Pengarusutamaan Gender Dalam Perikanan Pantai

87 Sampah yang dibuang ke badan air berupa sampah domestik atau limbah padat olahan ikan, disamping itu nelayan juga membuang sampah dari atas perahunya. Pembuangan sampah ke badan air ini mengganggu pelayaran di perairan sungai yang menuju ke laut akibat sampah yang menyangkut di kipas mesin perahu dan menyangkut pada jaring ikan. Salah satu wilayah penangkapan ikan baru adalah di wilayah kerja Pertamina. Menurut beberapa responden yang berprofesi sebagai nelayan, “Saya melaut sampai ke daerah Pertamina. Dulu di situ jarang ada ikan, tetapi sekarang banyak, setelah bangunan Pertamina itu ada. Hasilnya lumayan banyak.”. Di perairan laut antara wilayah Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang terdapat pengeboran minyak lepas pantai off-shore yang dikelola Pertamina. Adanya bangunan eksploitasi minyak platform ini menguntungkan bagi nelayan, karena perairan di bawah platform ini menjadi habitat ikan sehingga daerah itu menjadi wilayah penangkapan ikan baru bagi nelayan lokal, memang sebelum platform dibangun, daerah tersebut bukan daerah wilayah penangkapan karena jarang dijumpai ikan di sana.

5.2 Pengarusutamaan Gender Dalam Perikanan Pantai

Tujuan antara yang pertama dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan pada saat ini apakah sudah responsif gender atau belum. Hipotesis pertama penelitian adalah pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan saat ini belum responsif gender. 1 Pengaruh pengarusutamaan gender di tingkat kebijakan Analisis kebijakan responsif gender dilakukan terhadap Rencana Strategis Renstra Pembangunan Kelautan dan Perikanan Dislutkan Kabupaten Subang Tahun 2005-2009 dengan menggunakan Gender Analysis Pathway GAP. Langkah pertama dari GAP adalah pemaparan tujuan umum dari kebijakan dan program yang ada saat ini. Visi, misi dan strategi pembangunan Dislutkan Kabupaten Subang tahun 2005-2009 tersaji pada Tabel 22. 88 Tabel 22 Visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang tahun anggaran 2005-2009 Visi Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program Terwujudnya agribisnis, industri kelautan dan perikanan yang berwawasan lingkungan serta berdaya- saing melalui pemberda- yaan masyarakat yang berbasis gotong royong 1. Meningkatkan sumberdaya manusia SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh SDM sebagai pelaku usaha kelautan dan perikanan meningkat secara perorangan maupun secara berkelompok Peningkatan kemampuan SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh Peningkatan SDM perikanan 2. Memanfaatkan dan mengem- bangkan potensi sumbedaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan Mengembangkan dan meningkatkan potensi sumbedaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan 1. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan dapat ditingkatkan, baik potensi yang ada di laut maupun di daratan Pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan 1. Pengem- bangan sumberdaya kelautan 2. Pengem- bangan sumberdaya perikanan 3. Konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan 4. Rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan 2. Kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan dapat terjaga baik yang ada di laut, perairan umum, pantai maupun di daratan 3. Menjaga dan melindungi sumberdaya perikanan dari serangan hama penyakit Meningkatkan kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan melalui rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan 1. Kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan dapat terjaga baik yang ada di laut, perairan umum, pantai maupun di daratan Peningkatan sanitasi lingkungan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan Pengendalian hama penyakit ikan 2. Ekosistem lingkungan kelautan dan perikanan dapat terjaga 4. Penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna bidang kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan Meningkatkan dan mengembangkan teknologi tepat guna bidang kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan 1. Meningkatnya kualitas produk perikanan 2. Teknologi tepat guna bidang kelautan dan perikanan meningkat dan berkembang Peningkatan penerapan dan melaksanakan teknologi tepat guna bidang kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan Riset dan pengembangan teknologi tepat guna Sumber: Dislutkan 2004 Tabel 22 menunjukkan bahwa program-program Dislutkan sesuai Renstra 2005-2009 adalah sebagai berikut. 89 1. Program peningkatan SDM perikanan 2. Program pengembangan sumberdaya kelautan 3. Program pengembangan sumberdaya perikanan 4. Program konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan 5. Program rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan 6. Program pengendalian hama dan penyakit ikan 7. Program riset dan pengembangan teknologi tepat guna Untuk kebutuhan penelitian yang berhubungan dengan pembangunan perikanan pantai serta masyarakat nelayan maka dilakukan pemilahan dari tujuh program tersebut berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan Lihat Lampiran 2 sehingga akhirnya diperoleh dua program yang terkait dengan perikanan laut dan pantai yaitu Program Peningkatan SDM Perikanan dan Program Pengembangan Sumberdaya Kelautan. Lima program lainnya memiliki kegiatan-kegiatan yang lebih ditekankan pada sektor perikanan budidaya dan perikanan darat, sehingga tidak dianalisis dalam penelitian ini. Pelaksanaan dua program tersebut kemudian dijabarkan dalam kegiatan dan sasaran kegiatan Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa peserta yang dijadikan sasaran kegiatan Dislutkan ternyata belum dipilah berdasarkan jenis kelamin, yaitu lelaki dan perempuan. Perorangan atau kelompok yang dijadikan sasaran kegiatan hanya disebutkan profesinya saja. 90 Tabel 23 Program, tujuan umum, indikasi, kegiatan dan sasaran kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Subang tahun 2005- 2009 No Program Tujuan umum Indikasi Kegiatan Sasaran kegiatan 1 Peningkatan sumberdaya manusia perikanan Meningkatkan sumberdaya manusia masyarakat di bidang kelautan dan perikanan 1. Peningkatan keterampilan sumberdaya manusia 2. Peningkatan informasi perkembangan teknologi kelautan dan perikanan 3. Peningkatan gizi masyarakat 1. Pelatihan sumberdaya manusia penangkapan ikan 2. Pelatihan sumberdaya manusia pengolahan hasil 3. Pelatihan penerapan teknologi tepat guna 1. Nelayan 2. Pengolah ikan 3. Masyarakat perikanan 2 Pengem- bangan sumberdaya kelautan Meningkatkan sumberdaya, sarana dan prasarana kelautan Pengembangan usaha dan peningkatan sarana dan prasarana kelautan 1. Pengembangan usaha penangkapan ikan di laut 2. Pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan 3. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir 4. Pengembangan pemasaran ikan 5. Pemberdayaan usaha budidaya laut 1. Nelayan 2. Pengolah ikan 3. Masyarakat pesisir 4. Pedagang ikan 5. Masyarakat pesisir Sumber: Dislutkan 2004 Langkah selanjutnya adalah pemaparan data pembuka wawasan yang menyajikan data kuantitatif dan kualitatif yang terpilah berdasarkan jenis kelamin. Pada Tabel 24, data kuantitatif yang bersumber dari dokumen Dislutkan menunjukkan bahwa pelaku di kegiatan perikanan belum dipilah menurut jenis kelamin. Pada tahun 2005, sasaran pembinaan yang dilakukan oleh Dislutkan adalah nelayan 615 orang dan pembudidaya ikan 4.080 orang Dislutkan 2006. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan jumlah lelaki dan perempuan dalam pembinaan pun belum dicatat. Berdasar pengamatan di lapangan yang tersaji dalam data kualitatif pada Tabel 24, di tempat pelelangan ikan TPI banyak dijumpai perempuan yang ikut terlibat dalam pelelangan ikan, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Hal ini menunjukkan bahwa peran perempuan di kegiatan perikanan laut pada 91 kegiatan pemasaran termasuk pelelangan ikan dan pengolahan ikan cukup menonjol, selain di bidang pengolahan ikan. Tabel 24 Bentuk dan sumber data serta jumlah pekerja di bidang kelautan dan perikanan menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2005 Bentuk Data Sumber data Pekerjaan orang Nelayan Pengolah ikan Bakul ikan Kuantitatif Evaluasi Dislutkan 2006 4.483 1.003 835 Pembinaan dari Dislutkan kepada 615 nelayan Kualitatif - Pengamatan di lapangan - Evaluasi Dislutkan 2006 Perempuan ada yang melaut menangkap ikan Lelaki dan perempuan banyak terlibat di usaha pengolahan ikan. Partisipasi dalam pembinaan tidak terpilah gender, jumlah peserta lelaki dan perempuan tidak tercatat. Lelaki dan perempuan banyak terlibat di kegiatan pelelangan dan perdagangan ikan Hal ini menunjukkan bahwa pencatatan peran dan jumlah pelaku di bidang kelautan dan perikanan belum terinci lebih mendalam berdasar fakta lapangan dan hanya pada pencatatan peran yang dianggap biasa dilakukan oleh nelayan, lelaki dan perempuan. Hal ini ditegaskan oleh pegawai Dislutkan sebagai berikut: “Penentuan jenis kelamin tidak perlu. Dari jenis pekerjaan dan kegiatan sudah dapat diketahui jenis kelaminnya. Nelayan adalah lelaki, pekerja pengolah ikan rebusan adalah lelaki. Memang pekerja pengolah ikan rendaman bisa lelaki, bisa perempuan. Yang penting adalah orang tersebut memang pekerja di bidang tersebut.”. 2 Pengaruh pengarusutamaan gender di lapangan Dalam hal peran perempuan pesisir di bidang perikanan laut dan pantai, dari hasil FGD, aparat Pemda dari Dislutkan dan BPMD menyatakan: “Perempuan pesisir sangat berperan dalam kegiatan ekonomi sehari- hari. Jarang ada perempuan dewasa yang menganggur di rumah saja. Mereka bekerja membantu suami untuk menunjang ekonomi keluarga. Pekerjaan yang dilakukan umumnya berlokasi tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Pekerjaan tersebut umumnya di bidang perikanan laut, seperti menjadi buruh di usaha pengolahan ikan laut, pedagang ikan atau penjual makanan olahan ikan laut; ada juga yang membuka usaha warung di rumah masing-masing.”. Menurut mereka, pembagian tugas antara lelaki dan perempuan sudah nyata di bidang perikanan laut dan pantai yang terwujud dalam pekerjaan di bidang pengolahan ikan dan perdagangan ikan. Upaya pemberdayaan perempuan melalui 92 pembinaan pernah dilakukan terhadap Kelompok Wanita Nelayan. Tema pembinaan terkait dengan kesehatan masyarakat dan makanan olahan yang berasal dari laut. Disamping itu, Dislutkan telah menyelenggarakan pelatihan bagi pengolah ikan, tetapi pembinaan ini tidak dikhususkan kepada perempuan, juga kepada pengolah ikan atau buruh lelaki. Peran dan partisipasi perempuan di bidang lainnya seperti pemasaran dan pengelolaan keuangan belum diperhatikan untuk mendapatkan pembinaan. Beberapa perempuan nelayan ikut melaut untuk menangkap ikan atas keinginannya sendiri. Hal ini banyak terjadi akibat kemiskinan yang mereka derita sehingga mereka ingin mendapatkan uang lebih untuk keluarga, uang hasil penjualan ikan tangkapan tidak perlu dibagi dengan orang di luar keluarga. Menurut ibu D yang sudah lebih dari lima tahun menjadi bidak: “Daripada saya nganggur di rumah, saya ikut suami melaut. Uang penjualan ikan untuk sendiri, jadi dapatnya lebih banyak. Apalagi waktu paceklik, tak ada bidak yang mau melaut, nanti suami juga tidak melaut, berarti tak ada uang dapur uang belanja, lebih baik saya ikut saja. Awalnya sih mabuk laut, sekarang sudah biasa.”. Alasan ketidakadanya bidak lelaki yang bersedia membantu Juragan perahu untuk melaut sehingga istri Juragan tersebut harus ikut melaut ini dibenarkan dan diperkuat oleh beberapa istri nelayan lainnya. Perempuan nelayan ini tetap melakukan kegiatan reproduktif yang dilakukan, seperti memasak, mencuci pakaian atau alat dapur serta membersihkan rumah, sebelum dan atau sesudah melaut, tergantung kapan waktu berangkat melautnya, jadi sesempat mereka untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan perempuan nelayan tersebut menanggung beban ganda yaitu melakukan kegiatan reproduktif di darat dan kegiatan produktif di laut. Persepsi masyarakat tentang perempuan yang pergi melaut berbeda-beda sesuai dengan profesi responden. Lelaki nelayan melihat fenomena ini sebagai bentuk bantuan istri kepada suami pada saat sulit, lagi pula pergi melautnya tidak jauh ke tengah laut, hanya sekitar pesisir. Lelaki yang berprofesi selain nelayan tidak mudah menerima fenomena ini, menurut mereka perempuan tidak kuat menjadi nelayan karena pekerjaan sebagai nelayan adalah pekerjaan berat secara fisik, mulai dari langsung terkena panasnya sinar matahari hingga beratnya pekerjaan untuk menebar dan menarik jaring ikan. 93 Persepsi aparat Pemda tak jauh berbeda. Pada umumnya aparat mengatakan bahwa nelayan itu adalah lelaki. Pada saat diutarakan bahwa diketemukan beberapa perempuan menjadi Bidak di lokasi penelitian, kesan yang timbul dari mereka adalah kagum atau tidak percaya. Persepsi aparat Pemda terhadap bidak perempuan yang ditampilkan dari kesan spontan dan jawaban mereka adalah sebagai berikut. i Persepsi positif. Persepsi positif ini muncul dari aparat yang memang berkecimpung dalam program pemberdayaan masyarakat dan kesetaraan gender yaitu pegawai BPMD. Pendapat mereka adalah sebagai berikut: ”Itu menunjukkan bahwa sudah terjadi kesetaraan gender pada masyarakat nelayan. Meskipun pekerjaan melaut berat, tetapi ada perempuan yang mau dan mampu melakukannya.”. ii Persepsi negatif. Persepsi negatif banyak muncul dari aparat dari Dislutkan dan aparat desa setempat. Menurut mereka: “Tak mungkinlah ada perempuan yang mampu pergi melaut mencari ikan. Paling-paling mungkin perempuan itu melaut hanya untuk sekedar berekreasi saja, bukan bekerja yang sesungguhnya pekerjaan. Jikalau memang benar ada perempuan yang melakukannya maka jarak melautnya pun hanya sekitar pantai. Pekerjaan sebagai nelayan adalah berat sehingga tidak mungkin dilakukan oleh perempuan; bekerja di tengah laut berarti bekerja di bawah terik matahari dan membutuhkan kekuatan fisik karena harus kuat menarik jaring ikan.” Dalam hal ini tampak bahwa masih adanya bias gender dari pihak lelaki yaitu pekerjaan untuk kaum perempuan adalah pekerjaan yang ringan dan tidak memerlukan kekuatan fisik. Meskipun pada kenyataannya, dapat dijumpai perempuan nelayan yang kuat pergi melaut sebagai bidak perahu yang dikemudikan oleh sang suami, meski dalam jumlah sedikit. Temuan ini tidak berbeda dengan pendapat Sharma 2003 bahwa pekerjaan yang dilakukan perempuan ini dianggap sebagai perpanjangan dari pekerjaan domestik, yaitu untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Penelitian kemudian dilanjutkan ke tingkat komunitas, yaitu untuk lebih mendalami mengenai relasi gender dalam rumahtangga komunitas pesisir dengan menggunakan analisis gender yang dikembangkan oleh Caroline Moser. Analisis Moser digunakan untuk mengetahui identifikasi peran gender dalam rumahtangga dan pola pengambilan keputusan dalam keluarga komunitas pesisir baik yang 94 berprofesi sebagai nelayan dan yang bukan nelayan pengolah dan pedagang ikan, kemudian dilakukan penilaian kebutuhan gender praktis dan strategis. i Peran gender dalam rumahtangga Identifikasi peran gender dilakukan melalui pembagian tugas dan alokasi waktu sehari-hari yang rutin dilakukan dalam keluarga yang digunakan dengan recall method jangka pendek. Di lokasi penelitian kaum lelaki mengerjakan kegiatan produktif sedangkan kaum perempuan mengerjakan kegiatan reproduktif ditambah membantu suami dalam mengerjakan pekerjaan produktif. Dengan demikian, kaum perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan peran reproduktif dan produktif dibandingkan dengan kaum lelaki. Lelaki yang bermatapencaharian sebagai nelayan menghabiskan sebagian besar waktunya di laut. Pada saat nelayan berada di darat, waktunya dihabiskan untuk istirahat dan memperbaiki jaring ngiteng di rumah atau di perahu, sedangkan urusan yang menyangkut rumahtangga diselesaikan oleh istri atau anggota keluarga perempuan lainnya. Hal serupa dilakukan oleh lelaki yang bekerja sebagai bakul atau pengolah ikan, mereka menghabiskan waktu di rumah untuk beristirahat. Musim panen atau paceklik ikan memberi pengaruh besar karena pekerjaan melaut atau menjual ikan atau mengolah ikan akan tergantung dari banyaknya ikan yang dapat ditangkap. Menurut nelayan di lokasi penelitian, musim panen ikan yang terbanyak disebut timuran selama empat bulan yaitu sekitar Juni- September. Pada saat itu angin bertiup dari timur dengan membawa ombak tetapi sedikit angin dan jarang hujan dan laut agak keruh, dan ikan mudah dijumpai dan ditangkap. Dua bulan selanjutnya sekitar Oktober–November yaitu saat angin bertiup dari selatan atau daratan disebut masa teduh dimana angin tidak membawa ombak dan laut pun bening, pada saat ini ikan agak sulit diperoleh sehingga disebut masa paceklik. Musim panen yang lebih sedikit dibanding timuran disebut baratan yaitu saat bertiupnya angin dari arah barat yang kencang selama empat bulan sekitar Desember-Maret. Saat ini ombak banyak, tetapi hujan dan anginnya pun banyak sehingga jumlah hasil tangkapan ikan lebih sedikit dibanding musim timuran. Pada musim baratan ikan cukup banyak tetapi karena banyak hujan nelayan tidak banyak yang melaut. Masa selanjutnya adalah masa 95 teduh yaitu masa transisi dari baratan ke timuran sekitar dua bulan April–Mei. Keputusan nelayan untuk melaut atau tidak lebih banyak ditentukan oleh kencang atau lembutnya angin bertiup hari itu dan sehari sebelumnya, jika tiupan angin kencang nelayan tidak melaut, dan sebaliknya. Pada saat musim panen ikan, nelayan banyak menghabiskan waktunya di laut untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya yang disebut dengan along booming. Hampir setiap hari nelayan lokal berangkat melaut karena mereka umumnya adalah nelayan kecil yang melaut pulang-pergi dalam satu hari atau dua hari. Dalam satu bulan nelayan dapat pergi melaut antara 25-30 kali jika perahu tidak mengalami kerusakan mesin, sehingga mereka jarang berada di rumah. Sebaliknya, pada saat paceklik, dalam satu minggu nelayan pergi melaut satu–dua kali sehingga dalam satu bulan hanya melaut sekitar lima kali. Pada saat paceklik ini pun kaum lelaki tetap tidak banyak terlibat dalam kegiatan rumahtangga dan yang umum mereka lakukan adalah memperbaiki jaring ngiteng atau membuat jaring ngirad, memperbaiki perahu atau melakukan pekerjaan lainnya seperti memancing di tambak. Istri dari anak buah nelayan Bidak banyak yang menjadi buruh pengolahan ikan asin atau fillet adalah untuk menambah penghasilan keluarga. Istri Juragan yang menjadi buruh pengolahan ikan bertujuan untuk mengisi waktu dan sekaligus menambah penghasilan keluarga. Istri yang tidak bekerja umumnya menggunakan waktunya untuk mengurus anak yang masih kecil dan mengurus rumah. Tugas buruh pengolahan ikan adalah menggesek ikan yaitu menyiangi ikan dan membuang tulangnya. Jam kerja di pengolahan ikan adalah mulai pukul 08.00-17.00 WIB yang berarti mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Jika sedang booming, kadangkala diteruskan sampai jam 22.00. Jika perempuan yang bekerja masih mempunyai anak kecil, biasanya si anak dibawa ke tempat kerja atau dititipkan ke sanak keluarga. Perempuan pekerja ini menyelesaikan semua pekerjaan rumahtangganya mulai dari membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak hingga mencuci peralatan dapur sebelum berangkat ke tempat kerja, jadi mereka melakukan pekerjaan reproduktif setelah 96 selesai sholat subuh sampai jam 07.30 WIB yaitu saat menjelang berangkat ke tempat kerja. Pada saat paceklik, Bidak sering mencari pekerjaan lainnya seperti memancing, sedangkan juragan perahu memperbaiki perahu dan jaring atau membuat jaring yang kadangkala dikerjakan bersama istri. Pada saat menganggur, istri atau perempuan setempat umumnya bertandang ke rumah tetangga atau menonton TV, sedangkan ibu yang masih mempunyai anak kecil menggunakan waktunya untuk mengurus atau bermain dengan anaknya. Pekerjaan Bakul Ikan dan pengolah ikan tergantung pada pasokan ikan laut, jika tidak ada pasokan ikan mereka akan menganggur. PPP-TPI Blanakan banyak dilabuhi oleh perahu atau kapal ikan besar seperti purse seine, cantrang, krakat yang berasal dari luar wilayah Blanakan, selain perahu kecil jenis sope yang dimiliki oleh nelayan lokal. PPP-TPI Muara pun juga disinggahi oleh nelayan pendatang tetapi tidak seramai di Blanakan, hal ini disebabkan oleh pendangkalan sungai Ciasem lebih sering terjadi dibandingkan pendangkalan kali Blanakan. Pendangkalan ini yang menghambat masuknya perahu atau kapal besar berukuran lebih dari 5 GT berlabuh ke PPP-TPI Muara. Keramaian pendaratan ikan menyebabkan jumlah dan jenis ikan yang dilelang pun bertambah banyak. Di TPI Blanakan pelelangan menjadi ramai pada saat timuran atau baratan disebabkan banyak perahu atau kapal luar yang masuk dengan membawa ikan tangkapan dari wilayah barat seperti pulau Sumatera atau wilayah timur seperti Karimunjawa. Adanya pasokan ikan tersebut menghidupkan kegiatan pengolahan ikan di wilayah Blanakan. Sebaliknya PPP-TPI Muara sepi dilabuhi perahu atau kapal besar saat masa teduh, sehingga kegiatan Bakul Ikan dan pengolahan ikan pun jadi terhenti, apalagi saat sungai Ciasem mengalami pendangkalan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Subang menyediakan kapal pengerukan untuk membantu meningkatkan kelancaran lalulintas sungai. Alokasi pemanfaatan waktu dalam rumahtangga dibuat berdasarkan persentase penggunaan waktu sehari-hari oleh lelaki dan perempuan anggota rumahtangga. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan digolongkan dalam empat kategori yaitu kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, bersantai dan tidur. Kegiatan produktif yang dimaksud adalah melakukan pekerjaan yang 97 mendatangkan uang atau barang; kegiatan reproduktif adalah melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan rumahtangga dan keluarga; yang dimaksud dengan bersantai adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang seperti bertandang ke rumah tetangga, menonton TV atau pelesiran, termasuk melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan; dan tidur dalam arti sesungguhnya yang dilakukan di rumah. Alokasi waktu dalam satu hari 24 jam pada rumahtangga komunitas pesisir tersaji pada Tabel 25. Tabel 25 Kegiatan dan alokasi waktu dalam satu hari menurut musim ikan dan jenis kelamin pada rumahtangga komunitas di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tahun 2006 Kegiatan Alokasi waktu dalam satu hari Musim panen Musim paceklik Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Jam Jam Jam Jam Kerja produktif 14 58,34 7 29,17 10 41,67 6 25,00 Kerja reproduktif - 0.00 7 29,17 - 0,00 8 33,33 Bersantai 5 20,83 5 20.83 8 33,33 5 20,83 Tidur 5 20,83 5 20,83 6 25,00 5 20,83 Total 24 100,00 24 100,00 24 100,00 24 100,00 Tabel 25 menunjukkan bahwa kaum perempuan di lokasi penelitian lebih banyak menghabiskan waktunya dibanding kaum lelaki dalam hal pemanfaatan waktu dalam urusan rumahtangga. Dalam satu hari 24 jam perempuan melakukan empat jenis kegiatan yaitu mengerjakan pekerjaan reproduktif berkisar selama 7-8 jam dengan rataan 7,5 jam, pekerjaan produktif berkisar selama 6-7 jam dengan rataan 6,5 jam, bersantai berkisar selama 5 jam dan tidur berkisar selama 5 jam. Sebaliknya, lelaki hanya melakukan tiga jenis kegiatan yaitu mengerjakan pekerjaan produktif berkisar selama 10-14 jam dengan rataan 12 jam, bersantai berkisar selama 5-8 jam dengan rataan 6,5 jam dan tidur berkisar selama 5-6 jam dengan rataan 5,5 jam. Bahkan pada musim paceklik, saat ikan sedikit, kaum lelaki tetap jarang melakukan pekerjaan domestik untuk membantu pekerjaan domestik kecuali memperbaiki rumah jika ada yang rusak. Umumnya mereka mencari atau melakukan pekerjaan sambilan seperti memancing, memperbaiki perahu atau jaring dan membuat jaring. Temuan tentang penggunaan waktu sehari-hari oleh perempuan tidak banyak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arfiati et al. 2001 dan Purwanti et al. 2004 terhadap rumahtangga nelayan di Jawa Timur Lihat Subbab 1.6. 98 Dalam mengetahui kegiatan dan alokasi waktu responden di bidang sosial kemasyarakatan, dilakukan dengan recall method satu minggu terakhir jangka pendek untuk mengetahui kegiatan rutin dan satu bulan terakhir jangka panjang untuk mengetahui kegiatan insidentil responden. Kegiatan sosial kemasyarakatan umumnya dilakukan oleh masyarakat pada saat waktu luang bersantai, yaitu pada siang hari bagi kaum perempuan dan pada malam hari bagi kaum lelaki. Kegiatan rutin yang dilakukan responden adalah pengajian dan arisan. Pengajian rutin dilakukan oleh kaum lelaki dan perempuan umumnya selama 1- 1,5 jam per minggu, yaitu pengajian malam untuk lelaki dan pengajian siang untuk perempuan. Kegiatan rutin lainnya adalah arisan yang dilakukan oleh kaum perempuan setiap 10 hari sekali. Arisan ini umumnya dilaksanakan pada saat banyak ikan tangkapan musim panen, maka pada saat musim paceklik tidak ada penyelengggaraan arisan. Uang arisan diambil setiap hari oleh bendahara ke tempat bekerja tempat pengolahan ikan atau ke rumah peserta. Pengocokan arisan umumnya dilaksanakan pada saat istirahat kerja atau saat bersantai dan selama 15-30 menit serta berlokasi di sekitar tempat kerja mereka. Pada saat penelitian dilaksanakan, kegiatan insidentil satu bulan terakhir hanya ada satu yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan Maulid Nabi yang merupakan kegiatan agama Islam ini diisi dengan acara ceramah di mesjid-mesjid. Perayaan yang dilakukan pada siang hari umumnya dihadiri oleh kaum perempuan, sedangkan kaum lelaki banyak menghadiri perayaan yang dilaksanakan pada malam hari. Kaum perempuan banyak melakukan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial di sekitar lingkungan rumah. Tingginya pemanfaatan waktu perempuan di sekitar lingkungan rumah menunjukkan bahwa masih kuatnya persepsi lelaki terhadap peran perempuan yaitu keberadaan dan kegiatan perempuan dilakukan di sekitar keluarga dan rumah. Hal ini dikarenakan kaum perempuan tetap harus melakukan pekerjaan reproduktif meskipun dia juga bekerja untuk mencari uang guna menambah pendapatan keluarga. Pada masyarakat nelayan, pekerjaan produktif yang dilakukan di darat umumnya dikerjakan oleh kaum perempuan seperti pekerjaan menyortir dan menjual ikan di TPI, atau belanja perbekalan melaut. Tugas nelayan adalah 99 melaut, sehingga mereka jarang terlibat dalam pekerjaan rumahtangga, bahkan tugas memperbaiki rumah kadangkala yang dilakukan oleh perempuan. Disamping mengerjakan urusan rumahtangga, perempuan nelayan banyak yang membantu suami membuat jaring ngirad khususnya jaring udang atau memperbaiki jaring ngiteng lihat Tabel 26. 100 Tabel 26 Pembagian tugas dalam rumahtangga menurut jenis kelamin di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tahun 2006 Kegiatan Pembagian tugas Lelaki Perempuan

1. Reproduktif

Memasak - v Menjaga anak - v Memandikan anak - v Menyuapi anak - v Mendidik anak v v Membersihkan rumah - v Belanja rumahtangga - v Menyediakan air - v Mencuci baju - v Setrika baju - v Mencuci piringperalatan masak - v Mengantar anak v Memperbaiki rumah v v

2. Produktif

Nelayan Melaut v Memperbaiki jaring v v Membersihkan perahu v Belanja perbekalan v Balanja BBMsolar v - Menyortir ikan v v Menjual hasil v v Mengurus keuangan - v Pengolahan ikan Membersihkan tempat kerja v v Mencuci peralatan v v Belanja ikan ikut lelang v - Belanja bahan lainnya v - Mengolah ikan v v Menjual hasil olahan v v Mengurus keuangan - v Bakul ikan Belanja ikan ikut lelang v v Menjual ikan v v Mengurus keuangan - v

3. Kemasyarakatan

Pengajian v v Arisan v v Distribusi ikan kepada keluarga - v Kelompok nelayanKTNHNSI v - Kerja bakti v - Acara adatruwatanpesta laut v - Keagamaan v v PKK - v Posyandu - v Koperasi v Kematian v v Perkawinan v v Penyuluhan v Rapat desa v Keterangan: v = yang melakukan; - = tidak melakukan; = kadang-kadang melakukan 101 Tabel 26 menunjukkan bahwa kaum perempuan melakukan tugas lebih banyak dibandingkan dengan kaum lelaki dalam rumahtangga di lokasi penelitian. Kaum perempuan mengerjakan kegiatan rumahtangga, kegiatan produktif di luar rumah untuk membantu suami dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Sebaliknya, suami atau kaum lelaki hanya mengerjakan kegiatan produktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Pada saat suami berhalangan hadir dalam kegiatan sosial kemasyarakatan seperti rapat desa atau acara koperasi karena sedang melaut maka istri yang menghadiri acara tersebut sebagai wakil suami sehingga tugas istri bertambah. Pada saat di darat, umumnya nelayan banyak beristirahat, setelah bekerja sekian lama di laut, hal ini diutarakan oleh bapak M dan bapak S: “Setelah capek be-kerja di laut, di darat ya...istirahat, kalau tidak, ya... mbetulin memperbaiki jaring yang rusak”. Di TPI Blanakan banyak dijumpai perempuan nelayan yang menyortir dan menjual ikan tangkapan, sedangkan perempuan nelayan di Desa Muara Ciasem tidak banyak terlibat dalam penyortiran dan penjualan ikan di TPI Muara, oleh karena itu banyak perempuan nelayan di Desa Muara Ciasem yang menganggur dan menjadi buruh pengolahan ikan. Perbedaan ini terjadi karena letak TPI jauh atau dekat dengan permukiman nelayan. Di Desa Blanakan, lokasi TPI dekat dengan permukiman nelayan, sedangkan TPI Desa Muara yang jauh dari permukiman nelayan sehingga nelayan membutuhkan biaya tambahan berupa ongkos angkut jika ikan tangkapan didaratkan di dekat rumah mereka. Perempuan yang menyortir dan menjual ikan hasil tangkapan di TPI tidak selalu mendapat upah kerja, tergantung status dalam keluarga: Jika perempuan tersebut adalah anak atau menantu, mereka kadangkala memperoleh upah kerja, tergantung besarnya hasil penjualan ikan. Sebaliknya, istri yang menjadi pengelola keuangan keluarga tidak mendapat upah kerja. Mereka berpendapat bahwa istri yang mengelola keuangan keluarga dan usaha, maka istri yang menentukan keperluan belanja keluarga, termasuk untuk keperluan pribadi istri. ii Pola pengambilan keputusan dalam keluarga Pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga komunitas di lokasi penelitian, umumnya mencontoh dari kehidupan rumahtangga orangtua mereka: suami merupakan pengambil keputusan yang dominan dalam urusan pekerjaan produktif dan kemasyarakatan bersifat politik seperti rapat desa, penyuluhan, 102 koperasi dan kelompok nelayan, sedangkan istri lebih dominan sebagai pengambil keputusan dalam urusan rumahtangga dan keluarga, termasuk PKK dan Posyandu. Dalam hal keuangan, istri sedikit lebih dominan dalam pengambilan keputusan, baik untuk keperluan belanja hidup sehari-hari, usaha dan arisan. Arisan ini merupakan suatu bentuk tabungan dan modal usaha agar pendapatan mereka tidak langsung habis untuk belanja sehari-hari. Istri merupakan pengambil keputusan utama di lingkup rumahtangga, mulai dari jenis makanan yang disajikan, pelayanan kesehatan dan KB serta keperluan belanja sehari-hari lainnya. Hal ini menunjukkan keputusan di bidang kesehatan yaitu gizi makanan, pemilihan layanan kesehatan jika sakit dan keikutsertaan dalam program KB termasuk jenis alat kontrasepsi yang digunakan sepenuhnya tergantung pilihan sang istri. Sang istri adalah pengelola keuangan rumahtangga sehingga dia yang memutuskan secara rinci keperluan keluarga yang disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki. Pola pengambilan keputusan dalam keluarga di lokasi penelitian mengikuti pola pemikiran Sayogyo 1981; lihat Bab 3, dapat dilihat pada Tabel 27. 103 Tabel 27 Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menurut kegiatan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tahun 2006 Kegiatan Pengambilan keputusan Istri sendiri Keputusan bersama Suami sendiri Istri dominan Setara Suami dominan

1. Reproduktif

Jenis makanan v - - - - Pendidikan anak - - v - - Belanja rumahtangga v - - - - Pelayanan kesehatan v - - - - Keluarga berencanaKB v - - - - Memperbaiki rumah - - - v -

2. Produktif

Nelayan Waktu melaut - - - - v Pembuatanbelanja jaring - - - - v Perbaikan perahu - - - - V Tenaga kerja - - - - V Belanja perbekalan - - - - v Belanja BBMsolar - - - - v Menyortir ikan - - V - - Menjual hasil tangkapan - - V - - Mengurus keuangan - v - - - Pengolahan ikan Jenis olahan ikan - - - - v Belanja ikanikut lelang - - - - v Tenaga kerja - - - - v Penjualan hasil olahan - - - v - Mengurus keuangan - v - - - Bakul ikan Belanja ikanikut lelang - - - - v Penjualan ikan - - - - v Mengurus keuangan - v - - -

3. Kemasyarakatan:

Pengajiankeagamaan - - v - - Arisan - v - - - Distribusi ikan kepada keluarga - - v - - Kelompok nelayan - - - - v Kerja bakti - - v - - Acara adatpesta laut - - - - v PKK v - - - - Posyandu v - - - - Koperasi - - - - v Kematian - - v - - Perkawinan - - v - - Penyuluhan - - - - v Rapat desa - - - - v Keterangan: tanda v = yang melakukan - = tidak melakukan Hal yang menonjol di lokasi penelitian ini adalah dalam hal KB, perempuan menikah sudah sadar akan perlunya mengikuti program keluarga berencana sebagai akseptor KB. Pada umumnya mereka menggunakan metode suntik KB atau pil KB dan mereka secara aktif mendatangi bidan untuk keperluan KB. Kesertaan dalam program KB ini didasarkan atas keputusan sang istri yang didukung oleh suami. Keluarga muda di masyarakat nelayan rata-rata memiliki 104 anak sebanyak dua orang. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Dwi et al. 2002, bahwa program pemerintah di wilayah pesisir pantai lebih banyak terpolarisasi dengan program keluarga berencana, sehingga rata-rata tingkat kelahiran dapat diturunkan. Suami dan istri bersama-sama menjadi pengambil keputusan dan saling berembug dalam hal pendidikan anak, baik dalam hal pendidikan formal maupun non formal seperti pengajian. Namun demikian, jika anak ingin berhenti sekolah atas kehendak sendiri, kadangkala orangtua mengikuti keinginan tersebut, kecuali untuk beberapa responden yang mengirimkan anak mereka mengikuti pendidikan di sekolah berasrama yang jauh dari rumah. Keputusan untuk memperbaiki rumah tergantung kepada sang suami, khususnya untuk perbaikan yang membutuhkan biaya besar dan tenaga kerja terampil. Kerusakan rumah yang tergolong kecil kadangkala ditangani sendiri oleh istri, mengingat suami jarang di rumah karena pergi bekerja untuk melaut atau untuk kegiatan pemasaran, terutama dalam hal pengaturan keuangan untuk keperluan perbaikan rumah. Dalam urusan pekerjaan, suami atau kaum lelaki adalah pengambil keputusan utama dalam hal produksi maupun pemilihan tenaga kerja. Dalam hal penjualan ikan atau olahan ikan, istri ikut terlibat dalam pengambilan keputusan karena umumnya mereka yang menjualkan ikan atau hasil olahan tersebut. Istri merupakan pengambil keputusan yang cukup dominan dalam hal keuangan, karena pengelolaan keuangan usaha telah disepakati oleh suami untuk diatur oleh istri. Keterlibatan istri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan cukup menonjol dan dalam pengambil keputusan mereka pun setara dengan suami. Kegiatan sosial yang banyak melibatkan suami istri adalah acara keagamaan atau pengajian, pendistribusian ikan hasil tangkapan nelayan kepada keluarga, acara pernikahan dan kematian warga serta kerja bakti. Pada umumnya di lokasi penelitian masih ada kerjasama dan gotong royong antar-warga. Untuk urusan kemasyarakatan yang bersifat politik, pada umumnya istri mengikuti keputusan suami. Pada kegiatan politik seperti Pilkades Pemilihan Kepala Desa, Pilkada Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilu Pemilihan Umum, semua penduduk di 105 lokasi penelitian, lelaki dan perempuan, ikut berpartisipasi. Namun demikian, tidak semua istri bebas memilih men-coblos pilihannya sendiri, ada responden yang memilih sesuai dengan pilihan suami, khususnya istri yang tidak pernah bersekolah atau berpendidikan lebih rendah daripada suami. Istri yang berstatus sebagai pengolah ikan akan ikutserta dalam kegiatan penyuluhan jika tempat penyelenggaraan berlokasi di sekitar tempat tinggal. Jika penyuluhan dilakukan jauh dari rumah, umumnya pesertanya adalah lelaki, karena pekerja perempuan dilarang oleh suami atau keluarga pergi jauh dari rumah. Keterangan ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai Dislutkan dan beberapa responden. Dahulu di lokasi penelitian pernah ada Kelompok Wanita Nelayan dengan berbagai kegiatan di bidang pengolahan ikan, tetapi sekarang kelompok tersebut sudah tidak aktif lagi, karena tidak ada dana atau anggaran. Menurut responden perempuan, pada umumnya perempuan pesisir akan aktif dalam suatu kegiatan jika kegiatan tersebut akan langsung menghasilkan uang. Partisipasi atau peranserta masyarakat pesisir dalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh keuntungan manfaat yang mereka rasakan. Nelayan akan hadir dalam acara pembinaan dari pemerintah jika berhubungan langsung dengan pekerjaannya, perempuan nelayan pun demikian. Oleh karena itu, Kelompok Wanita Nelayan di lokasi penelitian tidak berkembang bahkan berhenti karena dianggap tidak mendatangkan keuntungan finansial bagi perempuan nelayan. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Pollnac et al. 2003 yaitu kesertaan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dipengaruhi oleh manfaat yang dirasa oleh masyarakat. iii Penilaian kebutuhan gender Penilaian kebutuhan gender praktis dan strategis pada responden perempuan di komunitas pesisir ini dilandaskan pada pendapat mereka saat dilakukan wawancara mendalam. Sikap yang ditunjukkan oleh responden terhadap kesetaraan gender dalam kegiatan perikanan pantai dapat digunakan untuk menilai kebutuhan gender menurut analisis Moser, apakah kebutuhan praktis untuk perbaikan kondisi atau kebutuhan strategis untuk perbaikan posisi perempuan di masyarakat. 106 Sikap responden di lokasi penelitian mengungkapkan bahwa perempuan masih mementingkan perbaikan kondisi mereka dibandingkan posisi mereka di masyarakat. Terkait dengan lapangan pekerjaan baru, pendapat yang diutarakan oleh ibu M, ibu C dan ibu K adalah sebagai berikut: “Yang dibutuhkan perempuan adalah pekerjaan baru, juga buat laki- laki apalagi waktu paceklik. Biar ada uang dapur.” Menurut bapak R dan bapak J: “Waktu paceklik di sini nggak tidak ada kerjaan. Jadi kalau ada pekerjaan baru, akan lebih baik.” Terkait dengan pembinaan dari pemerintah daerah, pendapat yang diutarakan oleh ibu W dan ibu K sebagai berikut: “Perempuan jarang terima penyuluhan, yang sering menjadi peserta penyuluhan adalah nelayan.” Dengan demikian, kebutuhan mereka saat ini masih berkisar di pemenuhan kebutuhan praktis gender, belum mementingkan kebutuhan strategis mereka. Hal ini tampak dari sikap menerima mereka akan posisi perempuan saat ini, yaitu di satu pihak mereka tidak perlu banyak terlibat dalam kegiatan politik kemasyarakatan, di lain pihak mereka memegang kontrol dalam hal keuangan. Hal ini diutarakan oleh ibu E, bapak S, ibu D dan bapak T: “Kalau ada rapat desa yang datang hadir laki suami saja. Istri tidak datang, juga tak apa. Istri mengurus rumah dan uang.” Dari hasil analisis Moser diketahui bahwa perempuan nelayan di lokasi penelitian dalam aspek akses dan kontrol telah mengalami kesetaraan gender, tetapi dari aspek partisipasi dan manfaat belum mengalami kesetaraan. Analisis gender dari unsur-unsur kesetaraan gender yaitu aspek akses, kontrol, partisipasi dan manfaat pembangunan bagi komunitas perikanan di lokasi penelitian, hasil dari wawancara, observasi dan olahan kuesioner, direkapitulasi pada Tabel 28. 107 Tabel 28 Unsur kesetaraan gender dalam pembangunan pada komunitas perikanan laut di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang tahun 2006 Unsur kesetaraan gender dalam pembangunan Lelaki Perempuan Akses Mempunyai akses dalam kegiatan penangkapan, pascatangkap, perdagangan dan pengolahan hasil tangkapan. Mempunyai akses dalam kegiatan pascatangkap, perdagangan dan pengolahan hasil tangkapan. Kontrol Kontrol dalam pengelolaan keuangan bersama istri, dan kontrol dalam penentuan tenaga kerja dan produk Kontrol dalam pengelolaan keuangan bersama suami. Partisipasi Lelaki banyak menjadi anggota KUD Mina, baik nelayan, pedagang dan pengolah ikan. Mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan di bidang perikanan. Perempuan nelayan jarang menjadi anggota KUD Mina. Perempuan pedagang yang menjadi anggota KUD untuk persyaratan ikut lelang. Perempuan jarang ikut proses pengambilan keputusan. Manfaat Pembinaan banyak dituju- kan kepada lelaki nelayan dan banyak diikuti oleh lelaki pengolah ikan. Perempuan belum merasakan manfaat pembangunan bidang perikanan, karena tidak banyak dilibatkan dalam program pemerintah. Tabel 28 menjadi sumber data bagi analisis program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Subang berdasarkan aspek akses, kontrol, partisipasi dan manfaat bagi lelaki dan perempuan pelaku kegiatan. Tabel 29 menunjukkan bahwa program dan kegiatan yang ada saat ini belum banyak memberikan keuntungan bagi perempuan, pelaksanaan program dan kegiatan lebih banyak ditujukan kepada lelaki, dengan demikian dapat dikatakan masih terdapat kesenjangan gender. 108 Tabel 29 Analisis akses, kontrol, partisipasi dan manfaat bagi lelaki dan perempuan dalam program dan kegiatan bidang kelautan dan perikanan Kabupaten Subang tahun 2005-2009 Program dan kegiatan Akses Kontrol Partisipasi Manfaat Sumber data Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Program peningkatan sumberdaya manusia perikanan Wawancara dengan pimpinan Dislutkan; Renstra Dislutkan; wawancara dengan komunitas perikanan laut 1. Pelatihan sumberdaya manusia penangkapan ikan ++ - ++ - ++ - ++ - 2. Pelatihan sumberdaya manusia pengolahan hasil ++ + ++ + ++ + ++ ++ 3. Pelatihan penerapan teknologi tepat guna ++ - ++ - ++ - ++ - Program pengembangan sumberdaya kelautan 1. Pengembangan usaha penangkapan ikan di laut ++ - ++ - ++ - ++ - 2. Pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan ++ + ++ + ++ + ++ ++ 3. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir ++ + ++ + ++ + ++ + 4. Pengembangan pemasaran ikan ++ + ++ + ++ + ++ + 5. Pemberdayaan usaha budidaya laut ++ + ++ - ++ + ++ + Keterangan: tanda - berarti tidak ada; + berarti ada; ++ berarti banyak Tabel 29 menunjukkan masih adanya kesenjangan gender di dalam program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Subang. Analisis lebih rinci pada Tabel 30. Ditinjau dari aspek akses, peluang lelaki lebih banyak daripada perempuan, karena ruang gerak untuk perempuan lebih terbatas dibandingkan dengan lelaki: Nelayan lelaki dapat pergi bekerja atau pergi melaut dalam jangka waktu lama dan jarak yang jauh dari rumah, sebaliknya perempuan dibatasi oleh waktu dan dalam jarak yang tidak terlalu jauh dari lingkungan rumahnya. Ditinjau dari aspek kontrol, kekuasaan lelaki lebih besar daripada perempuan, apalagi dalam urusan pekerjaan dan kemasyarakatan. Lelaki masih dianggap sebagai pengambil keputusan karena mereka dianggap sebagai pelaku utama dalam kegiatan kelautan dan perikanan. Ditinjau dari aspek partisipasi, 109 peranserta lelaki dalam proses pengambilan keputusan lebih besar daripada perempuan, karena lelaki adalah pelaku utama kegiatan. Ditinjau dari aspek manfaat, lelaki juga yang menerima banyak manfaat dari pelaksanaan program kelautan dan perikanan karena merupakan pelaku utama kegiatan. Akibat dari peran perempuan dalam kegiatan kelautan yang tidak tercatat dan tidak didokumentasikan kaum perempuan jarang dilibatkan dalam program pemerintah, apalagi yang dianggap sebagai pelaku utama atau pemangku kepentingan dalam kegiatan perikanan adalah kaum lelaki. Tabel 30 Faktor kesenjangan gender berdasarkan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dalam program kelautan dan perikanan Kabupaten Subang tahun 2005-2009 Program Faktor kesenjangan gender Kesenjangan Akses Kontrol Partisipasi Manfaat Peningkatan sumberdaya manusia perikanan; dan Pengembangan sumberdaya kelautan Peluang lelaki lebih banyak daripada perempuan karena perempuan lebih banyak bekerja di sekitar keluarga dan rumah Lelaki mempunyai kekuasaan lebih besar daripada perempuan dalam urusan pekerjaan dan kemasyarakatan Lelaki lebih berpartisipasi daripada perempuan dalam pengambilan keputusan di pekerjaan dan kemasyarakatan Lelaki lebih banyak menerima manfaat daripada perempuan karena merupakan pelaku utama kegiatan Peran perempuan dalam kegiatan kelautan dan perikanan tidak dicatat yang mengakibatkan perempuan jarang dilibatkan dalam program pemerintah Masalah kesenjangan gender berupa tidak tercatatnya peran perempuan di bidang kelautan dan perikanan Tabel 30 kemudian dianalisis faktor penyebabnya. Dilihat dari faktor sosial budaya sosbud, ruang gerak perempuan memang dibatasi di sekitar rumah dan keluarga. Kaum perempuan tidak mudah untuk diijinkan bepergian jauh tanpa maksud yang jelas, apalagi sendirian, sehingga harus didampingi. Dilihat dari faktor agama, mayoritas penduduk lokasi penelitian adalah penganut agama Islam. Menurut ajaran Islam, suami adalah kepala keluarga sehingga pencari nafkah utama adalah suami atau kaum lelaki. Oleh karena itu, pekerjaan perempuan dianggap sebagai tambahan. Dilihat dari faktor ekonomi, peluang kerja yang tersedia di bidang kelautan dan perikanan lebih banyak berlokasi di laut, selain di bidang pengolahan ikan dan pemasaran ikan. Oleh karena orang yang membutuhkan pekerjaan banyak, maka yang umumnya didahulukan adalah penggunaan tenaga kerja lelaki dibanding tenaga kerja perempuan, kecuali jika terjadi kekurangan tenaga kerja maka barulah perempuan dipekerjakan. Faktor lain yang menimbulkan masalah kesenjangan 110 gender adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia perempuan dibandingkan lelaki, baik dari segi keterampilan untuk pekerjaan di bidang kelautan dan perikanan. Ditinjau dari faktor-faktor penyebab tersebut, kesenjangan gender terjadi karena pengabaian peran produktif dalam pengelolaan perikanan pada tahap pra dan pasca-penangkapan ikan seperti persiapan perbekalan, penyortiran dan penjualan ikan serta pengelolaan keuangan. Padahal, pada tahap-tahap tersebut justru peran perempuan menonjol. Dengan demikian, isu gender yang timbul dalam hal ini adalah adanya bias gender dalam proses pencatatan peran produktif di kalangan masyarakat nelayan dan dalam partisipasi masyarakat pada proses pengambilan keputusan lihat Tabel 31. Tabel 31 Faktor penyebab dari masalah kesenjangan gender dan isu gender di bidang perikanan dan kelautan di Kabupaten Subang tahun 2006 Masalah kesenjangan gender Penyebab Klasifikasi kesenjangan Isu gender Faktor sosbud Faktor agama Faktor ekonomi Lain-lain Peran perempuan dalam kegiatan kelautan dan perikanan tidak tercatat mengakibatkan perempuan jarang dilibatkan dalam program pemerintah Ruang gerak perempuan terbatas di lingkungan rumah dan keluarga Suami sebagai kepala keluarga Sempitnya lapangan kerja yang tersedia. Perempuan hanya menjadi pembantu suami Perempuan memiliki kekurangan dalam hal ketrampilan Adanya pengabaian peran perempuan nelayan dalam tahapan pra- dan pasca- tangkap: penyiapan perbekalan, penyortiran, pemasaran dan pengelolaan keuangan Bias gender dalam: - Proses pencatatan peran produktif - Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan Hasil analisis kebijakan dan analisis Moser terbukti bahwa kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Subang saat ini belum responsif gender, maka hipotesis pertama penelitian ini diterima. Oleh karena itu, untuk dapat membuat pembangunan perikanan pantai berbasis kesetaraan gender diperlukan reformulasi kebijakan dan program di bidang pembangunan kelautan dan perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP Republik Indonesia telah melaksanakan Program Pemberdayaan Wanita Pesisir lihat Subbab 1.2. Namun, program ini belum tercantum dalam program kerja bahkan Renstra Pembangunan Kelautan dan Perikanan Dislutkan Kabupaten Subang. Hal ini lebih memperkuat hasil analisis kebijakan GAP dan analisis Moser yang menyimpulkan kebijakan dan program Dislutkan Kabupaten Subang saat ini belum responsif gender. 111 Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang mengatur perikanan yaitu UU No. 31 Tahun 2004 sudah mencantumkan adanya kegiatan pengolahan dan pengawetan ikan dalam definisi penangkapan ikan, tetapi kegiatan pemasaran ikan belum tercantum, padahal peran perempuan sangat menonjol pada tiga kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa UU Perikanan belum secara tegas melibatkan peran perempuan dalam kegiatan penangkapan ikan karena belum ada pemilahan pemangku kepentingan perikanan berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa UU No. 31 Tahun 2004 juga belum responsif gender. FAO 2005 menyarankan agar kegiatan pengolahan ikan dan pemasaran ikan dimasukkan ke dalam kegiatan penangkapan ikan, dengan demikian peraturan perundang-undangan akan lebih bersifat responsif gender. Jikalau peraturan perundang-undangan belum responsif gender, kebijakan dan program di tingkat teknis akan sulit untuk mengimplementasikan program yang responsif gender. Hasil wawancara dengan aparat Pemda dan anggota komunitas perikanan laut menunjukkan bahwa peran perempuan dalam kegiatan kelautan dan perikanan sangat menonjol. Mengingat ruang gerak perempuan terbatas di sekitar rumah sehingga tidak memungkinkan melakukan perjalanan yang lebih dari satu hari maka perlu penegasan wilayah kegiatan perikanan yang mencakup wilayah pantai, di mana peran dan partisipasi perempuan sangat menonjol. Pembatasan wilayah laut untuk istilah perikanan akan mempersempit ruang gerak perempuan, karena istilah laut selalu dikaitkan dengan wilayah kerja yang luas dan jauh dari daratan yang umumnya sulit dijangkau oleh kaum perempuan. Perempuan yang menjadi Bidak nelayan pun pada umumnya hanya melaut di sekitar pantai dengan rentang waktu satu hari daily fishing. Selain menangkap ikan dan mengumpulkan biota laut lainnya, kegiatan perikanan pantai yang dapat melibatkan peran kaum perempuan adalah budidaya laut. 3 Reformulasi kebijakan pembangunan perikanan pantai Isu gender dalam program Dislutkan lihat Tabel 31 yaitu adanya bias gender dalam pencatatan peran produktif dan partisipasi masyarakat pada proses pengambilan keputusan dari pemangku kepentingan kegiatan kelautan dan perikanan. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa ruang gerak perempuan 112 adalah di sekitar rumah dan keluarga, sehingga menyebabkan wilayah kegiatan mereka pun hanya di sekitar pantai, oleh karena itu perlu dilakukan reformulasi wilayah kegiatan perikanan dengan memperluas wilayah menjadi wilayah laut dan pantai. Berdasar isu gender tersebut dan pengembangan wilayah kegiatan yaitu wilayah pantai, kemudian dilakukan reformulasi kebijakan dan kegiatan pada pembangunan perikanan pantai seperti tercantum pada Tabel 32. Tabel 32 Reformulasi kebijakan dan kegiatan berdasarkan isu gender pada pembangunan kelautan dan perikanan pantai Kabupaten Subang No Isu gender Reformulasi kebijakan Rincian kegiatan 1 Bias gender dalam proses pencatatan peran produktif Pencatatan kembali data pemangku kepentingan di bidang perikanan laut dan pantai, terpilah lelaki dan perempuan Sensus pelaku di bidang perikanan laut dan pantai terpilah, lelaki dan perempuan 2 Bias gender dalam partisipasi masyarakat pada proses pengambilan keputusan Pemetaan kembali kegiatan di bidang perikanan laut dan pantai sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan, lelaki dan perempuan Pengembangan sumberdaya manusia pelaku perikanan laut dan pantai, lelaki dan perempuan Berdasarkan reformulasi kebijakan dan kegiatan pada Tabel 32 kemudian dilakukan reformulasi program, tujuan, indikator serta rencana aksi dari pembangunan perikanan pantai yang responsif gender Dislutkan yang tersaji pada Tabel 33. Reformulasi program yang diajukan akan lebih responsif gender setelah adanya pemilahan gender dari pemangku kepentingan di bidang kelautan dan perikanan pantai serta melihat kebutuhan gender komunitas saat ini yang lebih ditekankan kepada kebutuhan praktis gender. Dengan demikian, peran dan partisipasi perempuan tidak akan terabaikan lagi dalam pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Subang. 113 Tabel 33 Rekapitulasi analisis gender dan rencana aksi pembangunan perikanan pantai yang responsif di Kabupaten Subang Data pembuka wawasan Masalah kesenjangan Isu gender Kondisi saat ini Reformulasi Rencana aksi Indikator gender Sasaran Kebijakan Program Tujuan Kebijakan Program Tujuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 - Data kuantitatif kurang mencer- minkan kenyataan di lapangan. - Keterli- batan perem- puan di perda- gangan dan pengo- lahan ikan, belum dicatat. Peran perempuan di kelautan dan perikanan tidak tercatat yang mengakibatkan perempuan jarang dilibatkan dalam program pemerintah Bias gender dalam: - Proses penca- tatan peran produktif - Partisi- pasi masya- rakat l dalam proses pengam- bilan kepu- tusan Peningkatan kemampuan SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh. Peningkatan sumberdaya manusia perikanan Meningkatkan sumberdaya manusia masyarakat di bidang perikanan Peningkatan kemampuan SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh dengan pencatatan kembali pemangku kepentingan di bidang perikanan laut dan pantai terpilah lelaki- perempuan Peningkatan sumberdaya manusia perikanan bagi pelaku lelaki dan perempuan Meningkatkan sumberdaya manusia masyarakat, lelaki dan perempuan di bidang perikanan - Sensus pelaku di bidang perikanan laut dan pantai terpilah lelaki dan perempuan. - Tersedianya data kuantitatif terpilah gender tentang pelaku perikanan pantai. Komunitas perikanan laut dan pantai, pegawai Dislutkan, pengurus KUD Mina, lelaki dan perempuan - Perem- puan jarang diibatkan dalam pembinaan dan pengam- bilan keputusan. - Pengem- bangan sumberdaya manusia pelaku perikanan laut dan pantai, lelaki dan perempuan - Peningkatan peserta, lelaki dan perempuan, dalam pembinaan 114 Tabel 33 Sambungan Data pembuka wawasan Masalah kesenjangan Isu gender Kondisi saat ini Reformulasi Rencana aksi Indikator gender Sasaran Kebijakan Program Tujuan Kebijakan Program Tujuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 - seperti di atas - - seperti di atas - - seperti di atas - Pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan Pengembangan sumberdaya kelautan Meningkatkan sumberdaya, sarana dan prasarana kelautan Pemetaan kembali kegiatan di bidang perikanan laut dan pantai sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan lelaki- perempuan dalam rangka pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan Pengembangan sumberdaya kelautan dan pantai bagi pelaku lelaki dan perempuan Meningkatkan sumberdaya, sarana dan prasarana kelautan dan pantai dengan melibatkan pelaku lelaki dan perempuan - Peningkatan partisipasi pelaku perikanan pantai, lelaki dan perempuan dalam pengambilan keputusan - Perluasan lapangan kerja bagi perempuan dan lelaki - Peningkatan jumlah partisipan, lelaki dan perempuan, yang terlibat dalam pengam-bilan keputusan. - Tersedianya lapangan kerja mandiri bagi perempuan seimbang dengan lelaki Komunitas perikanan laut dan pantai, lelaki dan perempuan 115 Secara keseluruhan, baik dari hasil GAP dan analisis Moser, perempuan terabaikan dari proses pembangunan karena: 1 kebijakan pembangunan tidak diperuntukkan bagi kaum perempuan. Kaum lelaki dianggap sebagai kepala rumahtangga dan berhak untuk jadi wakil dalam komunitas yang lebih luas; dan 2 menanggung beban ganda. Perempuan melakukan pekerjaan reproduktif dan sekaligus mencari nafkah. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Krisnawaty 1993. Namun demikian, dengan melakukan reformulasi kebijakan dengan melihat kebutuhan masyarakat pesisir baik lelaki dan perempuan maka dapat dilakukan program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender.

5.3 Sikap Terhadap Kesetaraan Gender Dalam Kegiatan Perikanan Pantai