Eksekusi Hak Tanggungan Hak Eksekutorial Kreditur Preferen Dalam Kepailitan Debitor

wujud pemberian kuasa oleh debitur kepada kreditur untuk menjual sendiri benda agunan bila terjadi wanprestasi. Di dalam prakteknya pelaksanaan hak eksekusi kreditur preferen telah sesuai dengan UUK dan PKPU. Walaupun secara umum kreditur preferen dengan hak jaminan diakui dapat mengeksekusi barang jaminan tersebut untuk pelunasan utang, maka di dalam cakupan kepailitan, semua barang tersebut tetap harus ditangguhkan sesuai peraturan yang berlaku. Sehingga jika membahas mengenai kepailitan yang menjadi pedoman utamanya adalah UUK dan PKPU. 107

3. Eksekusi Hak Tanggungan

Pasal 21 UUHT kaitannya dengan pasal 56 A ayat 1 UUK Berkenaan dengan Eksekusi Hak Tanggungan, yaitu: Salah satu kelebihan dari sertifikat hak tanggungan adalah adanya hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak tanggungan berupa hak eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan dapat berfungsi sebagai pengganti grosse akta hipotik pada hak atas tanah. Melalui title eksekutorial sebagaimana tersebut diatas, masalah kecepatan waktu dalam mengeksekusi jaminan seharusnya bukan merupakan hambatan lagi. Pemegang hak tanggungan diberikan hak untuk melelang atau menjual objek hak tanggungan tanpa melalui prosedur yang rumit, berbelit-belit dan memakan banyak waktu cukup lama. 107 Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada pada tanggal 5 Juli 2010, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan. Universitas Sumatera Utara Lembaga jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri yang antara lain adalah bersifat asesoir pelengkap, memberikan hak didahulukan privilege dan droit de suite yaitu selalu mengikuti bendanya dimana saat itu berada. Jaminan tersebut di antaranya adalah hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Para pemegang hak tanggungan, ataupun pemegang hak gadai ataupun pemegang hak agunan mempunyai hak retensi hak menahan 108 , serta dapat mengeksekusi hak-hak mereka seolah-olah tidak ada kepailitan. Oleh karenanya dalam melaksanakan eksekusi atas harta pailit, diantaranya perlu memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh kreditur pemegang hak jaminan preferen atas kebendaan milik debitur pailit. Pemegang hak preferen memperoleh hak mendahului atas kreditur lain untuk memperoleh pelunasan atas utang-utang debitur, dengan cara menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepada kreditur tersebut secara preferen. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Pasal 21 telah memberikan jaminan terhadap pemegang hak tanggungan. Pasal 21 UUHT menetapkan bahwa Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini. Dengan demikian berarti objek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada kreditur lain dari pemberi Hak Tanggungan. Jadi ketentuan tersebut 108 Pasal 1812 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara memberikan penegasan mengenai kedudukan yang preferen dari pemegang Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan terhadap kreditur lain. Dalam memori penjelasan Pasal 56 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan pemegang hak tanggungan adalah pemegang hipotik yang berhak untuk segera mengeksekusi haknya sebagaimana diperjanjikan berdasarkan Pasal 1178 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pemegang hak tanggungan yang berhak mengeksekusi haknya berdasarkan Pasal 20 ayat 1 sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah lembaga Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3632”. Menurut Pasal 20 UUHT, ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan kreditur terhadap objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji, yaitu: 1. Melaksanakan parate eksekusi parate executie, 2. Berdasarkan title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh UUHT bagi kreditur pemegang hak tanggungan dalam harus dilakukan eksekusi. Universitas Sumatera Utara Parate eksekusi adalah pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan pengadilan. Artinya, apabila debitor cidera janji maka kreditur berhak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 109 Menanggapi keberadaan ketentuan Pasal 21 UUHT dan Pasal 56 ayat 1 UUK, maka dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya kedua pasal tersebut sama-sama memberikan jaminan bagi kreditur selaku pemegang hak tanggungan untuk mengeksekusi haknya. Namun pada Pasal 56A ayat 1 UUK tidak konsisten dengan ketentuan Pasal 21 UUHT, yaitu nampak adanya perbedaan dalam pelaksanaan eksekusi. Pasal 21 UUHT tidak menetapkan masa penangguhan, sedangkan Pasal 56A ayat 1 UUK menetapkan masa penangguhan dengan maksud sebagaimana tersebut di atas. Hak Separatis adalah: Hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditur pemegang Hak jaminan, bahwa barang jaminan agunan yang dibebani dengan hak jaminan hak agunan tidak termasuk harta pailit. Kreditur Separatis adalah kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan artinya para kreditur separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya telah dinyatakan pailit. Pemegang hak jaminan atau hak agunan adalah kreditur yang mempunyai jaminan khusus atas kekayaan debitur berdasarkan perjanjian. Pengakuan terhadap keberadaan kreditur separatis dalam UUK dinyatakan 109 Rachmadi Usman. Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta: Djambatan, 1999. Hal 130 Universitas Sumatera Utara dalam pasal 56 ayat 1 UUK. Pengakuan terhadap keberadaan hak separatis dari pemegang jaminan juga diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam prakteknya kekuatan grosse akta sebagai mana yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” tidak murni diaplikasikan. Sebaliknya kreditur pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan eksekusi objek hak tanggungan selalu meminta “fiat executie” pengadilan, yang bertujuan untuk mendapatkan penetapan pengadilan dalam hal meletakkan sita terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Dengan adanya letak sita pengadilan terhadap objek tersebut, maka kreditur pemegang hak tanggungan bisa melaksanakan eksekusi hak tanggungan. Sehingga dengan adanya kontradiktif dalam pelaksanaan eksekusi, dimana pada Pasal 21 UUHT tidak menetapkan masa penangguhan, sedangkan Pasal 56 A ayat 1 UUK menetapkan masa penangguhan. Dengan demikian jaminan bagi kreditur pemegang hak tanggungan yang ditetapkan dalam Pasal 21 UUHT menjadi sia-sia manakala benda yang digunakan berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator. Dalam hal ini kreditur tidak dapat segera mengeksekusinya, sehingga secara tidak langsung akan merugikan pihak kreditur preferen. Universitas Sumatera Utara

C. Pelaksanaan Eksekusi Oleh Kreditur Preferen

Dalam praktek kepailitan yang terjadi di Indonesia, jarang sekali ditemui kreditor preferen yang melaksanakan sendiri hak eksekutorial terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Walaupun UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan peluang untuk itu, namun kenyataannya tidak mudah diterapkan. Salah satu kendalanya adalah karena jangka waktu pelaksanaan hak eksekutorial tersebut sangat singkat. 110 Hak eksekusi kreditor preferen dimulai sejak debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi 111 hingga paling lambat 2 bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Artinya, kesempatan kreditor preferen melaksanakan hak eksekutorialnya hanya 2 bulan. Selama debitor pailit belum dinyatakan dalam keadaan insolvensi, maka peluang tercapai perdamaian selalu terbuka. Eksekusi hak preferen oleh kreditur tehadap jaminan yang ada, wajib dilaksanakan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 dua bulan terhitung sejak keadaan insolvensi berlangsung. 112 Setelah lewat jangka waktu sebagaimana 110 Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada pada tanggal 5 Juli 2010, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan. 111 Insolvensi dapat terjadi karena hal-hal sbb: a. Berdasarkan pasal 178 1, insolvensi terjadi karena: 1 dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian; 2 rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima; 3 pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; b. Berdasarkan pasal 175 1 dan 2, insolvensi terjadi karena adanya pembatalan perdamaian sebagaimana dimaksud pasal 172 1; c. Berdasarkan pasal 292 berikut penjelasannya, diatur bahwa suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 285, pasal 286 dan 291 mengakibatkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi. Namun demikian, belum jelas apakah suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan pasal 230 1 dan pasal 255 6 UUK juga menyebabkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi. Mengenai hal tersebut akan dibahas dengan tulisan tersendiri. 112 Pasal 57 ayat 1 UUK dan PKPU Universitas Sumatera Utara dimaksud dalam ayat 1, kurator harus menuntut diserahkannya kebendaan yang dijaminkan untuk dijual, tanpa mengurangi hak pemegang hak tersebut untuk memperoleh hasil penjualan agunan tersebut. Kecuali untuk pemegang hak agunan atas panenan, kreditur yang melaksanakan eksekusi kebendaan jaminan wajib melaporkan dan mempertanggung-jawabkan seluruh hasil penjualan jaminan tersebut kepada kurator, dan menyerahkan kepada kurator sisa hasil penjualan setelah dikurangi dengan jumlah utang yang harus dibayar, bunga dan biaya-biaya; dengan tidak mengurangi hak previlige dari kreditur yang di istimewakan, yang berada diatas hak-hak kreditur preferen, baik secara umum maupun khusus atas kebendaan yang dijaminkan secara preferen tersebut. Berdasarkan pasal 56 ayat 1 UUK, kreditor preferen tidak perlu khawatir bilamana debitornya dinyatakan pailit oleh suatu putusan Pengadilan, karena ia dapat melaksanakan hak eksekutorialnya sendiri seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Makna seolah-olah tidak terjadi kepailitan, tidak berarti bahwa benda yang diikat dengan jaminan kebendaan tertentu menjadi kebal dari kepailitan Bankrupcty Proof. Benda tersebut tetap merupakan bagian dari harta pailit, 113 namun kewenangan eksekusinya diberikan kepada kreditor pemegang jaminan kebendaan tersebut. Inilah dasar hubungan hukum antara hukum kepailitan dan hukum jaminan. 113 Pasal 21 UUK jo Pasal 56 ayat 3 UUK dan PKPU Universitas Sumatera Utara Perlindungan atas hak eksekutorial kreditor separatis telah ada sejak periode Stb. 1905 Nomor 217 jo Stb. 1906 No. 348 tentang Faillissementsverordening selanjutnya disebut FV, sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat 1 dan 3 FV. Pengaturan tersebut masih tetap diikuti dalam Perpu nomor 1 tahun 1998, UU No. 4 tahun 1998, maupun UU No. 37 tahun 2004. Dari sini nampak jelas, para pembentuk undang-undang kepailitan memberikan penghormatan yang cukup tinggi terhadap eksistensi hukum jaminan, khususnya hak eksekutorial kreditor separatis. Pada masa Perpu No. 1 tahun 1998, diperkenalkan lembaga stay, yaitu penangguhan pelaksanaan hak eksekutorial kreditor preferen selama 90 hari sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Meskipun secara prinsip kepailitan tidak mengahalangi dilaksanakannya eksekusi atas jaminan preferen, kecuali untuk piutang yang dijaminkan dengan uang tunai, selama kurator dapat memberikan jaminan perlindungan yang wajar bagi kreditur, Pasal 56 ayat 1 memberikan hak kepada kurator untuk menangguhkan eksekusi untuk jangka waktu selama-lamanya 90 Sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Yang dimaksud dengan penangguhan eksekusi jaminan utang dalam hukum pailit adalah dalam masa-masa tertentu, sungguhpun hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada ditangan kreditur preferen kreditur pemegang hak jaminan, tetapi dia tidak dapat mengeksekusinya. Jadi dia berada dalam “masa tunggu” untuk masa tertentu, dimana Universitas Sumatera Utara setelah masa tunggu tersebut lewat,dia baru dibenarkan untuk mengeksekusi jaminan utangnya. 114 Penjelasan Pasal 56A ayat 1 menyebutkan bahwa Penagguhan dilakukan dengan tujuan antara lain: 1. Untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; 2. Untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau 3. Untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal Ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan yang disebut standstill atau automatic stay, yaitu keadaan status aquo bagi debitor dan kreditur, biasanya diberi oleh undang-undang bukan setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan, tetapi justru selama berlangsungnya pemeriksaan pailit oleh pengadilan yaitu sejak permohonan pailit di daftarkan di pengadilan, atau diberikan selama dilakukan negosiasi antara debitor dan para kreditur dalam rangka restrukturisasi utang. Setelah debitor dinyatakan pailit maka yang terjadi hanyalah likuidasi terhadap harta pailit. Dengan demikian ketentuan Pasal 56A ayat 1 telah memasung hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum jaminan bahwa hak separatis dari seorang kreditur pemegang jaminan ialah bahwa benda-benda yang dibebani dengan hak jaminan hak agunan tidak termasuk dan berada diluar harta pailit. Selama berlangsungnya jangka waktu penagguhan, 114 Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada pada tanggal 5 Juli 2010, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan. Universitas Sumatera Utara segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Harta pailit yang dapat digunakan atau dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan inventory dan atau barang bergerak current asset, meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. 115 Penggunaan atau penjualan harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor tersebut dapat dilakukan sepanjang telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Dengan pengalihan harta yang bersangkutan, hak kebendaan tersebut dianggap berakhir demi hukum. Bentuk-bentuk perlindungan itu antara lain dapat berupa: a. Ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit; b. Hasil penjualan bersih; c. Hak kebendaan pengganti; d. Imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai lainnya. Hak tersebut diatas sengaja diberikan kepada kurator agar kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator terlebih dahulu, untuk memenuhi kewajibannya. Ini berarti tidak hanya kepentingan kreditur yang diutamakan melainkan juga agar kepentingan kelangsungan usaha 115 Pasal 56A ayat 3 UUK dan PKPU Universitas Sumatera Utara debitor tetap terjaga. Ketentuan tersebut juga sejalan dengan rumusan Pasal 57 ayat 3 yang mengizinkan kurator, pada setiap waktu untuk membebaskan kebendaan yang menjadi jaminan, dengan membayar kepada kreditur pemegang hak tersebut suatu nilai terkecil antara harga pasar dari kebendaan yang diagunkan dan jumlah utang yang dijaminkan dengan kebendaan tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa kurator diberikan hak yang penuh untuk menilai pemenuhan segala kewajiban debitor pailit kepada para kreditur, sekaligus untuk memelihara serta menjaga kepentingan keutuhan harta pailit bagi kepentingan bersama. Sehingga demikian, dengan menggunakan Historical interpretation, maka telah terjadi perubahan dalam hal jangka waktu pelaksanaan hak eksekutorial kreditor preferen. Semula, berdasar FV, dimulai sejak putusan pernyataan pailit diucapkan hingga 2 bulan sesudah insolvensi. Selanjutnya dengan diperkenalkannya lembaga stay oleh Perpu No. 1 tahun 1998, yang diikuti berturut-turut oleh UU No. 4 tahun 1998 serta UUK, dimulai pada hari ke-91, yaitu setelah jangka waktu penundaan menurut pasal 56 ayat 1 UUK hingga 2 bulan sesudah insolvensi. Setelah itu, tentu saja, kreditor preferen boleh melaksanakan hak eksekutorialnya terhadap barang agunan piutangnya, tidak peduli apakah debitor pailit sudah dinyatakan insolvensi atau belum, tidak peduli apakah masih dimungkinkan perdamaian atau tidak. Kehadiran lembaga stay sebagaimana dimaksud pasal 56 ayat 1 UUK adalah untuk menunda kewenangan kreditor preferen melaksanakan hak eksekutorialnya sejak putusan pernyataan pailit hingga jangka waktu 90 hari. Oleh karena itu, jika pasal 56 ayat 1 UUK tidak hadir, maka logikanya kreditor preferen dapat Universitas Sumatera Utara melakukan eksekusi sendiri sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, karena tidak ada penundaan. Tetapi karena ditunda, maka hak eksekutorialnya baru dapat dilaksanakan setelah penundaan berakhir, yaitu pada hari ke-91 sejak putusan pernyataan pailit diputuskan atau lebih cepat sepanjang ada penetapan hakim pengawas yang mengangkat penangguhan tersebut berdasar pasal 58 ayat 1 UUK, dan berakhir 2 bulan sesudah insolvensi. Apabila hasil penjualan jaminan tidak cukup untuk melunasi piutang yang ada, maka kreditur pemegang hak jaminan kreditur preferen tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditur konkuren setelah mengajukan permintaan pencocokan utang. 116 Telah disebutkan bahwa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi jaminan hutang bisa kreditur preferen, dan bisa juga pihak kurator. Hal ini bergantung pada hubungan aset dengan kreditur dijaminkan atau tidak dan bergantung pada waktu kapan eksekusi itu dilaksanakan. Berkaitan dengan cara penjualan aset, maka pada prinsipnya dilakukan dengan mengajukan permohonan lelang di kantor lelang. 117 Adapun tata cara pelelangan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk lelang tersebut yaitu, bisa dijual dimuka umum atas dengan penjualan yang dilakukan di bawah tangan. 116 Pasal 58 ayat 4 UUK dan PKPU 117 Pasal 171 UUK dan PKPU Universitas Sumatera Utara

1. Pelelangan Umum