46 crawl atau cross crawl sit up untuk merangsang fungsi saraf otak agar mampu
menghitung. Menurut Hannaford mengatakan bahwa gerakan menyilang seperti
merayap, merangkak harus dilakukan sangat pelan-pelan. Waktu latihan dilaksanakan pelan-pelan, karena memerlukan keterlibatan motorik yang lebih
bagus”.1995:119.
2.1.8 Karakteristik Perkembangan Anak
1 Tingkah laku kognitif. Masa anak sekolah dari usia 6 sampai 13 tahun,
karena pada usia ini biasanya mereka duduk di sekolah dasar. Tingkah laku anak di sekolah dasar ini mencakup kegiatan yang menuntut banyak
bergerak dan menggunakan kemampuan intelektual. Menurut Lutan 1988:119 konteks belajar keterampilan motorik sebagai berikut:
1 perubahan perilaku terjadi melalui proses; 2 perubahan perilaku terjadi sebagai hasil langsung dari latihan; 3 proses belajar itu tak
teramati secara langsung, tapi hanya ditafsirkan melalui perilaku nyata; 4 belajar menghasilkan kapabilitas untuk memberikan respons yang selaras
dengan stimulus; dan 5 hasil belajar relatif permanen.
Menurut Pate 1993:197, mempelajari peraturan, perkembangan strategi permainan, merencanakan kegiatan gerak dan penggunaan informasi yang
telah dipelajari secara efisien adalah contoh tingkah laku kognitif yang berkaitan dengan olahraga. Kegiatan kognitif dapat mencakup mulai dari
ingatan tentang informasi yang sederhana sampai pada penafsiran yang tersusun secara canggih dan simpulan tentang informasi yang diterima.
47 Menurut Piaget tingkat perkembangan kognisi pada periode operasi
konkret umur 7 – 11 tahun yaitu mereka sudah mampu mengerjakan penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian Pidarta 1997:192.
Menurut Yunanto 2004:48 mengatakan kognisi merupakan wilayah pada diri anak yang melibatkan kemampuan penalaran, akal, atau logika.
Kognisi pemikiran yang linier. Dalam hal ini proses belajar di sekolah- sekolah didominasi oleh aspek kognisi tanpa banyak diimbangi dengan
aspek lain, seperti psikomotor dan afeksi. Tingkah laku kognitif sangat terkait dengan olahraga dimana semua kegiatan dapat di mulai dari ingatan
tentang imformasi sehingga mempunyai penalaran, akal dan logika untuk mampu mengerjakan hitung tambah atau kurang dan sebagainya.
2 Tingkah laku psikomotor. Masa perkembangan anak sekolah dasar
diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting esensial bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan di masa
dewasa. Menurut Pate,1993:197 tingkah laku yang berkaitan dengan penerimaan informasi persetual dan kemampuan untuk memulai respon
gerak yang menghasilkan gerak. Keterampilan psikomotor mencakup mulai dari kegiatan refleks yang tidak disengaja sampai penampilan
keterampilan olahraga yang terpadu dengan baik. Menurut Yunanto 2004:48 mengatakan psikomotor merupakan wilayah
pada diri anak yang bersinggungan dengan koordinasi gerakan tubuh. Mata pelajaran ini juga dianggap tidak utama. Oleh karenanya jam
pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang memuat aspek ini hanya
48 diberi jatah minim di sekolah-sekolah, terbukti keterampilan olahraga
hanya diberikan waktu sedikit pada kurikulum, maka perlu diberikan latihan keterampilan dasar cross crawl atau cross crawl sit up untuk
merangsang fungsi saraf otak sebelum pelajaran dimulai. 3
Tingkah laku afektif. Anak usia sekolah dasar sudah menyadari bahwa tidak dapat menyatakan dorongan dan emosinya begitu saja tanpa
mempertimbangkan lingkungan. Pada masa sekolah dasar ini keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan diterima oleh kelompok sebaya
makin meningkat. Menurut Pate, 1993:197 dalam rana tingkah laku yang meliputi perasaan dan emosi olahragawan, termasuk kemampuan
seseorang untuk berinteraksi secara sosial dengan teman tim. Keterampilan afektif dapat mencakup mulai dari emosi yang sederhana
sampai interaksi sosial yang canggih. Menurut Pidarta 1997:195 perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6
– 11 tahun seperti anak-anak ini cinta pada orang tua yang berlawanan jenis dan sudah bisa berpikir deduktif, bermain dengan peraturan-
peraturannya, dan terdorong untuk mengerjakan sesuatu sampai berwujud nyata. Menurut Yunanto 2004:48 mengatakan afeksi merupakan wilayah
pada diri anak yang melibatkan rasa, intuisi, insting, atau emosi. Materi- materi yang dikemas dalam kegiatan belajar seringkali minim muatan
afeksinya. Misalnya, pelajaran drama, menulis puisi atau mengarang cerita, menyanyi, dan bermain musik sering dianggap pelajaran yang tidak
utama.
49 Oleh karenanya jam pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang
memuat aspek afektif hanya diberi jatah minim di sekolah-sekolah, terbukti keterampilan berkelompok untuk bermain bersama bagi anak-
anak kurang, maka perlu diberikan latihan keterampilan dasar cross crawl atau cross crawl sit up
untuk merangsang fungsi saraf otak sebelum pelajaran dimulai agar mempunyai koordinasi antara kedua belahan otak.
2.1.9 Kerangka Berpikir.