5. Sertifikat Hak Tanggungan
Pemberian hak tanggungan baru akan mengikat pihak ketiga apabila pemberian hak tanggungan tersebut telah didaftarkan dan diumumkan. Setelah itu
sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan maka Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.
82
Sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan Pembebanan Hak Tanggungan apabila di perjanjikan maka sertifikat hak tanggungan
dapat dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
83
Sertifikat hak tanggungan yang di terbitkan oleh Kantor Pertanahan merupakan tanda bukti
adanya hak tanggungan. Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat irah- irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”
84
, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku
sebagai pengganti Grosse Akta Hipotik sepanjang itu mengenai hak atas tanah. Jika dilihat title eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan, dengan
demikian pemberian hak tanggungan adalah pelengkap dari sertifikat hak tanggungan tersebut.
82
Pasal 14 ayat 1 UUHT
83
Pasal 14 ayat 4 UUHT
84
Pasal 14 ayat 2 UUHT
Universitas Sumatera Utara
B. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Objek Tanggungan
Kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan
kedalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 UUK terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Jaminan kebendaan
merupakan hak kebendaan yang sifatnya mutlak atas suatu benda yang menjadi objek jaminan. Lembaga jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri antara lain: mempunyai sifat
asesoir pelengkap, memberikan hak untuk didahulukan privilege dan droit de suite selalu mengikuti barangnya dimana ia berada. Sebagaimana diketahui bahwa
tuntutan-tuntutan yang bertujuan untuk pemenuhan suatu perikatan dari harta kepailitan tidak dapat dilakukan selain dengan cara verifikasi.
85
Tuntutan yang berpokok pada hak dan kewajiban yang termasuk dalam harta kepailitan harus
dilakukan oleh atau BHP, dan ketentuan tersebut ternyata tidak berlaku bagi para kreditur yang piutangnya dijamin dengan hak tanggungan.
Kreditur preferen bukan hanya hak tanggungan tetapi juga Gadai, Jaminan Fidusia, Hipotik, dll. Maka dalam hal pernyataan pailit, dengan merujuk Pasal 1178
KUHPerdata, maka Pasal 56 ayat 1 UUK dan PKPU menentukan: “… Setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya,
dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”. Ketentuan tersebut sangat logis, karena di dalam prakteknya biasanya para kreditur pada saat membuat
85
Pasal 25 UUK dan PKPU
Universitas Sumatera Utara
perjanjian hipotik dengan debitur, dengan tegas meminta diperjanjikan bahwa jika debitur lalai melunasi uang pokok beserta bunganya, maka kreditur pemegang
hipotik dapat menjual benda hipotik itu dengan cara pelelangan depan umum. Hasil pelelangan benda hipotik itu akan diambil oleh kreditur untuk pelunasan piutangnya
beserta bunganya dan biaya hasil penjualan itu. Pada hakekatnya, jaminan kebendaan ialah membebani suatu benda tertentu
dengan lembaga jaminan tertentu, sehingga apabila seorang debitor tidak melunasi utangnya kepada kreditor, maka sang kreditor dapat menuntut pelunasan piutangnya,
dari hasil perolehan dari penjualan di depan umum lelang eksekusi atas benda tertentu tadi, maka dapat dikatakan bahwa jaminan kebendaan sebagai salah satu
perlindungan hukum bagi kreditor manakala debitor cidera janji, sebagai kepastian akan pelunasan piutang, maka benda tertentu yang dijaminkan tersebut dapat dijual di
depan umum untuk di uangkan, agar hasil perolehan penjualan tersebut diserahkan kepada kreditor sesuai hak tagihnya. Perjanjian jaminan kebendaan selalu merupakan
perbuatan memisahkan suatu bagian dari kekayaan seseorang yang bertujuan untuk menjaminkan dan menyediakan bagi pemenuhan kewajiban seorang debitor. Jaminan
kebendaan merupakan hak mutlak absolut atas suatu benda tertentu yang menjadi obyek jaminan suatu utang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan utang
debitor apabila debitor cidera janji.Pemegang hak jaminan baik hipotik, hak tanggungan, gadai, fidusia serta hak kebendaan lainnya tidak terpengaruh oleh
putusan pailit, karena barang jaminan itu tidak termasuk dalam harta pailit, sehingga seharusnya para kreditur tersebut tetap dapat melaksanakan haknya. Hal tersebut juga
Universitas Sumatera Utara
diatur dalam Pasal 55 ayat 1 UUK dan PKPU, yang berbunyi: ”Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57, dan 58, maka
setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan”. Dari isi pasal tersebut, maka meski terjadi kepailitan pemegang hak jaminan kebendaan tetap dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Sehingga terjadi atau tidak kepailitan tidak menghalangi hak pemegang hak jaminan kebendaan untuk mengeksekusi haknya. Namun UUK dan PKPU tidak
konsisten, karena dalam Pasal 56 ayat 1 dikatakan bahwa: ”Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 dan hak pihak ketiga untuk menuntut
hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan”. Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana tersebut diatas, kurator dapat
menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor, sepanjang untuk itu telah diberikan perlindungan
yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga. Yang dimaksud dengan “perlindungan yang wajar” adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk
melindungi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Dengan peralihan harta yang bersangkutan, hak kebendaan tersebut dianggap
berakhir demi hukum. Perlindungan dimaksud, antara lain dapat berupa:
Universitas Sumatera Utara
1. Ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit;
2. Hasil penjualan bersih;
3. Hak kebendaan pengganti;
4. Imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai lainnya.
Jangka waktu sebagaimana dimaksudkan diatas berakhir karena hukum pada
saat kepailitan diakhiri lebih dini atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi, yaitu apabila dalam rapat pencocokan piutang yang tidak ditawarkan perdamaian, atau
bilamana perdamaian yang ditawarkan ditolak atau pengesahan akan perdamaian dengan pasti ditolak Pasal 168 ayat 1 UUK PKPU. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka apapun alasannya jika dalam hal terjadi kepailitan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, harus mengikuti ketentuan UUK dan PKPU, dimana para
kreditur tersebut tidak dapat langsung mengeksekusi haknya, dikarenakan harus ditangguhkan pelaksanaannya dalam jangka waktu 90 sembilan puluh hari terhitung
sejak tanggal putusan pailit ditetapkan.
86
86
Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada pada tanggal 5 Juli 2010, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR PREFEREN
TERHADAP HARTA PAILIT
Ketentuan Undang-Undang Kepailitan dimaksudkan untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil terbuka dan efektif. Oleh
karenanya harus ada keseimbangan dalam perlindungan hukum baik bagi kreditur maupun debitur. Menurut Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta hak tanggungan, pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau Badan Hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Kreditur pemegang hak tanggungan atau jaminan yang pemenuhan piutang harus didahulukan dari piutang-piutang yang
lain disebut kreditur preferen. Sebagai kebalikannya adalah kreditur konkuren yaitu kreditur yang kedudukannya sama berhak dan tak ada yang harus didahulukan dalam
pemenuhan piutangnya.
Undang-Undang Kepailitan memberikan perlindungan bagi kreditur preferen
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 56 ayat 1 yang berbunyi Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56A “Setiap kreditur yang memegang hak
tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 21 UUHT menetapkan bahwa Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak
yang diperolehnya menurut Ketentuan Undang-Undang ini. Adapun Pasal 6 UUHT menegaskan bahwa jika debitur cidera janji wanprestasi maka pemegang Hak
Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri memalalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutannya
dari hasil penjualan. Hal ini berarti pemenuhan atas hak tanggungan terhadap kreditur tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu.
A. Pengertian Eksekusi dan Harta Pailit