat musyrik yang berdampak pada motivasi kerja yang tidak sepenuhnya didasarkan atas
panggilan Allah. Aqidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam
aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf Al-Qardawi mengatakan
bahwa iman ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan tidak bercampur syak atau ragu, serta memberi
pengaruh pada pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari- hari.
29
2. Ibadah
28
Al-quran dan terjemahannya, Bandung: Mizan Pustaka, 2010, cet.5, h 101
29
Abudin Nata, Metodologi Study Islam, Jakarta: PT Raja Grifindo Persada, 2004, Cet. 9, h. 84
Allah Swt menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan, Dia telah menjelaskan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk menyembah-Nya atau
beribadah kepada-Nya. Dalam Firman-Nya :
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.QS Adz Dzariyat:56.
30
Ibadah adalah kata masdar dari ’abada yang berarti: memuja,
menyembah, mengabdi, berkhidmat. Orang yang menyembah disebut ’abid. Jadi ibadah berarti pemujaan, penyembahan, pengabdian, pengkhidmatan.
Inilah pengertian ibadah menurut lughawi. Adapun Ibadah menurut istilah agama Islam adalah Menyatakan
ketundukan dan kepatuhan sepenuhnya dengan disertai rasa kekhidmatan yakni: Bersikap khidmat terhadap yang dipuja, dengan segenap jiwa raga
yang diliputi oleh rasa kekuasaan dan keagungan-Nya dan senantiasa memohonkan rahmat dan karunia-Nya.
31
Menurut Harun Nasution yang di kutip oleh Abdullah Karim. Manusia itu terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani. Tubuh
manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan material. Sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan
spiritual. Pendidikan jasmani manusia harus di sempurnakan dengan pendidikan rohani.
Dalam Islam, ibadahlah yang memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia itu. Semua ibadah seperti, shalat, puasa, zakat dan haji,
bertujuan membuat roh manusia senantiasa dekat pada Allah Swt. Keadaan senantiasa dekat pada Allah sebagai zat Yang Mahasuci
dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Rasa kesucian yang kuat akan dapat menjadi rem bagi hawa nafsu untuk melanggar nilai-nilai moral.
30
Al-quran dan terjemahannya, Bandung: Mizan Pustaka, 2010, cet.5. h. 700
31
M. Ardani, Fikih Ibadah Praktis, Ciputat : PT Mitra Cahaya Utama, 2008, Cet. 1, h. 16
Peraturan dan hukum yang berlaku dalam memenuhi keinginannya.
32
Jadi seseorang yang tidak mneyempurnakan pendidikan jasmani dengan
pendidikan rohani akan membuat hidupnya berat sebelah dan kehilangan keseimbangan. Orang yang demikian akan menghadapi kesulitan-kesulitan
dalam hidup duniawi. Untuk menyempurnakan pendidikan jasmani dengan pendidikan rohani manusia di perintahkan untuk beribadah.
H. Baihaqi dalam bukunya ”Fiqih Ibadah”
Menyatakan bahwa dari segi pelaksanaannya, ibadah dapat dibagi menjadi tiga:
a. Ibadah Jasmaniyah Ruhiyah, yaitu ibadah yang pelaksanaannya
memerlukan kegiatan dan kekuatan fisik di sertai jiwa yang penuh ikhlas dan khusu’ kepada Allah Swt, seperti shalat dan puasa.
b. Ibadah Ruhaniyah Maliyah, yaitu ibadah yang pelaksanaannya berkaitan
dengan harta, seperti Zakat. c.
Ibadah jasmaniyah Ruhaniyah Maliyah, yaitu ibadah yang pelaksanaannya di samping memerlukan kekuatan fisik dan mental, juga
memerlukan materi, seperti haji.
33
Dengan demikian ibadah meliputi segala hal yang disukai Allah dan yang diridhai-Nya, baik berupa perkataan, maupun berupa perbuatan,
baik terang maupun tersembunyi, yang dikerjakan untuk mengharapkan pahala di akhirat, dikerjakan sebagai tanda pengabdian kita kepada Allah
SWT.
3. Akhlak Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat
yang penting sekali, baik sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada
bagaiamana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.
34
32
Abdullah Karim,Pelajaran Agama Islam, Banjarmasin: Center for community development Studies comdes, 2004 Cet.1, h. 77.
33
H. Baihaqi. A.K. Fiqih Ibadah Bandung: M2S Anggota Ikapi, 1996, Cet.1. h. 13
34
Rachman Djatnika, Sistem Etika Islam Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992, h. 11
Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari Khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq Pencipta, makhluq yang diciptakan dan khalq Penciptaan.
Dilihat dari sudut istilah terminologi, para ahli berbeda pendapat, yaitu:
a. Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran.
b. Menurut Ibrahim Anis, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengannnya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
c. Menurut Abdul Karim Zaidan, Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat
yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk
kemudian memilih melakukan atau meningalkannya.
35
Akhlak ini merupakan pokok atau esensi ajaran Islam pula, karena dengan akhlak terbinalah mental dan jiwa seseorang untuk memiliki
hakekat kemanusiaan yang tinggi. Dengan Akhlak ini pula nantinya dapat dilihat tentang corak dan hakekat manusia yang sebenarnya.
Sehingga Nabi bersabda:
Artinya: ”Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan keutamaan akhlak” H.R. Ahmadan
Baihaqie. Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-
kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak, melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak
35
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga pengkajian dan Pengamalan IslamLPPI, 1999, Cet-1, h.1
dirinya. Terhadap Tuhannya, yang menjadi hak Tuhannya, terhadap sesama manusia, yang menjadi hak manusia lainnya terhadap makhluk
hidup lainnya, terhadap alam dan lingkungan dan terhadap segala yang ada secara harmonis.
36
Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya
dengan Tuhan, manusia, dan makhluk sekelilingnya. Akhlak dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain yaitu:
1. Akhlak Al-Karimah Akhlak Al-Karimah adalah akhlak yang mulia atau akhlak yang
baik. Amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang
mulia itu dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu: a. Akhlak terhadap Allah
Seorang Muslim hendaknya melihat kebaikan dan kenikmatan yang tidak bisa di hitungnya yang berikan Allah Swt.
Hendaknya dia mensyukuri-Nya dengan lisan, mengucapkan pujian kepada-Nya, dan di barengi dengan tindakan kebajikan di dalam
menaati-Nya. Adapun cara kita berahlak baik kepada Allah antara lain adalah:
1 Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga
dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan;
2 Melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-
Nya; 3
Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridaan Allah; 4
Mensyukuri nikmat dan karunia Allah; 5
Menerima dengan ikhlas semua qada dan qadar ilahi setelah beriktiar maksimal;
6 Memohon ampun hanya kepada Allah;
7 Bertaubat hanya kepada Allah;
8 Tawakkal berserah diri kepada Allah.
37
36
Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992, h. 11
37
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,……h. 356
b. Akhlak yang baik terhadap diri sendiri Seorang muslim dalam hidup dan kehidupannya senantiasa
berlaku hidup sopan santun dalam menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang
terpenting dan pertama-pertama harus dijaga dan terpelihara kebersihan serta pembinaannya.
Kemudian jiwa juga sebaiknya senantiasa mendapat pembinaan secara khusus siang dan malam, serta pengawasam sepenuhnya dari saat
ke saat, mengharapkannya di dalam perbuatan-perbuatan yang baik, mendorongnya kepada ketaatan, seperti usaha dalam mencegahnya dari
kejahatan dan kerusakan dengan penuh disiplin dan ketekunan menuju perbaikan dan pembinaan manusia mukmin yang kamil seutuhnya.
Moh. Ardani dalam bukunya menyatakan bahwa untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad Saw. Maka
setiap umat Islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut: a.
Hindarkan minuman beracunkeras b.
Hindarkan Perbuatan yang Tidak Baik c.
Memelihara kesucian jiwa d.
Pemaaf dan Pemohon Maaf e.
Sikap Sederhana dan Jujur f.
Hindarkan perbuatan tercela.
38
c. Akhlak yang baik terhadap sesama manusia Manusia
sesuai dengan tabi’at dan instinknya selalu cenderung untuk berkumpul dengan orang lain, bekerja sama dengan mereka. Ini
38
Moh. Ardani, Niai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadah, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, Cet. 1. h. 43
termasuk bagian yang dianjurkan Islam, kerena Islam telah menciptakan hubungan kemasyarakatan yang hangat dengan ikatan-ikatan iman yang
kuat. Agama Islam mengatur tatanan hubungan ini mulai dari yang
paling dekat yaitu kedua orang tua, setelah itu Islam beralih kepada hubungan dengan suami istri, kemudian dengan anak-anak. Dari sini
beralih kepada hubungan dengan saudara-saudara.Seiring itu pula, Islam mengembangkan hubungan ini menyentuh komunitas masyarkat luas.
39
2. Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak yang tercela Akhlak Al-Mazmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut
diatas. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam
akhlaq yang tercela, diantaranya: a. Berbohong
Bohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan sebenarnya. Berdusta atau bohong ada
tiga macam: Berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.
Pernyataan di atas memberikan penjelasan bahwa apabila seseorang suka berdusta maka ia adalah orang munafik. Maka ia akan
ditulis disisi Allah sebagai orang munafik, dan ia akan dibebani dosa dirinya dan dosa orang-orang yang meniru perbuatannya.
40
b. Takabur Sombong Takabur adalah penyakit hati dan bisa merusak iman seseorang.
Takabur merupakan sikap mental yang merasa diri lebih besar, lebih kaya dan lebih panadai, tanpa merasa ada bimbingan petunjuk dari
Allah. Kareana ia merasa serba mampu, orang lain dianggap rendah.
39
Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari,Ter. Dari Al-Adab Al-Islamiyah fi linaasyiah, Oleh Biqadarin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002, h. 265-266
40
Moh. Ardani, Niai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadah. . . h. 51.
Meremehkan orang lain dan merasa diri lebih termasuk ciri-ciri takabur sikap. Sedangkan takabur perbuatan, seperti memaksa yang
lemah mengikuti kehendaknya dan suka menceritakan kejelekan orang lain. Setiap muslim sepatutnya meninggalkan sikap takabur ini, sebab
bisa menimbulkan kerugian bagi orang lain dan juga dirinya sendiri.
41
c. Dengki Dengki dalam Bahasa Arabnya adalah ”Hasad”, ialah rasa atau
sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berharap kenikmatan itu hilang dari dirinya .
Sifat dengki diharamkan karena seseorang tidak ridha atas apa yang ditakdirkan oleh Allah, dengan menjadikan seseorang lebih
utama daripada yang lainnya. Maka sifat ini tidak mendapat toleransi untuk dikerjakan.
42
d. Kikir
Kikir atau pelit merupakan sifat cinta keduniaan. Ia membawa kekuatan serakah, rakus, atau tamak. Bila cinta dunia sudah menguasai
hati seseorang, maka ia akan memberikan kekuatan pada orang tersebut untuk menjadi serakah, rakus, atau tamak.
43
Seseorang yang kikir, adalah orang yang dadanya sempit, jiwanya kerdil, kurang bergembira, banyak diliputi kesedihan dan
nestapa, hampir-hampir
dia tidak
dapat memenuhi
segala kebutuhannya
dan tidak
mendapatkan bantuan
dari setiap
keinginannya.
44
e. T idak mempunyai muru’ah yang baik
41
Jejen Musfah, Bahkan Tuhanpun Menangis, Jakarta: Hikmah, 2003, Cet.1, h. 89.
42
Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs Ter., Dari Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil-Anfus, Jakarta: Darus Salam, 2005, Cet-3, h. 220.
43
Muhammad Muhyidin, The True Power Of Keart, Jogjakarta: DIVA press, 2007, Cet. 1, h. 210.
44
Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, Akhlak-Akhlak Buruk, Ter. Dari Suul Khuluq, Oleh, Pustaka Darul Ilmi, Pustaka Darul ilmi, 2007, h.49
Yang dimaksud dengan muru’ah yaitu adab atau tata kerama. Artinya adab yang baik atau tata kerama yang baik. Orang yang tidak
mempunyai muru’ah yang baik membiarkan dirinya ke dalam hal-hal yang bisa menimbulkan tuduhan yang tidak baik terhadap dirinya atau
hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah, sehingga dirinya dibiarkan dari noda hitam, dan dengan sendirinya kehormatan dirinya tidak
terpelihara dengan baik. Orang yang tidak mempunyai muru’ah yang baik selalu
mengejar kesenangan hidup duniawian dan akalnya tidak dapat menundukkan hawa nafsu yang sebagian besar bisa menimbulkan
keburukan dan kejahatan. Sedang orang yang afif sanggup mengendalikan nafsunya dan tidak mau menjadi hamba syahwat.
45
Melihat betapa urgennya akhlak dalam kehidupan sehari-hari, maka penanaman akhlak dalam kehidupan sehari-hari harus dilakukan
sejak kecil dan berlangsung secara terus menerus. Memulai dari hal-hal yang kecil, seperti cara makan dan minum, adab berbicara, adab ke
kamar kecil, cara berpakaian yang Islami, dan lain-lain, karena akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan
larangan, tetapi harus disertai dengan pemberian contoh teladan yang
baik dan nyata uswatun hasanah.
B. Kerangka Berfikir