Peran perempuan dalam komunitas pesisir

24 Program pembangunan yang terkait dengan bidang perikanan dalam Perpres No. 7 Tahun 2005 yaitu Program Pengembangan Sumberdaya Perikanan. Program ini bertujuan untuk mengelola, mengembangkan, dan memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal, adil, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan devisa, nilai tambah hasil perikanan, serta pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir lainnya. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi unsur berikut. 1 Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir. 2 Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana perikanan. 3 Peningkatan usaha perikanan skala kecil. 4 Pengendalian dan peningkatan pelayanan perizinan usaha. 5 Penyusunan kebijakan dan perencanaan pengelolaan perikanan untuk setiap kawasan. 6 Peningkatan pemasaran, standar mutu, dan nilai tambah produk perikanan. 7 Penguatan kelembagaan dan tata laksana kelembagaan. 8 Pengembangan iptek ilmu pengetahuan dan peningkatan riset perikanan. 9 Pengembangan sistem data, statistik dan informasi perikanan. 10 Peningkatan sumberdaya manusia nelayan, penyuluh dan pendamping perikanan. 11 Peningkatan profesionalisme perencanaan dan pengawasan pembangunan perikanan RI 2005. Institusi pemerintah yang berwenang untuk mengelola sektor kelautan dan perikanan adalah Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. Pada saat ini upaya pemberdayaan perempuan yang sudah dilakukan oleh DKP adalah program Pemberdayaan Perempuan Pesisir yang merupakan salah satu kelompok sasaran dari Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, yang merupakan bagian dari proyek Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir. Program ini berada di bawah wewenang Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Program ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumberdaya wanita pesisir dalam hal teknis produksi, kewirausahaan, pengelolaan usaha dan pengambilan keputusan, serta meningkatkan akses pada informasi dan sumberdaya perikanan DKP, 2005b.

2.2.2 Peran perempuan dalam komunitas pesisir

Wilayah pesisir ialah jalur saling pengaruh antara darat dan laut, mempunyai ciri geosfer khusus; ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik 25 laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan darat Sumawidjaya et al. 2000. Dengan demikian, masyarakat yang hidup dan menetap di wilayah pesisir disebut masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir umumnya mencari nafkah atau bekerja di bidang perikanan, baik sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan atau pedagang ikan. Menurut Satria 2002, untuk membangun masyarakat pesisir diperlukan pemahaman sosiologis tentang masyarakat pesisir. Kajian sosiologis masyarakat pesisir bersumber pada aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan. Menurut Kusumastanto 2003, sifat dan karakteristik masyarakat pesisir dipengaruhi oleh aspek sosial budaya seperti pendidikan dan mentalitas dan jenis kegiatan usaha seperti perikanan tangkap, perikanan tambak dan pengolahan hasil perikanan. Komunitas nelayan mempunyai jam kerja yang tidak tetap. Banyak nelayan yang pergi melaut pada malam hari, bahkan ada yang melaut lebih dari satu hari dan jauh dari rumah atau keluarga, dengan demikian bila sudah berada di laut nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan lainnya. Akibatnya waktu untuk melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan di darat pun relatif kurang, komunikasi kurang dan informasi yang diterimanya pun kurang. Bagi mereka pun akan sulit untuk memisahkan waktu untuk berpartisipasi dalam program penyuluhan yang berhubungan dengan perikanan. Akibat dari aktivitas nelayan yang sedemikian rupa maka peran mereka sebagai kepala rumahtangga atau kepala keluarga menjadi minim dan kegiatan sosial kemasyarakatan di darat pada umumnya dilakukan oleh pihak perempuan atau istri. Menurut Satria 2002, akibat sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain, maka posisi sosial nelayan dapat dikategorikan rendah. Hal ini menyebabkan ketiadaan kemampuan nelayan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Perempuan nelayan adalah perempuan yang bergerak di bidang perikanan, baik sebagai bakul ikan, pengolah hasil perikanan atau pengumpul biota laut, yang umumnya suami atau ayahnya berprofesi sebagai nelayan DKP 2001. Peran perempuan nelayan Aguilar and Castaneda 2001; Sharma 2003; Murdiyanto 2004 adalah melalui kegiatan penangkapan langsung mengumpulkan ikan dari 26 terumbu karang atau menggunakan jaring tarik dari pantai, pengolahan, perdagangan dan pendistribusian ikan kepada sanak famili yang merupakan bentuk tanggungjawab kepada komunitas. Berdasarkan laporan pengamatan Ikhsan 2003 terhadap kegiatan perempuan di bidang perikanan di Pulau Jawa diketahui bahwa ada beberapa tingkatan peran perempuan di bidang perikanan sebagai berikut. 1 Peran sebagai istri yang mengurus anak dan suami, termasuk membantu membersihkan jaring, menyulam jaring, mengelola hasil tangkapan agar siap dipasarkan sampai dengan menjual hasil tangkapan ikan oleh suami. 2 Sebagai pekerja hasil laut rumahan seperti: fillet atau pemotong ikan, picker atau pengupas kulit rajungan, kerang, keong dan udang, perebus kerang atau keong. 3 Sebagai pekerja pabrik perikanan seperti: fillet, pembekuan ikan atau udang, pengepak dan pemberi label. 4 Menjadi bakul yang memasok hasil tangkapan nelayan atau panen ikan kepada para supplier atau pabrik. 5 Menjadi bendahara pemegang keuangan dari perusahaan keluarga supplier. 6 Menjadi Supplier yang memasok bahan baku ke pabrik. 7 Menjadi Quality Control pabrik. 8 Menjadi eksportir perikanan ke mancanegara. Menurut Sharma 2003, peran perempuan di bidang perikanan di Asia ada empat yaitu: 1 sebagai pekerja di bidang perikanan dibayar atau tidak dibayar; 2 sebagai pekerja di pemrosesan ikan penuh atau paro-waktu; 3 orang yang bertanggungjawab terhadap keluarga dan komunitas; dan 4 sebagai pekerja di luar bidang perikanan seperti pedagang warung. Pekerjaan yang dilakukan perempuan ini jarang dianggap sebagai pekerjaan produktif, umumnya dianggap sebagai perpanjangan dari pekerjaan domestik. Nilai sosial rendah dilekatkan kepada pekerjaan domestik dan komunitas yang dilakukan oleh perempuan. Dalam hal partisipasi perempuan nelayan dalam proses pengambilan keputusan, menurut Kumar 2004, perempuan nelayan umumnya tidak terorganisir dengan baik dan kurang efektif sebagai kekuatan politik dibandingkan dengan lelaki. Ketika perempuan diberi tempat dalam suatu organisasi dan proses pengambilan keputusan, maka mereka akan membawa suatu perspektif yang meletakkan peningkatan kualitas hidup dan matapencaharian berbasis perikanan sebagai suatu hal yang mendasar. 27 Dalam dokumen FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries No. 10 Increasing the contribution of small-scale fisheries to poverty alleviation and food security 2005 ditegaskan bahwa untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu sistem pengelolaan sumberdaya perikanan perlu diadopsi perspektif kesetaraan gender dan pengakuan terhadap posisi perempuan dalam komunitas dan dalam sektor perikanan. Menurut panduan FAO, “How small-scale fishers are defined in legislation is important, and has potentially significant gender impacts. For example, processing and marketing activities where typically women are more active, in addition to capture fisheries”.

2.2.3 Perikanan pantai