F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukan oleh Ronny H. bahwa “untuk memberikan landasan
yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis”.
14
Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni: Pertama, penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua, Teori
menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Ketiga, Teori memberikan penjelasan atau gejala yang
dikemukakannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan.
15
Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
rechtsgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit dan kepastian hukum rechtszekerheid.
16
Ketentuan kepailitan merupakan aturan yang mempunyai tujuan untuk melakukan pembagian harta debitor kepada para krediturnya dengan melakukan sita
umum terhadap seluruh harta debitor yang selanjutnya dibagikan kepada kreditur sesuai dengan hak proporsinya. Ketentuan kepailitan ini merupakan pelaksanaan
14
Ronny. H Soemitro. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghali, 1982. Hal. 37
15
Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Institur Bankir Indonesia, 1993.
Hal 8
16
Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum;Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Jakarta: PT. Gunung Agung, Tbk, 2002. Hal. 85
Universitas Sumatera Utara
lebih lanjut dari ketentuan Pasal 1131 juncto 1132 KUHPerdata, dimana merupakan realisasi dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte.
17
Penelitian ini menggunakan Teori Thomas H. Jackson yang menyatakan : “ A more profitable line of persuit might be to be view bankruptcy as a system
designed to mirror the agreement one would expect the creditors to form among themselves were they able to negotiate such an agreement from an ex ante position. It
is this approach that I characterize as the “creditors” bargain”.
18
Teknik dasar teori ini adalah menyaring hukum kepailitan melalui model “a
creditor’s bargain” dimana apabila seseorang yang kehilangan kepemilikannya dalam kepailitan ditunjukkan untuk menyetujui terlebih dahulu adanya kerugian.
Pembebasan debitor dapat menjadi penyebab motivasi dari sebagian besar pembagian piutang kepada kreditur antara lain: Asset disusun sedemikian sehingga mereka dapat
dialokasikan di antara pemegang klaim melawan debitor atau kekayaan debitor; Tagihan ditentukan sedemikian sehingga peserta-peserta di dalam proses pembagian
mungkin dipertemukan; Peraturan menentukan siapa yang diprioritaskan diantara penagih-penagih akan mendapatkan apa dan dalam kedudukan sebagai apa.
19
Menurut Jackson, ketiga pertimbangan tersebut memungkinkan bahwa kreditur tidak terjamin pada umumnya akan setuju kepada system kolektif sebagai pengganti
rencana pemulihan piutang individu karena tidak ada kreditur tunggal.
17
M. Hadi Shubhan., Op.Cit., hal 67
18
Sunarmi. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa, 2008. Hal 19
19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Teori “a creditor’s bargain” ini kemudian dikembangkan kembali oleh Thomas H. Jackson dan Robert E. Scott yang menyatakan bahwa tujuan utama dari
kepailitan adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan kelompok secara bersama- sama dikenal dengan Teori Creditor’s Wealth Maximization merupakan teori yang
paling banyak dianut dalam hukum kepailitan. Jackson merumuskan hukum kepailitan dari persfektif ekonomi sebagai “An aclilicary, parallel system of debt-
collection law” sedangkan keadaan pailit adalah cara melaksanakan suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap harta debitor.
Kritik David Gray Carlson terhadap versi efesiensi dari kontraktarianisme akan terpusat pada kekayaan, bahwa semua atau kebanyakan kreditur akan menawar
untuk mendapatkan otoritas yang setara dalam kepailitan. Menurut Jackson semua kreditur setuju untuk mendapatkan prioritas yang setara dalam kepailitan dan hal
itulah disebut dengan “tawar-menawar kreditor creditor’s bargain. Kesetaraan kreditur pada debitor pada gilirannya adalah esensi dari kepailitan. Kreditur benar-
benar mempunyai pandangan yang setara terhadap kesempatan mereka dalam hal kebangkrutan debitor. Kreditur hanya peduli dengan memaksimalkan recovery
mereka. Di dalam kepailitan terdapat enam teori menurut Vanessa Finch, yaitu:
20
1. Creditor’s Wealth Maximization;
2. Contraction Approach;
3. The Communitarian Vision;
20
Freddy Simanjuntak. Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan: Tesis. Medan: 2008. Hal 35
Universitas Sumatera Utara
4. The Forum Vision;
5. The Etchical Vision; dan
6. The Multiple Value Electic Approach.
Berdasarkan ke-enam teori diatas yang paling banyak dianut adalah teori
creditor’s wealth maximization. Hukum kepailitan adalah suatu prosedur tentang penagihan dan pembayaran utang yang berlaku secara kolektif terhadap debitor yang
sudah tidak mampu membayar lagi dan segala harta debitor yang ada menjadi boedel pailit untuk pelunasan utangnya kepada kreditur.
Dalam rangka restrukturisasi ekonomi, Indonesia memerlukan suatu sistem hukum yang lebih efektif dibidang perdagangan. Oleh karena sejak Indonesia
melakukan privatisasi terhadap ekonomi yang semula didominasi oleh Negara, perekonomian akan semakin lebih bertumpu pada pasar daripada perencanaan
kordinasi ekonomi serta memperluas sektor manufaktur. Hal ini berarti membutuhkan sistem hukum yang mampu memberikan kepastian terhadap harapan-harapan dan
penyelesaian secara efektif sengketa ekonomi.
21
Sektor kehidupan masyarakat yang mengalami perkembangan dengan cepat antara lain adalah kegiatan di bidang
ekonomi. Berbagai rezim hukum di bidang ekonomi mengalami perubahan menyesuaikan dengan model hubungan ekonomi yang diciptakan untuk
memperlancar aktivitas ekonomi. Kebutuhan pengembangan hukum terkait dengan
21
Sunarmi., Loc. Cit. Hal 288
Universitas Sumatera Utara
aktivitas perekonomian sangat penting bagi bangsa Indonesia yang saat ini sedang menapak jalan kebangkitan dari krisis ekonomi.
Salah satu produk hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan yang mengatur mengenai kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang. Sehingga dengan demikian Hukum Kepailitan Indonesia juga mengalami perubahan, yakni perubahan atas Undang-
undang tentang kepailitan FaillissementsVerordening Stb 1905 No. 217 jo Stb 1906 No. 348 ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
pada tanggal 22 April 1998, yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang
Kepailitan.
22
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang berlaku tanggal 20 Agustus 1998 dan selanjutnya Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tersebut dikuatkan menjadi UU Nomor 4
Tahun 1998 dan direvisi kembali setahun kemudian sejak disahkan oleh DPR.
23
Latar belakang dikeluarkannya Perpu No.1 Tahun 1998 dikarenakan beberapa
pertimbangan, salah satunya seperti gejolak moneter yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap
perekonomian nasional, dan menimbulkan kesulitan yang besar dikalangan dunia usaha untuk meneruskan kegiatannya termasuk dalam memenuhi kewajiban kepada
22
Ahmad Yani Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Hal 3
23
Amandemen UU Nomor 4 Tahun 1998 ini kemudian dilakukan pada 18 Oktober 2004 dengan keluarnya UU Nomor 37 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
krediturnya.
24
Adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan penyelesaian utang-
piutang, untuk itu perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, cepat, terbuka, efektif, melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Umum
yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas khusus untuk menangani, memeriksa, dan memutuskan berbagai sengketa tertentu di bidang perniagaan
termasuk di bidang kepailitan dan penundaan pembayaran.
25
UUK dan PKPU di dasarkan pada beberapa asas, yaitu: Asas Keseimbangan, Asas Kelangsungan Usaha,
Asas Keadilan, dan Asas Integritas. Lembaga hukum kepailitan merupakan perangkat yang disediakan oleh
hukum untuk menyelesaikan utang-piutang di antara debitor dan kreditur. Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila seluruh harta debitor
tidak cukup untuk membayar seluruh hutang-hutangnya kepada seluruh krediturnya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah proses yang berhubungan dengan pembagian
harta kekayaan dari debitor terhadap para krediturnya. Kepailitan merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitor yang nantinya merupakan
boedel pailit secara pasti dan adil.
26
Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik debitor untuk kepentingan kreditur secara bersama. Semua barang dieksekusi
dan hasilnya dikurangi dengan biaya eksekusi. Sehingga dalam hal ini UU Kepailitan
24
Sutan Remy Sjahdeini. Loc. Cit., hal 32
25
Ibid
26
Sunarmi., Loc.Cit. Hal 16
Universitas Sumatera Utara
kelihatannya lebih berpihak kepada kepentingan kreditur. Parameter suatu undang- undang yang baik adalah diukur dari aspek filosofis, sosiologis dan yuridis. Undang-
undang idealnya mempunyai kekuatan berlaku mengikat karena memang peraturan tersebut diterima secara sukarela oleh masyarakat bukan karena dipaksakan
berlakunya oleh penguasa. Ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 1998 belum sepenuhnya berdasarkan asas pemberian perlindungan yang seimbang bagi para pihak
yang terkait dan berkepentingan dalam kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 1998. Oleh karena itu pada tanggal 18 Oktober 2004, UU Nomor
37 Tahun 2004 dilahirkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU Nomor 4 Tahun 1998.
27
27
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. Kerangka Konsep